Renungan
Bagaimana Kalau Semua Ini Tak Akan Berakhir?
Kita semua tentu berharap kalau pandemi Corona ini akan segera berakhir secepatnya. Kita sudah merindukan kehidupan normal seperti dulu lagi.
Yang memiliki usaha ingin bisnisnya berputar lagi. Yang terpisah dari keluarga bisa berkumpul kembali. Yang telah lama libur sekolah ingin beraktivitas normal seperti dulu.
Tak ada yang tahu kapan Corona ini akan benar-benar lenyap dari muka bumi. Hanya Tuhan yang tahu. Para ahli hanya bisa membuat perkiraan-perkiraan berdasarkan bukti empiris.
Pertanyaannya, bagaimana seandainya semua ini tak akan berakhir?
***
Apa yang mengerikan dari Corona ini adalah penyebarannya yang begitu mudah. Jika kita memiliki imunitas tubuh yang kuat, kemungkinan besar kita bisa sembuh sendiri.
Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh berbagai pemerintah dunia adalah lockdown atau kalau di Indonesia disebut sebagai PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Intinya, interaksi fiksi manusia harus benar-benar dibatasi. Social distancing. Kita harus jaga jarak satu sama lain untuk meminimalisir potensi menularkan dan ketularan virus.
Ketika angka Corona tiap hari makin bertambah secara signifikan, kesadaran untuk tinggal di rumah menjadi begitu tinggi. Setidaknya, itu yang terlihat di negara kita.
Hanya saja dari yang Penulis amati, makin ke sini angka-angka yang tiap sore diumumkan oleh pemerintah hanya tinggal statistik semata. Masyarakat sudah mulai berani beraktivitas seperti biasa, meskipun masih menggunakan masker dan lain sebagainya.
Fakta inilah yang membuat Penulis khawatir kalau Corona tidak akan berakhir, setidaknya dalam waktu dekat.
***
Dari beberapa berita yang Penulis baca, kurva penderita mulai melandai. Jumlah yang terinfeksi tiap harinya, setidaknya di Jakarta, mulai berkurang secara bertahap.
Di satu sisi, ini merupakan berita baik. Strategi yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi terbukti efektif. Kita bisa menekan penularan dengam pembatasan ketat.
Di sisi lain, ini juga bisa menjadi berita buruk. Kita bisa saja jadi meremehkan penyebaran Corona dan mulai pergi ke tempat yang ramai.
Penulis khawatir, kurva yang sudah landai ini akan kembali memuncak jika kita tidak bisa sabar dan menahan diri. Usaha yang telah kita lakukan selama ini akan menjadi sia-sia.
Masalah ini semakin diperparah dengan berbagai kebijakan blunder dari pemerintah yang meresahkan masyarakat. Sudah tidak mendapatkan kepastian, dibuat bingung pula.
“Kekompakan” antara pemerintah dan masyarakatnya ini sangat berpotensi memperpanjang masa edar pandemi Corona di Indonesia.
***
Jika membandingkan diri sendiri dengan orang lain, Penulis merasa bersyukur dengan keadaan yang sekarang meskipun tidak bisa pulang dan tidak tahu kapan bisa pulang.
Setidaknya, Penulis masih memiliki pekerjaan dengan gaji tetap tanpa pemotongan. Penulis masih ditemani adik sehingga stres bisa tereduksi. Penulis masih memiliki berbagai sarana hiburan untuk membunuh waktu.
Merasa lelah dan tertekan itu pasti. Manusiawi. Penulis biasa mengusirnya dengan mengingat orang lain yang keadaannya lebih susah, entah ini etis atau tidak.
Contohnya adalah teman Penulis yang sama-sama tidak bisa pulang, namun hanya sendirian di kos. Penulis juga mengingat banyaknya perusahaan yang harus merumahkan karyawannya sehingga banyak yang kehilangan sumber pendapatan.
Banyak orang yang ujiannya jauh lebih berat dari yang Penulis terima. jauh jauh lebih berat. Penulis tidak boleh terlalu banyak mengeluh.
Memperbanyak rasa syukur dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak stres wajib Penulis lakukan di masa-masa seperti ini. Terus menjalani kontak dengan orang melalui smartphone menjadi cara lainnya.
Hanya saja, mau sampai kapan seperti ini?
***
Penulis sudah melakukan refund tiket pesawat mudik karena yakin tidak akan bisa pulang ketika lebaran nanti. Untuk pertama kali, Penulis merayakan Hari Raya Idul Fitri tanpa berkumpul dengan keluarga secara lengkap.
Penulis sejak beberapa minggu yang lalu sudah menyiapkan mental untuk menghadapi hal tersebut. Tidak apa-apa, pasti ada kesempatan lain untuk berkumpul kembali.
Tapi kapan?
Berdasarkan prediksi dan feeling Penulis, paling cepat bulan Agustus. Itupun kalau pemerintah dan masyarakat kita kompak mendisiplinkan diri agar Corona tidak semakin menyebar.
Jika tidak, bisa saja sampai akhir tahun Penulis harus bertahan di kos bersama adik. Belum dua bulan saja sudah begini rasanya, entah bagaimana jika harus hidup seperti ini hingga akhir tahun.
Kalau akhirnya Penulis bisa pulang, apakah Penulis bisa berkumpul dengan keluarga dan teman-teman seperti biasa? Ataukah Penulis harus melakukan isolasi mandiri terlebih dahulu?
Banyak ketidakpastian yang akan dihadapi selama beberapa bulan mendatang, menjadikannya tantangan tersendiri untuk kita semua.
***
Bagaimana seandainya Corona tidak akan benar-benar lenyap untuk selamanya? Jelas tidak ada yang menginginkan hal tersebut. Kekacauan bisa terjadi di mana-mana.
Kehidupan tidak normal kita selama pandemi akan menjadi hal normal yang baru. Perputaran roda ekonomi akan mengalami pergeseran yang drastis dan masih banyak hal lain yang akan berubah.
Bisakah kita hidup berdampingan dengan Corona seperti kita hidup berdampingan dengan flu? Entahlah, Penulis bukan orang medis, tidak bisa berpendapat.
Penulis tidak bisa membayangkan lebih banyak lagi. Pertanyaan yang menjadi judul terlalu mengerikan untuk menjadi kenyataan.
Semoga saja, kita semua bisa melewati badai ujian yang teramat besar ini.
Kebayoran Lama, 9 Mei 2020, terinspirasi dari pemikiran Penulis seperti biasanya, overthinking
Foto: The Globe and Mail
Renungan
Bagaimana Jika Air Bersih di Bumi Habis?
Dalam beberapa hari terakhir, di daerah Penulis terjadi “krisis air” yang cukup menyusahkan, walau belum sampai tahap berbahaya. Penulis tidak mengetahui apa penyebabnya, tapi yang jelas tandon Penulis yang terletak di atas hampir tidak pernah terisi.
Untungnya, keran depan masih bisa mengalirkan air dengan lancar, sehingga setidaknya Penulis sekeluarga tinggal memasang selang hingga ke kamar mandi. Walau sedikit merepotkan, setidaknya “krisis air” ini masih bisa teratasi dengan baik.
Mengalami hal seperti ini membuat Penulis kembali merenungkan satu hal yang sebelumnya sudah sering direnungkan: bagaimana jika air bersih di bumi sampai habis? Mumpung momennya pas, Penulis ingin membahas tentang hal ini.
Pengalaman Krisis Air Paling Parah
Ilustrasi Krisis Air (AllianzGI)
Krisis air yang Penulis alami saat ini bukanlah yang paling parah yang pernah Penulis hadapi. Sewaktu magang di Tangerang, rumah teman Penulis sempat mengalami mati air sama sekali hingga kami harus pergi ke rumah saudaranya untuk meminta air.
Waktu itu, kami harus memasukkan air ke dalam tangki berwarna biru, lalu harus mengangkatnya ke mobil dan menurunkannya di rumah. Karena waktu itu magang, tentu tidak mungkin Penulis tidak mandi sebelum berangkat ke kantor.
Untuk menghemat, Penulis harus pandai-pandai mengelola air ketika mandi. Penulis ingat pernah memanfaatkan tidak sampai sepuluh guyuran gayung lengkap untuk sikat gigi, keramas, dan menyabuni badan. Segitunya untuk menghemat air yang berhenti mengalir.
Tentu saja pengalaman krisis tersebut tidak ada apa-apanya dengan orang lain, katakanlah di Afrika. Penulis ingat di salah satu video pesulap David Blaine, ada orang Afrika yang melatih kemampuan menyimpan air bersih di perutnya karena di negaranya, air bersih sangat sulit untuk didapatkan.
Jika mengingat hal-hal seperti ini, Penulis sering termenung ketika air bersih sedang melimpah. Misal ketika berwudhu, Penulis menyadari ada banyak sekali air bersih yang terbuang ketika transisi dari satu gerakan ke gerakan lain.
Saat krisis air seperti yang terjadi seperti sekarang, Penulis jadi harus benar-benar berhemat ketika berwudhu dengan tetap memastikan kalau semua bagian tubuh yang diwajibkan harus terkena air. Kira-kira butuh sekitar 10 gayung.
Dengan keterbatasan air seperti sekarang, Penulis jadi merasa bersyukur selama ini masih bisa menikmati air bersih yang sangat melimpah. Pertanyaan besarnya, sampai kapankah kita bisa menikmati air bersih seperti saat ini?
Kerusakan Alam yang Makin Parah
Pencemaran Air karena Hilirisasi (WALHI Sulsel)
Ada banyak sekali alasan mengapa Penulis berpendapat bahwa air bersih di bumi bisa saja akan sulit untuk diakses oleh manusia, bahkan yang tinggal di peradaban paling modern sekalipun. Satu alasan paling kuat adalah perusakan alam yang makin menggila.
Contoh yang paling dekat adalah bagaimana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang memengaruhi air bersih yang bisa dinikmati oleh warga sekitar. Dalam video dokumentasi yang dibuat oleh tim Narasi, bisa dilihat bagaimana perjuangan mereka untuk mendapatkan air bersih, termasuk harus mengeluarkan uang yang cukup besar.
Selain itu, proyek hilirisasi yang terjadi di berbagai tempat juga bisa mengakibatkan buruknya kualitas air penduduk sekitar. Hilirisasi yang ugal-ugalan membuat sumber air mereka menjadi tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan seperti dulu lagi.
Belum lagi kebiasaan buruk kita untuk membuang sampah ke sungai. Kualitas air pun menjadi sangat tercemar seperti yang terjadi di banyak perkotaan, di mana kualitas airnya kalah jauh dari kualitas air di pedesaan.
Selain itu, jangan lupa kalau dalam peperangan, terkadang ada cara-cara jahat dengan meracuni sumber air. Tentu ini strategi yang tidak manusiawi dan dampaknya pun bisa mengakibatkan butterfly effect yang tidak sepele.
Tentu banyak manusia yang menyadari potensi hilangnya air bersih dari permukaan bumi. Para ilmuwan ataupun akademisi banyak yang berupaya untuk membuat teknologi untuk mengelola air-air yang awalnya tidak bisa digunakan menjadi bisa digunakan.
Namun, seberapa banyak orang yang dapat merasakan manfaat tersebut? Teknologi-teknologi semaju itu biasanya membutuhkan biaya yang tinggi. Jika teknologi tersebut memang bisa digunakan secara murah dan massal, tentu krisis air di dunia sudah bisa teratasi.
***
Perlu diingat bahwa meskipun planet bumi didominasi oleh air, hanya sekitar 2-3% air bersih yang bisa digunakan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan. Sisanya merupakan air laut yang sangat sulit untuk dimanfaatkan karena tingginya kandungan garam yang dimiliki.
Jika air bersih di bumi sampai benar-benar habis, maka rasanya krisis akan terjadi di mana-mana. Perang untuk memperebutkan sumber air yang masih bersih sangat mungkin terjadi. Manusia yang bisa bermutasi dengan meminum air kotor akan menjadi spesies yang bertahan.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita lebih menghargai dan mensyukuri air bersih yang bisa kita nikmati dengan melimpah saat ini. Jangan membuang-buang air bersih untuk hal yang mubazir, gunakan dengan sebijak mungkin.
Lawang, 7 Oktober 2024, terinspirasi setelah air di rumah mengalami pengurangan volume
Foto Featured Image: illustrate Digital Ug
Renungan
Manusia adalah Makhluk Paling Berbahaya di Dunia Ini
Manusia, atau Homo sapiens, kerap dianggap sebagai makhluk paling sempurna yang ada di dunia ini. Dari sisi agama pun, manusia yang ditunjuk sebagai pemimpin di Bumi, bukan makhluk lain seperti singa, gajah, paus, ataupun kaktus.
Dibandingkan spesies lainnya, kita memang memiliki banyak kelebihan. Jika spesies lain menggunakan akalnya untuk sekadar bertahan hidup, maka manusia bisa menggunakannya untuk mendominasi dunia dan menguras segala isinya tanpa pernah merasa puas.
Hal terebut membuat manusia, bagi Penulis, adalah makhluk paling berbahaya yang ada di dunia ini. Tidak hanya berbahaya untuk spesies lainnya hingga menyebabkan kepunahan, manusia juga berbahaya untuk sesamanya dengan melakukan genosida.
Berbahayanya Manusia terhadap Spesies Lainnya
Penulis sedang membaca buku Sapiens Grafis Vol. 1 karya Yuval Noah Harari. Pada salah satu babnya, diceritakan bahwa sedang ada pengadilan terhadap nenek moyang Homo sapiens yang hidup di era awal-awal peradaban manusia.
Singkat cerita, intinya ketika manusia pertama kali melakukan migrasi ke Australia, tak lama setelah itu banyak spesies Australia yang mengalami kepunahan. Memang ada faktor lain yang menyebabkan hal tersebut, seperti perubahan iklim yang terjadi.
Ada banyak contoh kepunahan spesies yang disebutkan pada buku tersebut, seperti kanguru setinggi dua meter, singa berkantung, koala raksasa, burung tuna yang lebih besar dari burung unta modern, kadal sepanjang lima meter, hingga diprotodon raksasa.
Ini hanya salah satu contoh yang terjadi puluhan ribu tahun yang lalu. Kalau di era modern, kepunahan burung dodo di Mauritius menjadi contoh yang paling terkenal. Mereka merupakan jenis burung yang tak bisa terbang, sehingga spesies mereka hanya ada di pulau tersebut.
Karena burung dodo belum pernah melihat manusia sebelumnya, mereka santai-santai saja dan tidak merasa terancam. Hasilnya, hanya dalam waktu singkat mereka punah karena diburu oleh manusia sebagai bahan pangan. Tak tersisa satu ekor pun yang masih hidup saat ini.
Bahkan hingga hari ini, ada banyak sekali spesies yang terancam kepunahannya. Beberapa contohnya adalah badak jawa, eastern lowland gorilla, orangutan tapanuli, dan masih banyak lagi lainnya.
Namun, ternyata manusia tidak hanya berbahaya bagi spesies lain. Manusia juga sangat berbahaya kepada sesama manusia lainnya.
Berbahayanya Manusia terhadap Manusia Lainnya
Tak hanya memusnahkan spesies hewan, manusia pun dalam sejarahnya kerap memusnahkan sesama manusia lainnya, terutama kepada ras lain. Alasannya pun bervariasi, tapi kebanyakan karena ingin menguasai wilayah lain yang sebenarnya bukan miliknya.
Penulis baru saja menonton sebuah video dokumenter di YouTube dari kanal RealLifeLore yang membahas tentang apa yang tersembunyi di balik hutan Amazon yang misterius. Menurut video tersebut, hutan Amazon adalah salah satu wilayah di permukaan bumi yang masih diliputi banyak misteri.
Salah satu poin dari video tersebut adalah tentang banyaknya suku asli Amerika yang masih hidup di sana. Mereka adalah penduduk asli benua Amerika yang terpinggirkan sejak penjajahan bangsa Eropa ratusan tahun yang lalu.
Melalui video tersebut, diketahui bahwa ketika bangsa Eropa datang pertama kali, diperkirakan ada sekitar 8 juta penduduk asli Amerika yang hidup di sekitar Amazon. Dalam 4 abad saja, jumlah tersebut berkurang drastis hingga tersisa 1 juta penduduk. Pada tahun 1980-an, jumlahnya kembali menyusut hingga tersisa 200 ribu saja.
Data lain menunjukkan bahwa ketika bangsa Eropa datang, diperkirakan ada sekitar 145 juta manusia yang telah menempati benua Eropa. Dua abad kemudian (awal abad 17), jumlah tersebut habis sekitar 90-95% karena hanya tersisa 7 hingga 15 juta orang saja atau setara 130 juta orang telah tewas.
Ada juga data yang mengatakan bahwa dari bangsa Spanyol saja telah membunuh sekitar 8 juta penduduk asli Amerika. Ada juga yang menyebutkan sekitar ada 56 juta orang yang tewas hanya dalam waktu 100 tahun. Namun, ada data lain yang menyebutkan “hanya” 4,7 juta orang dari awal penjelajahan bangsa Eropa hingga awal abad 19.
Intinya, ada banyak sekali penduduk asli benua Amerika yang terbunuh oleh bangsa Eropa. Tanpa membenarkan perbuatannya, jumlah tersebut membuat genosida yang dilakukan oleh Adolf Hitler ke bangsa Yahudi jadi terlihat sangat kecil.
Mayoritas pengurangan tersebut tentu saja terjadi karena penjajahan dan perebutan wilayah yang dilakukan oleh bangsa barat, mulai dari Amerika Serikat, Spanyol, Portugal, dan bangsa-bangsa lainnya. Tak hanya itu, mereka pun membawa virus yang bagi masyarakat asli Amerika begitu mematikan karena mereka belum memiliki imunnya.
Kejadian seperti ini tak hanya terjadi di Amerika, tapi juga terjadi di banyak wilayah lainnya. Contohnya adalah suku Aborigin di Australia dan suku Maori yang kini menjadi minoritas di wilayahnya sendiri.
Mari Kita Renungkan…
Kita sebagai manusia ternyata telah menjadi makhluk yang paling berbahaya di muka bumi ini. Tak hanya memusnahkan spesien lain hingga punah, kita juga saling berperang satu sama lain demi memuaskan nafsu yang tak pernah bisa dipuaskan.
Jutaan penduduk asli Amerika yang mati karena penjajahan bangsa barat hanya salah satu contoh bagaimana kita sebagai manusia tak bisa menghargai sebuah nyawa. Peristiwa tersebut menjadi contoh bagaimana kita bisa dengan gampangnya melakukan genosida ke bangsa lain.
Coba kira renungkan kembali posisi kita di bumi ini: sebagai pemimpin di dunia, pantaskah manusia berbuat kerusakan sedemikian besarnya? Malaikat telah memprediksi hal ini dan mengutarakannya ke Tuhan, tapi Tuhan tetap percaya kepada kita.
Namun, kepercayaan tersebut telah kita rusak sepanjang sejarah. Keserakahan, ambisi, hingga nafsu telah menguasai manusia hingga rela berbuat apa saja tanpa memperhatikan hal lain. Kita seharusnya harus bisa hidup saling berdampingan dengan damai, entah dengan spesies lain maupun dengan sesama manusia.
Memang benar kalau semua kerusakan dan pembantaian yang telah terjadi pasti memiliki hikmahnya. Namun, itu tak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk melakukan perusakan demi perusakan, seolah tak tahu kapan harus berhenti merusak.
Bahkan hingga hari ini, ketika era kolonolialisme dan imperialisme (katanya) telah berakhir, peperangan masih terjadi di mana-mana. Perusakan alam dan pengerukan sumber daya secara tamak masih dilakukan. Ketidakpedulian terhadap lingkungan masih dilakukan.
Mari kita renungkan kembali bersama-sama apa peran kita sebenarnya sebagai manusia di dunia ini: apakah kita memang ditakdirkan untuk menjadi makhluk paling berbahaya di dunia dan melawan takdirnya sebagai pemimpin yang harusnya membawa kebaikan untuk dunia?
Lawang, 19 September 2024, terinspirasi setelah menonton video dokumenter tentang hutan Amazon yang menjadi rumah bagi penduduk asli Amerika
Foto Featured Image: History
Sumber Artikel:
Renungan
Untuk Apa Uang dan Kekayaan Melimpah Jika Tidak Barokah?
Banyak crazy rich yang pada akhirnya bermasalah dan terlibat dengan hukum. Contoh paling “panas” adalah kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga 271 triliun yang melibatkan beberapa crazy rich.
Kalau mundur ke belakang lagi, ada banyak kasus penipuan yang juga melibatkan crazy rich. Hingga hari ini, masih ada beberapa kasus yang masih mengintai para crazy rich, entah terlibat dalam pencucian uang maupun kasus-kasus lainnya.
Seperti yang kita tahu, para crazy rich ini kerap membagikan gaya hidupnya yang mewah, sehingga membuat sebuah fenomena kalau hidup itu harus bisa sampai berfoya-foya seperti mereka. Kita belum bisa dibilang sukses kalau uang dan kekayaannya belum melimpah.
Hal ini membuat Penulis merenung, mengapa kita ini seolah begitu menghamba pada uang dan kekayaan?
Uang itu penting. Uang bisa membuat kita hidup lebih tenang. Uang bisa membuat hidup kita lebih nyaman. Uang bisa membeli banyak keinginan kita. Uang bisa menjadi jalur untuk beribadah. Uang harus diakui telah menjadi barang yang penting di dunia.
Jika disuruh memilih antara miskin barokah atau kaya tidak barokah, pasti mayoritas dari kita akan memilih kaya barokah. Bahkan di dalam keyakinan Penulis, menjadi kaya itu dianjurkan karena kita bisa bersedekah, naik haji, menyantuni anak yatim piatu, dan lain sebagainya.
Memiliki uang dan kekayaan juga bisa meminimalisir potensi masalah yang terjadi. Kita tidak bingung ketika susu anak habis, tidak bingung ketika anak akan masuk sekolah, tidak bingung ketika genteng rumah bocor, dan lain sebagainya.
Uang dan kekayaan bisa mulai menjadi masalah ketika dijadikan sebagai target dalam hidup, bukannya sebagai alat. Kalau kita hidup untuk mengejar uang dan kekayaan saja, tidak akan ada puasnya. Nafsu kita sebagai manusia membuat kita terus merasa kurang jika tidak bersyukur.
Menjadikan uang dan kekayaan sebagai tujuan hidup akan mendorong kita untuk tak memedulikan bagaimana kita mendapatkannya. Korupsi, penipuan, judi online, ada banyak cara instan dan pastinya haram untuk bisa menjadi kaya.
Mungkin ada yang berhasil menjadi kaya dengan cara tersebut, tapi bisa dipastikan hartanya tidak barokah. Karena tidak barokah, pasti ada saja hal buruk yang menimpanya. Beberapa crazy rich yang telah menjadi tersangka adalah contoh mudahnya.
Memang ada yang berhasil lolos dari jeratan hukum, tapi Penulis tidak yakin ia bisa hidup dengan tenang. Penulis membayangkan mereka akan senantiasa merasa was-was, tidak pernah merasa tenang meskipun memiliki banyak harta.
Mendapatkan uang dan kekayaan dengan cara yang tidak barokah terjadi ketika manusia tidak mampu mengalahkan ego dan nafsunya. Banyaknya keinginan tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan. Alhasil, banyak cara haram yang dilakukan.
Penulis yakin para koruptor atau penipu itu bukan dari kalangan miskin. Jika memiliki gaya hidup yang sederhana, harta yang dimiliki sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bisa karena gengsi atau memang tamak saja, akhirnya mereka ingin menambah kekayaan secara cepat.
Uang dan kekayaan adalah hal yang tidak abadi dan tidak dibawa mati. Lantas, mengapa kita rela mendapatkannya dengan cara yang tidak barokah? Untuk apa punya banyak harta di dunia yang sementara, tapi cara mendapatkannya membuat kita kehilangan sesuatu yang abadi seperti surga?
***
Tentu tak mudah untuk mempertahankan prinsip dan idealisme di era yang semakin positivistik ini: semua hanya bisa diukur dari sesuatu yang bisa dilihat, termasuk harta. Apalagi, kemunculan berbagai platform media sosial semakin memperparah keadaan ini.
Kita belum dianggap sukses jika belum memiliki ini itu, yang mungkin sebenarnya tidak kita benar-benar butuhkan. Calon pasangan mengikuti standar TikTok dan menuntut kita untuk bisa membelikan mereka ini itu. Ada banyak desakan seolah kita ini harus kaya dengan cepat, sehingga tak jarang orang memilih jalan pintas yang salah.
Terkadang kita ini saking cintanya dengan dunia, kita sampai lupa kalau ada kehidupan setelah kematian. Kita menjadi takut dengan kematian karena terlalu cinta dunia, terlalu mengejar dunia.
Semoga kita semua bisa menggunakan uang dan kekayaan sebagai alat semata, bukan tujuan. Semoga kita semua bisa mendapatkan uang dan kekayaan yang barokah, tidak diperoleh dengan cara yang salah dan merugikan banyak orang. Semoga kita semua bisa menggunakan uang dan kekayaan yang dimiliki untuk hal yang benar. Aamiin.
Lawang, 3 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kita sebagai manusia kerap menghamba ke uang dan kekayaan
Foto Featured Image: Psychology Magazine
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…