Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 32 Hasil Ulangan Matematika
Akhirnya selesai juga ulangan matematika terakhir sebelum kenaikan kelas. Bu Ratna tidak main-main, soal yang diberikan benar-benar susah dan tidak biasa, sehingga aku tidak bisa mengerjakan satu soal. Sebenarnya sudah selesai setengah perhitungan, hanya saja aku kesulitan untuk melanjutkannya. Sayang sekali, aku tidak akan mendapatkan nilai sempurna.
Nilai akan langsung dibagikan setelah selesai dikoreksi oleh beliau, bisa jadi nanti setelah jam tambahan sore hasil ulangan kami telah dibagikan. Aku tidak khawatir dengan nilaiku, aku lebih khawatir kepada nilai Sica. Semoga saja ia berhasil mendapatkan nilai, minimal, di atas Sarah. Aku tidak pernah memperhatikan kemampuan otak Sarah, sehingga tidak bisa memprediksi berapa nilainya. Dari kepercayaan dirinya menerima tantangan Sica, percayalah aku bahwa ia memiliki tingkat kepandaian yang di atas rata-rata.
Begitu bu Ratna keluar, aku melihat Sarah menyeringai kepada Sica, lalu keluar kelas. Tatapannya begitu arogan, apakah seperti itu ekspresi wajahku dulu? Jika iya, betapa menyeramkan diriku yang dulu. Sorot mata yang seolah-olah ingin memusnahkan nyawa orang lain hanya dengan memandangnya.
Beberapa teman mencoba untuk mengajak bicara Sica, mungkin untuk sekedar menyemangatinya. Belajar saja sudah cukup berat, apalagi jika ditambah beban sebagai pelindung harga diri kelas. Tapi aku yakin hasil tidak akan mengkhianati usaha, Sica pasti bisa mengalahkan iblis betina itu.
***
Jeda antara waktu pulang sekolah reguler dan jam tambahan sore aku gunakan untuk membahas soal yang tidak bisa aku kerjakan tadi dengan Kenji. Aku yakin dia bisa mengerjakan semua soal dengan baik. Ia hanya tertawa renyah sewaktu mendengarkan permintaanku, dan dengan senang hati menjelaskan cara menjawabnya.
“Heran deh sama anak pinter, satu soal gak bisa jawab bingungnya minta ampun.” kata seseorang dari arah belakang. Ternyata Ve.
“Bukan begitu Ve, aku hanya ingin membunuh rasa penasaranku.” jawabku dingin.
Ve tidak merespon dengan suaraku, melainkan dengan matanya yang membentuk isyarat untuk melihat ke sebelah kanannya. Waktu aku toleh, terlihat olehku Sica dengan tatapan kosongnya. Ah, aku paham sekarang, Ve tidak ingin aku membahas ulangan tadi di dekat Sica. Aku tidak terlalu mengenal Ve, bahkan jarang bercakap-cakap dengannya, tapi yang aku tahu dari Kenji, Ve adalah anak yang perhatian kepada temannya.
Kenji juga menangkap isyarat yang diberikan, sehingga ia meletakkan pensilnya. Dari ekspresinya ia seperti hendak mengatakan ‘nanti saja Le di rumahmu’. Aku pun menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan, lalu kembali melihat Sica di bangkunya. Mungkin lebih baik aku mengajaknya berbicara daripada ia terus melamun tak karuan.
“Sica, Sica, Sica?” butuh tiga kali panggilan agar ia dapat mendengarkan suaraku. Ia nampak sedikit bingung karena secara tiba-tiba ditarik kembali begitu saja ke dunia nyata. Setelah bisa mengusai dirinya, barulah ia bersuara.
“Eh Leon, ada apa?” tanyanya dengan mencoba tersenyum, yang aku tahu itu sedikit dipaksakan.
“Tidak apa-apa, hanya sekedar ingin mengajakmu bicara.”
“Ah, iya, hehehe.” Sica nampak bingung bagaimana harus membalas, yang artinya aku harus menjadi sedikit cerewet.
“Jangan terlalu memikirkan ulangan tadi Sica, aku yakin kau dapat nilai yang lebih bagus dari Sarah.”
“Iya Le, hanya saja tadi aku agak susah untuk konsentrasi. Kecapekan mungkin ya.”
“Iya, kau terlalu keras kepada dirimu sendiri Sica, sekarang tenangkan diriku dan buang jauh-jauh pikiran tentang ulangan tadi.”
Baru saja aku menutup mulut, Bejo masuk ke dalam kelas sembari membawa setumpuk kertas jawaban. Bejo membaginya dalam sunyi, sama sekali tidak bicara. Ia hanya memberikan hasil ulangan satu per satu kepada teman-teman atau meletakkannya di bangku jika yang bersangkutan tidak ada di tempat.
Aku mendapatkan nilai 97, sedangkan Kenji bulat 100 seperti yang sudah kuduga. Sica belum menerima kertasnya, mungkin ada di tumpukan bawah sendiri. Apakah Bejo sudah mengecek siapa pemenang antara Sica dan Sarah, sehingga ia meletakkan kertas mereka di bawah sendiri.
Pada akhirnya, Sica mendapatkan kertasnya. Ia mendapatkan nilai 90, nilai yang cukup bagus. Sarah tidak ada di kelas sehingga Bejo masih memegang miliknya. Aku segera menanyakannya kepada Bejo berapa nilai Sarah karena Sica nampak takut menanyakannya.
“92 Le, Sarah mendapatkan nilai 92.”
***
“So, cewek udik, lu siap kan lari keliling lapangan?” tanya Sarah dengan mulut yang menggariskan kekejaman bagaikan ibu tiri. Ia mengatakan ini ketika pulang sekolah. Sewaktu ia kembali ke kelas dan mengetahui bahwa ia menang, ia tertawa dengan begitu angkuhnya. Kedatangan guru lah yang membuat moncongnya terdiam.
Sica terdiam sebentar, menarik nafas dalam lalu membalas tatapan Sarah.
“Aku siap menerima hukuman itu, tapi aku minta hukuman dilaksanakan besok ketika jam olahraga. Aku tidak mau terjatuh karena lari menggunakan rok.”
“Huh, terserah lo aja, yang penting udah gue buktiin kalo gue lebih pinter dari lo.”
“Tapi kau kalah dengan Kenji perempuan. Bahkan kau kalah oleh Juna.”
Aku tidak tahan melihat temanku dihina seperti itu, memutuskan untuk berdiri untuk membelanya. Kusebutkan nama Juna untuk merendahkan Sarah yang selama ini sering menghina kelemotan Juna. Kutatap Sarah dengan sorot mata yang paling keji, sorot mata yang sudah menemaniku selama tiga tahun terakhir. Terbukti, Sarah terlihat getir melihatku, tanpa mengucap apapun ia pergi keluar kelas.
Hening. Kenji yang biasanya pandai mengendalikan situasi kelas pun lagi-lagi tampak bingung harus berbuat apa. Tidak ada yang meninggalkan kelas selain Sarah, mungkin karena semua sedang menahan geram melihat kelakuan Sarah. Tentu yang paling terlihat berada di dalam tekanan adalah Sica yang harus rela menerima hukuman. Aku berusaha menahan emosi, lalu duduk di tempat Sarah untuk berbicara dengan Sica.
“Kekalahan ini bukan apa-apa Sica. Kau hanya terlalu terbebani sehingga tidak bisa fokus belajar. Sarah sudah merasa percaya diri dari awal dan yakin bisa mengungguli dirimu, dan itu membuatnya lebih lepas dalam belajar.” kataku membuka percakapan.
Sica tetap terdiam, terlihat ingin menangis. Teman-teman yang lain pun bingung harus berbuat apa. Rena, yang duduk di belakang Sica persis, mengusap-usap punggung Sica seolah-olah ingin memberinya kekuatan. Akhirnya, tangis Sica pun pecah, dan kelas pun terasa mendung seketika.
***
“Aku jarang sekali kehabisan ide seperti itu Le. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.” kata Kenji ketika pulang sekolah dan aku bertanya padanya kenapa ia diam saja tidak seperti biasanya.
“Itu bukan salahmu Kenji, tidak perlu merasa bersalah.”
“Meskipun begitu aku merasa kasihan sekali kepada mereka berdua.”
“Berdua? Maksudmu Sarah?” tanyaku keheranan.
“Iya Le, Sica dan Sarah.”
“Untuk apa kau mengasihani anak seperti itu? Dia jelas-jelas membuat sekat yang membuat kita tidak bisa mendekat kepadanya.” tanyaku lagi dengan nada yang agak meninggi.
“Mungkin kalian semua sebal melihat kelakuan anak Jakarta itu, tapi aku bisa melihat lebih dalam lagi Leon. Aku tahu ada sesuatu yang membuatnya seperti itu. Dia berperilaku demikian karena ada faktor yang mempengaruhi, dan aku yakin faktor tersebut bersifat eksternal. Bukankah kamu biasanya jago menilai orang? Apa kamu tidak bisa melihat hal tersebut?”
Aku hanya terdiam mendengar penuturannya, atau lebih tepatnya tidak peduli. Bagaimana mungkin kita bisa mengasihani orang yang tak perlu dikasihani seperti Sarah? Selain itu, aku sama sekali tidak pernah melihat Sarah sebagai orang yang perlu diamati. Siapa yang tertarik mengamati hama? Tentu saja orang-orang yang merasa dirugikan dan ingin membasminya. Aku hanya ingin membasminya tanpa perlu mengamatinya.
***
Sekitar jam tujuh malam, aku memutuskan untuk menghubungi Sica. Aku ingin mengetahui apakah dirinya sudah merasa lebih baik. Akan tetapi, karena keterbatasan pulsa, aku hanya mengirimkan pesan singkat.
- Hei Sica, sudah merasa baikan?
Aku menunggu sekitar 15 menit belum juga ada balasan. Tentu ini membuatku khawatir karena aku belum terlalu mengetahui sifat-sifat Sica. Bagaimana jika ternyata Sica adalah tipe orang yang mudah depresi lalu memutuskan untuk bunuh diri? Kemungkinan itu bisa terjadi, toh ibuku yang termasuk wanita kuat juga memutuskan untuk bunuh diri. Atau mungkin aku ke rumahnya saja? Bukannya rumahnya dekat dengan pasar? Dengan sedikit bertanya aku akan menemukan rumahnya.
Setelah mengumpulkan niat untuk mencari rumahnya, tiba-tiba saja dering handphoneku berbunyi. Telepon dari Sica.
“Halo?”
Hening disana, hanya terdengar samar-samar suara tangis. Aku tidak berusaha untuk mendesaknya berbicara, mungkin ia butuh waktu untuk mengumpulkan suaranya.
“Ma..maaf Le, aku meneleponmu malam-malam. Hanya saja, aku butuh teman.” katanya dengan sesekali berhenti untuk menarik ingusnya.
“Iya tidak apa Sica, kau jangan sedih ya. Kau pasti bisa menyelesaikan tantangannya besok.”
“Bukan itu permasalahannya Le.”
“Lalu?”
“Aku takut.”
“Takut apa?”
Lagi-lagi hening, dan lagi-lagi aku memutuskan untuk tidak mendesaknya berbicara.
“Entahlah Le, aku merasa akan ada sesuatu yang buruk setelah ini.”
“Tidak usah takut Sica, kami semua dibelakangmu. Istirahat saja sekarang, untuk menjaga stamina untuk besok.”
“Baiklah Le, terima kasih.” katanya langsung menutup telepon. Apakah Sica marah terhadapku? Akan tetapi apa alasannya? Bagiku yang belum begitu mengetahui dunia feminis, semua terasa gelap, tanpa ada cahaya sedikitpun sebagai petunjuk. Mungkin ia hanya merasa kesal terhadap dirinya sendiri, sehingga mudah terpancing emosi. Tidak apa-apa, aku bisa memaklumi hal tersebut.
Ketika aku beranjak tidur, aku tiba-tiba terpikirkan, mengapa Sica memutuskan untuk menelepon diriku? Apa karena aku mengirimnya SMS? Lalu jika kuingat-ingat lagi, Sica sangat jarang sekali berkumpul dengan sesama perempuan, meskipun aku juga tidak pernah melihat Sica cekcok dengan mereka, selain Sarah tentunya. Apakah Sica tipe wanita yang lebih nyaman menjalin persahabatan dengan teman laki-laki?
Berbagai teori mengiang di kepalaku hingga akhirnya aku tertidur, melupakan hasil ulangan matematika yang pahit hari ini. Semoga saja, besok Sica kuat untuk lari keliling lapangan sepuluh kali.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
You must be logged in to post a comment Login