Connect with us

Pengalaman

Perjalanan Cita-Cita Saya, Mulai Astronot hingga Menteri Pendidikan

Published

on

Entah mengapa secara random Penulis ingin berbagi kronologi cita-citanya mulai kecil hingga sekarang. Kebetulan, Penulis ingat apa saja karir yang diinginkan mulai SD hingga usianya yang sudah mendekati kepala tiga ini.

SD: Astronot dan Ilmuwan

Menjadi Astronot (SpaceFlight Insider)

Penulis merasa bersyukur memiliki privilege berupa orangtua yang gemar memberikan bacaan sejak kecil. Bukunya pun semacam ensiklopedia mini dengan beragam topik.

Menariknya, sejak kecil Penulis sudah menunjukkan ketertarikan terhadap luar angkasa. Rasanya semesta menyimpan begitu banyak misteri yang begitu indah sekaligus menakutkan.

Oleh karena itu, kalau tidak salah ketika kelas 2 SD, Penulis bercita-cita menjadi seorang astronot. Tidak pernah terbesit pikiran untuk menjadi dokter, tentara, guru, ataupun pekerjaan yang lebih umum di saat itu.

Ketika kelas 5 atau 6, Penulis sudah mulai membaca komik Seri Tokoh Dunia yang berisi tentang biografi singkat orang-orang penting. Beberapa di antaranya adalah Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Loius Pasteur, dan lainnya.

Oleh karena itu, Penulis sempat berangan-angan menjadi ilmuwan seperti mereka, walau belum tahu apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan.

SMP: Penulis

Menjadi Penulis (Enterpreneur)

Penulis mulai suka membaca novel ketika SMP. Beberapa novel yang Penulis baca adalah Sherlock Holmes dan Harry Potter. Tumbuhnya kesukaan membaca ini mendorong hobi baru yang masih dijalani hingga sekarang: menulis.

Draft pertama novel Leon dan Kenji tercipta ketika ada tugas PPKN yang menyuruh muridnya untuk menunjukkan bakat apa yang dimiliki. Karena merasa tidak punya bakat lain, Penulis pun memutuskan untuk membuat sebuah cerita pendek dan berhasil mendapatkan nilai 90.

Oleh karena itu, Penulis bercita-cita untuk menjadi seorang penulis yang ternyata menjadi jalan hidupnya sekarang. Memang belum bisa menerbitkan novelnya sendiri, tapi setidaknya Penulis bisa merintis karir dari hobinya sejak SMP ini.

SMA: Diplomat

Menjadi Diplomat (Good News From Indonesia)

Selain membaca buku-buku yang berkaitan tentang luar angkasa, sejak SD Penulis juga sangat suka membaca atlas. Entah berapa ibukota dan bendera negara yang sudah Penulis hafal sejak dini.

Ketika duduk di bangku SMA, entah mengapa muncul dorongan untuk bisa hidup dan tinggal di luar negeri. Karena tidak punya biaya sendiri, Penulis pun coba mencari peluang pekerjaan apa yang bisa membuat Penulis mendapatkan hal tersebut.

Jawabannya pun adalah diplomat. Terserah tinggal di mana, yang penting Penulis bisa merasakan sensasi tinggal di negara lain selain Indonesia.

Ketika memilih jurusan SBMPTN, Penulis memilih jurusan Hubungan Internasional sebagai pilihan keduanya karena merasa jurusan ini bisa membawa dirinya ke cita-cita tersebut.

Sayangnya (atau untungnya?), takdir berkata lain. Penulis justru diterima di jurusan pilihan pertamanya: Informatika.

Kuliah: Dosen dan Punya Software House

Menjadi Dosen (LP2M)

Kuliah di jurusan Informatika benar-benar berbeda dari yang dibayangkan. Penulis memang suka dengan komputer sejak kecil, tapi tidak pernah bersentuhan dengan yang namanya bahasa pemograman.

Sejak semester awal, Penulis sudah merasa yakin kalau dirinya tidak berbakat untuk menjadi seorang programmer ataupun pekerjaan lain yang bersentuhan dengan itu.

Maka dari itu, Penulis ingin menjadi seorang dosen. Penulis sempat memiliki rencana untuk melanjutkan studi S2 dengan jurusan Manajemen Informatika. Harapannya, setidaknya Penulis bisa menjadi dosen untuk jurusan Sistem Informasi.

Selain itu, Penulis dan teman-temannya ingin memiliki semacam software house. Kami sudah mencobanya, sayang kurang berhasil karena berbagai kendala.

Selepas Kuliah: Menteri Pendidikan

Pernah Punya Cita-Cita yang Sama dengan Dia (Berita KBB)

Anehnya, walau punya cita-cita sebagai seorang dosen, Penulis malah coba untuk melamar pekerjaan di NET TV. Sayangnya, Penulis gagal di babak seleksi terakhir.

Keinginan untuk menjadi seorang dosen pun timbul lagi. Berkat nasihat seseorang, Penulis jadi terdorong untuk mengombinasikan beberapa cita-citanya: pergi ke luar negeri untuk kuliah, lalu pulang ke Indonesia untuk menjadi seorang dosen.

Penulis pun sampai harus pergi ke Kampung Inggris untuk persiapan tes IELTS. Nah, saat itu Penulis sedang membaca buku karya Rhenald Khasali yang berjudul Strawberry Generation.

Buku tersebut membuat Penulis tergugah untuk bisa membantu memperbaiki pendidikan di Indonesia. Tercetuslah cita-cita yang kedengarannya sangat tinggi: Menteri Pendidikan. Cita-cita yang sama dengan Jerome Polin.

Sayangnya, kegagalan mendapatkan beasiswa secara bertubi-tubi menjatuhkan Penulis. Boro-boro jadi menteri, sekadar mendapatkan beasiswa saja tidak berhasil.

Dengan segala kondisinya yang penuh kelimbungan, Penulis memutuskan untuk merantau ke ibukota dan menemukan jenjang karir yang akhirnya cocok dengan dirinya.

Penutup

Sebagai luluan Informatika yang tidak memiliki kemampuan programming, berkesempatan untuk merintis karir sebagai Content Writer adalah kesempatan yang luar biasa.

Tidak hanya itu, Penulis juga sempat mencicipi bidang pekerjaan lain seperti Social Media Specialist hingga Apps & Games Lead. Karir Penulis sekarang sebagai seorang editor juga tidak lepas dari pengalaman-pengalaman tersebut.

Memiliki banyak cita-cita yang unik dan kerap berubah justru menjadi kebanggaan bagi Penulis. Setidaknya, cita-cita sebagai seorang penulis pada waktu SMP tersampaikan, walau dalam bentuk yang berbeda dengan bayangannya.

Jika ditanya apa cita-citanya sekarang, Penulis pun akan kebingungan untuk menjawabnya. Setidaknya, Penulis akan berusaha untuk terus mengembangkan diri dan karirnya. Hasilnya seperti apa, kita lihat saja nanti.


Lawang, 3 Agustus 2021, terinspirasi dari pikiran random yang tiba-tiba muncul

Foto: The Macleay Argus

Pengalaman

Juni 2024 adalah Bulan Pertama Saya Menulis Tiap Hari Tanpa Putus

Published

on

By

Dalam tulisan “Ini adalah Tulisan Whathefan yang ke-1000,” Penulis telah berbagi bagaimana dirinya belakangan ini telah berusaha untuk menjaga konsistensi untuk bisa menulis satu tulisan setiap hari.

Pada tulisan yang tayang di tanggal 13 Juni 2024 tersebut, Penulis mengatakan bahwa dirinya telah menulis setiap hari tanpa putus sebanyak 19 hari. Alhamdulillah, rentetan tersebut bisa bertahan hingga hari dengan total 37 hari tanpa putus.

Lebih menariknya lagi, bulan Juni 2024 adalah pertama kalinya Penuils menulis setiap hari tanpa putus. Bulan Januari 2018 saat blog ini dimulai memang memiliki lebih dari 40 tulisan, tapi itu tak terhitung karena waktu itu Penulis memang punya beberapa stok tulisan.

Apa Saja yang Ditulis Selama Juni 2024?

Bulan Juni memiliki 30 hari, sehingga jumlah tulisan yang diproduksi pun 30 tulisan. Dalam sebulan, ada banyak tulisan yang Penulis buat dari berbagai topik. Yang jelas, biasanya di weekend Penulis akan membuat ulasan tentang buku yang telah dibaca dan melanjutkan seri board game-nya.

Selama bulan Juni, Penulis membuat ulasan lima buku, yakni A Happy Life, The Devotion of Mr. X, Contagious, Ali Sadikin, dan Hoegeng. Judul pertama dan ketiga sebenarnya sudah cukup lama Penulis baca, sehingga isinya sudah agak lupa. Kalau dua buku biografi yang ditamatkan tergolong baru.

Namun, yang paling spesial tentu novel The Devotion of Mr. X karya Keigo Hirashino. Dalam tulisan tersebut, Penulis telah membahas bagaimana novel detektif yang satu ini bisa menggiring pembacanya kepada satu kesimpulan, sebelum akhirnya di balik di akhir cerita. Novel ini sangat rekomendasi kalau suka cerita detektif.

Selain itu, Penulis juga melanjutkan board game-nya dari koleksi ke-16 hingga ke-19, yakni Bahamas, Unstable Unicorns, King of the Dice, dan Kingdomino. Seharusnya hari Minggu (30/6) kemarin giliran Modern Arts, tapi Penulis undur karena adanya kemenangan George Russel di GP Austria yang menarik.

Berbicara topik olahraga, Penulis hanya menulis dua artikel sepak bola dan tidak ada yang membahas Manchester United. Maklum, liga Eropa sedang masa rehat, dan Penulis juga entah mengapa tidak tertarik untuk mengikuti EURO 2024. Hingga hari ini, Penulis belum menonton satu pertandingan pun.

Penulis juga menulis dua artikel untuk rubrik Musik yang membahas dua grup dari genre yang berbeda, yakni Red Velvet dan Linkin Park. Penulis mencoba membuat format tier list melalui Linkin Park dan ternyata cukup menyenangkan. Mungkin, akan ada band atau musisi lain yang akan Penulis buatkan format tier list-nya.

Topik lain yang sering Penulis bahas adalah tentang Dragon Ball. Ada tiga tulisan di bulan Juni yang membahasnya, pertama tentang Future Trunks, Vegeta, dan alasan mengapa Penulis memutuskan untuk mengoleksi seri komik Dragon Ball Super. Sebenarnya, tulisan ketiga adalah alasan mengapa Penulis jadi sering menulis tentang Dragon Ball.

Penulis juga beberapa kali berbagi artikel produktivitas karena bisa menulis artikel setiap hari. Ada tiga artikel yang terkait dengan hal ini, yakni tentang Penulis yang memanfaatkan Notion dan dua artikel tentang membaca buku.

Topik-topik yang sedang panas juga Penulis bahas jika memang ada angle yang menarik, mulai dari isu dinasti politik yang memanas, bagi-bagi kursi di pemerintahan, pemain judi online yang diwacanakan mendapatkan bansos, hingga bocornya Pusat Data Nasional (PDN).

Selain yang sudah Penulis sebutkan di atas, Penulis membahas hal-hal yang sifatnya evergreen, yang biasanya Penulis gunakan sebagai pengingat untuk dirinya sendiri ketika di masa depan nanti sedang iseng-iseng membaca tulisannya sendiri.

Semoga Bukan Bulan Terakhir Bisa Menulis Tanpa Putus

Penulis tentu berharap kalau bulan Juni bukan bulan pertama dan terakhir di mana Penulis bisa menulis setiap hari di blog ini tanpa putus. Penulis berharap bisa menjaga konsistensi ini di bulan-bulan selanjutnya, karena Penulis juga pernah membahas betapa pentingnya untuk menjaga “rantai kebiasaan” jangan sampai putus.

Sejujurnya, Penulis sendiri heran mengapa dirinya yang dulu sangat mager untuk menulis bisa menjadi kembali termotivasi untuk terus menghasilkan tulisan di blog ini. Keberadaan Notion memang membantu, tapi bukan jadi motivasi utama.

Bisa jadi, salah satu yang menjadi motivasi Penulis untuk bisa rajin menulis adalah adanya apresiasi dari banyak pihak. Mungkin jumlahnya bisa dihitung dengan jari, tapi itu sudah cukup bagi Penulis. Penulis benar-benar berterima kasih kepada Pembaca yang sudah mengapresiasi blog ini.


Lawang, 1 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau bulan Juni kemarin dirinya berhasil menulis selama 30 hari tanpa putus

Continue Reading

Pengalaman

Ini adalah Tulisan Whathefan yang ke-1000

Published

on

By

Sejak Whathefan dibuat pada tanggal 2 Januari 2018, akhirnya sampai juga pada tulisan ke-1000. Butuh waktu kurang lebih 6,5 tahun untuk bisa mencapai milestone ini, atau jika dirinci setara dengan 2.354 hari.

Ketika awal membuat blog ini, target Penulis adalah memproduksi setidaknya 5 tulisan setiap minggunya, yang lantas Penulis tingkatkan menjadi 1 tulisan per hari. Namun, pada kenyataannya Penulis banyak bolongnya karena berbagai alasan, tapi yang paling utama tentu saja rasa malas.

Melihat jumlah hari yang telah blog ini lewati, artinya rata-rata Penulis membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari sekali untuk membuat artikel baru, atau jika mau dirinci lagi menjadi setiap 56,5 jam sekali. Apakah itu termasuk cukup produktif untuk seorang penulis, Penulis tidak tahu.

Apapun itu, Penulis tetap berusaha bangga dengan dirinya sendiri karena bisa memproduksi hingga 1.000 artikel. Tentu Penulis tidak akan berhenti menulis di sini dan semoga saja tulisan ke-2000 tidak membutuhkan waktu 6,5 tahun.

Jika Penulis bisa konsisten menulis seperti belakangan ini (sampai artikel ini, Penulis sudah streak sepanjang 19 hari), maka artikel ke-2000 akan tercapai pada tanggal 10 Maret 2027. Permasalahan utama Penulis untuk hal tersebut adalah masalah konsistensi.

Berusaha untuk Bisa Menulis Konsisten Setiap Hari

Dalam tabel distribusi per bulan di atas, bisa dilihat kalau jumlahnya naik turun secara signifikan. Bahkan, total dalam tahun pun trennya menurun terus. Membuat 100 artikel dalam satu tahun pun tak sanggup dalam dua tahun terakhir.

Karena hal tersebut, Penulis bisa dibilang sebagai penulis yang kurang konsisten. Ada saat-saat di mana Penulis seolah kehilangan semangat dan gairah untuk menulis terutama beberapa bulan ke belakang ini, yang sejatinya merupakan hobinya.

Bayangkan saja, jumlah artikel yang Penulis produksi dalam 19 hari terakhir lebih banyak dibandingkan periode November 2023 hingga Februari 2024 (empat bulan), di mana di periode tersebut Penulis hanya berhasil membuat 8 tulisan saja.

Pernah ada dalam satu bulan, Penulis hanya bisa menulis 2-3 artikel (seperti di awal tahun ini), bahkan sempat tidak menulis sama sekali (terjadi dua kali pada bulan Oktober 2020 dan Desember 2023).

Ketika direnungkan, tentu ada faktor-faktor lain yang membuat Penulis jadi tidak bersemangat menulis untuk blog ini. Namun, faktor utamanya tetap saja rasa malas dan kalah dari keinginan bermalas-malasan di atas kasur sambil main ponsel.

Menyadari hal ini, Penulis pun berusaha untuk mencari solusi bagaimana agar dirinya bisa tetap konsisten menulis. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan Notion yang telah Penulis bahas secara terpisah sebelumnya, yang terbukti sangat membantu Penulis.

Jika dikatakan terkadang ada buntu saat menulis, memang benar. Namun, ide terkadang memang harus dikejar, bukan ditunggu. Seringnya sepanjang pengalaman Penulis, selama dirinya berada di depan layar dan mulai mengetik, nanti jari-jari ini akan mengalir dengan sendirinya.

Apa Saja yang Telah Ditulis di Whathefan

Sesuai dengan tagline-nya, Penulis benar-benar menulis apapun yang sedang terpikirkan dan diinginkan. Apa yang Penulis suka, akan Penulis tulis. Alhasil, jumlah rubrik dari blog ini pun terus bertambah menyesuaikan dengan apa yang ingin Penulis tulis.

Penulis tak punya catatan pasti tentang “sejarah rubrik” di blog ini, tapi yang jelas dua rubrik terbaru di blog ini adalah Permainan dan Olahraga. Permainan Penulis buat karena sedang menekuni hobi baru di dunia board game, sedangkan olahrga karena Penulis merupakan penggemar sepak bola dan Formula 1.

Beberapa rubrik lain yang bukan rubrik “orisinal” adalah Musik, Produktivitas (yang merupakan sempalan dari Pengembangan Diri), dan Tentang Rasa. Buku pun dulu tidak Penulis pisah antara Fiksi dan Non-Fiksi.

Selama 6,5 tahun, tentu ada rubrik atau kategori yang paling sering Penulis isi. Yang paling banyak adalah kategori Buku (Fiksi dan Non-Fiksi) dengan 94 tulisan, disusul Film & Serial (86), Sosial Budaya (83), dan Pengembangan Diri (82).

Selain itu, Penulis juga berencana untuk menghilangkan kategori Karang Taruna karena sudah tidak pernah diisi lagi, mengingat Penulis sudah pensiun. Kemungkinan, Penulis akan menggabungkannya dengan rubrik Pengalaman saja.

Selain itu, selama beberapa tahun terakhir Penulis tidak pernah membuat karya sastra satu pun, baik itu novel, cerpen, maupun sajak. Entah mengapa Penulis menjadi seperti miskin imajinasi. Mungkin faktor usia membuat Penulis menjadi pribadi yang semakin realistis.

Apakah ke depannya Penulis akan menambah kategori baru? Bisa saja, jika ada hal baru yang ingin Penulis tulis. Mungkin Penulis akan banyak menulis tentang game, walau rasanya topik tersebut bisa dimasukkan ke dalam kategori Permainan.

Whathefan adalah Blog Gado-Gado yang Belum Profit

Banyak yang bilang blog yang baik adalah yang memiliki niche tertentu. Nah, kalau Whathefan kan beda karena gado-gado. Seninnya bisa membahas tentang politik, Selasanya nulis K-Pop, terus Rabunya nulis sepak bola. Benar-benar semau gue.

Sejak awal Penulis memang tidak menjadikan blog ini sebagai sumber pemasukan. Memang Penulis memasang AdSense, tapi tidak pernah dikelola dengan benar sehingga sampai hari ini pun uang AdSense-nya belum bisa dicairkan karena jumlahnya kecil sekali.

Padahal dalam setahun, biaya yang harus Penulis keluarkan untuk blog (biaya domain dan hosting) ini mencapai sekitar Rp900 ribu. Karena blog ini telah berusia 6 tahun, maka kurang lebih Penulis sudah mengeluarkan sekitar Rp5,4 juta.

Namun, Penulis sama sekali tidak pernah merasa rugi karena bagi Penulis hal tersebut merupakan sebuah investasi. Tanpa berniat sombong, salah satu faktor Penulis diterima di dua tempat kerja adalah karena kehadiran blog ini yang menjadi semacam portofolio Penulis.

Oleh karena itu, sebisa mungkin Penulis akan mempertahankan blog ini selama mungkin, bahkan kalau bisa sampai Penulis tidak mampu lagi menulis. Meskipun sering terhalang masalah inkonsistensi, Penulis akan terus berusaha untuk bisa menghasilkan tulisan di blog ini.


Lawang, 13 Juni 2024, terinspirasi setelah mencapai milestone 1.000 artikel di blog ini

Continue Reading

Pengalaman

Bagaimana Rasanya Berpuasa di Tanah Rantau?

Published

on

By

Tahun 2024 ini menjadi tahun keempat di mana Penulis (alhadulillah) bisa berpuasa di rumah. Sebelumnya pada rentang tahun 2019-2020, Penulis mengalami yang namanya berpuasa di tanah rantau, di mana untuk sahur dan buka puasa harus dilakukan sendirian.

Meskipun tergolong sebentar (karena hanya sekitar dua tahun), Penulis merasa kalau berpuasa di tanah rantau memiliki sensasinya sendiri. Yang biasanya kita dibangunkan dan makanan telah disiapkan oleh ibu, kini harus tergantung dengan diri sendiri.

Oleh karena itu, pada tulisan kali ini Penulis ingin berbagi sedikit mengenai bagaimana rasanya berpuasa di tanah rantau. Semoga saja tulisan ini bisa bermanfaat untuk sesama kaum muslimin yang baru merasakan bagaimana puasa di tanah rantau tahun ini.

Sahur di Tanah Rantau

Warteg Andalan (Google Maps)

Di sekitar kos Penulis di Jakarta, bisa dibilang ada berbagai jenis makanan yang dijual, mulai dari warteg hingga masakan padang. Hal ini memudahkan Penulis untuk mencari makan ketika jam sahur.

Yang menjadi andalan Penulis tentu saja warteg dengan lauk tempe orek ditambah sayur singkong. Menu yang murah meriah ini tentu menjadi berkah untuk anak rantau yang harus serba menghemat.

Namun, yang menjadi permasalahan utama ketika sahur sebenarnya bukan menu makanannya, melainkan rasa malas untuk keluar kos. Bangun dini hari untuk keluar kos terkadang terasa berat, walau tempat membeli makanannya sebenarnya sangat dekat.

Jika sudah mager tingkat maksimal, biasanya mi instan menjadi solusi utama, ditemani dengan secangkir teh panas yang dibuat menggunakan Heater. Solusi lainnya adalah memesan makanan secara online, yang secara biaya jelas lebih mahal.

Penulis bukan tipe orang yang bisa memasak dan kurang minat memelajarinya. Penulis baru mulai memasak kecil-kecilan ketika pandemi, di mana Penulis tidak bisa pulang ke Malang. Berbagai peralatan masak pun dibeli, mulai dari Magic Jar, panci, hingga saringan.

Yang dimasak pun hanya makanan instan yang tinggal digoreng, seperti nugget dan sosis. Kalau makanan organik, paling mentok ya tempe dan telur, yang sama-sama tinggal digoreng. Jangan harap ada sayur karena tidak ada satupun menu yang bisa Penulis masak.

Buka Puasa di Tanah Rantau

Dulu Hampir Buka Puasa Setiap Hari di Sini (Google Maps)

Untuk masalah buka puasa, Penulis merasa bersyukur karena mendapatkan “jatah” dari kantor. Ini terjadi di tahun 2019, karena di tahun 2020 pandemi COVID-19 terjadi sehingga Penulis harus buka puasa di kos.

Jatah menu buka puasa dari kantor bisa dibilang cukup bervariasi, karena setiap harinya akan mendapatkan menu yang berbeda. Biaya makan per karyawan pun bisa dipastikan lebih dari 15 ribu per kepala, karena makanan yang dihidangkan berasal dari walaraba populer.

Barulah ketika akhir pekan Penulis harus mencari menu buka puasa sendiri. Namun, Penulis jarang membeli makan sebelum jam buka. Biasanya, Penulis justru baru mencari makan selepas Isya karena biasanya tempat makan sudah mulai sepi pembeli.

Menu buka puasanya pun berkisar di tempat-tempat makan di sekitar kos. Namun, jika sedang senggang, maka Penulis akan berbuka puasa di mal untuk menikmati menu yang lebih lezat atau memesannya melalui layanan online jika sedang mager.

Ketika memesan makanan online, sesekali Penulis akan memesan dua porsi, di mana satunya diperuntukkan untuk abang yang mengantarkannya. Selain berbagi di bulan puasa, biasanya potongan di aplikasi baru bisa dipakai ketika mencapai nominal tertentu.

Selama merantau, Penulis bisa dibilang jarang mengikuti buka bersama (bukber), lha mong tiap hari memang bukber bareng teman-teman kantor. Ketika akhir pekan, tentu mereka lebih memilih berbuka bersama orang-orang rumah.

Penutup

Jika dibandingkan dengan puasa di tanah rantau, memang berpuasa di rumah terkesan lebih “membosankan” karena cukup monoton. Kalau tidak makan masakan ibu atau beli makanan di sekitar rumah. Kalau mau beda, paling menunggu momen bukber.

Namun, tentu Penulis tetap bersyukur bisa berpuasa di rumah bersama keluarga dan orang-orang yang dicintai. Ini bukan tentang apa yang dimakan, melainkan momen berharga yang dihabiskan dengan siapa.

Berpuasa di tanah rantau mengajari Penulis untuk bersyukur karena selama ini mendapatkan privilege sehingga bisa berpuasa dengan “mudah.” Semua sudah tersedia, kita tinggal makan saja tanpa perlu keluar rumah.

Suasana sahur dan buka bersama keluarga juga menjadi hal yang membuat kita baru merasa kehilangan ketika merantau sendirian. Meskipun ada teknologi video call, hal tersebut tidak akan bisa menggantikan pertemuan fisik.

Berada di tanah rantau membuat kita menyadari hal tersebut, yang mungkin selama ini terabaikan. Bisa berpuasa di rumah bersama keluarga rasanya jauh lebih menyenangkan, terutama setelah sempat berpuasa sendiri di tanah rantau.

Untuk para Pembaca yang baru berpuasa sendiri di tanah rantau, semangat! Puasa di tanah rantau itu seru kok, walaupun kita harus bisa melawan rasa malas untuk keluar rumah ataupun memasak sendiri.


Lawang, 12 Maret 2024, terinspirasi karena menyadari dirinya sudah empat tahun mendapatkan kesempatan untuk berpuasa di rumah

Foto Featured Image: Chatelaine

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan