Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 31 Leon dan Sica, Babak Kedua
Kurang satu hari sebelum ulangan matematika tersebut. Aku yakin semuanya sedang giat-giatnya belajar untuk menghadapinya, apalagi Sica yang sedang memperjuangkan harga diri kelas. Bahkan waktu istirahat ia gunakan untuk mengerjakan beberapa latihan soal yang ada di buku. Aku merasa memiliki kewajiban untuk mendukungnya lewat kata-kata, sehingga aku menghampirinya ketika jeda antara waktu pulang sekolah normal dan kelas tambahan di sore hari.
“Sica, lagi sibuk?”
Aku duduk di bangku Rena, yang mungkin ditinggal penghuninya ke masjid. Sica membalikkan badanya dan tersenyum. Sekitar matanya menghitam, tanda ia kurang tidur akhir-akhir ini.
“Cuma baca-baca aja kok Le, kenapa emangnya?”
“Emm, mau memberi kau semangat.”
Aku tahu jika seharusnya aku bisa memberikan kata-kata motivasi seperti yang dilakukan Kenji seperti biasanya. Hanya saja, mana bisa model orang kaku sepertiku merangkai kata yang indah dan memberi energi yang luar biasa.
“Hahaha, terima kasih Le, meskipun kamu ucapkan dengan datar. Aku hargai itu.”
“Jangan terlalu keras belajar Sica, aku memperhatikanmu seminggu ini kamu hampir tidak pernah keluar kelas ketika istirahat. Kamu bisa sakit.”
“Perhatian banget kamu Le, hihihi. Aku enggak apa-apa kok, emang harus kayak gini. Aku kan enggak secerdas kamu ataupun Kenji.”
Aku tersipu malu mendengar kalimat terakhirnya, walaupun ekspresi di wajah masih bisa aku kuasai dengan baik. Aku tidak boleh mendahulukan perasaanku, yang bisa kulakukan adalah membantunya meraih nilai terbaik, minimal mengalahkan Sarah.
“Jika ada yang ingin kau tanyakan, tanyakan saja kepadaku atau Kenji.”
“Tidak Le, aku ingin menang dengan kemampuanku sendiri, tanpa bantuan orang lain. Aku yakin Sarah pun begitu.”
“Sarah kan punya guru privat Sic.”
“Iya sih, tapi enggak apa-apa kok Le, aku pasti bisa mengalahkan dia.”
Kebetulan tidak ada Sarah di kelas, dan ia memang hampir tidak pernah ada di kelas kecuali ketika pelajaran sedang berlangsung. Entah ke mana wanita dengan mulutnya yang busuk itu pergi, tidak pernah ada yang tertarik untuk mengorek informasinya.
“Sica, aku mau tanya sesuatu.”
Aku mengalihkan perhatiannya sejenak dari belajar agar ia dapat beristirahat sejenak. Aku percaya, terlalu banyak belajar pun tidak baik bagi kita.
“Tanya apa Le?”
“Tempo hari, aku bicara dengan Malik. Katanya ia telah bercerita tentang keluargaku dengan anak-anak di kelas ini. Apakah kau termasuk yang tahu?”
“Hmm, janji enggak marah ya Le.”
“Aku janji kemarahanku kepada Rena kemarin tidak akan terulang.”
“Seperti yang kamu tahu, aku lumayan deket kan sama kakak tingkat. Dari mereka lah aku tahu tentang keluargamu. Tapi aku enggak berani tanya ke kamu langsung, bener atau enggak cerita itu, karena itukan wilayah privasimu.”
Aku mendengar jawaban Sica dengan seksama, jawaban yang mirip dengan jawaban Rika. Bedanya, aku ingin menceritakan kisahku kepadanya, kisah yang selama ini selalu aku tutupi dengan tirai gelap.
“Jika kau tidak keberatan, aku akan menceritakan secara singkat tentang keluargaku, sehingga kau bisa memilah sendiri mana yang benar mana yang fitnah.”
Maka, berceritalah aku kepadanya tentang ayahku yang keras dan suka main wanita, tentang ibuku yang gantung diri, tentang bagaimana itu semua mengubahku menjadi sosok yang kasar, dan bagaimana Gisel kuat menghadapi ujian tersebut. Sica sama sekali tidak menyela perkataanku, ia mendengarkan dengan khidmat hingga aku selesai berbicara.
“Begitulah Sica, secara singkat kisah keluargaku, berbeda bukan dengan yang lain?”
“Maaf Le, aku tidak menyangka kehidupanmu begitu berat.”
“Sekarang sudah tidak terlalu berat, aku punya Kenji, aku punya kamu, aku punya kalian semua yang ada di kelas ini. Kalian hadir untuk mengisi sesuatu yang kosong di dalam hati ini.”
“Bahasamu puitis sekali Le.”
“Mungkin pengaruh bergaul dengan Kenji.”
“Maaf ya Le kalau selama ini aku punya salah.”
“Ah, enggak kok Sica. Lantas, apakah ada bagian-bagian yang kamu dengar dari kakak kelas, yang belum aku ceritakan?”
“Rasanya enggak ada Le, malah kamu menceritakan lebih lengkap. Ceritamu membuatku bersyukur masih memiliki orang tua yang lengkap.”
“Baguslah kalau begitu. Mungkin ada saatnya aku akan menceritakan ini kepada teman-teman yang lain. Mereka berhak tahu kenyataan hidupku yang sebenarnya.”
“Jika hatimu sudah siap Le.”
“Tentu.”
Sica terlihat melipat-lipat tangannya, sedang mempertimbangkan sesuatu. Aku menantinya dengan sabar, penasaran apa yang hendak ia ucapkan.
“Setelah hasil ulangan telah keluar, aku boleh mampir rumahmu Le? Aku ingin bertemu dengan Gisel, aku kangen sama dia.”
Aku menganggukkan kepala.
***
“Kamu enggak sadar kalau tadi aku nguping pembicaraan kalian ya, hahaha.” kata Kenji sewaktu kami mengajar Gisel selepas Maghrib.
“Aku rasa nguping bukan kebiasaanmu Kenji.”
“Memang bukan, hanya saja aku duduk di dekat bangku kalian, dan kalian sama sekali tidak mengecilkan volume suara, jelas aku bisa mendengarnya, sejelas mendengarkan radio.”
“Emang kakak kenapa?” tanya Gisel yang ingin ikut dalam pembicaraan kami.
“Kakakmu tadi ngobrol sama kakak cantik lamaaa sekali, seolah di kelas tidak ada orang lain. Aku yakin tidak hanya aku yang memperhatikan kalian Le.”
“Aku tidak terlalu peduli dengan hal tersebut.”
“Lalu, apa kamu enggak belajar? Besok lo ulangannya.”
“Aku juga bisa menanyakan pertanyaan yang sama kepadamu.”
“Maka aku kira jawaban kita sama.” jawab Kenji dengan memamerkan deretan giginya yang rapi.
“Ya, kita bisa belajar setelah selesai mengajari Gisel.”
“Tapi ijinkan aku sedikit berkomentar Le atas tindakanmu. Menurutku itu tindakan yang tepat, mengeluarkan Sica sejenak dari angka-angka tersebut. Sica adalah anak yang bisa memusatkan fokusnya, sehingga aku yakin ia tidak akan berpikir tentang ceritamu malam ini. Ia akan kembali fokus belajar untuk ulangan besok.”
“Terima kasih untuk pujiannya.”
“Lalu, kapan kamu akan menyatakan perasaanmu kepadanya?”
Aku hanya melotot ke arahnya, berharap ia mengerti tidak sepatutnya membicarakan masalah ini di hadapan anak kecil. Gisel pun tampak kebingungan dengan percakapan kami, sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan mengerjakan soalnya.
***
Sebelum tidur, tidak lupa aku mengirimkan pesan singkat kepada Sica, pesan untuk menyemangatinya. Hingga pagi tiba, tidak ada pesan balasan yang masuk. Mungkin ia menonaktifkan handphone agar bisa fokus belajar. Aku memaklumi hal tersebut, dan segera mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Hari ini adalah ulangan matematika yang menentukan itu, dan aku berharap Sica dapat mengalahkan Sarah.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #22: Chinatown
-
Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Politik & Negara4 bulan ago
Peringatan Darurat: Apa Memang Sedarurat Itu Situasi Politik Saat Ini?
-
Olahraga5 bulan ago
Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1
-
Non-Fiksi2 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
-
Musik3 bulan ago
Menatap Era Baru Linkin Park Bersama Emily Armstrong
You must be logged in to post a comment Login