Film & Serial
Setelah Menonton Trailer Avengers: End Game

Penulis sudah menunggu trailer dari film ini mulai hari Selasa (4/12). Setelah rilis pada hari Jum’at kemarin, penulis mungkin sudah menontonnya lebih dari 30 kali. Penulis ingin sedikit berbagi pendapat penulis tentang trailer Avengers: End Game ini.
Tony Stark dan Nebula
Mari kita bedah satu persatu secara berurutan. Yang pertama tentu tentang Tony Stark yang terombang-ambing di luar angkasa tanpa menemukan adanya peluang untuk selamat (atau setidaknya trailernya memberi kesan seperti itu).
Seperti yang telah kita ketahui bersama, Tony (bersama Nebula) adalah salah satu makhluk hidup yang selamat dari jentikan Thanos. Ia tertinggal di Titan, tempat para Avengers bertarung mati-matian demi berusaha menghentikan ambisi Thanos.
Tentu kita berpikir, mengapa Tony sendirian di pesawat luar angkasa? Mengapa tidak meminta tolong Nebula yang “lebih profesional” dalam menjelajah angkasa? Ataukah sebenarnya Nebula ada di pesawat tersebut? Bukankah ada adegan Nebula memegang pundak seseorang?
Mungkin saja Nebula yang robot (benarkah?) tidak membutuhkan makanan dan minuman seperti Tony, sehingga ia bisa selamat. Akan tetapi muncul pertanyaan lainnya.
Bukankah Tony bersama Doctor Strange dan Spiderman bisa mencapai Titan dalam waktu yang sebentar? Lantas mengapa perjalanan pulang ke Bumi bisa begitu lama? Apakah karena berbeda pesawat antariksa?
Yang jelas, pada bagian Tony, kita bisa merasakan bagaimana perasaan seorang Tony kepada kekasihnya, Pepper Potts. Salah satu adegan favorit penulis pada trailer ini adalah ketika Tony membelai lembut helm Ironman-nya (bukannya kostum Ironman Tony sudah menggunakan teknologi nanotechnology?) ketika mematikan rekaman.
Siapakah yang akan menyelamatkan Tony? Ada banyak teori yang muncul ke permukaaan. Contohnya, Pepper Pots sendiri. Bukankah ada foto bocoran di mana Potts mengenakan kostum Ironman (atau Ironwoman?)? Tapi bisa jadi foto tersebut sengaja disebar untuk menyesatkan penonton.
Ataukah ia akan diselamatkan oleh Captain Marvel yang sama sekali belum muncul pada trailer kali ini? Atau malah Rocket Racoon yang menolongnya? Semua masih menjadi misteri.
Captain America dan Para Avengers Lainnya
Kita bisa melihat bagaimana tangis Steve Rogers tumpah pada trailer ini, yang mungkin disebabkan karena rasa bersalahnya. Sebagai seorang kapten, tentu ia merasa bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada anak buahnya.
Selain itu, Steve juga kembali ke penampilan awalnya yang brewok-free. Mungkin ini juga bisa jadi isyarat bahwa Avengers: End Game memiliki jeda waktu yang cukup panjang setelah Avengers: Infinity Wars berakhir.
Selain itu, ia dan Black Widow (dan mungkin juga anggota Avengers yang lain) sedang memiliki misi yang harus dituntaskan demi menyelamatkan rekan-rekan mereka yang telah menghilang.
Terdapat cuplikan yang menunjukkan sang kapten sedang melihat foto kekasihnya, Peggy. Bisa jadi, itu merupakan isyarat bahwa Captain America akan mati pada film kali ini. Jika iya, maka penulis akan merasa sedih sekali.
Hawkeye dan Ant-Man
Dua superhero ini absen di Infinity Wars yang menimbulkan banyak spekulasi. Kehadiran mereka di trailer menjadi begitu penting untuk menjawab spekulasi tersebut.
Kita bahas dulu Hawkeye yang telah bertransformasi menjadi Ronin. Mungkin, Clint barton merasakan dampak jentikan Thanos sehingga keluarganya lenyap menjadi debu. Hal tersebut membuatnya pergi ke Jepang dan berlatih untuk menjadi seorang ahli pedang, bukan lagi ahli panah.
Black Widow alias Natasha Romanoff mungkin sedang berada di dalam misi untuk mencari Clint dalam rangka mengumpulkan kekuatan sebanyak mungkin untuk melaksanakan misi-entah-apa-namanya. Akan tetapi, kita bisa melihat tatapan mata Clint yang penuh dendam, membuat kita bertanya-tanya, apakah ia akan menjadi rekan atau justru lawan.
Di sisi lain, Scott Lang alias Ant-Man secara ajaib berhasil lolos dari Quantum Reality setelah pada film Ant-Man and the Wasp terjebak di sana karena rekan-rekannya lenyap menjadi debu.
Penulis sempat mengira bahwa rekaman video yang ditonton oleh Captain America dan Black Widow merupakan rekaman. Tapi setelah melihat berulang-ulang, penulis yakin bahwa itu bukanlah rekaman.
Mungkinkah rekannya, Luis, yang menjadi penyelamatnya? Ataukah ada orang lain yang berhasil menyelamatkannya? Jika iya, bagaimana? Tentu butuh orang yang pintar untuk bisa mengeluarkan Scott dari Quantum Reality tersebut.
Thor, Thanos, dan Avengers Lainnya
Thor sedang bersedih karena bisa dibilang ia tidak memiliki apa-apa lagi dalam hidupnya. Dunianya telah hancur, rakyatnya tewas di tangan Thanos dan anak buahnya, dan saudara tercintanya, Loki, juga telah meninggalkan dirinya. Mungkin yang membuatnya masih bisa bertahan hidup adalah keinginan untuk balas dendam ke Thanos.
Berbicara tentang Thanos, ia sedang menikmati masa tenangnya dengan mengurus kebunnya. Sama sekali belum ada petunjuk tentang apa yang akan ia lakukan di serial pemungkas Avengers ini. Hanya ada satu cuplikan di mana ia berjalan melewati kebunnya. Apakah ia hendak menemui seseorang?
Kita hanya bisa melihat Black Widow yang masih berada di sisi kapten. Lantas, ke mana yang lain? Bukankah beberapa superhero berhasil selamat ketika bertarung di Wakanda.
Mungkin Bruce Banner alias Hulk berada di markas Avengers juga, melihat di trailer ia bisa memantau hologram yang berisikan data orang-orang yang telah hilang (Scott Lang, Peter Parker, Shuri).
Kita tahu War Machine juga berhasil selamat. Begitupula Rocket Racoon yang menjadi satu-satunya selamat dari tim Guardian of the Galaxy. Keberadaan mereka masih menjadi misteri.
Kesimpulan
Kesimpulannya, penulis sama sekali tidak bisa menebak ke mana arah film Avengers: End Game ini. Trailer ini, meskipun sempat membuat penulis kecewa karena sama sekali tidak menunjukkan arah jalan cerita, bisa memainkan emosi penontonnya secara mengagumkan.
Belum lagi ketidaktahuan kita mengenai Captain Marvel, yang seharusnya muncul pada film ini jika kita melihat post credit dari Infinity Wars. Jelas banyak sekali ketidaktahuan yang kita miliki, membuat kita dihantui rasa penasaran dan keinginan yang menggebu-gebu untuk segera menontonnya.
Film ini akan tayang empat bulan lagi, mungkin akan menjadi film dengan pemasukan terbesar mengalahkan Avatar. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menanti dengan sabar, sembari membuat perkiraan-perkiraan akan jalannya cerita.
Kebayoran Lama, 12 Septermber 2018, terinspirasi setelah menonton trailer Avengers: End Game
Film & Serial
[REVIEW] Setelah Menonton Secret Invasion

Setelah lama menanti, akhirnya Penulis bisa melihat serial Marvel lagi setelah Secret Invasion rilis. Terakhir kali Marvel merilis serial adalah She-Hulk: Attorney at Law yang Penulis beri nilai sangat buruk karena banyak alasan.
Mengingat banyaknya serial Marvel yang sudah mengecewakan akhir-akhir ini, Penulis pun berusaha untuk menurunkan ekspektasinya terhadap serial ini. Hal ini cukup berat, mengingat Secret Invasion memiliki premis yang sangat menarik.
Untuk Pembaca yang awam, Secret Invasion merupakan salah satu kisah Marvel yang menceritakan tentang invasi bangsa Skrull ke bumi. Di komik, ini adalah salah satu cerita yang paling menarik. Lantas, apakah adaptasinya berhasil, atau justru flop lagi? SPOILER ALERT!!!
Jalan Cerita Secret Invasion
Seperti yang terlihat pada adegan post-credit film Spider-Man: Far From Home, Nick Fury (Samuel L. Jackson) ternyata sudah lama tidak berada di bumi. Nah, pada akhirnya ia memutuskan untuk pulang karena tercium aroma pemberontakan dari bangsa Skrull.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Gravik (Kingsley Ben-Adir) yang merasa kalau Fury telah melanggar janjinya untuk memberi mereka rumah baru. Strategi mereka adalah dengan memicu Perang Dunia 3 antara Amerika Serikat dan Rusia.
Fury pun bekerja sama dengan kawan-kawan lamanya, yakni Maria Hill (Cobie Smulders) dan Talos (Ben Mendelsohn). Sayangnya, ketika dalam misi menghentikan rencana Gravik, Hill tewas karena tertembak.
Konfrontasi antara kedua pihak pun semakin panas. Apalagi, anak dari Talos yang bernama G’iah (Emilia Clarke) berada di kubu Gravik. Tidak hanya itu, ternyata bangsa Skrull sudah menyelinap masuk ke berbagai posisi penting dengan kemampuan berubah wujudnya.
Ada beberapa karakter penting di Marvel yang ternyata merupakan Skrull yang menyamar, yakni Agen Everett Ross (Martin Freeman) dan James Rhodey (Don Cheadle). Para petinggi dunia pun banyak yang disekap dan digantikan oleh Skrull.
Di tengah konflik tersebut, ada satu fakta yang mengejutkan, yakni ternyata Fury memiliki seorang istri Skrull bernama Varra atau Priscilla Davis (Charlayne Woodard). Namun, ternyata Varra sempat berada di kubu Gravik, sebelumnya akhirnya berpindah haluan.
Terkuak juga rencana besar Gravik yang ingin membuat dirinya menjadi Super Skrull dengan memanfaatkan berbagai DNA superhero dan supervillain. Untuk itu, ia mengincar Harvest, sebuah kumpulan DNA para manusia super yang telah dikumpulkan oleh Fury.
Dibantu oleh Sonya Falsworth (Olivia Coleman), Fury pun menyelesaikan konflik dengan Gravik, atau lebih tepatnya mengirimkan G’iah yang memihaknya untuk berhadapan dengan Gravik.
G’iah menyamar menjadi Fury untuk memberikan Harvest. Ketika mengaktifkannya, ternyata G’iah pun mendapatkan kekuatan yang sama. Ada banyak kekuatan superhero dan supervillain yang berhasil mereka dapatkan.
Singkat cerita (karena pertarungannya benar-benar singkat), G’iah berhasil membunuh Gravik dan menyelamatkan bumi. Setelah itu, ia direkrut oleh Sonya untuk melindungi bumi. Sementara itu, Fury dan Varra kembali ke markas SWORD.
Setelah Menonton Secret Invasion
Dari enam episode yang ada, bisa dibilang hanya episode pertama yang benar-benar bagus. Ceritanya padat, langsung menjelaskan konflik yang akan terjadi, serta kematian Maria Hill yang sayangnya menjadi salah satu favorit Penulis di Marvel Cinematic Universe (MCU).
Setelah itu, ratingnya dari episode ke episode semakin menurun, hingga puncaknya di episode finale yang bagi Penulis benar-benar ampas. Ada beberapa adegan yang Penulis apresiasi seperti kematian Talos, tapi secara keseluruhan serial ini cukup mengecewakan.
Betapa Mudahnya Gravik (dan G’iah) Menjadi Overpowered
Satu hal yang paling mengesalkan dari serial ini adalah betapa mudahnya Gravik (dan G’iah) mendapatkan dan menguasai kekuatan para superhero dan supervillain. Secara effortless, mereka mampu menguasai semua kekuatan tersebut.
Proses untuk mendapatkan semua kekuatan tersebut juga terlihat terlalu mudah. Hanya disinari beberapa menit, semua kekuatan tersebut langsung masuk ke dalam tubuh dan lucunya langsung berhasil dikuasai seenak udel mereka.
Selama ini, kita menganggap karakter paling powerful di MCU adalah Captain Marvel atau Scarlet Witch. Nah, sekarang bayangkan kalau kekuatan Captain Marvel ditambah dengan kekuatan puluhan karakter lainnya seperti Hulk dan Thor, apa tidak makin overpowered?
Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan di semesta Marvel. Logikanya, jika ada karakter sekuat G’iah, maka tidak akan ada pihak yang berani macam-macam mengusik bumi. Bayangkan, kekuatan dari puluhan karakter terkumpul menjadi satu.
Konklusi Fury vs Gravik yang Mengecewakan
Di komik, kejadian Secret Invasion adalah pertarungan para pahlawan bumi melawan bangsa Skrull. Sayangnya, konklusi di versi serialnya justru Skrull vs Skrull, aliash G’iah vs Gravik. Fury berada di bagian bumi lain untuk menyelamatkan presiden.
Salah satu teman kerja Penulis benar-benar menyoroti hal ini dan merasa kecewa. Esensi dari Secret Invasion justru hilang di episode finale. Padahal, dari awal yang berkonflik adalah Fury vs Gravik. Namun, justru G’iah yang muncul untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Karakter Gravik sendiri sebenarnya cukup bagus di serial ini. Pengembangan karakter dan motivasinya benar-benar terasa kuat, tidak seperti villain di Ms. Marvel maupun She-Hulk. Sayanngya, kematiannya harus terjadi dengan cara yang mengecewakan.
Rhodey Telah Diculik Sejak Captain America: Civil War?
Sejak awal serial, sosok Rhodey telah dicurigai merupakan seorang Skrull. Hal tersebut akhirnya terkonfirmasi di episode 4. Pertanyaannya, sejak kapan bangsa Skrull menyandera Rhodey? Tidak ada keterangan resmi, tapi ada beberapa teori yang masuk akal.
Setelah G’iah mengalahkan Gravik, ia pun segera menyelamatkan orang-orang yang disekap oleh bangsa Skrull (entah bagaimana mereka bisa bertahan dalam waktu lama tanpa makan dan minum). Nah, salah satunya tentu ada sosok Rhodey.
Menariknya, ia menggunakan pakaian rumah sakit dan terlihat kesulitan berjalan. Ini seolah mengindikasikan kalau ia telah diculik sejak peristiwa Captain America: Civil War, yang membuatnya lumpuh karena jatuh dari ketinggian.
Jika teori tersebut benar, maka Rhodey telah disekap selama 9 – 10 tahun dan telah melewatkan banyak peristiwa, termasuk pertempuran melawan Thanos di Bumi dan kematian sahabatnya, Tony Stark. Jujur saja, ini benar-benar sulit untuk diterima.
Drama yang Menjemukan
Satu lagi hal yang tidak Penulis sukai dari serial ini adalah bumbu drama percintaan antara Nick Fury dan Varra. Penulis paham awalnya kisah mereka dibuat untuk membuat kejutan, di mana ternyata selama ini Fury memiliki seorang istri yang dirahasiakan dari publik.
Mengingat Clint Barton memiliki rahasia yang sama, sebenarnya hal ini bisa dimaklumi. Hanya saja, dosis kisah romansa mereka di film menurut Penulis terlalu overdosis hingga terasa menjemukan.
Memang seolah ada konflik batin pada Varra yang harus memilih cintanya atau bangsanya. Namun, dengan klisenya ia memilih untuk mengkhianati Gravik. Ia pun pada akhirnya ikut Fury ke markas SWORD dan mengupayakan diplomasi dengan bangsa Kree.
***
Jujur saja dengan banyaknya film dan serial Marvel yang mengecewakan akhir-akhir ini, Penulis jadi tidak sabar untuk menantikan datangnya era DC bersama James Gunn. Film perdananya, Superman: Legacy, masih baru tayang sekitar 2 – 3 tahun lagi.
Jika Marvel begini-begini terus dengan membuat film/serial dengan kualitas apa adanya, lama kelamaan para penggemar pun akan merasa muak dan memilih untuk pindah kubu, atau bahkan benar-benar berhenti menonton film superhero.
Lawang, 27 Juli 2023, terinspirasi setelah menonton Secret Invasion
Foto Featured Image: Comics Universe
Film & Serial
[REVIEW] Setelah Menonton Oppenheimer

“We knew the world would not be the same. A few people laughed, a few people cried, most people were silent. I remembered the line from the Hindu scripture, the Bhagavad-Gita. Vishnu is trying to persuade the Prince that he should do his duty and to impress him takes on his multi-armed form and says, ‘Now, I am become Death, the destroyer of worlds.’ I suppose we all thought that one way or another.”
– J. Robert Oppenheimer –
Film yang paling Penulis nantikan di tahun 2023 ini adalah Oppenheimer, sebuah biopik karya sutradara Christopher Nolan mengenai bapak bom atom Amerika Serika, J. Robert Oppenheimer.
Penulis telah “mengenal” beliau karena pidatonya yang terkenal digunakan oleh Linkin Park untuk lagu “The Radiance” dari album A Thousand Suns yang rilis pada tahun 2010 silam. Menjelang filmnya rilis, Penulis juga banyak mengulik tentang Oppenheimer.
Sempat merasa kecewa karena tidak banyak layar bioskop di Malang yang menayangkannya, akhirnya Penulis bisa membeli tiketnya di CGV pada hari Sabtu (22/7/23) kemarin di jam yang cukup pagi, yakni 10:40. Lantas, apakah film ini mampu memenuhi ekspektasi Penulis?
Jalan Cerita Oppenheimer
Sebagai sebuah biopik, kita akan melihat perjalanan Oppenheimer hingga bisa menciptakan sebuah bom atom yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki dalam sekejap. Pada tulisan kali ini, Penulis hanya akan menuliskan poin-poin pentingnya saja.
J. Robert Oppenheimer (Cillian Murphy) merupakan seorang fisikawan jenius yang sempat mengambil studi di Eropa. Ia sempat hendak membunuh profesornya, Patrick Blacket (James D’Arcy), sebelum akhirnya mengurungkan niatnya.
Setelah studinya selesai, ia pun kembali ke negara asalnya, Amerika Serikat, dan mengajar di University of California. Sembari berusaha menyebarkan pengetahuan mengenai fisika kuantum, ia bertemu dengan ilmuwan lainnya seperti Ernest Lawrence (Josh Hartnett).
Oppenheimer juga berkenalan dengan Jean Tatlock (Florence Pugh), seorang simpatisan komunis asal Rusia yang akhirnya memilih bunuh diri. Ia sendiri nantinya akan menikah dengan ahli biologi, Katherine “Kitty” Oppenheimer (Emily Blunt).
Saat Perang Dunia 2, Jerman di bawah kepemimpinan Hitler memporakporandakan Eropa dengan pasukannya. Tidak hanya itu, mereka juga sedang menciptakan bom yang sangat dahsyat.
Jenderal Leslie Groves (Matt Damon) lalu mendekati Oppenheimer dan memintanya memimpin Proyek Manhattan, sebuah proyek untuk menciptakan bom atom. Oppenheimer pun mengumpulkan ilmuwan ternama dan memilih Los Alamos sebagai lokasi penelitian.
Proses pembuatan bom atom bisa dikatakan lancar, bahkan Jerman keburu menyerah pada bulan Maret 1945. Target pun diubah ke Jepang, yang kala itu masih berperang melawan Amerika Serikat.
Pada bulan Juli 1945, tes pertama bom atom pun dilakukan, yang diberi nama Trinity Test. Uji coba tersebut berhasil, dan tak lama kemudian pemerintah Amerika Serikat mengirimkan bom tersebut ke Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945.
Setelah Jepang menyerah, Oppenheimer melihat kalau penelitian bom atom sudah tidak diperlukan lagi. Namun, pemerintah Amerika Serikat tidak sependapat dan mulai meneliti bom hidrogen yang lebih berbahaya lagi.
Di sisi lain, Lewis Strauss (Robert Downey Jr.) yang merupakan anggota senior Komisi Energi Atom AS ternyata memiliki dendam pribadi karena pernah dipermalukan oleh Oppenheimer. Ia pun berusaha menjatuhkannya dengan berbagai cara.
Salah satunya adalah dengan membuat semacam persidangan untuk memberikan penolakan perpanjangan izin keamanan Oppenheimer. Alasannya kuat, karena ia memiliki afiliasi yang kuat dengan komunis, musuh Amerika Serikat di era perang dingin.
Oppenheimer pun seolah diasingkan oleh negaranya sendiri, terlepas dari jasanya yang membantu Amerika Serikat memenangkan perang. Meskipun begitu, ia menerima Penghargaan Enrico Fermi pada tahun 1963.
Di akhir film, kita bisa melihat apa yang diperbincangkan antara Oppenheimer dan Albert Einstein (Tom Conti), yang sempat diperlihatkan di bagian awal film. Ia bertanya, apakah ciptaannya telah membuat “reaksi berantai” untuk kehancuran dunia.
Setelah Menonton Oppenheimer
“Prometheus mencuri api dari para Dewa dan memberikannya kepada manusia. Lalu dia dihukum rantai di batu untuk selamanya.”
Dengan durasi tiga jam, film ini benar-benar terasa padat sekaligus berat. Pace-nya tergolong cepat dan mampu merangkum hampir seluruh aspek kehidupan dari Oppenheimer. Secara visual juga memanjakan mata, termasuk adegan ledakan bom yang tanpa CGI.
Menurut Penulis, film ini mampu memadukan ilmu pengetahuan, sejarah, dan drama dengan apik. Dialog-dialognya terdengar canggih karena banyak unsur-unsur fisika yang dimasukkan. Namun, anehnya Penulis justru menyukainya meskipun tidak benar-benar memahaminya.
Keputusan Nolan untuk tidak memasukkan adegan pengemboman Hiroshima dan Nagasaki juga Penulis rasa tepat, karena tanggung jawab Oppenheimer hanya sampai Trinity Test. Pengeboman ke Jepang adalah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah Amerika Serikat.
Alur Maju Mundur ala Nolan
Sebagaimana film buatan Nolan seperti biasanya, alur film Oppenheimer dibuat maju mundur tidak karuan dan kompleks. Bahkan film ini memiliki dua persepsi, di mana adegan berwarna berarti fokus ke Oppenheimer, dan adegan hitam putih lebih fokus ke dendam Lewis Strauss.
Yang Penulis tangkap, alur cerita film ini terpaku pada persidangan yang harus dialami oleh Oppenheimer. Dari sana, kita akan dibawa flashback secara berurutan hingga akhirnya bom atom berhasil diciptakan, sembari diselingi kisah dari sudut pandang Strauss.
Akting Top Para Top-Tier Aktor
Akting para aktornya juga tidak perlu diragukan lagi, mengingat daftarnya memang dipenuhi oleh para aktor top-tier. Masing-masing mampu memerankan karakternya dengan sangat baik, hingga film ini lebih terasa sebagai dokumenter.
Cillian Murphy yang sudah sering bekerja dengan Nolan berhasil bersinar di film ini. Apalagi, raut wajahnya juga mirip dengan Oppenheimer asli. RDJ pun patut diapresiasi yang berhasil memerankan karakter “musuh di balik selimut” yang paranoid.
Mungkin yang sedikit Penulis sayangkan adalah sedikitnya kemunculan dari salah satu aktor favorit Penulis, Gary Oldman, yang berperan sebagai Presiden Truman. Ia hanya muncul ketika mengundang Oppenheimer hanya untuk mendengar keberatannya atas bom hidrogen.
Scoring yang Juara
Scoring film yang dipimpin Ludwig Göransson juga sangat juara. Awalnya Penulis agak skeptis karena bukan Hans Zimmer yang mengisi scoring-nya, tapi ternyata Göransson juga berhasil melakukannya dengan baik.
Entah itu adegan dialog, isi kepala Oppenheimer, hingga adegan ledakan bom, semuanya terdengar sangat mewah. Penulis pribadi takjub dengan efek sunyi ketika Trinity Test dilakukan. Rasanya ikut hanyut melihat bom tersebut meledak.
Oppenheimer Menjadi Promotheus
Adegan favorit Penulis selain adegan Trinity Test adalah percakapan antara Oppenheimer dan Einstein di akhir film. Ketakutan Oppenheimer benar-benar terjadi, karena ternyata perang tidak berakhir dengan bom ciptaannya.
Hal tersebut membuatnya menjadi Promotheus, sosok mitologi yang mencuri api dari para dewa untuk manusia. Ternyata, api tersebut juga digunakan untuk keburukan. Kurang lebih, itu juga yang terjadi dari bom atom ciptaan Oppenheimer.
Meskipun selama ini belum ada pernyataan maaf resmi dari Oppenheimer atas apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, ia terkesan menyesal dengan ciptaannya tersebut. Banyak yang mengintepretasikan pidatonya yang mengutip Bhagavad Gita sebagai bentuk penyesalan.
***
Sebagai orang yang suka sejarah, Penulis sangat menikmati Oppenheimer, meskipun dirinya baru paham bagaimana alurnya setelah film berakhir. Nolan berhasil memberikan pengalaman menonton yang baru untuk Penulis dengan gaya bercerita yang unik dan tidak membosankan.
Namun, rasanya tidak semua orang bisa menikmati film ini karena ceritanya yang penuh dialog dan alur yang meloncat-loncat. Walaupun begitu, rasanya film ini akan dengan mudah masuk ke dalam nominasi Oscar, bahkan memenangkannya.
Lawang, 23 Juli 2023, terinspirasi setelah menonton Oppenheimer
Foto Featured Image: Games Radar
Film & Serial
[REVIEW] Setelah Menonton The Flash

Meskipun menyukai film-film bergenre superhero, Penulis jarang menonton film-film DC Extended Universe (DCEU) karena bisa dibilang cukup “berantakan” jika dibandingkan dengan rival abadinya, Marvel Cinematic Universe (MCU).
Namun, Penulis akhirnya memutuskan untuk menonton The Flash karena dua alasan. Pertama, ada Batman versi Michael Keaton yang legendaris. Kedua, karena film ini termasuk film terakhir DCEU sebelum era James Gunn bersama DC Universe-nya.
Apalagi, film ini juga mengusung tema multiverse yang tampaknya memang sedang menjadi tren di film-film superhero. Sebelumnya sudah ada Spider-Man: No Way Home, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, bahkan Everything Everywhere All at Once.
Jalan Cerita The Flash
Barry Allen alias The Flash (Ezra Miller) menjalani kehidupannya sebagai seorang superhero seperti biasa, sebelum ia menyadari kalau dirinya bisa melakukan perjalanan lintas waktu dan memasukin suatu realm yang disebut Chronobowl.
Ia pun memanfaatkan kekuatan barunya tersebut untuk menyelamatkan ibunya yang tewas di masa lalu. Apa yang Barry lakukan sederhana saja, yaitu memasukkan kaleng tomat yang ibunya lupakan sewaktu belanja, agar ayahnya tetap di rumah.
Setelah selesai melakukan hal tersebut, Barry pulang ke masa kini. Tiba-tiba, ia didorong oleh suatu makhluk yang membuatnya terlempar ke universe lain. Di universe tersebut, ibunya hidup, tetapi Barry di universe tersebut (Barry 2) belum mendapatkan kekuatannya.
Khawatir dirinya tidak bisa kembali ke masa kini, Barry pun membawa Barry satunya ke tempat di mana ia mendapatkan kekuatannya. Naas, ia justru kehilangan kekuatannya, dan Barry 2-lah yang memiliki kekuatan The Flash.
Hal ini diperparah dengan kemunculan General Zod (Michael Shannon), dengan misi yang sama dengan film Man of Steel (2013). Masalahnya, ternyata tidak ada Superman di universe tersebut, bahkan tidak ada metahuman satu pun di sana.
Untungnya, ternyata ada Batman di universe tersebut. Kedua Barry pun datang ke rumah Bruce Wayne yang ternyata berbeda versi, yakni versi Michael Keaton. Mereka pun menemukan fakta kalau pesawat yang membawa Superman ada di Rusia.
Sesampainya di sana, mereka ternyata tidak menemukan Superman, melainkan seorang perempuan yang diketahui bernama Kara Zor-El (Sasha Calle), sepupu Superman. Namun, karena pernah disiksa manusia, ia tak berniat menyelamatkan mereka dari Zod.
Barry pun memutuskan untuk mengulang peristiwa di mana ia mendapatkan kekuatan The Flash. Setelah percobaan pertama gagal, Kara kembali karena melihat kesadisan Zod. Barry pun mendapatkan mereka kembali, dan mereka berempat pergi menuju tempat Zod.
Pertarungan pun terjadi, di mana Batman dan Kara tewas. Barry 2 pun memutuskan untuk melakukan perjalanan waktu untuk meng-undo peristiwa tersebut. Sayangnya, berapa kali pun diputar, Batman dan Kara tetap tewas.
Pada akhirnya, saat di Chronobowl dan Barry memutuskan untuk kembali ke masa lalu untuk membatalkan aksinya yang menyelamatkan nyawa ibunya, muncul varian masa depan dari Barry 2 yang terus berusaha mencari timeline di mana Batman dan Kara tidak tewas.
Ternyata akibat perbuatan tersebut, banyak universe yang bertabrakan. Di sini, kita bisa melihat banyak cameo yang sayangnya menggunakan CGI, seperti munculnya Superman versi Nicholas Cage dan Christopher Reeves.
Setelah percekcokan, Barry 2 melindungi Barry, yang membuat varian “Dark Flash” tersebut hilang. Barry pun kembali ke masa lalu, berpamitan dengan ibunya, lalu mengubah sedikit posisi kaleng tomat agar ayahnya bisa lepas dari tuduhan pembunuhan ibunya.
Barry pun akhirnya kembali ke masa kini dan ayahnya benar-benar bebas dari tuduhan. Namun, saat akan bertemu dengan Bruce Wayne, yang muncul justru Bruce Wayne versi George Clooney!
Setelah Menonton The Flash
Film The Flash sebenarnya cukup menyenangkan ditonton. Penulis pribadi menyukai sepertiga film yang terkesan rapi dan runut. Motivasi The Flash ingin mengubah masa lalu terasa humanis dan tidak memaksa, sehingga menimbulkan simpati pada penonton.
Selain itu, banyaknya cameo juga memberikan efek kejut yang menyenangkan. Penulis sendiri paling terkejut sampai mengumpat ketika melihat George Cloone comeback setelah film Batman-nya yang gagal total itu. Sayangnya, konsep time travel-nya berantakan.
Jika melihat apa yang dilakukan Barry di awal, kita menyimpulkan bahwa apa yang diubah di masa lalu akan mengubah apa yang terjadi di masa kini. Bisa dilihat kalau sekaleng tomat bisa begitu mengubah banyak sejarah dan kejadian di masa depan, alias butterfly effect.
Konsep ini berbeda dengan yang diterapkan pada film Avengers: Endgame, tetapi sama dengan film Deadpool 2 dan X-Men: Days of the Future Past. Namun, tentu ini menimbulkan paradoks yang sangat kompleks, bahkan sejak awal.
Dengan tidak pernah tewasnya ibu Barry, maka kemungkinan ia tidak akan pernah menjadi The Flash. Jika ia tidak pernah menjadi The Flash, maka perjalanan waktu tersebut tidak akan pernah terjadi. Jika perjalanan waktu tersebut tidak terjadi, ibu Barry akan tetap tewas.
Selain itu, terasa ada cukup banyak inkonsistensi di konsep time travel-nya. Kematian Barry 2 karena variannya cukup aneh, karena jika Barry 2 mati saat itu, maka Barry 2 dari masa depan tidak akan pernah ada, dan tidak akan mendorong Barry keluar dari Chronobowl.
Sebenarnya hal ini cukup disayangkan, mengingat film ini terinspirasi dari komik Flashpoint yang terkenal. Konsep multiverse jadi kurang tepat, karena Barry hanya berusaha mengubah timeline waktunya sendiri, bukan pergi ke universe lain.
Mengingat film ini disebut akan mereset DC, Penulis tidak merasakan hal tersebut. Justru muncul banyak sekali pertanyaan yang tak terjawab dan rasanya tidak akan terjawab. Salah satunya adalah, bagaimana nasib The Flash di DCU-nya James Gunn? Tidak tahu.
Hal lain yang cukup mengganggu Penulis adalah CGI-nya yang lumayan buruk, terutama saat The Flash masuk ke Chronobowl. Meskipun sang sutradara sudah memberikan penjelasan, tetap saja Penulis merasa ganjil, terutama ketika ada adegan CGI dari alm. Christopher Reeves.
Sebelum DCU dimulai dengan film Superman: Legacy, DCEU akan ditutup dengan film Aquaman and the Lost Kingdom. Apakah Penulis akan menontonnya? Tampaknya tidak, mengingat alasan utama Penulis menonton The Flash adalah karena ada Batman-nya.
Lawang, 25 Juni 2023, terinspirasi setelah menonton The Flash
Sumber Featured Image: Collider
- Musik4 bulan ago
Maskulinitas pada Musik Dewa
- Buku4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Funiculi Funicula: Kisah-Kisah yang Baru Terungkap
- Anime & Komik4 bulan ago
Alasan Saya Tidak Suka One Piece
- Musik5 bulan ago
9 Personel Twice dan Impresi Saya ke Mereka
- Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #6 King of New York
- Pengembangan Diri5 bulan ago
Pada Akhirnya, Kebaikan yang Kita Lakukan akan Kembali ke Diri Sendiri
- Sosial Budaya4 bulan ago
Hype Konser Coldplay di Indonesia: Beneran Nge-fans atau Sekadar FOMO?
- Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold (Spoiler Version)
You must be logged in to post a comment Login