Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 30 Kegaduhan Kelas
Hari demi hari berlalu, tak terasa kenaikan kelas sebentar lagi. Tentu hanya kami yang naik kelas, sedangkan kelas reguler masih membutuhkan setengah tahun lagi. Ritme belajar kami makin lama makin tinggi, ditambah kelas tambahan yang kami gagas sendiri sepulang sekolah.
Yuri yang menjadi inspirasi kegiatan ini mengalami kemajuan yang pesat. Daya tangkapnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan denganku, namun daya juangnya menutup kekurangan tersebut. Selama tidak ada pesanan makanan, ia akan selalu hadir dalam kegiatan yang tak bernama ini. Jika peserta hanya aku dan Kenji, maka kami memutuskan untuk pulang ke rumah dan mengajar Gisel lebih awal.
Mengapa aku dan Kenji terlihat begitu santai jika dibandingkan dengan teman-teman lain yang mengambil kursus sore sampai malam? Pertama, kami tipe orang yang lebih dapat menangkap pelajaran jika belajar sendiri. Kedua, kami merasa lebih enak berdiskusi dengan teman sebaya dibandingkan kepada guru yang lebih tua. Ketiga, belajar sendiri jauh lebih hemat.
Sudarwono bersaudara pernah meledek kami ‘kalau begitu ngapain kalian sekolah?’. Tentu kalimat tersebut diutarakan dengan konotasi bercanda, meskipun terselip kekesalan akan kepandaian kami. Tentu saja kami masih butuh sekolah, karena lingkungan sekolah tidak akan kami dapatkan di rumah. Selain itu, kami tidak bisa mencetak ijazah sendiri.
Dengan kepandaian seperti inilah, wajarlah jika aku menjadi sosok yang arogan akan kemampuan otakku. Arogansi yang akan semakin menjadi-jadi jika saja aku tidak bertemu dengan Kenji di kelas akselerasi ini. Ia bisa mengerem sifat buruk tersebut dengan cara menjadi lebih pandai dibandingkan denganku. Bedanya, ia tak pernah menyombongkan kepandaiannya. Selalu rendah hati dan tidak pernah merasa rugi membagi ilmu yang ia miliki. Ia memiliki bakat alami untuk menjadi seorang guru.
Tinggal beberapa pekan sebelum ujian kenaikan kelas. Seperti biasa, guru-guru akan memberikan ulangan harian sebagai pemanasan. Hampir semua pelajaran, termasuk matematika yang diumumkan oleh guru kami setelah materi terakhir selesai disampaikan.
“Ulangannya semua bab ya anak-anak, ibu kasih soal yang lebih susah dari biasanya, supaya kalian tidak kaget waktu mengerjakan soal ujian kenaikan.”
“Mungkin tidak kaget…”
“…tapi bikin kami kena serangan jantung!”
Sudarwono bersaudara bercoleteh demikian setelah bu Ratna keluar kelas. Yang lain pun tertawa gugup mendengar lelucon mereka. Selain aku dan Kenji, mereka berdua bisa dibilang paling santai. Sayangnya, santai mereka cenderung santainya pemalas. Mereka memiliki otak yang cerdas, yang terbukti dengan saling bertautnya kalimat mereka. Hanya saja, mereka belum bisa mengoptimalkan kecerdasan mereka.
Kenji tiba-tiba berdiri dari bangkunya dan berdiri di depan kelas. Nampaknya ia mempunyai suatu rencana untuk sesuatu yang belum aku ketahui.
“Teman-teman, kenaikan kelas sebentar lagi, artinya ada peluang beberapa di antara kita bisa turun ke kelas reguler.”
Begitu Kenji mengucapkan hal tersebut, beberapa teman langsung menundukkan kepala, seolah beban satu ton ditimpakan di atas kepala mereka. Mungkin saja, mereka merasa takut keluar dari kelas akselerasi ini. Padahal, menurutku, seandainya mereka turun pun bukan masalah, toh mereka masih bisa berprestasi di kelas reguler sana.
“Akan tetapi, sudah kewajiban kita bersama untuk saling membantu agar hal tersebut tidak terjadi. Sudah hampir delapan bulan kita bersama, kita telah menjadi keluarga. Aku yakin, dengan berjuang bersama-sama, kita akan bisa tetap bertahan di kelas akselerasi ini.”
Tepuk tangan bahagia langsung membanjiri kelas setelah Kenji menutup pidatonya. Sayang, kebahagiaan tersebut rusak ketika Sarah bangkit dari mejanya dengan sedikit gebrakan dan berdiri sambil mengacungkan jarinya.
“Hei cebol, gak usah sok jadi motivator! Gue bisa belajar sendiri, gak butuh bantuan kalian semua. Gue muak lama-lama, elu selalu ngomong hal-hal gak penting, tentang keluarga lah, tentang kebersamaan lah, cuih. Gue gak butuh itu dan gue minta loe tutup mulut!.”
Aku sudah bangkit dari bangkuku ketika sebuah tangan melayang, mendaratkan tamparan yang cukup untuk meninggalkan bekas. Sica bangkit dari bangkunya dengan air mata yang sudah menggenang, merasa tersakiti dengan ucapan Sarah barusan.
“Kamu boleh hina aku Sar, tapi kalau kamu hina temenku, aku enggak akan terima.”
“Emang loe sapanya dia heh? Sok sok belain. Loe nampar gue lagi, sini gue bales loe.”
Hampir saja terjadi perkelahian jika teman-teman yang lain tidak berusaha melerai mereka. Aku pun harus ditahan Juna dan Andra agar tidak mengamuk, ditambah Gita yang menutup mulutku agar suaraku tidak muncul dan memancing kecurigaan ke luar. Dengan kondisi seperti itu, aku masih bisa melihat Rena dan beberapa teman yang duduk di sisi kiri menahan Sica, sedangkan Sarah ditahan oleh Bejo dan Dea. Kenji hanya diam di depan kelas, nampak kebingungan mencari jalan keluar.
“Semuanya harap duduk ke kursinya masing-masing, aku belum selesai bicara.” kata Kenji sedikit lebih lantang dari biasanya. Senyum masih terukir di wajahnya, dan aku tau itu bukan senyum palsu. Setelah situasi mulai kondusif, termasuk Sica dan Sarah yang seolah tersihir dengan kata-katanya, Kenji mulai melanjutkan pidatonya.
“Ya, namanya juga keluarga, kadang ada perselisihan seperti tadi. Yang penting, pada akhirnya, kita akan saling memaafkan dan kembali menjadi satu keluarga lagi.”
“Lo budek ya, gue gak pernah nganggap kalian keluarga. Najis amat punya keluarga kere kayak kalian. Mau lo apa sih ceramah gak jelas kayak gini?” Sarah kembali melontarkan kalimat yang tak kalah menyayat hati.
“Sar! Kamu itu enggak punya hati ya, Kenji baik-baik ngomong kamu bales kayak gitu. Maumu apa Sar, diperhatiin temen satu kelas?”
Sarah sempat terdiam sejenak mendengar kalimat Sica yang terakhir, baru membalas kalimat Sarah.
“Diem loe cewek sok cantik, gak usah sok belain temen lo sekelas. Gue gak akan maafin loe seumur hidup gue karena udah nampar gue. Awas loe, gue bales lebih sakit dari ini.”
“Mau main fisik? Gimana kalau pakai otak, aku yakin kamu enggak akan berani Sar.” Sica balik meledek Sarah, aku yakin Sica mulai menyerah psikis Sarah.
“Ngehina loe ya, lihat aja ulangan matematika minggu depan, gue bakal dapet nilai lebih tinggi dari loe.”
“Oke, kalau kamu kalah, kamu harus minta maaf di depan kelas atas semua perbuatan dan perkataan yang kamu lakukan.”
“Dan kalau loe yang kalah, loe harus lari keliling lapangan sepuluh kali!”
Sica sempat terlihat shock sejenak waktu mendengarkan tantangan Sarah, namun ia segera menganggukkan kepala. Selama percakapan ini, tubuhku tetap di tahan Juna dan Andra. Mereka bagaikan penjaga yang harus menahan seekor monster agar tidak mengamuk dan menghancurkan kota.
“Tenanglah bung, aku tahu kamu sangat marah mendengar nenek lampir itu bicara. Tapi tenanglah, amarahmu enggak akan mengubah apapun, malah bikin masalah lebih runyam.” Andra berbisik kepadaku, berusaha meredakan amarahku. Dengan hembusan nafas dalam-dalam dan mengingat beberapa trik dari buku yang aku pinjam dari Kenji, aku bisa mengusai diriku kembali.
Lengang sejenak, hingga guru berikutnya tiba tanpa mengetahui apa yang barusan terjadi. Kenji yang masih berdiri di depan kelas, memberi salam dan kembali ke tempat duduknya. Kegaduhan kelas telah berakhir.
***
Sarah langsung pergi begitu saja ketika jam tambahan di sore hari telah selesai. Ia tak pernah dan tak akan tertarik untuk ikut belajar bersama kami, bersama teman-teman sekelasnya. Aku tidak pernah menganggapnya sebagai teman, ia hanya kuanggap sebagai parasit yang hinggap untuk merusak induk semangnya.
“Jangan berpikir yang tidak-tidak Le.” kata Kenji ketika hanya tinggal kami bertiga di kelas, aku, Kenji dan Yuri. Yang lain sudah sibuk dengan jadwal lesnya masing-masing.
“Tidak seperti biasanya, kau nampak bingung harus berbuat apa waktu pertengkaran tadi. Apa yang kau pikirkan?”
“Sebenarnya aku sedang mempertimbangkan berbagai kemungkinan apa saja yang harus kulakukan untuk menghentikan pertengkaran. Aku juga sedang menimbang bagaimana hasil dari upayaku tersebut. Ketika waktunya tepat aku langsung bertindak sesuai dengan pertimbanganku.”
“Maksudmu beberapa patah kata tersebut?” tanyaku dengan nada yang masih ngotot.
“Ya, kata-kata yang keluar sudah melalui banyak pertimbangan dalam hitungan yang cepat di pikiranku. Itu adalah kalimat yang paling bijaksana dari semua kalimat yang mungkin muncul.”
“Dan hasilnya?”
“Hasilnya aku mengetahui bahwa penyebab Sarah menjadi demikian adalah kata keluarga, sama sepertimu dulu.”
“Itu membuat ia makin marah, di mana letak kebijaksanaannya?”
“Makna bijaksana bukan berarti harus menghanyutkan segala amarah. Bijaksana digunakan untuk beberapa langkah ke depan, bukan hanya sekedar langkah yang akan kita ayunkan sekarang. Kamu sudah cukup lama mengetahuiku pola pikirku Le, apa kamu masih bingung ke mana aku akan mengarah?”
Aku merenungkan perkataan Kenji. Jika dirunut dari belakang, mungkin ia akan memperlakukan Sarah seperti ia memperlakukan diriku dulu. Mencari tahu akar penyebabnya, barulah dipikirkan solusi terbaik untuk menyabut akar tersebut. Artinya, ia harus siap babak belur, meskpun aku tidak yakin Sarah dapat menghajar Kenji seperti aku dulu.
“Apa kalian sudah selesai diskusinya? Kapan kita akan mulai belajar? Aku tahu ini masalah kelas, namun fokus kita sekarang adalah berhasil di ujian dan naik kelas.” Yuri menyela pembicaraan kami, melakukan protes karena proses belajar menjadi terganggu. Dengan tertawa, Kenji memulai pelajaran tambahannya sore ini.
***
Selain Kenji, Sica juga telah banyak beradu mulut dengan Sarah tadi siang. Bahkan, Sica menawarkan diri menjadi tameng kelas untuk menjaga harga diri kelas. Nilai taruhannya tidak seimbang, Sarah hanya perlu minta maaf, tanpa perlu kami tahu maaf tersebut tulus atau tidak. Sedangkan Sica, harus lari keliling lapangan sepuluh kali, meskipun itu hal yang kecil untukku. Mental versus fisik, terlalu tidak adil.
Daripada gelisah sendirian, kuputuskan untuk mengirimkan pesan singkat kepadanya.
- Sica, kau yakin dengan tawaran tantangan yang kau berikan kepada Sarah?
Setelah menunggu lima belas menit, barulah masuk pesan darinya.
- Yakin Le, tenang aja, aku pasti menang dari wanita sombong itu 😊
- Tapi taruhannya tidak seimbang lo Sic, yang satu cuma minta maaf, sedangkan kamu harus lari
- Ya, berarti aku hanya perlu menang kan? Kalau aku menang aku tidak perlu lari
Aku membaca pesannya dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi merasa khawatir, di sisi lain merasa bangga memiliki kawan sepemberani dan seoptimis Sica. Aku harap dapat meniru sikap optimis Sica.
Belum sempat membalas, Sica kembali mengirimiku pesan.
- Lagipula, meminta maaf bagi seorang yang angkuh itu sangat berat loh, kamu juga pasti merasa berat untuk minta maaf kan 😊 wkwkwk bercanda
- Baiklah Sica, semangat!
Ia membalasnya dengan icon smiley lagi. Sempat bimbang, akhirnya kuberanikan diri untuk menanyakan sesuatu kepada Sica. Pertanyaan yang selama ini sudah lama hingga di kepalaku, semenjak kami sering bertukar pesan singkat. Aku tidak ingin lagi dihantui oleh rasa penasaran tersebut, kuputuskan hari inilah akan kuketahui jawaban dari pertanyaan tersebut.
- Sica, wkwkwk itu apa?
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik5 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Tokoh & Sejarah5 bulan ago
Bagaimana Amerika Serikat Mendapatkan Wilayahnya (Bagian 1)
-
Olahraga5 bulan ago
Dua Drama di Dua Pertandingan Euro 2024 yang Membosankan
You must be logged in to post a comment Login