Pengalaman
Pengalaman Menjadi Volunteer Asian Games (Closing Ceremony)

Tulisan ini menjadi penutup dari total tujuh tulisan tentang pengalaman penulis menjadi seorang volunter pada even Asian Games 2018. Sebuah penutup yang benar-benar tak terlupakan, dan mungkin hanya terjadi sekali seumur hidup.
Bagaimana penulis bisa ikut acara closing ceremony?
Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC) memutuskan untuk membuat semacam tribute to volunteer pada acara penutupan Asian Games. Dari setiap cabang olahraga, diwajibkan untuk mengirimkan tiga orang perwakilan, yakni koordinator, wakil koordinator dan volunteer terbaik.
Pemilihan volunteer terbaik seharusnya menjadi hak prerogatif koor, namun karena beberapa pertimbangan koor memutuskan untuk melakukan vote. Selain itu, karena di tim kami tidak memiliki wakil koordinator (walaupun ada yang merasa menjadi wakil), maka kami diharuskan memilih dua orang sebagai perwakilan.
Alhamdulillah, penulis menjadi salah satu yang terpilih tersebut bersama Icha.
Bagaimana ceritanya sebelum bisa masuk stadion?
Oleh Tiara selaku koor kami, kami diwajibkan untuk datang pukul 15.30. Penulis memutuskan untuk berangkat menggunakan Grab menuju kawasan Gelora Bung Karno (GBK) agar lebih cepat sampai, meskipun sempat diputar-putar oleh driver-nya untuk “menghindari macet”.
Penulis tiba tepat waktu dan menunggu sekitar setengah jam untuk menunggu Tiara tiba. Kami berdua langsung menuju gedung Media Press Center (MPC) untuk mengambil stiker bertuliskan PV sebagai bukti kami berhak untuk masuk ke dalam stadion. Selain itu, kami juga menitipkan tas kami.
Sewaktu perjalanan, Tiara mengatakan bahwa kami sebenarnya akan mengikuti semacam parade bersama atlet. Di pikiran penulis langsung terbesit, waduh berarti masuk televisi dong. Muncul kekhawatiran bahwa kami hanya akan mengikuti parade tanpa menyaksikan closing ceremony-nya
Setelah mendapatkan stiker, kami berdua langsung berjalan menuju venue lomba akuatik yang terletak di seberang gedung MPC. Drama sempat terjadi ketika tiba-tiba saja hujan mengguyur dengan derasnya. Kami berlindung di balik tenda-tenda yang ada di sekitar sana. Untunglah kami mendapatkan jas hujan bening dari panitia.

Mendapat Jas Hujan
Setelah menunggu beberapa lama akhirnya divisi kami, Media & Public Relations, dipanggil untuk masuk ke dalam arena. Dengan membawa Pocari Sweat dan Soyjoy gratisan, kami duduk sembari menunggu waktunya masuk ke dalam stadion.
Tunggu, lalu di mana Icha?
Karena macet, ia harus terlambat hingga satu jam lamanya. Penulis dan Tiara yang sudah berada di dalam tentu khawatir ia tidak bisa masuk. Apalagi sinyal milik ponsel Icha bermasalah sehingga susah untuk menghubungi. Akhirnya penulis memutuskan turun untuk menjemput Icha dan untunglah semua berakhir dengan baik.
Tunggu lagi, bukankah justru ini awalnya?
Kami menunggu sampai sekitar pukul 18.30 di arena akuatik tanpa mendapatkan petunjuk apa yang akan kami lakukan. Berdasarkan informasi yang diterima Tiara, seharusnya kami akan dijelaskan tentang apa saja yang harus kami lakukan ketika sudah mengikuti parade.
Tiba-tiba kami diarahkan untuk keluar dari arena akuatik. Departemen kami tercecer begitu saja, sehingga kami seperti anak ayam kehilangan induknya. Setelah mondar-mandir tanpa arah dan mendapatkan gelang bertuliskan closing ceremony, akhirnya kami menemukan rombongan kami.
Segala keruwetan yang terjadi membuat departemen kami berada di belakang sendiri. Jam sudah mendekati jam tujuh, yang artinya closing ceremony akan segera dimulai dan benar saja, kami tidak jadi mengikuti parade.
Kami yang sudah saling berdesakan di antara lautan manusia pun langsung merasa down. Sudah hujan, berdesak-desakan, kami pun tidak tahu akan diarahkan ke mana. Bahkan kami sempat berpikiran bahwa kami hanya diarahkan untuk memutar stadion.
Rasa penasaran mengapa kami tertahan begitu lama adalah adanya pemeriksaan gelang. Apabila terdapat volunteer yang tidak mengenakan gelang maka ia tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam stadion. Asa itu pun muncul kembali.
Kami terus berjalan -atau lebih tepatnya terdorong-dorong begitu saja- hingga mencapai salah satu gerbang menuju stadion. Waktu berada di ambang gerbang, kami mendengar beberapa penyanyi mulai mengisi acara.
Dan pada akhirnya, setelah berbagai perjuangan dan keputusasaan, kami berhasil masuk ke dalam stadion untuk menyaksikan closing ceremony Asian Games 2018.
Jelambar, 11 September 2018, terinspirasi setelah mengikuti closing ceremony Asian Games 2018
Oh iya, belum cerita tentang bagaimana suasana ketika berada di dalam stadion ya, hehehe.
Penulis ingat sekali ketika berhasil masuk, band Gigi sedang mengisi acara. Penulis sempat terkesima dengan sekeliling penulis di mana banyak sekali penonton yang menikmati pertunjukan ini. Belum lagi volunteer-volunteer yang tersebar di sana-sini.
Penulis baru menyadari bahwa terdapat tiga panggung di stadion ini. Untuk memudahkan, penulis akan sebut dengan istilah panggung kiri, panggung tengah dan panggung kanan.
Setelah penampilan Gigi di panggung kiri, muncul penyanyi India di panggung tengah. Untunglah karena ada Icha, kami bisa menyelinap dengan lincahnya agar dapat berada dekat di depan panggung. Mungkin hanya sekitar 10 meter.
Setelah itu, kami bepindah ke panggung kiri karena ada boyband iKon yang tampil. Sebenarnya tidak ada satu pun dari kami bertiga yang merupakan penggemar dari boyband Korea. Bahkan penulis baru tahu ada boyband bernama iKon setelah diberitahu oleh Evelyne. Hanya saja, seperti yang disebutkan Icha, kami ingin merasakan hype-nya.
Beberapa penyanyi lokal mengisi setelah penampilan iKon, seperti kolaborasi antara Siti Badriah, Wingky Wiryawan dan Jevin Julian. Lalu ada RAN, Bunga Citra Lestari, Afgan hingga JFlow dan Dira Sugandi. Tentu saja sesekali kembang api menyala di tengah-tentah pertunjukan.
Sebenarnya agak susah menyaksikan penampilan para pengisi acara secara langsung. Bagaimana tidak, semua tangan diangkat untuk merekam berbagai aksi panggung yang dilakukan oleh penyanyi-penyanyi di atas panggung. Penulis harus menemukan celah yang tidak terhalangi oleh tangan-tangan yang sedang merekam.
Menurut penulis, puncak acara adalah ketika tampilnya boyband senior, Super Junior. Di antara semua penampilan, rasanya ini yang paling pecah. Karena suatu alasan, penulis cukup mengetahui beberapa hal tentang boyband yang sering disingkat SuJu ini, termasuk nama personil dan lagu-lagunya.
Untunglah ada Icha, sehingga kami bisa berada 10 meter dari panggung, karena penulis dan Tiara bukan tipe yang rela berdesak-desakan demi mendapatkan spot yang strategis. Celah sekecil apapun seolah terlihat oleh mata Icha, dan ia gunakan kesempatan itu untuk maju hingga tingkat kerapatan penonton tidak bisa ditembus lagi.
Ketika penulis amati, ada tujuh anggota yang hadir pada malam itu. Mereka adalah Leeteuk, Donghae, Eunhyuk, Shindong, Siwon, Yesung, dan Ryewook. Mereka membawakan tiga buah lagu, yakni Sorry Sorry, Mr. Simple dan Bonamana. Story penulis yang merekam penampilan mereka cukup membuat ramai notifikasi ponsel penulis.
Oh iya, sebenarnya penulis tidak ikut merekam karena harus membawakan satu tas yang berisikan minuman untuk kami bertiga. Alhasil penulis meminta video hasil rekaman Tiara.
Acara ditutup dengan penampilan idola penulis, Isyana Sarasvati, bersama RAN dan segenap artis-artis pengisi acara lainnya. Tidak ada kalimat yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan penulis tentang pengalaman sekali seumur hidup ini.

Dari Kiri: Icha, Tiara, Penulis
Selesai acara, penulis dan Tiara berjalan menuju MPC untuk mengambil tas, sedangkan Icha suda ciao duluan karena sudah dijemput. Di sana kami bertemu dengan rekan-rekan volunteer Stadion Patriot yang ternyata juga sedang closing ceremony sendiri bersama rekan-rekan volunteer dari departemen Media & Public Relations.
Pengabdian kami selama kurang lebih 18 hari, ditutup dengan gegap gempita yang akan terukir di memori kami untuk selamanya.
Pengalaman
Ini adalah Tulisan Pertama Whathefan di 2025

Memulai tulisan pertama tahun 2025 di bulan Februari memang sangat terlambat. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir Penulis bisa dibilang cukup rajin dalam menulis di hari pertama pergantian tahun, walau setelah itu juga kurang bisa konsisten.
Ada beberapa alasan yang membuat Penulis “menghilang” hampir dua bulan di blog ini, tapi pada tulisan kali ini Penulis hanya akan menyebutkan satu alasan: kehilangan gairah untuk menulis, atau singkatnya bisa dibilang malas.
Tentu rasa malas itu tidak datang begitu saja, ada banyak alasan yang menyertainya. Namun, rasanya alasan-alasan tersebut tidak perlu diungkapkan. Pada tulisan kali ini, Penulis ingin melakukan beberapa refleksi saja mengenai apa yang sudah terjadi di tahun 2024 ini.
Dompet Menangis karena Membeli Banyak Perangkat

Tahun 2024 adalah tahun yang berat untuk dompet Penulis. Ada banyak sekali pengeluaran, entah itu untuk kebutuhan maupun keinginan. Saking banyaknya, arus kas Penulis sepanjang 2024 jadi minus, pertama sejak terakhir kali minus pada tahun 2020.
Kalau tahun 2020 minus wajar, karena Penulis resign pada bulan September 2020, sehingga ada beberapa bulan Penulis tidak mendapatkan gaji rutin. Pemasukan dari pekerjaan sebagai freelancer tentu tidak menutup kebutuhan sehari-hari.
Nah, kalau di 2024 kemarin, minus yang terjadi murni terjadi karena banyaknya pengeluaran. Mungkin ini akan terdengar sebagai flexing, tapi Penulis di tahun yang sama membeli smartphone dan laptop baru, serta build PC dengan alasan awal “untuk bantu skripsi adik.”
Penulis memang sudah berencana untuk membeli smartphone baru di awal tahun karena merasa tidak nyaman dengan Xiaomi POCO F4, yang akhirnya Penulis berikan kepada ibu. Awalnya mengincar Samsung S24, tapi karena pakai Exynos, Penulis beralih ke iPhone 13.
Lalu ketika bulan puasa, di kala uang THR sudah masuk ke rekening, adik Penulis mengatakan bahwa dirinya butuh PC untuk menunjang skripsinya. Sebagai kakak, tentu Penulis berusaha memenuhi hal tersebut, hitung-hitung mewujudkan cita-cita untuk punya PC.
Kampretnya, setelah selesai build PC, PC tersebut justru jarang dipakai adik Penulis untuk skripsian! Pada akhirnya PC tersebut jadi perangkat utama Penulis untuk bekerja dan bermain game. Yah, setidaknya dengan demikian tidak ada penyesalan.
Menjelang akhir tahun, tepatnya di bulan Oktober, Penulis sempat iseng mampir ke Digimap. Sialnya, sedang ada promo pelajar yang memberikan potongan 500 ribu. Ditambah voucher MAP 300 ribu, Penulis akhirnya memutuskan untuk membeli laptop MacBook Air M1.
Setelah membeli laptop tersebut, laptop lama Penulis akhirnya dibeli adik Penulis (yang tadi minta di-build-kan PC!) dengan harga miring karena memang butuh laptop dengak spek yang lumayan tinggi untuk menunjang kerjaan dan skripsinya.
Memang nyesek rasanya jika mengingat berapa uang yang dikeluarkan untuk perangkat-perangkat tersebut. Memang Penulis memanfaatkan cicilan 0% dari kartu kredit, tapi tetap saja pembelian-pembelian tersebut membuat dompet Penulis menangis.
Namun, jika melihat dari sisi lain, memiliki kombo PC + MacBook merupakan cita-cita Penulis sejak zaman kuliah. Jadi, anggap saja kalau ini memang sudah saatnya untuk menuntaskan impian tersebut.
Ke Jakarta dan Semarang Dua Kali, ke Solo Satu Kali

Pengeluaran lain yang membuat arus kas Penulis minus adalah seringnya Penulis berpergian. Dalam satu tahun, Penulis dua kali pergi ke Jakarta dan Semarang, serta satu kali pergi ke Solo karena berbagai urusan.
Penulis ke Jakarta pertama kali di awal tahun 2024, karena kebetulan kantor Penulis mengadakan staycation. Setelah itu, Penulis tinggal di Jakarta kurang lebih satu bulan karena ada banyak teman yang ingin Penulis temui.
Sepulang dari Jakarta, Penulis berlibur satu keluarga ke Solo dan Semarang. Sebagai anak pertama, tentu Penulis berusaha untuk menjadi “sponsor” untuk acara liburan ini, walau tentu tidak semua pengeluaran Penulis yang menanggung.
Lantas di pertengahan tahun, Penulis harus kembali ke Jakarta. Kali ini sekeluarga, karena adik Penulis (bukan yang minta di-build-kan PC) lamaran. Karena satu keluarga, kunjungan ke Jakarta kali ini hanya sebentar.
Sepulang dari Jakarta (kami menggunakan mobil pribadi, pulang-pergi Malang-Jakarta), kami sempat mampir ke Semarang satu malam untuk istirahat sekaligus curi-curi liburan. Bisa dibilang, tahun 2024 kemarin merupakan tahun di mana Penulis keluar kota terbanyak.
Produksi Artikel Whathefan yang Meningkat
Salah satu achievement yang Penulis dapatkan di tahun 2024 adalah naiknya jumlah produksi artikel Whathefan jika dibandingkan dengan tahun 2023. Sejak pertama kali menulis di tahun 2018, jumlah artikel di blog ini memang cenderung menurun terus.
Tahun 2022 adalah penulisan blog paling sedikit sepanjang sejarah dengan 91 artikel, yang lalu meningkat sedikit menjadi 98 artikel di tahun 2023. Nah, di tahun 2024 jumlah tersebut melonjak menjadi 127 artikel.
Salah satu penyebab peningkatan ini adalah Penulis yang cukup rutin menulis, terutama di bulan Juni ketika Penulis berhasil menulis penuh satu bulan tanpa putus. Walau setelah itu kembali fluktuatif, setidaknya raihan tersebut bisa membuktikan kalau Penulis sebenarnya bisa konsisten menulis.
Biasanya, di awal tahun Penulis punya target untuk memproduksi artikel hingga 200 dalam satu tahun. Namun, mengingat artikel pertama blog ini saja baru ditulis bulan Februari, rasanya target yang realistis adalah jangan sampai produksi tahun ini lebih kecil dari tahun kemarin.
Untuk itu, mungkin akan ada penyesuaian juga agar Penulis tidak malas-malas amat dalam Penulis. Contohnya adalah penyesuaian Notion, yang entah sudah berapa bulan terbengkalai dan berisi schedule yang tak pernah dituntaskan.
Penutup
Jika dibandingkan dengan tahun 2023, tahun 2024 memang lebih dinamis (dan lebih banyak pengeluaran tentunya!). Setidaknya, satu impian Penulis akhirnya bisa dicapai, walau efeknya ke dompet juga lumayan terasa.
Di awal tahun 2025 ini, tentu Penulis berharap bisa melakukan pengetatan pengeluaran. Namun, dengan adik Penulis yang akan segera menikah pada bulan Februari, rasanya pengetatan pengeluaran ini baru bisa dilakukan ketika bulan puasa nanti.
Selain itu, sekali lagi Penulis berharap untuk bisa menjaga konsistensi dalam menulis artikel untuk blog ini. Semoga tahun ini Penulis lebih bisa mengendalikan emosi dan mood-nya, sehingga bisa sebanyak mungkin memproduksi artikel di blog ini.
Saat menulis artikel ini, Penulis sudah berada di Jakarta, menginap di kos adik yang juga merupakan kos lama Penulis. Rencananya, Penulis akan di Jakarta sekitar tiga minggu hingga acara pernikahan selesai. Semoga saja tabungan Penulis yang sudah menipis ini cukup.
Kebayoran Lama, 10 Februari 2025, terinspirasi setelah ingin mulai lebih rutin menulis di blog ini di tahun 2025
Pengalaman
Ini Pengalaman Saya Menonton Video Klip “The Catalyst”

Sensasi menantikan sebuah album musik akan rilis sudah lama tidak Penulis rasakan. Terakhir kali itu terjadi adalah tujuh tahun yang lalu, ketika album One More Light mengumumkan akan rilis pada 19 Mei 2017.
Setelah itu, meskipun musisi lain akan mengumumkan akan merilis album (katakanlah, One Ok Rock), Penulis tidak akan terlalu antusias menunggunya. Ketika rilis memang langsung mendengarkan, tapi tak memberikan sensasi yang sama dengan Linkin Park.
Nah, pada tanggal 15 November mendatang, Linkin Park dengan formasi baru akan merilis album pertamanya yang berjudul From Zero. Sensasi ini pun datang lagi dan membuat Penulis merasa tidak sabar ingin segera mendengarkan semua lagu dalam albumnya.

Jelang rilisnya album tersebut, Linkin Park secara bertahap telah merilis tiga single di waktu yang berbeda: “The Emptiness Machine”, “Heavy Is The Crown”, dan “Over Each Other”. Penulis berharap lagu-lagu lainnya di album ini akan mirip dengan dua single pertama.
Berbicara tentang sensasi menunggu tanggal rilis album Linkin Park, Penulis mau tidak mau jadi teringat bagaimana dulu dirinya menantikan single pertama dari album A Thousand Suns, “The Catalyst”. Itulah yang ingin Penulis bagikan pada tulisan kali ini.
Menonton Video Klip “The Catalyst” dari Televisi
Ketika Penulis menjadi penggemar Linkin Park saat SMP, band ini telah memiliki tiga album: Hybrid Theory, Meteora, dan Minutes to Midnight. Oleh karena itu, begitu mengetahui Linkin Park akan merilis album baru pada tanggal 13 September 2010, Penulis begitu bersemangat.
Waktu itu, internet belum semudah sekarang. Minimal, kita harus pergi ke warnet untuk bisa terkoneksi dengan internet, termasuk YouTube. Bahkan, untuk berita terbaru seputar musik, Penulis masih mengandalkan televisi.
Nah, melalui acara Breakout di NET TV yang dipandu oleh Boy William, Penulis jadi mengetahui kalau Linkin Park akan merilis single terbaru mereka berjudul “The Catalyst” dan mereka akan menayangkan video klipnya secara perdana.
Penulis masih ingat betul acara tersebut mulai jam tiga sore. Boy bercerita sedikit tentang perjalanan Linkin Park sebagai band sebagai selingan video-video klip lama Linkin Park. Barulah menjelang akhir acara, video klip “The Catalyst” ditayangkan.
Kesan pertama ketika menonton video klip, keren, baik dari sisi lagu maupun sinematografinya. Memang lagu ini sekarang tidak lagi masuk tier atas bagi Penulis, tapi pada waktu itu, Penulis sangat menyukainya.
Penulis juga ingat ketika itu langsung mengirim SMS ke sohibnya yang juga menonton acara tersebut, dan ia mengatakan sentuhan dari Mr. Han sebagai sutradaralah yang membuat video klip “The Catalyst” menjadi begitu keren.
Bagaimana Pengalaman Tersebut akan Sulit Terulang
Mungkin bagi sebagian orang, pengalaman menantikan album atau lagu dari musisi favoritnya masih bisa dirasakan sekarang. Namun, pengalaman menonton video klip dari single terbaru di televisi rasanya tidak akan pernah dirasakan lagi.
Dengan adanya platform YouTube dan media sosial, semua bisa menontonnya tanpa kesulitan di detik ketika video klipnya rilis. Tak perlu lagi mendengarkan Boy William menjelaskan perjalanan musisi yang sedang merilis single terbaru.
Bahkan, kita tak perlu takut lagi ketinggalan karena kita bisa mengaktifkan notifikasi apabila video klip tersebut telah rilis. Apalagi, di YouTube biasanya para musisi akan memasang countdown untuk meningkatkan hype.
Sensasi ini rasanya tidak akan pernah terjadi di era instan seperti sekarang. Lantas, apakah hal tersebut buruk? Penulis tidak tahu. Namun, karena pernah mengalami era yang tidak serba instan, Penulis jadi belajar tentang kesabaran dan menikmati proses.
Semoga generasi kini bisa mempelajari itu di era yang serba instan seperti sekarang
Lawang, 31 Oktober 2024, terinspirasi setelah teringat bagaimana dulu dirinya menonton video klip “The Catalyst”
Foto Featured Image:
Pengalaman
Juni 2024 adalah Bulan Pertama Saya Menulis Tiap Hari Tanpa Putus

Dalam tulisan “Ini adalah Tulisan Whathefan yang ke-1000,” Penulis telah berbagi bagaimana dirinya belakangan ini telah berusaha untuk menjaga konsistensi untuk bisa menulis satu tulisan setiap hari.
Pada tulisan yang tayang di tanggal 13 Juni 2024 tersebut, Penulis mengatakan bahwa dirinya telah menulis setiap hari tanpa putus sebanyak 19 hari. Alhamdulillah, rentetan tersebut bisa bertahan hingga hari dengan total 37 hari tanpa putus.
Lebih menariknya lagi, bulan Juni 2024 adalah pertama kalinya Penuils menulis setiap hari tanpa putus. Bulan Januari 2018 saat blog ini dimulai memang memiliki lebih dari 40 tulisan, tapi itu tak terhitung karena waktu itu Penulis memang punya beberapa stok tulisan.

Apa Saja yang Ditulis Selama Juni 2024?
Bulan Juni memiliki 30 hari, sehingga jumlah tulisan yang diproduksi pun 30 tulisan. Dalam sebulan, ada banyak tulisan yang Penulis buat dari berbagai topik. Yang jelas, biasanya di weekend Penulis akan membuat ulasan tentang buku yang telah dibaca dan melanjutkan seri board game-nya.
Selama bulan Juni, Penulis membuat ulasan lima buku, yakni A Happy Life, The Devotion of Mr. X, Contagious, Ali Sadikin, dan Hoegeng. Judul pertama dan ketiga sebenarnya sudah cukup lama Penulis baca, sehingga isinya sudah agak lupa. Kalau dua buku biografi yang ditamatkan tergolong baru.
Namun, yang paling spesial tentu novel The Devotion of Mr. X karya Keigo Hirashino. Dalam tulisan tersebut, Penulis telah membahas bagaimana novel detektif yang satu ini bisa menggiring pembacanya kepada satu kesimpulan, sebelum akhirnya di balik di akhir cerita. Novel ini sangat rekomendasi kalau suka cerita detektif.
Selain itu, Penulis juga melanjutkan board game-nya dari koleksi ke-16 hingga ke-19, yakni Bahamas, Unstable Unicorns, King of the Dice, dan Kingdomino. Seharusnya hari Minggu (30/6) kemarin giliran Modern Arts, tapi Penulis undur karena adanya kemenangan George Russel di GP Austria yang menarik.
Berbicara topik olahraga, Penulis hanya menulis dua artikel sepak bola dan tidak ada yang membahas Manchester United. Maklum, liga Eropa sedang masa rehat, dan Penulis juga entah mengapa tidak tertarik untuk mengikuti EURO 2024. Hingga hari ini, Penulis belum menonton satu pertandingan pun.
Penulis juga menulis dua artikel untuk rubrik Musik yang membahas dua grup dari genre yang berbeda, yakni Red Velvet dan Linkin Park. Penulis mencoba membuat format tier list melalui Linkin Park dan ternyata cukup menyenangkan. Mungkin, akan ada band atau musisi lain yang akan Penulis buatkan format tier list-nya.
Topik lain yang sering Penulis bahas adalah tentang Dragon Ball. Ada tiga tulisan di bulan Juni yang membahasnya, pertama tentang Future Trunks, Vegeta, dan alasan mengapa Penulis memutuskan untuk mengoleksi seri komik Dragon Ball Super. Sebenarnya, tulisan ketiga adalah alasan mengapa Penulis jadi sering menulis tentang Dragon Ball.
Penulis juga beberapa kali berbagi artikel produktivitas karena bisa menulis artikel setiap hari. Ada tiga artikel yang terkait dengan hal ini, yakni tentang Penulis yang memanfaatkan Notion dan dua artikel tentang membaca buku.
Topik-topik yang sedang panas juga Penulis bahas jika memang ada angle yang menarik, mulai dari isu dinasti politik yang memanas, bagi-bagi kursi di pemerintahan, pemain judi online yang diwacanakan mendapatkan bansos, hingga bocornya Pusat Data Nasional (PDN).
Selain yang sudah Penulis sebutkan di atas, Penulis membahas hal-hal yang sifatnya evergreen, yang biasanya Penulis gunakan sebagai pengingat untuk dirinya sendiri ketika di masa depan nanti sedang iseng-iseng membaca tulisannya sendiri.
Semoga Bukan Bulan Terakhir Bisa Menulis Tanpa Putus
Penulis tentu berharap kalau bulan Juni bukan bulan pertama dan terakhir di mana Penulis bisa menulis setiap hari di blog ini tanpa putus. Penulis berharap bisa menjaga konsistensi ini di bulan-bulan selanjutnya, karena Penulis juga pernah membahas betapa pentingnya untuk menjaga “rantai kebiasaan” jangan sampai putus.
Sejujurnya, Penulis sendiri heran mengapa dirinya yang dulu sangat mager untuk menulis bisa menjadi kembali termotivasi untuk terus menghasilkan tulisan di blog ini. Keberadaan Notion memang membantu, tapi bukan jadi motivasi utama.
Bisa jadi, salah satu yang menjadi motivasi Penulis untuk bisa rajin menulis adalah adanya apresiasi dari banyak pihak. Mungkin jumlahnya bisa dihitung dengan jari, tapi itu sudah cukup bagi Penulis. Penulis benar-benar berterima kasih kepada Pembaca yang sudah mengapresiasi blog ini.
Lawang, 1 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau bulan Juni kemarin dirinya berhasil menulis selama 30 hari tanpa putus
-
Non-Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca The Book of Everyday Things
-
Non-Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Filsafat Kebahagiaan
-
Renungan4 bulan ago
Bagaimana Manusia Diperbudak oleh Ciptaannya Sendiri
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #26: Cascadia
-
Musik5 bulan ago
Mengapa BTS Lagu “A Light That Never Comes” Begitu Saya Sukai
-
Musik4 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu di Album “From Zero” Versi Saya
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #28: Point City
-
Olahraga5 bulan ago
Kunci Bahagia: Jangan Jadi Fans Manchester United
You must be logged in to post a comment Login