Connect with us

Buku

Setelah Membaca Brianna dan Bottomwise

Published

on

Sebagai penggemar karya-karya Andrea Hirata, tentu sudah menjadi semacam “kewajiban” bagi Penulis untuk membeli jika ada judul baru. Oleh karena itu, tanpa membaca sinopsisnya (karena memang tidak pernah ada), Penulis pun membeli Brianna dan Bottomwise.

Sungguh Penulis seperti membeli kucing dalam karung, karena bagian belakang buku ini hanya sebuah testimoni dan pujian untuk Andrea Hirata, sama seperti judul-judul lainnya mulai Ayah hingga Guru Aini.

Setidaknya, di akun Instagram Bentang yang menjadi penerbit buku ini, ada clue kalau novel ini memiliki tema musik. Wah, berarti sama dengan trilogi Rapijali, tapi dengan style khas Hirata? Tanpa perlu basa basi lagi, inilah ulasan Penulis tentang Brianna dan Bottomwise!

SPOILER ALERT!!!

Detail Buku

  • Judul: Brianna dan Bottomwise
  • Penulis: Andrea Hirata
  • Penerbit: Bentang
  • Cetakan: Pertama
  • Tanggal Terbit: Juli 2022
  • Tebal: 380 halaman
  • ISBN: 9786022919421

Apa Isi Buku Ini?

Butuh tiga bab untuk memahami kalau ternyata kata Bottomwise di judul merupakan nama seorang detektif swasta di Amerika Serikat. Butuh beberapa bab lagi untuk mengetahui kalau Brianna adalah asisten Bottomwise.

Berarti, novel ini berpusat pada kasus yang ditangani oleh kedua detektif tersebut? Jawabannya iya dan tidak. Iya, karena mereka menyelidiki sebuah kasus besar. Tidak, karena Penulis merasa peran mereka tidak sesignifikan itu untuk bisa menjadi judul buku.

Justru, Brianna dan Bottomwise berfokus tentang perjalanan sebuah gitar kesayangan milik musisi ternama bernama John Musiciante. Gitar tersebut dicuri darinya, membuat Musiciante kehilangan semangat bermusik bahkan menjadi depresi.

Bottomwise dan Brianna pun berkeliling Amerika Serikat, bahkan sampai ke Kanada dan Meksiko, untuk mengejar informasi sekecil apapun tentang gitar tersebut. Bottomwise telah berjanji kepada Musiciante untuk menemukan gitar tersebut.

Jejak gitar yang hilang tersebut sampai ke Indonesia. Kita akan bertemu dengan berbagai jenis orang yang turut mencatatkan namanya sebagai orang-orang yang pernah bertemu dengan gitar Musiciante tersebut.

Pertama ada Ameru, di mana kakaknya adalah kunci utama bagaimana gitar tersebut bisa sampai ke Indonesia karena ia membelinya di pasar loak di Amerika Serikat sana. Jatuh cinta dengan hadiah pemberian kakaknya tersebut, gitar tersebut kembali dicuri.

Lalu ada Alma, seorang gadis muda berbakat yang sangat lihai bermain gitar, tetapi lahir di keluarga miskin. Karena berjodoh, ia pun sempat memiliki gitar tersebut sebelum direbut paksa oleh ayahnya yang kecanduan berjudi.

Ada juga Pak Mu, seorang tua yang linglung dan bekerja untuk sebuah band sirkus. Ketika mendengarkan suara gitar tersebut, ia langsung teringat ayah dan ibunya. Sayang, perjumpaannya dengan gitar tersebut hanya sebentar.

Lantas, gitar kembali mengalami perjalanan ke sana kemari dengan perlakuan yang sangat buruk, hingga sampai di tangan Arsyad Amrullah bin Ahmadin Soelaiman atau yang lebih sering dipanggil Sadman saja.

Sadman merupakan orang bertelinga kuali (tidak bisa bermusik), tetapi memiliki cita-cita tinggi untuk memiliki Orkes Melayu. Diajaknya pula teman-temannya untuk mewujudkan impiannya tersebut, padahal mereka juga sama-sama bertelinga kuali.

Ketika gitaris mereka Sekunder tidak bisa manggung karena gitarnya yang bernama Happyness rusak, Sadman pun membeli gitar tersebut tanpa mengetahui asal usulnya sebagai pengganti. Ternyata, gitar tersebut malah dianggap bawa sial buat mereka.

Yang mencari gitar tersebut bukan hanya Brianna dan Bottomwise. Di Indonesia, ada yang mengetahui nilai asli dari gitar tersebut dan berusaha untuk menemukannya. Mereka dipanggil Mafia Musik, Korup 1, dan Korup 2.

Bottomwise tentu mendapatkan informasi kalau gitar itu ada di Indonesia. Karena tidak bisa ke sana langsung, ia meminta bantuan “The Terong Brothers” bernama Hamzah dan Baharudin. Hasilnya, cukup acak kadut.

Lalu, bagaimana akhir dari perjalanan gitar tersebut? Apakah Bottomwise dan Brianna berhasil menemukannya dan mengembalikannya ke John Musiciante? Spoiler-nya cukup sampai di sini, tetapi di bawah ada spoiler lagi!

Setelah Membaca Brianna dan Bottomwise

Saat membaca bab-bab awal, Penulis cukup menekuk alisnya karena merasa cukup bingung dengan latar waktunya. Ternyata, latar waktunya memang tidak linier ala film Dunkirk. Selain itu, tidak ada keterangan tahun seperti yang bisa ditemukan di novel Laut Bercerita.

Seperti yang sudah Penulis singgung di atas, fokus utama dari novel ini adalah perjalanan gitar milik John Musiciante yang dicuri. Oleh karena itu, Penulis sedikit merasa heran mengapa kedua nama detektif di novel ini yang menjadi judul.

Kalau boleh jujur, Penulis justru merasa kalau peran mereka di novel ini tidak terlalu signifikan. Hampir nol. Memang mereka pergi ke banyak tempat untuk menemukan gitar tersebut, tetapi konklusi novel ini membuktikan kalau upaya mereka sia-sia saja.

Konklusi yang Mengecewakan

Di bagian akhir novel, spoiler alert, gitar tersebut pada akhirnya berada di tangan Sadman dan ia menyadari siapa pemilik gitar tersebut setelah membaca majalah bekas. Dengan keluguan dan kejujurannya, ia pun mengirimkan gitar tersebut ke London, Inggris.

Apakah ada campur tangan Bottomwise dan Brianna atas kembalinya gitar tersebut? Tidak! Tanpa mereka pun, Sadman akan tetap mengirimkan gitar tersebut. Peran mereka hanyalah mengambil gitar tersebut dari London dan mengembalikannya ke Musiciante.

Konklusi ini cukup mengecewakan Penulis. Bisa dibilang, ini adalah pertama kalinya Penulis merasa kecewa setelah membaca novel karya Andrea Hirata. Apalagi, jeda waktu dari novel terakhirnya hingga novel ini rilis cukup banyak, sehingga ekspektasi Penulis menjadi tinggi.

Apalagi, terdapat semacam plot hole karena Sadman bisa mengirim gitar tersebut ke London dengan mulus. Ia adalah orang kampung yang tidak punya banyak uang, bagaimana bisa ia punya uang untuk mengirim benda tersebut ke London?

Padahal, bagian akhir novel ini selalu menekankan terjadi di era-era krisis moneter tahun 1998, sehingga logikanya biaya pengiriman pun akan menjadi mahal dan tidak kondusif. Namun, Sadman sama sekali tidak memiliki kendala tersebut.

Andrea Hirata seolah-olah terburu-buru dalam menuliskan klimaksnya. Padahal, perjalanan Sadman mengembalikan gitar tersebut bisa menjadi cerita tersendiri. Bisa jadi dalam perjalanan tersebut, ia bertemu dengan Alma, Pak Mu, atau Ameru.

Sisi-Sisi Positif Brianna dan Bottomwise

Sebagaimana novel-novel karya Andrea Hirata, Brianna dan Bottomwise tetap menghadirkan nuansa melayu dan komedi satir yang khas, meskipun tidak sepedas novel Guru Aini. Hirata tampak nyaman menggunakan karakter yang lugu dan jujur di setiap novelnya.

Buku ini banyak memberikan hikmah yang bisa kita petik. Tentang kejujuran, tentang meraih mimpi, tentang ikhlas melepaskan. Semuanya dibalut dengan nuansa yang tidak menggurui, seolah hanya terselip di balik kata-katanya.

Selain itu, buku ini juga banyak sekali menyebutkan penyanyi/band rock zaman 70 dan 80-an. Sayangnya, pengetahuan musik Penulis, terutama untuk musik jadul tidak seluas itu, sehingga banyak yang tidak mengerti.

Satu hal yang patut diacungi jempol dari novel ini adalah kita bisa merasakan bagaimana Hirata benar-benar memahami tentang kota-kota di Amerika Serikat serta musik rock. Mungkin ia telah melakukan riset mendalam, sehingga bisa terlihat begitu menguasainya.

Secara pribadi Penulis paling menyukai kisah Alma yang cukup memilukan. Ia langsung jatuh cinta dengan gitar milik Musiciante, dan dipaksa pula berkorban gara-gara ayahnya. Gara-gara itu, ia sempat tidak mau mendengar musik sama sekali.

***

Brianna dan Bottomwise direncanakan akan menjadi dwilogi, sehingga mungkin akan ada penjelasan lebih lanjut mengenai keterkaitan antara karakternya, termasuk mengapa Bottomwise dan Brianna menjadi judul novel ini.

Meskipun merasa kecewa dengan novel ini, Penulis bisa memastikan kalau dirinya akan tetap membelinya karena sudah kadung jatuh hati kepada karya-karya Andrea Hirata. Hanya saja, kalau kualitasnya terus memburuk, bukan tidak mungkin Penulis akan berhenti.

Satu hal lagi yang Penulis keluhkan tentang novel ini, astaga, apalagi kalau bukan katalog iklan buku Andrea Hirata yang hampir 50 halaman sendiri di bagian belakang buku. Astaga, semua orang sudah tahu kok betapa populernya nama dan karya Anda!


Lawang, 26 Oktober 2022, teinspirasi setelah membaca Brianna dan Bottomwise karya Andrea Hirata

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Talking to My Daughter about the Economy

Published

on

By

Waktu kelas 10 SMA, Ekonomi adalah salah satu mata pelajaran yang kurang Penulis sukai karena menganggapnya mbulet. Namun, ketika dewasa, Penulis menyadari bahwa memahami ilmu ekonomi (setidaknya dasarnya) ternyata sangat penting.

Oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk membaca atau menonton topik-topik ekonomi dan keuangan. Beberapa buku yang sudah Penulis baca adalah Ngomongin Uang, Why the Rich are Getting Richer, dan The Pschology of Money.

Nah, bisa dibilang judul-judul di atas lebih membicarakan tentang keuangan, bukan tentang ekonomi secara fundamental. Itulah alasan utama Penulis membeli buku Talking to My Daughter about the Economy karya Yanis Varoufakis.

Detail Buku Talking to My Daughter about the Economy

  • Judul: Talking to My Daughter about the Economy
  • Penulis: Yanis Varoufakis
  • Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
  • Cetakan: Ke-2
  • Tanggal Terbit: Januari 2025
  • Tebal: 144 halaman
  • ISBN: 9786024818111
  • Harga: Rp80.000

Sinopsis Talking to My Daughter about the Economy

Kenapa ada begitu banyak ketimpangan? Dalam buku ringkas ini, Yanis Varoufakis menjawab pertanyaan anak perempuannya yang begitu sederhana tapi juga begitu menggusarkan itu. Dengan menggunakan analogi dari cerita-cerita klasik maupun populer—dari Oidipus, Frankenstein, hingga The Matrix, ia menjelaskan apa itu ekonomi dan kenapa ekonomi punya daya yang dahsyat dalam membentuk hidup kita. Ia juga mengajak kita untuk merebut kembali ekonomi dari tangan para ekonom yang menurutnya hampir selalu keliru. Sebab, ia yakin, semakin ilmiah model ekonomi kita, semakin lemah relasinya dengan ekonomi nyata.

Isi Buku Talking to My Daughter about the Economy

Meskipun judulnya “about the economy“, sebenarnya buku ini berfokus pada memaparkan sejarah singkat kapitalisme. Jadi, kita tidak akan menemukan bentuk ideologi ekonomi lainnya, seperti sosialisme misalnya.

Buku ini sendiri memiliki 8 bab utama yang saling terkait, di mana setiap akhir bab biasanya akan memberi tease terkait apa yang akan dibahas di bab selanjutnya (mirip dengan formula di buku The Psychology of Money). Delapan bab yang ada dibuku ini adalah:

  1. Mengapa Begitu Banyak Ketimpangan
  2. Lahirnya Masyarakat Pasar
  3. Perkawinan antara Uang dan Laba
  4. Ilmu Hitam Perbankan
  5. Dua Pasar dengan Kompleks Oidipus
  6. Hantu Mesin
  7. Fantasi Berbahaya Uang Apolitis
  8. Virus Bodoh?

Kita akan diberi sejarah singkat bagaimana ekonomi dunia saat ini bisa seperti sekarang yang kita kenal, di mana kapitalisme bisa begitu dominan. Semua dijabarkan secara runtun, bahkan ditarik hingga masa Revolusi Pertanian sekitar 10 ribu tahun lalu.

Siapa yang menyangka kalau Revolusi Pertanian menciptakan sesuatu yang disebut sebagai “Pasar” alias konsumen karena menimbulkan surplus pangan. Ini berbeda ketika manusia masih berburu, di mana kita tidak menyimpan stok makanan karena daging cepat membusuk.

Perubahan sistem ekonomi di sejarah peradaban manusia juga terjadi akibat adanya invasi yang dilakukan oleh bangsa Eropa. Mengapa bangsa Eropa yang menjajah Australia atau wilayah lain, bukan sebaliknya? Hal tersebut juga dibahas di buku ini secara singkat.

Nah, invasi yang dilakukan bangsa Eropa juga terjadi karena mereka ingin menjual produk yang mereka hasilkan, apalagi setelah terjadi Revolusi Industri yang membuat produksi barang meningkat berkali-kali lipat.

Dalam Revolusi Industri, pengusaha tentu butuh modal. Nah, maka muncullah pemodal yang bisa meminjamkan uang, yang pada akhirnya menjadi cikal bakal sistem perbankan. Setelah produksi, tentu pengusaha membutuhkan pembeli agar bisa balik modal dan bayar hutang ke bank.

Semakin cepat proses produksi gara-gara Revolusi Industri, maka barang yang dihasilkan semakin banyak. Namun, pasar atau konsumen di negara sendiri tentu terbatas. Itulah kenapa bangsa Eropa berdagang dengan bangsa lain, terkadang dengan memaksa.

Nah, pembahasan sejarah kapitalisme di buku ini pun sampai ke era modern, bagaimana seiring berjalannya waktu sistem perekonomian yang kita miliki semakin rumit. Buku ini bahkan sempat menyinggung Bitcoin juga.

Dengan tebal tidak sampai 150 halaman, buku ini mampu memberikan sudut pandang yang menarik tentang ekonomi dan membuat kita sadar bahwa sistem yang kita gunakan saat ini ternyata berakar dari kemajuan kita sendiri, terkadang secara mengerikan.

Setelah Membaca Talking to My Daughter about the Economy

Memiliki tema ekonomi yang kerap terasa intimidatif dan mengerikan, buku ini justru memiliki gaya bahasa yang menarik. Pasalnya, penulis buku ini memosisikan diri sedang bercerita atau mengobrol dengan anak perempuannya, sehingga terasa dekat dan ringan.

Ekonomi terkenal karena memiliki banyak sekali istilah yang membingungkan orang awam. Nah, di buku ini, sangat jarang ditemukan istilah-istilah yang membuat kita berpikir keras. Benar-benar penjelasannya dibuat sesederhana mungkin.

Tak hanya itu, hal menarik lainnya tentang gaya penyampaian buku ini adalah bagaimana setiap bab selalu dikaitkan dengan hal-hal berbau pop culture atau mitologi sebagai analogi, sehingga kita sebagai pembaca bisa lebih membayangkan apa yang sedang dibahas.

Selain itu, dengan pendekatan sejarah, tentu buku ini berhasil menarik minat Penulis yang kebetulan juga penggemar sejarah. Apalagi, banyak analogi di buku ini yang menggunakan peristiwa asli, seperti ketika menceritakan tentang pasar rokok di camp tawanan.

Ada juga kritik yang bisa ditemukan di buku ini, seperti bagaimana kemajuan teknologi justru bisa berujung diperbudaknya manusia oleh ciptaannya sendiri. Dalam konteks ekonomi, kita bisa melihat sendiri bagaimana banyak manusia yang kini diperbudak oleh uang.

Dengan demikian, buku ini bisa dikatakan berhasil “membumikan” penjelasan ekonomi sehingga mudah dipahami. Menurut Penulis, buku ini cocok untuk pembaca muda yang ingin memahami mengapa sistem ekonomi berjalan seperti yang kita ketahui.

Namun, kelebihan tersebut juga bisa menjadi faktor kekurangan dari buku ini, alias isi buku ini tidak terlalu dalam. Buat orang yang sudah memahami dunia ekonomi, buku ini mungkin akan terasa seperti “remah-remah” saja.

Buku ini memang lebih cocok untuk dijadikan sekadar pengantar ke dunia ekonomi, bukan sebagai referensi ekonomi. Hanya sedikit pembahasan yang menawarkan solusi konkrit untuk sebuah permasalahan, padahal ia pernah menjadi Menteri Keuangan Yunani walau sebentar.

Terlepas dari itu semua, buku ini berhasil menjelaskan ekonomi, setidaknya sejarah kapitalisme, dengan mudah dan menyenangkan. Bahkan, menurut Penulis menjadi bacaan wajib anak-anak SMA agar memahami bagaimana dunia yang mereka huni bekerja.

Skor: 8/10


Lawang, 13 September 2025, terinpsirasi setelah membaca buku Talking to My Daughter about the Economy karya Yanis Varoufakis

Continue Reading

Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca A Midsummer’s Equation

Published

on

By

Penulis memiliki kebiasaan jika sudah menyukai sebuah karya seorang penulis, maka Penulis akan berusaha untuk membaca karya lainnya. Itulah yang terjadi pada Agatha Christie, Dee Lestari, Andrea Hirata, Leila S. Chudori, Seno Gumira Ajidarma, dan masih banyak lainnya.

Nah, itu juga yang ada di pikiran Penulis setelah membaca Keajaiban Toko Kelontong Namiya dan The Devotion of Mr. X karya Keigo Higashino, wajar jika Penulis membeli novelnya yang lain. Pilihan Penulis jatuh ke buku A Midsummer’s Equation atau Rumus Kebenaran Musim Panas.

Salah satu alasan Penulis membeli novel ini adalah karena masih termasuk ke dalam Seri Detektif Galileo. Selain itu, adanya tema kelestarian alam juga menjadi alasan lainnya. Sayangnya, Penulis tidak mendapatkan kepuasan seperti dua novel Keigo sebelumnya.

[SPOILER ALERT!!!]

Detail Buku A Midsummer’s Equation

  • Judul: A Midsummer’s Equation (Rumus Kebenaran Musim Panas
  • Penulis: Keigo Higashino
  • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan: Ke-2
  • Tanggal Terbit: Januari 2023
  • Tebal: 440 halaman
  • ISBN: 9786020674858
  • Harga: Rp119.000

Sinopsis Buku A Midsummer’s Equation

Dalam kunjungannya ke Harigaura untuk menghadiri diskusi rencana proyek penggalian sumber daya bawah laut, Profesor Yukawa Manabu menyaksikan panasnya perdebatan di antara warga lokal. Sementara sebagian pihak mendukung rencana itu demi menghidupkan kembali perekonomian, pihak lain mati-matian menentang karena ingin menjaga kelestarian alam.

Namun, bukan hanya proyek tersebut yang meresahkan kota itu. Keesokan paginya, salah satu tamu penginapan yang ditempati Yukawa ditemukan tewas di pantai berbatu-batu. Saat diketahui sang korban merupakan mantan polisi Tokyo dan tewas keracunan karbon monoksida, timbul kecurigaan bahwa ia dibunuh.

Apa yang dilakukan mantan polisi itu di Harigaura? Apakah ada yang ingin membungkamnya? Kenapa? Sekali lagi, Yukawa mendapati dirinya berada di tengah misteri yang harus dipecahkan.

Isi Buku A Midsummer’s Equation

Kita kembali mengikuti perjalanan Profesor Yukawa Manabu, yang kali ini pergi ke Harigaura karena di sana sedang ada konflik yang dipicu oleh proyek penggalian sumber daya bawah laut. Mirip dengan situasi di negara kita sendiri, walau di cerita ini tidak ada kekerasan dari aparat (oops).

Namun, kita memulai kisah novel ini dari sudut pandang Esaki Kyohei, seorang anak kelas 5 SD yang sedang menuju Harigaura untuk menginap di penginapan milik om dan tantenya. Secara kebetulan, ia satu kereta dengan Yukawa.

Secara kebetulan lagi, Yukawa ternyata juga menginap di penginapan milik keluarga Kyohei. Penginapan tersebut terkesan mau bangkrut, karena pariwisata di Harigaura juga mengalami penurunan.

Hanya ada satu orang lain yang menginap di sana selain Yukawa, yakni Tsukahara Masatsugu, seorang mantan polisi. Naas, ia ditemukan tewas di pantai berbatu-batu. Namun, hasil otopsi mengatakan ia juga keracunan karbon monoksida, sehingga ada kemungkinan ia dibunuh.

Pihak kepolisian pun berusaha memecahkan kasus tersebut, sedangkan Yukawa justru menjalin hubungan yang unik dengan Kyohei sembari tetap mengumpulkan fakta-fakta yang ada. Belum lagi masalah penambangan yang jadi alasan Yukawa pergi ke Harigaura.

Lantas, siapa ternyata yang menjadi pelaku pembunuhan tersebut? Tentu tidak akan Penulis ungkap di sini karena di sanalah letak keseruan novel detektif.

Setelah Membaca A Midsummer’s Equation

Pada ulasan novel The Devotion of Suspect X, Penulis sudah mengeluhkan betapa bertele-telenya jalan cerita karena proses penyelidikan kepolisian yang kelewat lengkap dan panjang sekali. Rasanya seperti semua orang yang muncu di benak polisi harus dimintai keterangan.

Nah, “formula” tersebut diulang lagi di novel ini dengan lebih panjang lagi. Hal tersebut sempat membuat Penulis berhenti membaca novel ini cukup lama, padahal dua novel sebelumnya bisa Penulis tandaskan dengan cepat.

Penulis bahkan tak ingat siapa saja nama karakter yang ada di novel ini karena ada banyak banget, pakai nama Jepang pula.Dari pihak kepolisian saja (yang melibatkan banyak sekali instansi), mungkin ada sekitar 10 nama, belum nama-nama warga Harigaura.

Menariknya, banyaknya karakter yang ada di novel ini somehow pada akhirnya memiliki benang merahnya masing-masing. Jadi, karakter A ternyata memiliki hubungan dengan karakter B, karena itulah karakter A melakukan hal tersebut. Kurang lebih begitu.

Nah, salah satu momen yang menyenangkan untuk dibaca adalah bromance antara Yukawa dan Kyohei. Yukawa merupakan seorang dosen berotak cerdas, dan ia sering mengajak Kyohei melakukan eksperimen-eksperimen kecil yang menarik.

Satu nama yang menonjol di sini adalah Kawahata Narumi, yang merupakan anak dari pemilik penginapan yang ditinggali oleh Yukawa. Jadi, Narumi masih terhitung saudara sepupu dari Kyohei. Perannya di novel ini cukup menonjol, jadi Penulis menyarankan untuk selalu memperhatikannya.

Tema eksploitasi alam yang dihadirkan sebagai premis cerita pun jadi terasa tidak memiliki dampak apa-apa. Awalnya, Penulis mengira kalau kasus pembunuhan yang terjadi memiliki keterkaitan dengan konflik tersebut. Ternyata, motifnya benar-benar jauh dari sana.

Selain itu, plot twist yang dihadirkan di akhir cerita pun bukan yang benar-benar membuat tercengang. Memang masih mengejutkan, tapi efeknya tidak sedahsyat The Devotion of Suspect X. Kayak cuma “oh gitu” setelah mengetahui pelakunya, walau motifnya sendiri cukup mengejutkan.

Ending yang seolah “melindungi” pelaku karena alasan tertentu juga sedikit mengganjal bagi Penulis. Mungkin Yukawa melakukannya karena merasa memiliki ikatan khusus dengannya, berbeda dengan Hercule Poirot yang pernah secara tidak langsung menyuruh pembunuhnya membunuh dirinya sendiri.

Walau terbilang lambat (bahkan sangat lambat) di paruh pertama novel, tentu saja semakin ke belakang ceritanya semakin membuat penasaran sebagaimana novel misteri pada umumnya. Karena itulah Penulis pada akhirnya bisa menamatkan novel ini.

Apakah novel ini akan membuat Penulis kapok untuk membeli novel Keigo Higashino yang lain? Entahlah, yang jelas untuk sekarang Penulis memilih untuk membaca novel-novel yang telah dibeli, seperti Teka-Teki Rumah Aneh dari Uketsu misalnya.

Skor: 6/10


Lawang, 12 September 2025, terinspirasi setelah membaca buku A Midsummer’s Equation karya Keigo Higashino

Continue Reading

Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Sang Alkemis

Published

on

By

Pada suatu saat, ada seorang teman yang bertanya apakah Penulis pernah membaca novel The Alchemist (atau Sang Alkemis dalam bahasa Indonesia) karya Paolo Coelho. Meskipun sering melihat buku tersebut di toko buku, Penulis tidak pernah kepikiran untuk membelinya.

Nah, di awal bulan Februari kemarin ketika Penulis ke Jakarta, Penulis jalan-jalan ke Pondok Indah Mall (PIM) selepas kerja, karena tempat tersebut memang sering Penulis kunjungi untuk sekadar “cuci mata”. Tentu, salah satu destinasinya adalah Gramedia PIM.

Entah ada dorongan apa, Penulis akhirnya memutuskan untuk membeli novel Sang Alkemis saat itu bersama dengan komik Spy X Family vol. 13. Siapa sangka, novel tipis ini langsung menjadi salah satu favorit Penulis dan tandas dalam waktu singkat!

Sebelum lanjut, spoiler alert!

Detail Buku Sang Alkemis

  • Judul: Sang Alkemis (The Alchemist)
  • Penulis: Paolo Coelho
  • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan: Ke-48
  • Tanggal Terbit: Januari 2025
  • Tebal: 224 halaman
  • ISBN: 9786020656069
  • Harga: Rp69.000

Sinopsis Buku Sang Alkemis

Setiap beberapa puluh tahun, muncul sebuah buku yang mengubah hidup para pembacanya selamanya. Novel Paulo Coelho yang memikat ini telah memberikan inspirasi bagi jutaan orang di seluruh dunia. Kisah yang sangat sederhana, namun menyimpan kebijaksanaan penuh makna, tentang anak gembala bernama Santiago yang berkelana dari rumahnya di Spanyol ke padang pasir Mesir untuk mencari harta karun terpendam di Piramida-Piramida. Di perjalanan dia bertemu seorang perempuan Gipsi, seorang lelaki yang mengaku dirinya Raja, dan seorang alkemis––semuanya menunjukkan jalan kepada Santiago untuk menuju harta karunnya.

Tak ada yang tahu isi harta karun itu, atau apakah Santiago akan berhasil mengatasi rintangan-rintangan sepanjang jalan. Namun perjalanan yang semula bertujuan untuk menemukan harta duniawi berubah menjadi penemuan harta di dalam diri.

Kaya, menggugah, dan sangat manusiawi, kisah Santiago menunjukkan kekuatan mimpi-mimpi dan pentingnya mendengarkan suara hati kita.

Isi Buku Sang Alkemis

Sesuai dengan sinopsisnya, novel ini berfokus ke petualangan yang dialami oleh seorang gembala bernama Santiago, yang berasal dari Spanyol. Berdasarkan petunjuk dari seorang perempuan Gipsi, ia dituntun untuk mencari harta karun di Piramida Mesir.

Awalnya, ia tak menggubris omongan perempuan Gipsi tersebut. Namun, kemudian ia bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai “raja Salem”. Santiago pun akhirnya merasa yakin untuk mencoba berburu harta karun tersebut.

Santiago memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya, lantas menjual semua dombanya agar mendapatkan uang untuk modal berburu harta karun. Ia pun menyeberangi lautan yang memisahkan benua Eropa dan Afrika.

Naas, ia justru langsung ditipu dan harus kehilangan semua uangnya. Untuk bisa menyambung hidup, ia pun bekerja dengan penjual kristal dengan niat mengumpulkan uang agar bisa kembali ke Spanyol dan kembali menjadi seorang gembala.

Setelah beberapa bulan, uangnya mulai terkumpul. Apalagi, ia adalah anak muda yang memiliki banyak ide cemerlang. Pada satu titik, ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari harta karunnya dan mengurungkan niat untuk kembali ke Spanyol.

Lantas, ia pun menjadi rombongan yang melintasi gurun pasir, di mana ia bertemu dengan seorang Inggris yang sedang mencari “Sang Alkemis” karena ingin memiliki ilmu mengubah apa pun menjadi emas.

Mereka singgah di sebuah oasis, berlindung dari perang antarsuku yang sedang terjadi. Di oasis tersebut, hidup sekelompok orang yang hidup dengan damai. Menariknya, di sini Santiago bertemu dengan wanita yang menarik perhatiannya, Fatima.

Tanpa disangka, justru Santiago yang bertemu dengan Sang Alkemis, yang memandunya untuk menemukan harta karun tersebut. Ketika akhirnya berhasil mencapai Piramida, ia sadar bahwa apa yang ia cari selama ini berada di tempat ketika ia memulai semuanya.

Setelah Membaca Sang Alkemis

Penulis membaca novel ini tanpa ekspektasi apa pun, toh novel ini juga tipis sehingga fine-fine saja untuk dibaca di kala senggang. Namun, pada akhirnya Penulis justru tertarik masuk ke dalam ceritanya seolah Penulis ikut bertualang bersama Santiago.

Secara cerita, premis yang ditawarkan oleh Sang Alkemis sederhana saja dengan gaya bahasa yang terkadang puitis, tapi masih mudah dicerna. Namun, kisahnya penuh dengan makna dan banyak sekali kalimat yang quotable. Ada beberapa yang Penulis sukai, seperti:

  • Kalau kau menaruh perhatian pada saat sekarang, kau bisa memperbaikinya. Dan kalau kau memperbaiki saat sekarang ini, apa yang akan datang juga akan lebih baik.
  • Orang-orang takut mengejar impian-impian mereka yang paling berharga, sebab mereka merasa tidak layak mendapatkannya, atau tidak tidak akan pernah bisa mewujudkannya.
  • Bahwa pada saat-saat paling gelap di malam hari adalah saat-saat menjelang fajar.
  • Hanya ada satu hal yang membuat orang tak bisa meraih impiannya: takut gagal.
  • Itulah yang dilakukan oleh para alkemis. Mereka menunjukkan bahwa kalau kita berusaha menjadi lebih baik, segala sesuatu di sekitar kita akan ikut menjadi lebih baik.

Inti cerita dari novel ini adalah perjalanan sama penting dengan tujuan. Hal ini digambarkan dengan baik dengan loop yang harus dialami oleh Santiago, di mana apa yang ia kejar selama ini ternyata berada tepat di bawah kakinya.

Bahkan, menurut Penulis sebenarnya ini adalah buku pengembangan diri berkedok novel. Beberapa contoh di quote di atas bahkan seolah datang yang tepat di saat Penulis membutuhkannya, sehingga begitu memorable di kepala.

Memang, rasanya novel ini kurang related di keseharian kita karena Santiago sering sekali bertemu dengan keberuntungan, walau ada beberapa momen dia juga tertimpa sial. Setidaknya, mindset positif yang ia miliki untuk bertahan hidup bisa coba kita terapkan dalam hidup ini.

Terlepas dari itu, satu hal menarik lainnya adalah bagaimana Santiago bertemu dengan banyak umat muslim sepanjang perjalanannya. Sangat jarang Penulis menemukan ini di novel terjemahan, tapi masuk akal karena Santiago melakukan perjalanan ke Piramida di Mesir.

Tak hanya itu, ia juga menemukan tambatan hatinya di kampung muslim. Namun, ini sedikit menimbulkan pertanyaan karena di awal cerita, ia memiliki perasaan kepada anak pemilik toko roti. Ini menimulkan kesan kalau si anak pemilik toko roti sama sekali tak memiliki peran signifikan dalam cerita.

Buku ini memang memiliki unsur supernatural, yang biasanya tidak Penulis sukai kecuali di novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya dan seri Funiculi Funicula. Namun, karena unsur tersebut hanya hadir sebagai bumbu pelengkap (seperti bahasa universal), Penulis tak terlalu mempermasalahkannya.

Secara keseluruhan, Sang Alkemis merupakan salah satu novel terbaik yang pernah Penulis baca. Gara-gara novel ini, Penulis jadi penasaran dengan novel Paolo Coelho yang lain. Apakah Pembaca ada rekomendasi?

Skor: 9/10


Lawang, 9 April 2025, terinspirasi setelah membaca buku Sang Alkemis karya Paolo Coelho

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan