Connect with us

Anime & Komik

Karakter Paling Sial di Dragon Ball adalah Future Trunks

Published

on

Jika membicarakan siapa karakter paling sial di serial Dragon Ball secara keseluruhan, kebanyakan penggemar akan menyebutkan nama Yamcha. Hal itu bukan tanpa sebab, mengingat ia beberapa kali harus mengalami kejadian secara apes.

Contohnya adalah kematian konyolnya ketika dibunuh oleh Sabaiman di Saiyan Saga, di mana pose matinya menjadi begitu ikonik. Tidak hanya itu, Bulma yang sejak awal Dragon Ball menjadi kekasihnya pun pada akhirnya justru menjadi istri dari Vegeta.

Namun, sebenarnya nasib Yamcha masih jauh lebih baik dari nasih salah satu karakter yang digemari oleh penggemar: Future Trunks. Daripada sial, bisa dibilang nasib Future Trunks lebih mengarah ke tragis karena banyaknya hal buruk yang menimpa dirinya.

Kemunculan Pertama Trunks di Seri Dragon Ball

Trunks mengalahkan Frieza (YouTube)

Trunks pertama kali muncul ketika Frieza yang gagal dibunuh oleh Son Goku datang ke bumi untuk membalas dendam. Waktu itu, Goku masih belum pulang ke bumi dan belum ada satu pun petarung yang mampu melawan Frieza.

Di saat genting tersebut, tiba-tiba Trunks muncul, bahkan bisa berubah menjadi Super Saiyan yang pada saat itu Vegeta pun belum bisa melakukannya. Dengan mudah, ia mengalahkan Frieza dan pasukannya.

Ternyata, Trunks berasal dari masa depan dan merupakan anak dari Vegeta dan Bulma. Di linimasanya, bumi menjadi hancur karena ulah Android 17 dan 18. Para petarung bumi telah mati dan hanya menyisakan Trunks.

Goku sendiri tak sempat bertarung karena keburu mati karena penyakit. Nah, tujuan Trunks pergi ke masa lalu adalah memberikan obat yang akan menyembuhkan penyakit Goku, sehingga akan ada linimasa di mana para Android bisa dikalahkan.

Selain itu, Trunks juga memperingatkan kalau tiga tahun dari sekarang akan muncul Android yang membuat dunianya hancur. Setelah itu, ia pun kembali ke linimasanya dan baru kembali ke masa lalu tiga tahun kemudian.

Ternyata benar, ada Android yang muncul mengacau kota. Anehnya, Android yang muncul tersebut berbeda dengan yang ada di linimasanya Trunks. Ia justru melihat Android 19 dan Dr. Gero, pencipta para Android yang terafiliasi dengan Red Ribbons.

Dr. Gero berhasil dibuat terdesak hingga akhirnya membangkitkan Android 17 dan 18. Tidak hanya itu, Android 16 pun juga dibangkitkan, yang di linimasanya Trunks tidak ada. Para Android tersebut benar-benar kuat, bahkan Vegeta yang telah menjadi Super Saiyan pun tak berdaya.

Singkat cerita, tiba-tiba ada kabar kalau ada sesosok makhluk bernama Cell yang ternyata datang dari masa depan juga. Yang lebih mengerikannya lagi, ia membunuh Trunks lain dari linimasanya yang lebih jauh agar bisa menggunakan mesin waktunya.

Cell melakukan perjalanan waktu karena Android 17 dan 18 di linimasanya telah dibunuh oleh Future Trunks. Padahal, ia membutuhkan keduanya untuk bisa mencapai versi sempurnanya. Keberadaan Cell ini juga sama sekali tidak diketahui oleh Trunks yang sekarang.

Untuk bisa mengalahkan para lawan yang semakin kuat, Trunks bersama dengan petarung lainnya pun melakukan latihan di Hyperbolic Time Chamber, di mana satu tahun di sana sama dengan satu hari di dunia nyata.

Super Trunks dan Cell Games

Super Trunks (Fandom)

Trunks melakukan latihan yang insentif bersama Vegeta. Saat mereka latihan, Cell telah berhasil menyerap Android 17 dan memasuki bentuk Semi-Perfect. Namun, Vegeta yang telah menjadi Super Vegeta berhasil mengalahkan Semi-Perfect Cell dengan mudah.

Cell tahu kalau Vegeta adalah tipe orang Saiyan yang gemar bertarung, sehingga ia menantang Vegeta untuk membiarkannya menyerap Android 18 agar bisa mencapai bentuk sempurnanya. Strategi tersebut berhasil, Vegeta mempersilakan Cell untuk melakukannya.

Trunks, yang sudah muak dengan segala hal buruk yang terjadi di linimasanya, tentu berusaha menggagalkan hal tersebut. Sayangnya, pada akhirnya Cell berhasil menjadi Perfect Cell dan Vegeta pun dikalahkan dengan mudah.

Setelah Vegeta pingsan, Trunks pun berubah ke mode Super Trunks yang membuat badannya terlihat begitu besar. Sayangnya, meskipun memiliki power yang kuat, form tersebut membuat serangannya tidak bisa mengenai lawan karena membuatnya melamban.

Trunks pun dengan pasrah mengakui kekalahan dan siap untuk dibunuh Cell. Untungnya, Cell tidak membunuhnya dan justru mengumumkan akan membuat Cell Games. Nah, di Cell Games ini peran Trunks sudah tidak terlalu signifikan lagi karena highlight-nya justru Goku dan Gohan.

Satu-satunya scene yang melibatkan Trunks adalah kematiannya setelah Cell bangkit kembali setelah meledakkan diri. Kematian Trunks membuat Vegeta marah dan menyerang Cell. Gohan pun jadi terluka karena berusaha menyelamatkan Vegeta, padahal ia menjadi satu-satunya harapan.

Pada akhirnya, seperti yang kita tahu, Gohan berhasil mengalahkan Cell dan Trunks pun dihidupkan kembali oleh Dragon Ball. Trunks yang kini sudah sangat kuat pun kembali ke linimasanya dan berhasil mengalahkan para Android dengan mudah. Kehidupannya pun kembali damai, sampai…

Melawan Black Goku

Trunks Melawan Black Goku (Fandom)

Sejak Cell Saga, Future Trunks tidak pernah muncul lagi. Ia baru muncul lagi di seri Dragon Ball Super, dan sekali lagi ia harus mengalami nasib apes karena bertemu dengan lawan yang sangat kuat dan tidak bisa ia kalahkan: Black Goku. Kedamaian yang berhasil ia buat selama ini sirna begitu saja.

Lebih menyedihkannya lagi, ia kini juga kehilangan Bulma, sosok yang memungkinkan dirinya melakukan perjalanan waktu berkat mesin waktu buatannya. Untungnya di saat genting, Trunks berhasil kembali ke masa lalu sebelum dibunuh oleh Black Goku.

Menjelaskan Black Goku ini lumayan rumit, bahkan hingga sekarang Penulis tidak benar-benar memahaminya. Namun, Penulis akan coba jelaskan secara sesederhana mungkin sesuai dengan pemahamannya.

Ternyata, wujud asli Black Goku adalah Zamasu, calon Kaioo-shin dari Universe 10 dari linimasa Goku yang membenci kehidupan para makhluk mortal. Ia menggunakan Dragon Ball untuk menukar raganya dengan Goku agar mendapatkan kekuatan yang luar biasa.

Lalu, dengan cincin waktu ia pergi ke linimasa Trunks karena di sana sudah tidak ada Dewa Penghancur Beerus, mengingat Kaioo-shin sudah mati saat berupaya menghentikan Babidy yang ingin membangkitkan Buu. Artinya, tak ada yang bisa menghalanginya.

Goku dan Vegeta pun pergi ke linimasa Trunks untuk menghentikan Black Goku ini. Namun, Black Goku ternyata mendapatkan bantuan dari Zamasu yang memang tinggal di linimasa tersebut. Bahkan, Zamasu ini telah mendapatkan keabadian lewat Dragon Ball.

Singkat cerita, Black Goku dan Zamasu yang terdesak akhirnya melakukan fusion. Kekuatan Goku Black ditambah keabadian Zamasu membuat mereka tak bisa dikalahkan. Akhirnya Goku menggunakan alat untuk memanggil dewa tertinggi alam semesta, Zeno, yang akhirnya memusnahkan Black Goku untuk selamanya beserta bumi.

Setelah pertarungan tersebut, Trunks pun kembali ke linimasa Goku karena dunianya sekarang sudah hancur total. Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke linimasanya sendiri sebelum Dabura dan Zamasu muncul.

Nasib Sial Trunks yang Membuatnya Berbeda dari Saiyan Lain

Trunks dan Kehidupan Tragisnya (CBR)

Bisa dilihat dari rangkuman cerita di atas kalau Trunks benar-benar bernasib sial dan tragis sepanjang hidupnya. Dunianya sudah hancur ketika Android 17 dan 18 muncul dan membunuh semua teman-temannya, menjadikan ia sebagai satu-satunya pelindung bumi.

Setelah akhirnya berhasil mengalahkan mereka berdua, Trunks juga berhasil menghentikan Babidy membangkitkan Buu. Namun, keberhasilan ini harus dibayar mahal dengan kematian Kaioo-shin dan menyebabkan Black Goku jadi mengincar linimasa Trunks.

Black Goku benar-benar menjadi makhluk yang sangat kuat, hingga satu-satunya cara mengalahkannya adalah melalui tangan Zeno. Dunia yang ia lindungi selama ini pun jadi hilang tak berbekas, walau ia pada akhirnya pergi ke masa alternatif lainnya.

Trunks telah kehilangan semuanya. Ayah dan teman-temannya dibunuh para Android. Gohan, yang sempat menjadi mentornya, juga akhirnya dibunuh dan memicunya menjadi Super Saiyan. Bahkan, ibunya yang selalu menemaninya pun akhirnya mati.

Mungkin, Trunks tak terlalu menyesal dunianya dihancurkan oleh Zeno, mengingat di sana sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Sekarang ia hanya memiliki Mai, dan akhirnya memutuskan untuk memulai hidup baru di masa depan alternatif.

Memilki kehidupan yang sedemikian getir membuat Trunks tidak terlihat seperti Saiyan sejati. Berbeda dengan Goku, Vegeta, atau Gohan yang terkadang meremehkan lawan dan tidak langsung menghabisi lawannya, Trunks selalu ingin mengakhiri pertarungan secepat mungkin.

Hal ini bisa dilihat dari kemunculan perdananya, di mana ia langsung menghabisi Frieza. Saat Semi-Perfect Cell bisa dikalahkan dengan mudah, ia pun ingin segera menghabisinya. Ketika kembali ke linimasanya, Trunks pun tanpa banyak babibu langsung membunuh Android 17 dan 18, serta mencegah Cell pergi ke masa lalu.

Trunks juga tidak punya semacam “harga diri” ala bangsa Saiyan yang memilih mati dibandingkan harus kabur. Sepanjang hidupnya, ia selalu berusaha bertahan hidup di keadaan yang sulit. Jika kabur bisa membuatnya bertahan (termasuk kabur ke masa lalu), maka itu ia akan lakukan.

Kisah hidup Trunks memang bisa dibilang paling sial, bahkan seharusnya disebut tragis, dibandingkan dengan karakter Dragon Ball lainnya. Namun, justru itu yang membuatnya menjadi karakter yang menarik dan dicintai oleh banyak penggemar seri buatan Akira Toriyama ini.


Lawang, 12 Juni 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau Future Trunks adalah karakter paling sial dan tragis di Dragon Ball

Foto Featured Image: Reddit

Anime & Komik

Saya Memutuskan untuk Mengoleksi Komik Naruto Bind Up Edition

Published

on

By

Tak hanya Dragon Ball, Penulis juga tumbuh besar dengan seri Naruto. Bahkan, jumlah komik yang Penulis waktu kecil justru didominasi oleh manga karya Masashi Kishimoto ini, walau sempat berhenti beli karena telah membaca versi digitalnya.

Nah, belakangan ini, PT Elex Media Komputindo memutuskan untuk mencetak remake dalam bentuk Bind Up Edition. Singkatnya, ini adalah versi di mana dua komik dijadikan satu dan ukurannya pun diperbesar. Harganya per komik adalah Rp99 ribu.

Sempat menimbang-menimbang, akhirnya Penulis pun memutuskan untuk memulai mengoleksinya dari volume 1, terlepas telah memiliki beberapa komik versi aslinya. Penulis akan menjabarkan alasannya di bawah ini.

Perkenalan dengan Naruto

Komik Naruto Pertama yang Penulis Miliki

Awal Penulis mengenal Naruto sebenarnya cukup telat, yakni ketika duduk di bangku SMP. Penulis tahu karena teman-teman Penulis sering membicarakannya sehingga menjadi tertarik karena dunia ninja terdengar seru untuk diikuti.

Oleh karena itu, Penulis mencoba untuk mulai membeli komiknya. Di dekat rumah Penulis, kebetulan ada yang jual dengan harga murah. Waktu itu, Penulis belum paham kalau komik itu adalah komik bajakan karena kualitas gambarnya yang menyakitkan mata.

Tidak dari volume 1, Penulis langsung membeli volume 20 karena itu yang tersedia di rak. Tentu Penulis sempat bingung karena tahu-tahu ada seorang wanita menjadi seorang pemimpin desa dan karakter bernama Sasuke mengajak gelud Naruto.

Walau begitu, Penulis merasa kalau komik ini terasa seru dan membaca volume lanjutannya. Penulis masih bisa memahami kalau inti dari konfliknya adalah Sasuke yang ingin keluar desa demi mendapatkan kekuatan dari Orochimaru dan berusaha dicegah oleh Naruto dkk.

Sembari mengikuti arc tersebut, Penulis beberapa kali dijelaskan tentang awal mula cerita Naruto oleh temannya yang lebih dulu mengikutinya. Namun, tetap saja mengetahui ceritanya secara melompat-lompat membuat Penulis cukup kebingungan.

Penulis pun mencoba untuk membeli komik Naruto volume awal-awal. Anehnya, volume yang Penulis miliki terkesan acak, yakni volume 12, 15, 16, dan 17. Penulis tak ingat bagaimana bisa memilikinya, tapi komik-komik tersebut masih ada sampai sekarang.

Tak hanya itu, Penulis juga punya volume 1, 2, dan 4, karena dulu sempat berniat untuk mengoleksi komiknya secara lengkap. Namun, niat tersebut tak pernah kejadian karena waktu itu Penulis merasa lebih seru (dan lebih cepat) untuk mengikuti manga digitalnya saja.

Melengkapi Kepingan yang Hilang

Jadi Tahu Cerita yang Belum Pernah Diketahui (X)

Mungkin karena memiliki daya ingat yang cukup kuat, Penulis masih mengingat volume berapa saja yang pernah dimiliki. Antara volume 20 hingga 40, Penulis memiliki semua kecuali volume 22. Mulai dari volume 27, Penulis tak pernah lagi membeli komik bajakan.

Setelah volume 40, Penulis lebih sering membaca versi digitalnya. Satu-satunya komik Naruto yang Penulis miliki setelah volume tersebut adalah volume 46 dan 71. Karena konflik yang semakin memanas, Penulis pun semakin melupakan “masa lalu” Naruto di volume-volume awal.

Itulah salah satu alasan Penulis memutuskan untuk mengoleksi komik Naruto Bind Up Edition: karena ada banyak kisah Naruto yang belum pernah Penulis ketahui. Apalagi, Penulis hampir tidak pernah menonton serial animenya.

Kehadiran Bind Up Edition ini seolah menjadi momentum yang pas untuk melengkapi kepingan yang hilang seputar Naruto. Walau edisi ini benar-benar hanya menggabungkan dua volume menjadi satu, Penulis merasa tidak rugi untuk membelinya.

Apalagi, cerita-cerita yang dulu Penulis abaikan karena dirasa akan membosankan ternyata seru. “Chūnin Exams Arc” sejak awal ternyata sudah terasa seru. Penulis juga jadi mengetahui secara lengkap bagaimana Orochimaru meninggalkan segel di leher Sasuke.

Selain itu, dengan membaca secara runtun, alasan Sasuke memutuskan untuk meninggalkan desa dan pergi ke tempat Orochimaru menjadi masuk akal. Penulis akan membahas topik ini secara detail di tulisan lain.

Hal lain seputar Naruto yang baru Penulis ketahui setelah mulai mengoleksi Bind Up Edition adalah bagaimana pertemuan pertama Naruto dengan Jiraiya, bagaimana Gaara hampir mengakhiri karier ninja Rock Lee, dan masih banyak lagi lainnya.

Upaya Penebusan Dosa

Hingga artikel ini ditulis, sudah ada 10 volume yang dirilis. Artinya, seri ini telah sampai di komik Naruto pertama yang Penulis baca. Berhubung dulu membaca versi bajakannya, membaca versi aslinya dengan kualitas gambar yang bagus jelas memuaskan.

Selain itu, Penulis juga menganggap koleksi ini sebagai upaya “penebusan dosa” karena dulu membaca versi bajakannya. Waktu itu, dengan polosnya Penulis menganggap kalau memang ada versi murah dari sebuah komik, makanya kualitasnya jelek.

Dengan mulai mengoleksi dari awal, Penulis akan mendapatkan kesempatan untuk membaca komik Naruto tanpa terganggu gambar buram yang terkadang sangat sulit untuk dilihat. Apalagi, ukurang komik edisi Bind Up ini juga lebih besar.

Penulis tidak tahu apakah masih ada banyak komik bajakan yang dijual di pasaran. Semoga saja sudah tidak ada lagi pihak yang membajak komik, setidaknya secara fisik. Kalau secara daring, rasanya akan sangat sulit untuk mengendalikannya.

Sebagai tambahan, Penulis pun jadi merasakan kembali sensasi yang pernah dirasakan waktu kecil ketika menanti komik volume terbaru dirilis. Namun, mengingat lamanya komik Dragon Ball Super Vol. 20 rilis, rasanya Penulis harus benarn-benar ekstra sabar.


Lawang, 2 Oktober 2024, terinspirasi setelah mengoleksi komik Naruto Bind Up Edition

Continue Reading

Anime & Komik

Setelah My Hero Academia Tamat

Published

on

By

Tepat satu bulan yang lalu, manga My Hero Academia resmi tamat. Dengan jumlah chapter sekitar 400 lebih sedikit, kita akhirnya mendapatkan konklusi tentang akhir dari perjalanan Deku dan kawan-kawan, setidaknya dari perspektif kita sebagai pembaca.

Sejujurnya, Penulis sudah lama berhenti menonton serial animenya karena terlalu banyak dragging dan flashback yang repetitif. Oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk membaca manganya saja yang tersedia secara gratis dan legal di aplikasi Manga Plus.

Penulis sudah sempat bercerita tentang awal pertemuannya dengan seri ini di tulisan “Sekolah Superhero Ala My Hero Academia,” jadi Penulis tidak akan mengulan bagian tersebut di sini. Pada tulisan kali ini, Penulis akan memberikan pendapatnya setelah manga ini tamat.

Dibuat Bingung Siapa yang Menjadi Final Villain

Tomura Shigaraki (CBR)

Sejujurnya, Penulis merasa lega karena akhirnya My Hero Academia telah tamat, tapi bukan dalam artian yang baik. Menurut Penulis, arc terakhir manga ini terasa terlalu panjang dan menjemukan, sehingga Penulis sempat merasa malas untuk terus membaca.

Ada banyak alasannya, tapi yang utama adalah bagaimana musuh utama di serial ini digambarkan mati bangkit mati bangkit berkali-kali. Final boss di seri ini adalah All For One (AFO), bukan Tomura Shigaraki yang hanya dimanfaatkan oleh AFO.

Awalnya, AFO terlihat berhasil dikalahkan oleh Katsuki Bakugo, apalagi AFO terus mengalami degenerasi hingga ke wujud bayinya, dan akhirnya menghilang begitu saja. Namun, Penulis sudah lupa mengapa, tapi akhirnya ia berhasil menguasi tubuh Shigaraki.

Bagian ini menyebalkan bagi Penulis, karena Shigaraki lebih pantas untuk menjadi musuh terakhir dari tokoh utama Izuku Midoriya. Alasannya, mereka berdua sejauh ini telah hidup dengan meyakini prinsip yang saling bertolak belakang.

Hal ini mirip dengan kisah Naruto, yang justru memunculkan Kaguya Ōtsutsuki sebagai final villain. Madara Uchiha jelas lebih menjadi musuh terakhir Naruto dan kawan-kawan, bukannya sosok yang sebelumnya hampir tidak pernah disebut-sebut.

Namun, setidaknya di Naruto urutannya villain yang muncul jelas. Obito, Madara, baru Kagura keluar. Kalau My Hero Academia, Penulis dibuat bingung untuk mengetahui siapa sebenarnya yang ingin dijadikan sebagai final villain.

Bahkan, ketika akhirnya Midoriya berhasil mengalahkan AFO untuk selamanya, sempat ada perasaan was-was kalau ternyata tiba-tiba Shigaraki masih hidup entah bagaimana caranya. Untungnya, hal tersebut tidak pernah terjadi.

Pertarungan Lain di Peperangan Akhir

Ochaco vs Toga (ComicBook)

Sekarang mari kita bicarakan pertarungan lain. Sama seperti arc Perang Dunia Ninja Keempat di Naruto, wajar jika ada banyak adegan pertarungan yang akan meng-highlight karakter-karakternya. Itu pun terjadi di final arc My Hero Academia.

Awalnya masih oke, tapi makin lama makin menjemukan. Mungkin pertarungan yang benar-benar Penulis bisa nikmati adalah pertarungan antara Ochaco Uraraka dan Himiko Toga. Keduanya seperti sepasang sahabat yang harus bertarung karena perbedaan ideologi.

Mungkin ada bias karena Toga adalah salah satu karakter favorit Penulis di serial ini, tapi pertarungan mereka terasa bermakna untuk satu sama lain. Bagaimana akhirnya Toga mati pun cukup membekas bagi Penulis, di mana ia memberikan darahnya sendiri untuk menyelamatkan nyawa Ochaco.

Pertarungan antara Dabi dan Shoto Todoroki juga literally “panas,” apalagi ditambah dengan bumbu drama keluarga antara keduanya. Namun, kesan yang ditinggalkan kurang kuat, hingga Penulis sudah lupa bagaimana pertarungan antara mereka berakhir.

Pertarungan antara baik vs buruk di final arc pun menjadi terkesan membosankan. Durasi pertarungannya terlalu panjang, villain seolah tak mati-mati. Yang lebih menyebalkan, setelah pertarungan sepanjang itu, sedikit sekali pahlawan yang mati di dalam perang.

Awalnya, Bakugo sempat terlihat akan tewas karena menerima luka yang sangat parah dari Shigaraki. Namun, ia berhasil diselamatkan oleh Edgeshot yang mengorbankan dirinya, walau ujung-ujungnya ia juga berhasil selamat meskipun harus menjadi versi mini.

Padahal, kematian Bakugo akan menjadi sangat heroik jika benar-benar terjadi. Midoriya akan menjadi movitasi lebih untuk mengalahkan musuhnya karena “Uncle Ben Situation.” Sayang, tampaknya sang mangaka memang sesayang itu dengan para karakternya.

Sebagai perbandingan, di Naruto meskipun juga banyak yang selamat, setidaknya masih ada beberapa karakter utama yang dimatikan seperti Neji Hyuga, Shikaku Nara, hingga Inoichi Yamanaka.

Akhir yang Kurang Memuaskan, Padahal Sudah Lama Dinanti

Malah Jadi Guru (Screen Rant)

Anime shounen biasanya bercerita bagaimana protagonis utamanya berjuang untuk meraih apa yang ia impikan sejak awal cerita. Hal ini bisa dilihat dari Naruto yang ingin menjadi Hokage dan Luffy yang ingin menjadi Raja Bajak Laut.

Nah, hal tersebut tidak terjadi di My Hero Academia. Setelah pertarungan yang begitu hebat, tentu kita penasaran dengan masa depan para karakter favorit kita. Intinya, Midoriya kehilangan semua quirk-nya dan menjadi guru di U.A. High School.

Namun, di akhir cerita diceritakan ia mendapatkan semacam perangkat yang membuatnya tetap bisa menjadi superhero, mungkin seperti Iron Man. Jadi, Midoriya tetap bisa menjadi superhero, meskipun tidak menjadi nomor satu seperti impiannya di awal cerita.

Konklusi My Hero Academia yang seperti itu jelas membuat kesal banyak orang. Pada akhirnya, Midoriya gagal mendapatkan apa yang ia impikan dan justru “hanya” menjadi guru setelah kehilangan quirk. Mirio Togata-lah yang menjadi superhero nomor satu di akhir cerita.

Selain itu, kisah cinta Midoriya pun tidak memiliki kesimpulan sama sekali apakah akhirnya ia bersanding dengan Ochaco. Banyak yang berseloroh kalau “gaji sebagai guru” membuat Midoriya tidak menarik bagi Ochaco.

Biasanya, memang karakter utama anime shounen bersanding dengan orang yang selama ini dijodoh-jodohkan dengan penggemar. Contohnya adalah Naruto dengan Hinata Hyuga atau Tanjiro Kamado dengan Kanao Tsuyuri.

Karena banyaknya masalah yang muncul mulai dari final arc hingga konklusi cerita, tak heran jika banyak penggemar yang merasa tidak puas dengan akhir cerita My Hero Academia, mirip dengan fenomena yang terjadi pada Attack on Titan.

Akhir kata, Penulis bisa mengatakan kalau dirinya bukan merasa puas karena sudah My Hero Academia sudah tamat, tapi justru merasa lega dan berpikir “akhirnya tamat juga ini manga.” Tentu ini agak disayangkan, mengingat My Hero Academia adalah salah satu manga shounen favorit Penulis.


Lawang, 5 September 2024, terinspirasi setelah tamatnya My Hero Academia setelah sekian lama dinanti

Sumber Featured Image: ComicBook

Continue Reading

Anime & Komik

Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya

Published

on

By

Beberapa hari terakhir, Penulis kerap menonton konten-konten Yu-Gi-Oh! di YouTube. Entah apa alasannya, mungkin karena ingin nostalgia saja karena sewaktu kecil gemar membaca (bahkan mengoleksi) komiknya.

Penulis pun jadi membaca ulang komiknya, walau tidak semua. Kebetulan, ada beberapa koleksinya yang masih terselamatkan, walau kebanyakan sudah raib entah ke mana. Untuk volume yang hilang, Penulis membacanya di internet.

Gara-gara hal tersebut, Penulis jadi ingin menulis sesuatu tentang Yu-Gi-Oh!. Awalnya Penulis tidak tahu ingin menulis tentang apa, tapi seperti biasa, Penulis lepaskan saja jari-jarinya di keyboard dan membiarkan mereka ingin menulis apa.

Penulis dan Komik Yu-Gi-Oh!

Komik Yu-Gi-Oh! (Shopee)

Seingat Penulis, komik Yu-Gi-Oh! yang pertama kali Penulis baca adalah komik volume 15 milik sepupunya, yang waktu itu menceritakan pertandingan final antara Yugi melawan Pegasus sebagai bos terakhir.

Waktu itu, peraturan duel kartunya masih sakarepe mangakanya (RIP Kazuki Takahashi). Bayangkan saja, kartu sekuat Dark Magician bisa dipanggil tanpa perlu pengorbanan. Hanya saja, waktu masih kecil tentu Penulis tak terlalu memedulikan hal tersebut.

Komik Yu-Gi-Oh! pertama yang Penulis beli sendiri adalah volume 19. Di volume tersebut, ceritanya Yugi sedang mengikuti turnamen duel di Kota Domino dan melawan seseorang yang ternyata juga pemilik kartu Dark Magician.

Yugi vs Arcana di Komik Volume 19 (Fandom)

Dari komik tersebut, Penulis jadi terus melanjutkan membeli komik Yu-Gi-Oh!. Setiap mampir ke toko buku, setiap ada volume baru, pasti akan Penulis beli. Oleh karena itu, koleksi komik Yu-Gi-Oh! Penulis hampir lengkap dari volume 19 hingga 38, yang merupakan volume terakhir.

Penulis tidak tertarik membeli volume-volume awal karena belum ada duel-duel kartu. Di arc Pegasus pun peraturannya masih mentah dan kurang menarik. Apalagi di arc turnamen ini, ada banyak pertarungan antar-duelist yang menarik, meskipun jujur saja kadang sangat tak masuk akal.

Tidak hanya dari efek kartu yang disesuaikan dengan plot cerita, terkadang ada saja bumbu drama seperti “shadow game” yang menumbalkan nyawa. Bayangkan, kita bisa kehilangan nyawa karena bermain kartu!

Pertempuran Roh di Ingatan Pharaoh (Tumblr)

Jika disuruh memilih duel favoritnya, di antara sekian banyak, mungkin Penulis akan memilih pertarungan antara Yugi Mutou melawan Yami Bakura di dalam ingatan Yugi Pharaoh (di komik volume 37). Duel tersebut membuktikan kalau Yugi yang selama ini seolah menjadi bayangan Yugi Pharaoh juga bisa bertarung.

Berbicara tentang Pharaoh, arc terakhir dari seri ini berfokus pada masa lalu Yugi. Ceritanya cukup menarik dan seru bagi Penulis, di mana Yugi berhadapan dengan musuh-musuh tangguh, mulai dari Bakura dengan Diabound-nya hingga Zorc Necrophades.

Arc ini juga bisa menjadi konklusi yang pas untuk serialnya. Setelah mendapatkan ingatan masa lalunya yang berdarah, Yugi Pharaoh (yang bernama Atem) dan Yugi Mutou berduel untuk menentukan nasib mereka. Atem kalah dan pergi meninggalkan Yugi dan kawan-kawan lainnya.

Kalau animenya, Penulis sesekali menonton di televisi pada hari Minggu pagi. Namun, jujur Penulis tidak terlalu ingat karena tidak terlalu memorable. Mungkin yang paling Penulis ingat adalah episode filler di mana Yugi dan Kaiba bersatu melawan The Big 5 yang memiliki kartu Five-Headed Dragon dengan ATK 5000.

Penulis dan Permainan Kartu Yu-Gi-Oh!

Peraturannya Makin Ruwet (Yu-Gi-Oh!)

Banyak meme yang bertebaran di internet tentang bagaimana bingungnya pemain Yu-Gi-Oh! yang sudah lama pensiun, lantas melawan pemain yang masih aktif hari ini. Yu-Gi-Oh! hari ini seolah tentang bagaimana menghabisi lawan secepat mungkin, kalau bisa sejak putaran pertama.

Padahal, dulu waktu masih main, Penulis merasa ada banyak “seni” dari peraturan aslinya, di mana untuk memanggil monster berbintang besar harus mengorbankan monster berbintang kecil. Ada cara unik lain, seperti Fusion ataupun Ritual.

Kita bisa mempelajari banyak peraturan Yu-Gi-Oh! dari manganya, meskipun terkadang efeknya dibuat nyeleneh demi kebutuhan plot cerita. Namun, dari sana dasar bermain Yu-Gi-Oh! Penulis dapatkan dan menjadi ingin mencoba bermain game-nya.

Gameplay Yu-Gi-Oh! Tag Force (GBA Temp)

Ada beberapa game Yu-Gi-Oh! yang pernah Penulis mainkan, seperti Yu-Gi-Oh! Forbidden Memories (PlayStation 1) dan Yu-Gi-Oh! The Duelists of the Roses (PlayStation 2). Namun, baru di game Yu-Gi-Oh! Tag Force (PlayStation 2) Penulis benar-benar paham cara bermain Yu-Gi-Oh!.

Di seri tersebut, masih belum ada peraturan summon monster yang aneh-aneh, masih mengikuti peraturan dasar yang Penulis pahami. Dalam bermain, Penulis sering mengandalkan archetype Cyber Dragon, yang di game-nya menjadi andalan Zane Trusdale.

Selain Cyber Dragon, salah satu archetype favorit Penulis adalah Blue-Eyes White Dragon, sedangkan adik Penulis sangat menyukai Elemental Hero, sampai-sampai tidak mau mencoba archetype yang lain. Bahkan, ia sampai mencetak sendiri kartu-kartu Elemental Hero dan ditempel ke kartu Yu-Gi-Oh! asli.

Blue-Eyes White Dragon (Devianart)

Selain itu, Penulis juga pernah mencoba platform Yu-Gi-Oh! yang tersedia secara online, walau seringnya cuma melawan adiknya, karena kemampuan Penulis tidak cukup hebat untuk bertanding dengan orang lain. Melalui platform ini, Penulis jadi belajar tentang metode summon yang baru-baru.

Pertama ada Synchro Summon, yang intinya membutuhkan monster Tuner untuk memanggilnya. Lalu tak lama ada juga XYZ Summon, yang intinya membutuhkan beberapa monster dengan level yang sama untuk digabungkan. Sampai sini masih bisa dipahami.

Nah, begitu masuk Pendulum Summon, Penulis memutuskan untuk mengangkat bendera putih. Penulis sudah tak mampu mengikutinya lagi. Apalagi sekarang ada Link Summon yang makin membuat Penulis malas untuk mengikuti permainan kartu Yu-Gi-Oh!.

Penutup

Yu-Gi-Oh! jelas telah mewarnai masa kecil dan remaja Penulis, baik lewat komik maupun permainan kartunya. Oleh karena itu, hingga sekarang pun Penulis sesekali masih menonton konten Yu-Gi-Oh! di internet sebagai obat kangen.

Apalagi, gara-gara Yu-Gi-Oh!-lah Penulis jadi menyukai permainan TCG (Trading Card Game). Ada banyak judul lain yang pernah Penulis mainkan, mulai dari Duel Monster, Magic: The Gathering, Hearthstone, Pokemon TCG, hingga Marvel Snap. Tentu, semuanya tidak ada yang benar-benar Penulis kuasai!

Oleh karena itu, Yu-Gi-Oh! selalu punya tempat spesial dalam hidup Penulis, meskipun sudah tidak pernah bermain atau mengikuti permainannya lagi. Mungkin suatu hari Penulis akan mencetak kartu Yu-Gi-Oh! sendiri untuk melawan deck Elemental Hero milik adiknya.


Lawang, 11 Juli 2024, terinspirasi setelah banyak menonton konten Yu-Gi-Oh!

Foto Featured Image: Yu-Gi-Oh!

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan