Connect with us

Buku

Setelah Membaca Brianna dan Bottomwise

Published

on

Sebagai penggemar karya-karya Andrea Hirata, tentu sudah menjadi semacam “kewajiban” bagi Penulis untuk membeli jika ada judul baru. Oleh karena itu, tanpa membaca sinopsisnya (karena memang tidak pernah ada), Penulis pun membeli Brianna dan Bottomwise.

Sungguh Penulis seperti membeli kucing dalam karung, karena bagian belakang buku ini hanya sebuah testimoni dan pujian untuk Andrea Hirata, sama seperti judul-judul lainnya mulai Ayah hingga Guru Aini.

Setidaknya, di akun Instagram Bentang yang menjadi penerbit buku ini, ada clue kalau novel ini memiliki tema musik. Wah, berarti sama dengan trilogi Rapijali, tapi dengan style khas Hirata? Tanpa perlu basa basi lagi, inilah ulasan Penulis tentang Brianna dan Bottomwise!

SPOILER ALERT!!!

Detail Buku

  • Judul: Brianna dan Bottomwise
  • Penulis: Andrea Hirata
  • Penerbit: Bentang
  • Cetakan: Pertama
  • Tanggal Terbit: Juli 2022
  • Tebal: 380 halaman
  • ISBN: 9786022919421

Apa Isi Buku Ini?

Butuh tiga bab untuk memahami kalau ternyata kata Bottomwise di judul merupakan nama seorang detektif swasta di Amerika Serikat. Butuh beberapa bab lagi untuk mengetahui kalau Brianna adalah asisten Bottomwise.

Berarti, novel ini berpusat pada kasus yang ditangani oleh kedua detektif tersebut? Jawabannya iya dan tidak. Iya, karena mereka menyelidiki sebuah kasus besar. Tidak, karena Penulis merasa peran mereka tidak sesignifikan itu untuk bisa menjadi judul buku.

Justru, Brianna dan Bottomwise berfokus tentang perjalanan sebuah gitar kesayangan milik musisi ternama bernama John Musiciante. Gitar tersebut dicuri darinya, membuat Musiciante kehilangan semangat bermusik bahkan menjadi depresi.

Bottomwise dan Brianna pun berkeliling Amerika Serikat, bahkan sampai ke Kanada dan Meksiko, untuk mengejar informasi sekecil apapun tentang gitar tersebut. Bottomwise telah berjanji kepada Musiciante untuk menemukan gitar tersebut.

Jejak gitar yang hilang tersebut sampai ke Indonesia. Kita akan bertemu dengan berbagai jenis orang yang turut mencatatkan namanya sebagai orang-orang yang pernah bertemu dengan gitar Musiciante tersebut.

Pertama ada Ameru, di mana kakaknya adalah kunci utama bagaimana gitar tersebut bisa sampai ke Indonesia karena ia membelinya di pasar loak di Amerika Serikat sana. Jatuh cinta dengan hadiah pemberian kakaknya tersebut, gitar tersebut kembali dicuri.

Lalu ada Alma, seorang gadis muda berbakat yang sangat lihai bermain gitar, tetapi lahir di keluarga miskin. Karena berjodoh, ia pun sempat memiliki gitar tersebut sebelum direbut paksa oleh ayahnya yang kecanduan berjudi.

Ada juga Pak Mu, seorang tua yang linglung dan bekerja untuk sebuah band sirkus. Ketika mendengarkan suara gitar tersebut, ia langsung teringat ayah dan ibunya. Sayang, perjumpaannya dengan gitar tersebut hanya sebentar.

Lantas, gitar kembali mengalami perjalanan ke sana kemari dengan perlakuan yang sangat buruk, hingga sampai di tangan Arsyad Amrullah bin Ahmadin Soelaiman atau yang lebih sering dipanggil Sadman saja.

Sadman merupakan orang bertelinga kuali (tidak bisa bermusik), tetapi memiliki cita-cita tinggi untuk memiliki Orkes Melayu. Diajaknya pula teman-temannya untuk mewujudkan impiannya tersebut, padahal mereka juga sama-sama bertelinga kuali.

Ketika gitaris mereka Sekunder tidak bisa manggung karena gitarnya yang bernama Happyness rusak, Sadman pun membeli gitar tersebut tanpa mengetahui asal usulnya sebagai pengganti. Ternyata, gitar tersebut malah dianggap bawa sial buat mereka.

Yang mencari gitar tersebut bukan hanya Brianna dan Bottomwise. Di Indonesia, ada yang mengetahui nilai asli dari gitar tersebut dan berusaha untuk menemukannya. Mereka dipanggil Mafia Musik, Korup 1, dan Korup 2.

Bottomwise tentu mendapatkan informasi kalau gitar itu ada di Indonesia. Karena tidak bisa ke sana langsung, ia meminta bantuan “The Terong Brothers” bernama Hamzah dan Baharudin. Hasilnya, cukup acak kadut.

Lalu, bagaimana akhir dari perjalanan gitar tersebut? Apakah Bottomwise dan Brianna berhasil menemukannya dan mengembalikannya ke John Musiciante? Spoiler-nya cukup sampai di sini, tetapi di bawah ada spoiler lagi!

Setelah Membaca Brianna dan Bottomwise

Saat membaca bab-bab awal, Penulis cukup menekuk alisnya karena merasa cukup bingung dengan latar waktunya. Ternyata, latar waktunya memang tidak linier ala film Dunkirk. Selain itu, tidak ada keterangan tahun seperti yang bisa ditemukan di novel Laut Bercerita.

Seperti yang sudah Penulis singgung di atas, fokus utama dari novel ini adalah perjalanan gitar milik John Musiciante yang dicuri. Oleh karena itu, Penulis sedikit merasa heran mengapa kedua nama detektif di novel ini yang menjadi judul.

Kalau boleh jujur, Penulis justru merasa kalau peran mereka di novel ini tidak terlalu signifikan. Hampir nol. Memang mereka pergi ke banyak tempat untuk menemukan gitar tersebut, tetapi konklusi novel ini membuktikan kalau upaya mereka sia-sia saja.

Konklusi yang Mengecewakan

Di bagian akhir novel, spoiler alert, gitar tersebut pada akhirnya berada di tangan Sadman dan ia menyadari siapa pemilik gitar tersebut setelah membaca majalah bekas. Dengan keluguan dan kejujurannya, ia pun mengirimkan gitar tersebut ke London, Inggris.

Apakah ada campur tangan Bottomwise dan Brianna atas kembalinya gitar tersebut? Tidak! Tanpa mereka pun, Sadman akan tetap mengirimkan gitar tersebut. Peran mereka hanyalah mengambil gitar tersebut dari London dan mengembalikannya ke Musiciante.

Konklusi ini cukup mengecewakan Penulis. Bisa dibilang, ini adalah pertama kalinya Penulis merasa kecewa setelah membaca novel karya Andrea Hirata. Apalagi, jeda waktu dari novel terakhirnya hingga novel ini rilis cukup banyak, sehingga ekspektasi Penulis menjadi tinggi.

Apalagi, terdapat semacam plot hole karena Sadman bisa mengirim gitar tersebut ke London dengan mulus. Ia adalah orang kampung yang tidak punya banyak uang, bagaimana bisa ia punya uang untuk mengirim benda tersebut ke London?

Padahal, bagian akhir novel ini selalu menekankan terjadi di era-era krisis moneter tahun 1998, sehingga logikanya biaya pengiriman pun akan menjadi mahal dan tidak kondusif. Namun, Sadman sama sekali tidak memiliki kendala tersebut.

Andrea Hirata seolah-olah terburu-buru dalam menuliskan klimaksnya. Padahal, perjalanan Sadman mengembalikan gitar tersebut bisa menjadi cerita tersendiri. Bisa jadi dalam perjalanan tersebut, ia bertemu dengan Alma, Pak Mu, atau Ameru.

Sisi-Sisi Positif Brianna dan Bottomwise

Sebagaimana novel-novel karya Andrea Hirata, Brianna dan Bottomwise tetap menghadirkan nuansa melayu dan komedi satir yang khas, meskipun tidak sepedas novel Guru Aini. Hirata tampak nyaman menggunakan karakter yang lugu dan jujur di setiap novelnya.

Buku ini banyak memberikan hikmah yang bisa kita petik. Tentang kejujuran, tentang meraih mimpi, tentang ikhlas melepaskan. Semuanya dibalut dengan nuansa yang tidak menggurui, seolah hanya terselip di balik kata-katanya.

Selain itu, buku ini juga banyak sekali menyebutkan penyanyi/band rock zaman 70 dan 80-an. Sayangnya, pengetahuan musik Penulis, terutama untuk musik jadul tidak seluas itu, sehingga banyak yang tidak mengerti.

Satu hal yang patut diacungi jempol dari novel ini adalah kita bisa merasakan bagaimana Hirata benar-benar memahami tentang kota-kota di Amerika Serikat serta musik rock. Mungkin ia telah melakukan riset mendalam, sehingga bisa terlihat begitu menguasainya.

Secara pribadi Penulis paling menyukai kisah Alma yang cukup memilukan. Ia langsung jatuh cinta dengan gitar milik Musiciante, dan dipaksa pula berkorban gara-gara ayahnya. Gara-gara itu, ia sempat tidak mau mendengar musik sama sekali.

***

Brianna dan Bottomwise direncanakan akan menjadi dwilogi, sehingga mungkin akan ada penjelasan lebih lanjut mengenai keterkaitan antara karakternya, termasuk mengapa Bottomwise dan Brianna menjadi judul novel ini.

Meskipun merasa kecewa dengan novel ini, Penulis bisa memastikan kalau dirinya akan tetap membelinya karena sudah kadung jatuh hati kepada karya-karya Andrea Hirata. Hanya saja, kalau kualitasnya terus memburuk, bukan tidak mungkin Penulis akan berhenti.

Satu hal lagi yang Penulis keluhkan tentang novel ini, astaga, apalagi kalau bukan katalog iklan buku Andrea Hirata yang hampir 50 halaman sendiri di bagian belakang buku. Astaga, semua orang sudah tahu kok betapa populernya nama dan karya Anda!


Lawang, 26 Oktober 2022, teinspirasi setelah membaca Brianna dan Bottomwise karya Andrea Hirata

Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Anak-Anak Semar

Published

on

By

Cerita pewayangan selalu menarik bagi Penulis. Walau bukan tipe orang yang hafal semua lore dalam pewayangan, setidaknya kalau diajak ngobrol tentang topik ini bisa nyambung. Oleh karena itu, Penulis punya beberapa judul novel yang bertemakan pewayangan.

Beberapa contoh novel pewayangan yang pernah Penulis ulas di blog ini adalah Kitab Omong Kosong dari Seno Gumira Ajidarma dan Anak Bajang Menggiring Angin dari Sindhunata. Dua-duanya menarik, sehingga jika salah satu merilis novel wayang baru, Penulis akan membelinya.

Nah, oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk membeli novel berjudul Anak-Anak Semar yang ditulis oleh Sindhunata. Apalagi, mayoritas cerita wayang yang Penulis baca selama ini jarang mengulas tentang salah satu anggota Punakawan tersebut.

Detail Buku Ngomongin Uang

  • Judul: Anak-Anak Semar
  • Penulis: Sindhunata
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan: Pertama
  • Tanggal Terbit: Juni 2022
  • Tebal: 204 halaman
  • ISBN: 9786020662084
  • Harga: Rp128.000

Sinopsis Buku Ngomongin Uang

Maka kau adalah samar, ya, Semar. Janganlah kau samar terhadap kegelapan, jangan pula kau samar terhadap terang. Hanya dengan hatimu yang samar, kau dapat melihat terang dalam kegelapan, kebaikan dalam kejahatan. Hanya dengan hatimu yang samar pula, kau dapat melihat kegelapan dan terang, kejahatan dalam kebaikan.


Anak-anak Semar karya Sindhunata berkisah tentang Semar sebagai pembawa harapan dan pengingat akan nilai-nilai serta akar budaya di tengah zaman yang bergerak begitu cepat. Dalam buku dengan ilustrasi lukisan karya Nasirun ini, wajah Semar kerap berubah-ubah. Kadang ia disebut Sang Pamomong, sosok yang selalu melindungi rakyat kecil dan tertindas. Lain waktu, ia juga seperti pohon rindang yang dengan samar bayangannya bisa memberikan keteduhan bagi siapa pun yang ada di dekatnya.

Isi Buku Anak-Anak Semar

Tidak seperti judulnya, Anak-Anak Semar tidak bercerita tentang Bagong, Petruk, dan Gareng. Jujur, Penulis tidak benar-benar paham apa maksud dari judul tersebut karena novel ini justru bercerita tentang perjalanan dan perenungan Semar.

Yang Penulis tangkap, “anak-anak” di sini sebenarnya ditujukan kepada masyarakat yang ada di dalam novel ini sekaligus kita sebagai pembaca novel ini. Kita ini anak-anak yang masih membutuhkan keberadaan Semar, yang diceritakan sempat menghilang tanpa sebab.

Novel ini terdiri dari enam bab utama, yakni:

  1. Semar Mencari Raga
  2. Semar Hilang
  3. Semar Mati
  4. Semar Mbangun Khayangan
  5. Semar Boyong
  6. Semar Minggat

Dari keenam judul tersebut, kita sudah mendapatkan gambaran kasar mengenai perjalanan yang akan dihadapi oleh Semar di novel ini: bagaimana ia “melepaskan” rohnya dari jasadnya, lalu bagaimana hilangnya Semar menimbulkan kegemparan, hingga anggapan bahwa Semar telah mati.

Setelah itu, setelah melalui perenungan dalam di alam khayangan (karena sejatinya Semar adalah dewa), ia berkeinginan untuk membuat “khayangannya” sendiri di dunia, lalu kembali ke bumi. Lantas, mengapa di akhir justru ia “minggat”? Temukan jawabannya di novel ini.

Setelah Membaca Anak-Anak Semar

Sejujurnya, jika dibandingkan dengan novel Anak Bajang Menggiring Angin, Anak-Anak Semar lebih berat untuk dicerna. Alasannya, novel ini lebih banyak berisikan kalimat-kalimat monolog untuk menggambarkan situasi yang terjadi, baik ketika ada Semar maupun tidak.

Dialog yang ada lebih sering digunakan untuk mendukung situasi yang sedang terjadi. Misal, kegemparan ketika Semar menghilang, banyak dialog dari masyarakat yang menunjukkan keresahan. Selain itu, dialog juga terjadi ketika dalang sedang menceritakan kisah wayang.

Oleh karena itu, meskipun novelnya tipis, Penulis cukup lama menamatkannya. Ada banyak sekali bagian yang membuat Penulis harus berpikir keras untuk bisa memahaminya. Terkadang, sudah pelan-pelan membacanya pun Penulis masih kesulitan.

Tipisnya novel ini (hanya sekitar 200 halaman) juga menjadi kekurangan buku ini, karena harganya cukup mahal! Penulis tidak memahami apa alasan novel ini dilabeli harga Rp128 ribu, ketika buku lain yang memiliki ketebalan mirip biasanya dilabeli sekitar 70-80 ribu.

Namun, masih banyak hal positif dari novel ini. Keindahan pemilihan kata oleh Sindhunata jelas tak perlu diragukan lagi. Meskipun memang tak mudah dipahami, setidaknya kita akan dibuai dengan keindahan bahasa yang beliau tuliskan.

Sama seperti novel Anak Bajang Menggiring Angin, ada banyak filsafat jawa yang disisipkan dalam novel setipis ini. Salah satu yang paling sering dibahas adalah bagaimana pentingnya untuk merenungi diri sendiri, seperti yang sering Semar lakukan pada novel ini.

Selain itu, ada banyak ilustrasi menarik yang dibuat oleh Nasirun. Ilustrasi tersebut menggambarkan Semar dalam berbagai wujud. Cukup banyak ilustrasi yang terdapat di novel ini, setidaknya satu di setiap babnya.

Dengan berbagai penilaian tersebut, Penulis kurang merekomendasikan novel ini untuk orang yang masih awam dengan dunia perwayangan karena pasti akan terasa berat. Namun, jika memang sudah mengetahui banyak tentang dunia wayang, buku ini akan menjadi bacaan yang menarik.

Skor: 6/10


Lawang, 19 Juli 2024, terinspirasi setelah membaca buku Anak-Anak Semar karya Sindhunata

Continue Reading

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang

Published

on

By

Dalam beberapa tahun terakhir, keuangan menjadi salah satu topik yang sedang banyak dipelajari mengingat usia Penulis sekarang sudah berkepala tiga. Meskipun bisa dibilang terlambat, rasanya tidak ada salahnya untuk tetap mempelajarinya.

Sumber-sumber belajar keuangan pun tentu dari banyak medium, mulai dari YouTube, media sosial, hingga buku. Salah satu buku yang pernah Penulis baca adalah The Psychology of Money karya Morgan Housel. Sayangnya, Penulis merasa buku ini kurang praktis untuk diterapkan dalam keseharian.

Nah, waktu tahu akun Instagram Ngomongin Uang akan menerbitkan sebuah buku tentang keuangan, Penulis langsung merasa tertarik karena telah mengikuti akun tersebut cukup lama dan senang dengan ulasan-ulasan yang mereka buat.

Hasilnya, timbul perasaan menyesal karena harusnya Penulis membaca buku seperti ini bertahun-tahun yang lalu.

Detail Buku Ngomongin Uang

  • Judul: Ngomongin Uang: Menjadi ‘Kaya” Versi Kamu Sendiri
  • Penulis: Glenn Ardi
  • Penerbit: Penerbit Buku Kompas
  • Cetakan:
  • Tanggal Terbit:
  • Tebal: 244 halaman
  • ISBN: 9786231606204
  • Harga: Rp125.000

Sinopsis Buku Ngomongin Uang

Kekayaan sering kali bukan hanya soal uang atau status sosial. Kekayaan yang sesungguhnya bersifat sangat personal, karena setiap orang mendefinisikan kesuksesan dan kebahagiaannya dengan cara yang berbeda.

Namun, apa pun definisi kekayaan bagi kamu, UANG adalah alat ukur dan kendaraan yang bisa membawamu mencapai tujuan. Karena itulah, memahami keuangan adalah hal yang fundamental dalam membangun kehidupan terbaik versi kamu. Buku ini hadir untuk kamu yang merasa keuangannya mandek, kamu yang overthinking dan terus membandingkan dirimu dengan kesuksesan orang lain, dan kamu yang merasa masa depan keuangan kamu suram—Yuk, kita Ngomongin Uang!

Karena ngomongin uang telah mengubah hidup saya! Membuat hidup saya lebih terencana, memberi rasa aman, kedamaian, kebebasan, sekaligus rasa kecukupan. Buku ini bukan soal motivasi sukses atau cara cepat kaya, tetapi buku ini akan membuat kamu menjadi ‘KAYA’ versi kamu sendiri.

Isi Buku Ngomongin Uang

Sesuai dengan judulnya, buku Ngomongin Uang akan membahas tentang uang dari banyak sudut pandang. Buku ini membahas banyak hal yang sebenarnya cukup generik, mulai dari sejarah uang, cara-cara mendapatkan uang, penjelasan tentang investasi, dan lain sebagainya.

Buku ini terdiri dari 13 bab yang menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi menarik yang digambar oleh Ariawan. Masing-masing bab memiliki kedalaman yang bervariasi, tergantung seberapa panjang topik yang dibahas. Ketigabelas bab tersebut adalah:

  • Bab 1: Cerita Terbentuknya Uang
  • Bab 2: Nilai Uang yang Selalu Berubah
  • Bab 3: Tahap Prioritas Keuangan
  • Bab 4: Ciri Khas Calon Orang Kaya
  • Bab 5: Perhatikan Pengeluaran Kamu
  • Bab 6: Jalan Menuju Kekayaan
  • Bab 7: Memaknai Arti Kekayaan
  • Bab 8: Kaya Menurut Versi Kamu Sendiri
  • Bab 9: Investasi Itu untuk Apa?
  • Bab 10: Gimana Caranya Beli Rumah?
  • Bab 11: Perlukah Membeli Mobil?
  • Bab 12: Fenomena Sandwich Generation
  • Bab 13: Hidup Tanpa Bekerja Lagi
  • Penutup: Apakah Saat Ini Saya Sudah Kaya?

Secara singkat, dua bab pertama membantu kita memahami apa itu uang dan mengapa benda tersebut bisa menjadi sesuatu yang sangat penting, bahkan “dituhankan” oleh sebagian manusia. Sebagai orang yang suka sejarah, bab-bab awal ini sangat menarik.

Bab 3 hingga 9 membahas tentang kekayaan dan pengelolaan uang yang kita miliki. Kaya tidak selalu berarti punya harta yang melimpah dan tak akan habis. Masing-masing dari kita bisa memiliki definisi kayanya sendiri.

Bab 9 hingga 11 membahas mengenai topik investasi dan pertimbangan-pertimbangan apakah kita perlu membeli aset seperti rumah dan mobil. Seperti yang kita tahu, kondisi saat ini membuat banyak orang kesulitan untuk membeli aset-aset tersebut, sehingga investasi menjadi penting.

Dua bab terakhir merupakan tambahan insight menarik seputar dunia keuangan terutama pembahasan sandwich generation, sebuah fenomena yang kerap terjadi saat ini di mana seseorang harus menghidupi orang lain dan keluarganya sendiri.

Setelah Membaca Ngomongin Uang

Begitu selesai menyelesaikan buku ini (dengan waktu yang relatif singkat), Penulis merasa termenung. Seharusnya, ilmu-ilmu keuangan yang ada di buku ini sudah dibahas di sekolah, agar ketika siswa beranjak dewasa, mereka telah memiliki bekal ilmu keuangan yang cukup.

Buku Ngomongin Uang, sejujurnya memang hanya mengajarkan hal-hal fundamental tentang keuangan. Namun, dasar-dasar tersebut tidak pernah diajarkan ke kita saat masih sekolah, bahkan ketika kuliah pun tidak ilmunya kecuali kita kuliah jurusan yang berhubungan dengan keuangan.

Apalagi, bahasa yang digunakan dalam buku ini benar-benar mudah dipahami. Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Penulis mampu menyelesaikan buku ini dengan cepat. Walau begitu, ilmu yang bisa kita dapatkan tidak main-main.

Buku ini tidak mengajak kita untuk mati-matian mengejar uang selama hidup di dunia ini. Sebaliknya, kita diajak untuk bisa bijaksana dalam menyikapi uang. Posisikan uang sebagai sebuah alat, bukan sebagai sebuah tujuan.

Topik-topik yang diangkat di buku ini juga related dengan kehidupan sehari-hari kita, sehingga buku ini pun terasa dekat. Isu-isu seperti harga rumah yang makin mahal dan fenomena sandwich generation dibahas di sini dengan menarik.

Selain itu, ilustrasi-ilustrasi yang terdapat pada buku ini juga mempertahankan ciri khas yang dimiliki oleh akun Instagram Ngomongin Uang. Ilustrasi yang terdapat dalam buku ini tidak hanya menjadi pemanis, karena terkadang membantu kita memahami poin yang ingin disampaikan.

Penulis berharap kalau buku ini akan memiliki sekuel yang akan lebih detail dan membahas topik-topik keuangan yang lebih berat. Seandainya ada, Penulis tanpa ragu akan langsung membelinya untuk menambah ilmu keuangannya. Mungkin itu juga yang menjadi kekurangan buku ini: isinya kurang banyak.

Intinya, buku ini sangat Penulis rekomendasikan untuk siapa saja. Keuangan adalah topik yang jarang dibahas secara umum di ruang publik. Memahami ilmu-ilmu dasarnya bisa membantu kita untuk memiliki dan mengelola keuangan kita lebih baik lagi di masa depan.

Skor: 9/10


Lawang, 28 September 2024, terinspirasi setelah membaca buku Ngomongin Uang karya Glenn Ardi

Continue Reading

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Buku Seni Menyederhanakan Hidup

Published

on

By

Sebagai orang yang mudah overthinking, wajar jika Penulis gemar membaca buku-buku yang bisa membantu dirinya mengatasi hal tersebut. Salah satu pola pikir adalah bagaimana dirinya bisa menyederhanakan pikirannya sendiri agar tidak menjadi terlalu rumit.

Dengan alasan tersebut, ketika Penulis menemukan buku berjudul Seni Menyederhanakan Hidup karya Shunmyo Masuno, Penulis langsung tertarik membelinya. Padahal, waktu itu di toko buku tidak ada sample buku yang terbuka untuk mengetahui seperti apa isinya.

Walau begitu, Penulis pada akhirnya tetap memutuskan untuk membeli buku tersebut walau kesannya seperti membeli kucing dalam karung. Alasannya, buku ini cukup tipis dan murah sehingga rasanya nothing to lose saja. Sayang, ternyata Penulis salah.

Detail Buku Seni Menyederhanakan Hidup

  • Judul: Seni Menyederhanakan Hidup
  • Penulis: Shunmyo Masuno
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan: Cetakan Keempat
  • Tanggal Terbit: Maret 2024
  • Tebal: 224 halaman
  • ISBN: 9786020631950
  • Harga: Rp69.000

Sinopsi Buku Seni Menyederhanakan Hidup

DENGAN PELAJARAN YANG JELAS, PRAKTIS, DAN MUDAH DITERAPKAN, SHUNMYO MASUNO MEMANFAATKAN KEBIJAKAN YANG TELAH BERUSIA BERABAD-ABAD UNTUK MENGAJARI KITA MENYEDERHANAKAN HIDUP DAN MENEMUKAN KEBAHAGIAAN DI TENGAH PUSARAN DUNIA MODERN.

Cari Tahu mengapa….

Bangun lima belas menit lebih awal di pagi hari dapat membuat kita merasa tidak terlalu sibuk

Menjejerkan sepatu dengan rapi setelah melepasnya dapat menjadikan pikiran kita teratur

Mengatupkan kedua tangan dapat meredakan rasa tersakiti dan konflik

Meletakkan sendok garpu setelah menelan makanan dapat membantu kita merasa lebih bersyukur atas apa yang kita miliki

Menanam bunga dan menyaksikannya tumbuh dapat mengajari kita untuk menerima perubahan

Menyaksikan matahari terbenam bisa membuat setiap hari terasa seperti perayaan

Dengan melakukannya setiap hari, kita akan belajar menemukan kebahagiaan bukan dengan mencari pengalaman luar biasa, tetapi dengan membuat perubahan kecil dalam hidup serta membuka diri pada perasaan damai dan ketenangan batin yang baru

Isi Buku Seni Menyederhanakan Hidup

Setelah membuka buku ini, Penulis baru menyadari bahwa penulis buku ini, Shunmyo Masuno, adalah seorang pendeta Buddhis Zen, sehingga poin-poin kebiasaan yang disampaikan pun berkaitan dengan kepercayaan yang ia anut.

Secara total, buku ini memiliki 100 kebiasaan yang disarankan untuk kita terapkan dalam keseharian. 100 kebiasaan tersebut dibagi ke dalam empat bab utama, yakni:

  1. Bagian Satu: 30 Cara untuk Membugarkan “Diri-Saat-Ini”
  2. Bagian Dua: 30 Cara untuk Mengilhami Kepercayaan-Diri dan Keberanian untuk Hidup
  3. Bagian Tiga: 20 Cara untuk Meredakan Kebingungan dan Kecemasan
  4. Bagian Empat: 20 Cara untuk Menjadikan Setiap Hari adalah Hari yang Baik

Di setiap poin kebiasaan, ada satu ilustrasi minimalis dan penjabaran poin yang sebenarnya sudah cukup jelas di bagian judul. Satu poin biasanya hanya berisi satu halaman paragraf, sehingga terlihat ada banyak bagian yang kosong.

Setelah Membaca Buku Seni Menyederhanakan Hidup

Ada sedikit kekecewaan ketika membaca buku ini. Pasalnya, tips-tips yang diberikan bisa dibilang tidak istimewa dan kerap kita temukan di media sosial. Apalagi, elaborasi setiap poinnya juga terasa kurang mendalam.

Penulis tidak mempermasalahkan ajaran Buddhis Zen yang ia gunakan, mengingat banyak ajaran-ajarannya yang sebenarnya juga diajarkan dalam Islam. Namun, isinya memang terlalu umum sehingga kurang membekas bagi Penulis

Tentu semua petuah-petuah yang dituangkan dalam buku ini bijaksana dan mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang kerap bermasalah dengan diri dan pikirannya sendiri. Bahasanya pun ringan dan mudah dipahami.

Namun, rasanya buku ini terasa kurang padat dan akan mudah terlupakan begitu saja. Apalagi, ilustrasinya cukup memakan ruang pada halaman buku. Jika disuruh menyebutkan kembali isi poin buku tersebut, Penulis hanya akan mengingat poin-poin yang ada di bagian sinopsis saja.

Waktu membeli buku ini, ekspektasi Penulis adalah tips-tips mengenai aktivitas sederhana apa saja yang harus kita lakukan dalam keseharian. Pada bagian sinopsis, kita bisa melihat contohnya seperti bangun lebih awal dan menanam bunga.

Sayangnya, dalam buku ini mayoritas rekomendasi kebiasaan yang diberikan justru tentang pikiran atau hati kita. Bukan bermaksud mengecilkan, tapi yang seperti itu sudah sering Penulis baca di buku-buku self-improvement lainnya.

Mungkin ini bisa menjadi pelajaran untuk Penulis agar tidak membeli buku jika tidak mengetahui seperti apa isinya. Kalau seperti ini, memang jadinya seperti membeli kucing di dalam karung. Rasa kecewa pun muncul karena isinya tidak sesuai dengan ekspektasi.

Skor: 5/10


Lawang, 14 September 2024, terinspirasi setelah membaca buku Seni Menyederhanakan Hidup karya Shunmyo Masuno

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan