Connect with us

Leon dan Kenji (Buku 1)

Chapter 20 Teori Konspirasi

Published

on

Suasana kelas terasa tidak nyaman ketika semua kembali ke kelas. Tim basket wanita pun terkena dampaknya sehingga mereka juga tersingkir pada pertandingan pertama. Jelas semua merasakan kekecewaan, terutama kepada aku dan Bejo yang tidak bisa mengurangi ego masing-masing. Semua latihan yang kami lakukan selama dua minggu terasa sia-sia.

“Ayolah kawan-kawan, kekalahan bukan akhir dari segalanya, kita masih bisa menang tahun depan.” sang mood booster Kenji sedang menyemangati kami semua.

Tidak ada respon dari teman-teman lainnya, semua masih sibuk dengan kegagalan ini. Bejo keluar dari kelas, entah ke mana. Kenji tetap terus mengucapkan kata-kata motivasi kepada kami. Namun ada daya, luka yang digoreskan peristiwa ini terlalu dalam.

***

Ketika gerbang sekolah sudah dibuka sebagai tanda murid sudah boleh pulang, aku memutuskan untuk keluar kelas terakhir, berusaha menghindari interaksi dengan teman-teman lain. Kenji sempat menghampiriku untuk pulang bersama seperti biasa, namun kali ini aku menolaknya sehalus mungkin. Aku sedang ingin sendirian.

Kenji pun melangkah keluar kelas, mungkin ia akan mampir ke rumah untuk melanjutkan tugasnya sebagai guru privat. Secara bergantian kami akan mengajari Gisel materi-materi sekolah dasar, dan hari Senin adalah gilirannya Kenji. Aku memandangi satu persatu teman-teman meninggalkan kelas, Gita mengucapkan perpisahan, kembar Sudarwono pun begitu. Setelah itu, aku melihat Sica berdiri hendak pulang. Mata kami bertatapan, dan tanpa disangka ia menghampiriku.

“Kamu enggak pulang Le?” tanyanya ketika ia duduk di bangku Gita.

“Nanti.” jawabku datar, meskipun hati sedikit berdebar.

“Kamu masih kepikiran tadi ya?”

Aku tidak menjawab pertanyaan ini, karena siapapun pasti bisa menebak apa yang sedang menggantung di kepalaku.

“Memang sebenarnya Bejo tadi agak keterlaluan, karena ia mendahulukan egonya dan tidak mendengarkan anggotanya. Tapi seharusnya kamu juga tidak semeledak itu Le.”

Aku terus mendengarkan perkataan-perkataannya tanpa tahu harus bagaimana aku membalas perkataannya. Tidak mungkin aku membalasnya dengan “enyahlah kau perempuan” karena aku tidak ingin menyakiti perasaan temanku yang sudah peduli dengan diriku. Aku pun hanya duduk, terdiam, lalu tanpa terasa mataku meneteskan air mata penyesalan. Aku menyesal karena sudah membiarkan setan menguasai diriku, aku menyesal karena tidak mematuhi kaptenku apapun alasannya. Aku menyesal karena sifat burukku ini, seluruh kelas terkena dampaknya.

Sica memegang pundakku, berusaha menenangkan diriku. Nampaknya ia sangat memahami perasaan bersalahku, dan ia berusaha melakukan apa yang bisa ia lakukan sebagai teman. Tanpa sadar aku menggenggam erat tangannya yang memegang pundakku, seolah menyalurkan ucapan terima kasihku kepadanya. Ketika sudah kembali sadar, aku segera menarik tanganku dan meminta maaf atas kelakukan kurang ajarku.

“Tidak apa kok Le, tenang aja. Mau aku antar pulang?”

Tanpa bersuara, aku menganggukkan kepala.

***

Sica pun akhirnya mampir ke rumahku, yang artinya untuk pertama kali aku membawa teman kelasku selain Kenji, terlebih seorang wanita! Aku tidak tahu apa motivasi Sica mau menemani diriku, tetapi setidaknya aku merasa tenang ketika ia ada di dekatku.

Saat kami sampai di rumah, Kenji masih berada di rumahku. Nampaknya ia baru saja menyelesaikan kelas privat untuk adikku. Kenji tidak terkejut melihat aku membawa Sica ke rumah, justru ia melontarkan kalimat yang cukup membuatku malu.

“Oh, jadi kamu menolak pulang bersamaku agar kamu bisa pulang dengan Sica ya Le.”

Sica hanya tertawa ringan mendengar kalimat ini, sangat berbeda dengan diriku yang tidak tahu harus bagaimana memberi respon. Aku mempersilahkan Sica duduk, dan berjalan menuju dapur untuk membuatkan minuman ala kadarnya. Gisel yang sudah selesai belajar menawarkan dirinya untuk ikut membantu.

“Itu kakak cantik yang waktu itu duduk di sebelah kakak ya?” tanya Gisel ketika ia memberikan sachet minuman instan.

“Iya.”

“Kenapa ke sini kak?”

“Itu, kakak tidak tahu.”

“Kok bisa enggak tahu? Kakak kan pulang bareng dia.”

Karena kebingungan menjawab, aku pun membisu sambil mengaduk-aduk gelas minuman. Gisel nampak sedikit memajukan bibir tanda sebal karena dirinya diabaikan. Setelah mengambil nampan, aku mengantarkan kedua gelas ini kepada para tamuku. Kenji dan Sica menghentikan percakapan mereka saat melihat kedatanganku dan mengucapkan terima kasih.

“Kalian sedang membicarakan kejadian hari ini ya.” kataku tanpa basa-basi.

Sica nampak kebingungan dengan kalimatku, melihat ke arah Kenji. Kenji seperti biasa, terlihat sangat menguasai dirinya dan dengan tenang menjelaskan apa yang mereka bicarakan.

“Benar Le, kami sedang membicarakan musibah yang menimpa kita hari ini. Aku berusaha melihat peristiwa ini dari berbagai sudut pandang.”

“Apa saja?” tanyaku penasaran dengan penjelasan Kenji.

“Jika dilihat dari sudut pandang Bejo, ia memikul beban berat untuk membuang persepsi orang tentang kemampuan olahraga kita. Ambisinya tersebut membuat ia memutuskan untuk bermain menyerang karena lawan yang dihadapi relatif seimbang, meskipun pada akhirnya kita justru kalah strategi.

“Jika dilihat dari sudut pandangmu, kamu melihat bahwa strategi Bejo tidak akan berhasil karena alasan yang sudah kamu utarakan waktu di lapangan, dan sejujurnya aku lebih setuju dengan pendapatmu tersebut. Hanya saja, ketika argumen ini keluar darimu dan bertemu dengan beban serta ambisi Bejo, membuat ia memutuskan untuk tidak mendengarkanmu.

“Sifatmu yang benci diremehkan akhirnya membuatmu marah dan hampir saja terjadi perkelahian di antara kalian. Ego kalian sama-sama tinggi dan nampaknya tidak ada yang akan bersedia menurunkannya. Aku bersyukur kamu kembali setelah keluar dari lapangan, yang artinya kamu berhasil menghilangkan atau setidaknya mengurangi egomu. Apa ada yang terjadi diantara selang waktu tersebut Le?”

“Aku bertemu dengan teman lamaku, Sinta, dan ia mengingatkan diriku dengan masa laluku.”

“Ah yang kamu cerita waktu itu ya.”

“Aku, aku rasa harus meminta maaf ke kalian semua.”

“Tentu, tentu saja, semua harus berakhir dengan damai. Namun sebenarnya masih ada satu sudut pandang lagi Le.”

“Apa itu?”

Kenji melirik ke arah Sica, memberinya kode untuk memulai bercerita.

“Sudut pandang ketiga adalah sudut pandang dari kakak kelas sekaligus lawan kita.” Sica memulai ceritanya,

“Maksudnya?”

“Sebenarnya tadi pagi setelah daftar pertandingan, aku mendengar kakak kelas kita sedang membicarakan dirimu yang dianggap sudah merusak citra anak aksel yang selama ini terhindar dari berbagai kasus kenakalan. Belum pernah ada ceritanya anak aksel dipanggil oleh BP.”

“Oh begitu, lalu hubungannya?”

“Mereka menggunakan itu sebagai senjata untuk melemahkan kita, lawannya. Menyerang mental terkadang bisa menjadi senjata yang sangat ampuh, dan kebetulan yang diserang adalah kamu Le.”

“Dan dengan mudahnya aku terkena senjata tersebut ya.” jawabku lirih.

Sica melipat-lipat tangannya, bingung karena merasa bersalah.

“Aku tidak bermaksud membuatmu semakin merasa bersalah Le, maafkan aku.” kata Sica tidak kalah lirihnya.

“Tidak Sica.”

“Menurut analisisku, sebenarnya bukan mereka, tapi dia!” Kenji berbicara dengan lantang hingga membuat aku dan Sica kaget.

“Dia siapa Ken?” tanya Sica.

“Sebenarnya ada satu orang yang merencanakan ini semua dengan mulus, tanpa perlu turun tangan sendiri. Sungguh sebuah taktik yang cemerlang.”

Aku segera menyadari siapa yang ia maksud.

“Malik.”

“Kamu menangkap maksudku Le. Teori konspirasinya bisa dianggap seperti ini. Pertama-tama, ia hanya perlu memanas-manaskan teman sekelasnya agar mereka memberikan serangan mental kepadamu. Tentu ketika melakukan ini, dia akan memberimu pembelaan seolah-olah bukan dia yang mengawali pembicaraan tersebut.

“Langkah kedua, melihat lawan bermain lebih terbuka, ia memutuskan untuk bertahan total, membuat lawan frustasi dan mencetak angka. Kamu Le, yang sudah dibuat emosi dengan berbagai tatapan itu akhirnya melampiaskan kemarahanmu ke Bejo yang juga sedang di bawah tekanan karena kita sedang kalah. Akhirnya kamu tidak bermain, dan tim lawan pun hanya perlu bertahan hingga pertandingan berakhir. Sebagai tambahan, tim basket putri pun terkena dampaknya.”

“Tunggu dulu, apa kamu enggak berlebihan Ken?” tanya Sica tidak percaya dengan teori yang telah disampaikan.

“Aku berharap begitu sih Sica, aku saja yang berlebihan, hahaha.”

“Rasanya itu masuk akal Ken, aku sempat Malik melepas topengnya walau hanya sepersekian detik.” kataku membela teori Kenji.

“Tapi, mas Malik itu bisa dibilang tidak punya musuh lo. Ia pintar secara akademis maupun non-akademis, ia murid kesayangan guru dan semua teman sangat hormat kepadanya. Ia selalu nampak ramah dan ceria, ia baik ke semua orang dan tidak segan untuk menolong.” Sica berusaha membela Malik.

Melihat aku memandangnya dengan tatapan yang tajam, ia segera menambahkan.

“Aku tahu semua informasi ini dari kakak kelas yang lain, aku cukup dekat dengan mereka. Tidak pernah ada satupun komentar negatif tentang dia.”

“Ya, semoga saja aku yang salah ya Sica, hahaha.” kata Kenji berusaha mencairkan suasana.

Aku pun memutuskan untuk diam, tidak memberikan komentar apapun.

“Jika teori Kenji benar, maka aku hanya dijadikan senjata oleh mereka ya.”

“Sudahlah Le, kemungkinan besar aku salah. Kamu tahukan aku suka baca buku detektif, jadi sering sok membuat deduksi ala Sherlock Holmes, hahaha.”

“Maaf, aku tidak bermaksud untuk membela kakak tingkat kita, aku hanya tidak ingin kita berburuk sangka.”

Suasana menjadi agak canggung antara kami bertiga. Sica berusaha mengalihkan topik pembicaraan dengan bertanya.

“Kamu sudah punya handphone Le?”

“Belum, kenapa?”

“Entahlah, aku ingin saja berkomunikasi denganmu lewat sms.”

Ah, Sica, inikah caramu membuang rasa bersalahmu setelah menolak teori konspirasi yang sudah diajukan Kenji?

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)

Published

on

By

Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Malik

Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.

Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.

Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.

Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!

Para Kakak Pembimbing OSIS

Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.

Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.

Rudi dan Sinta

Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.

Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.

Paman Anton

Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.

Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.

Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.

Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.

Penutup

Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?

Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!

 

 

Kebayoran Lama, 19 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi

Published

on

By

Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.

Andrea Putri Sudarwono

Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.

Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.

Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.

Aqilla Sagita Danastri

Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.

Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.

Taskya Namya (media.iyaa.com)

Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.

Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.

Elvina Yurina Zefina

Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.

Kwon Yuri (kpop.asiachan.com)

Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.

Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.

Maroon Malvinanita

Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.

Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.

Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.

Verena Nur Izora

Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.

Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.

Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.

Virginia Vanya Valora

Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.

VVV Venlo (youtube.com)

Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.

Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.

 

 

Kebayoran Lama, 10 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi

Published

on

By

Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.

Andra Putra Sudarwono

Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.

Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.

via bookstr.com

Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.

Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.

via indosport.com

Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.

Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.

Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.

Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.

Achmad Khrisna Subejo

Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.

Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.

via http://bokunoheroacademia.wikia.com

Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).

Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.

Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.

Arjuna Wahyunara

Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.

via snsdkorean.com

Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.

Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.

Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.

Jean Xavier Pierre

Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.

Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.

Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.

Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.

 

 

 

Kebayoran Lama, 5 November 2018

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan