Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 21 Novel-Novel yang Mendebarkan
Malam hari setelah peristiwa tersebut, aku mencoba untuk menghibur diri dengan membaca buku. Keinginanku untuk meminjam novel Sherlock Holmes dari Kenji belum terpenuhi, sehingga aku mencari buku lain yang ada di rumah. Aku teringat ibu sering membaca buku di waktu kosongnya, terutama ketika menunggu ayah pulang, yang seringkali ternyata tidak pulang. Aku masih ingat di mana letaknya, di sebuah lemari buku berkaca gelap yang ada di ruang keluarga.
Ketika kubuka, bau pengap langsung terasa sekali. Entah sudah berapa lama lemari ini tidak dibuka. Mungkin Gisel pernah coba-coba untuk membaca buku disini, maka aku menghampirinya di kamar.
“Gisel, kau pernah baca novel ibu yang di lemari?”
“Pernah kak, tapi udah dulu. Waktu Gisel coba baca, Gisel gak ngerti.”
Mungkin karena genre novelnya adalah novel dewasa, sehingga anak seusia Gisel tidak bisa memahaminya. Baiklah, karena aku sudah cukup umur, aku akan mencoba membaca salah satu dari banyaknya buku ini. Rata-rata buku ibu berukuran kecil, hanya ada belasan yang berukuran besar. Secara acak aku mengambil salah satu buku, lalu kubaca sampulnya.
Agatha Christie: Murder on the Orient Express
Dilihat dari judulnya, mungkin novel ini berjenis drama horor, atau mungkin detektif juga seperti Sherlock Holmes? Ketika membuka halaman pertama, tercium aroma buku tua yang menyenangkan. Aku melihat ada angka lima di sudut atas buku. Apa maksudnya? Asumsiku, mungkin ini buku kelima yang dibeli ibuku. Penasaran, aku mencoba untuk mengambil novel lain secara acak. Nihil, tidak ada angka yang tertulis pada novel Agatha Christie lainnya yang berjudul Crooked House. Mungkin itu hanya angka yang tak berarti.
Semoga dengan membaca buku ini, aku bisa melupakan apa yang terjadi hari ini, sekaligus mempersiapkan diri untuk pertemuan besok dengan Bejo tidak terhindarkan setelah upacara kemerdekaan.
***
Sial, karena keasyikan membaca buku, aku hampir bangun kesiangan. Tidak kusangka buku yang kubaca tadi begitu menegangkan dengan ending yang sama sekali mengejutkan. Tanpa sadar aku terus membalik halaman demi halaman karena terus dibayangi oleh rasa penasaran. Untung saja Gisel sempat membangunkanku, sehingga aku tidak perlu berurusan dengan satpam sekolah.
Bejo duduk di bangku dengan pintu, sehingga ketika aku sampai kelas, kami saling bertatapan. Ia langsung menundukkan kepalanya, menyibukkan diri dengan memeriksa isi tasnya yang aku yakin sebenarnya tidak ada yang perlu dilihat. Aku pun memutuskan untuk terus saja menuju bangku. Aku sempat melempar senyum ke Sica, yang membalasnya dengan senyuman yang jauh lebih manis. Sampai upacara dimulai, tidak ada satupun yang berusaha membahas kejadian kemarin.
***
Upacara berlangsung selama satu jam, setelah itu kami diijnkan untuk pulang ke rumah masing-masing. Kenji sempat bertanya kepadaku, apakah aku ingin meminta maaf seperti yang aku katakan kemarin. Sempat bimbang, aku memutuskan untuk meminta maaf secara terbuka, termasuk ke Bejo, diterima atau tidak.
Setelah kami semua masuk ke dalam kelas, setelah Sarah keluar kelas –Kenji sudah berusaha untuk menahannya, Kenji membuka forum.
“Teman-teman yang kucintai, seperti yang kita ketahui bahwa kemarin ada kejadian yang kurang mengenakan. Tentu tidak baik jika kejadian seperti ini dibiarkan berlarut-larut. Untunglah, kedua belah pihak sudah mengakui kesalahan mereka dan ingin meminta maaf kepada kalian semua.”
Kedua belah pihak? Jadi Kenji sudah berbicara dengan Bejo?
“Teman-teman sekalian,” Bejo mulai berbicara ketika ia berdiri di samping Kenji, “saya ingin meminta maaf karena kebodohan saya kemarin. Tidak seharusnya seorang pemimpin bersikap seperti itu, dan saya sangat menyesal karena peristiwa tersebut membawa kita gagal menuntaskan visi yang telah kita sepakati.
“Saya juga secara khusus ingin meminta maaf kepada Leon, yang sudah berusaha memberi masukan, namun sayangnya karena saya memiliki masalah pribadi dengannya, saya memutuskan untuk tidak mendengarkannya. Sekali lagi, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.”
Ia menundukkan tubuhnya dalam-dalam, memperlihatkan penyesalan yang tulus. Aku pun memutuskan untuk ikut berdiri dan maju ke depan kelas.
“Saya juga ingin meminta maaf atas sikap saya yang tidak bisa menahan emosi di hari penting tersebut. Saya juga minta maaf kepada Bejo karena telah berkata dan berlaku kasar kepadanya. Saya mohon maaf.”
Aku ikut menundukkan tubuh di samping Bejo. Teman-teman memberika tepuk tangan sebagai tanda kami telah dimaafkan. Kami berdua menegakkan tubuh kami, dan bersalaman sebagai tanda berdamai. Semoga dengan kejadian ini, hubungan kami bisa membaik seperti hubunganku dengan teman-teman yang lain.
***
“Kau bilang apa saja ke Bejo?” tanyaku kepada Kenji setelah pulang sekolah. Karena hari ini tanggal merah, kami memutuskan tidak ada kelas untuk Gisel, meskipun ia merasa keberatan dengan itu. Agar pembicaraan bisa lebih nyaman, aku memutuskan untuk mengobrol di tempat Kenji.
“Kurang lebih sama ketika kamu emosi kok.”
“Oh begitu.”
“Aku mengajaknya ngobrol setelah pertandingan, meskipun waktu itu ia masih dikuasai emosinya. Ada fakta lain yang kamu perlu tau Le.”
“Apa?”
“Sebelum pertandingan, beberapa orang memanas-manasi Bejo.”
“Caranya?”
“Mereka mengatakan jika dirimu ikut bermain, akan ada masalah yang tercipta. Dengan berkata seperti itu, ia yang awalnya memang sudah tidak suka denganmu pun semakin merasa benci denganmu. Ia mengaku bahwa keputusannya mengubah strategi adalah agar ia tidak perlu dekat-dekat denganmu.”
“Siapa provokator tersebut?”
“Entahlah, aku tidak menanyakannya lebih lanjut. Tapi mumpung tidak ada Sica ataupun orang lain, aku ingin melanjutkan teoriku yang kemarin.”
“Tentang Malik?”
“Ya, aku percaya bahwa provokator tersebut pun dirancang oleh Malik.”
“Kenapa ia ingin menghancurkan kita?”
“Aku kurang tau mengenai hal tersebut, bisa saja karena ia hanya ingin memenangkan pertandingan. Tapi aku yakin ada alasan lain yang lebih besar.”
“Omong-omong, apakah mereka berhasil menang di pertandingan berikutnya?”
“Tidak, mereka dibabat tujuh gol tanpa balas oleh timnya mas Aan, yang akhirnya keluar sebagai juara.”
“Oh begitu ya.”
Kenji bersandar di kursi dan menghela nafas panjang. Ini bukanlah kebiasaan Kenji, memikirkan sesuatu hingga membuatnya bernafas dalam-dalam. Bukan sifat Kenji pula untuk berprasangka buruk kepada orang lain. Sebenarnya, siapa Malik ini?
“Sebelum pertandingan, aku melihatmu berbicara dengannya. Apa yang kalian bicarakan?”
“Oh waktu itu, kami hanya saling menyapa. Bisa dibilang beberapa kali kami bertemu di ruang guru. Hampir semua guru mengatakan bahwa kami berdua memiliki banyak kemiripan.”
“Mereka tidak tahu apa yang ada di balik keramahannya.”
“Aku sendiri belum pernah melihatnya Le, aku hanya mengandalkan perasaan. Padahal selama ini aku selalu berlandaskan logika, tapi entah mengapa untuk yang satu ini aku sangat terbawa perasaan. Aku selalu berharap kalau aku salah dan Sicalah yang benar.”
Kami sama-sama berdiam diri, berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Lalu ingatlah diriku tentang novel yang baru saja kutamatkan.
“Agatha Christie? Penulis dari Inggris itu kan? Sang ratu detektif.” jawab Kenji.
“Benar, pernahkah kau membaca bukunya?”
“Pernah, tapi tidak semua. Buku yang kamu sebut itu termasuk yang sudah kubaca. Hercule Poirot bukan detektifnya?”
“Benar Ken, ini pertama kalinya aku menghabiskan buku dalam satu malam.”
“Hahaha, karena kamu selalu dibuat penasaran dengan halaman selanjutnya. Aku sangat memahaminya. Jadi, kamu tidak jadi meminjam Sherlock Holmesku?”
“Aku rasa untuk sementara belum dulu karena di rumah masih banyak novel Agatha Christie yang lain. Aku ingin membaca kasus-kasus lain yang diselesaikan oleh Hercule Poirot.”
“Tidak semua novel Agatha Christie menjadikan Hercule Poirot sebagai detektifnya Le. Ada tokoh detektif lain juga.”
“Benarkah?”
“Kalau tidak salah, ada Miss Marple, ada Parker Pyne, adapula pasangan detektif yang aku lupa namanya. Coba saja baca sinopsisnya, cari mana yang menampilkan Hercule Poirot sebagai karakter utamanya.”
“Terima kasih atas informasinya.”
“Apakah koleksi novel ibumu itu lengkap?”
“Entahlah, mengapa?”
“Aku punya beberapa rekomendasi, cobalah cari yang berjudul And Then There Were None. Memang bukan Poirot yang menjadi lakon, namun percayalah kamu akan merinding ketika menyelesaikan buku tersebut.
“Baik, akan aku coba mencarinya nanti.”
***
Menjelang tidur, aku mencoba untuk mencari buku yang direkomendasikan Kenji. Aku sangat beruntung, buku tersebut ada. Ketika aku membuka halaman pertama, kali ini terdapat angka satu. Ah, aku rasa ini adalah peringkat menarik atau tidaknya buku tersebut. Peringkat satu artinya buku ini adalah buku yang paling menarik. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana serunya buku peringkat pertama jika buku peringkat kelimanya saja, Murder on the Orient Express, sudah seseru itu. Maka malam ini aku akan menutup malam dengan bersyukur karena masalahku dengan Bejo telah selesai dan menikmati novel-novel detektif yang sangat mendebarkan ini.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
You must be logged in to post a comment Login