Connect with us

Film & Serial

Setelah Menonton Black Widow

Published

on

Setelah diundur selama lebih dari satu tahun karena adanya pandemi Covid-19, akhirnya film Black Widow rilis di bioskop dan layanan premium dari Disney+.

Sebagai penggemar film-film MCU, jelas film ini layak masuk ke dalam daftar tonton. Walau bukan penggemar karakter Natasha Romanoff yang diperankan oleh Scarlett Johansonn, rasanya tetap menarik menonton film solonya ini.

Karena sudah hampir dua minggu semenjak perilisannya pada tanggal 9 Juli 2021, rasanya Penulis sudah boleh menceritakan film yang satu ini. SPOILER ALERT!!!

Jalan Cerita Black Widow

Sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa film Black Widow ini mengambil setting waktu antara film Captain America: Civil War dan Avengers: Infinity Wars. Hanya saja, kita diajak untuk kilas balik terlebih dahulu.

Nat Muda (Screen Rant)

Kisah bermula dari tahun 1995, ketika Natasha Romanoff kecil (Ever Anderson) hidup bersama “keluarga” mata-mata Uni Soviet di daerah Ohio, Amerika Serikat.

Ia memiliki seorang “adik” bernama Yelena Belova (Violet McGraw). Mereka tinggal bersama “ayah” dan “ibu” bernama Alexei (David Harbour) dan Melina (Rachel Weisz).

Suatu hari, mereka dikejar yang harus membuat mereka kabur ke Kuba. Sejak hari itu, Natasha dan Yelena pun menjadi pasukan yang dilatih di Red Room pimpinan Dreykov (Ray Winstone).

Kabur ke Norwegia (NewsBezzer)

Setelah kilas balik, kita bisa melihat kalau Nat sedang dikejar-kejar oleh Secretary Ross (William Hurt) karena penyerangannya kepada Raja Wakanda alias Black Panther. Ternyata, Nat sudah kabur hingga ke Norwegia.

Suatu hari, ia mendapatkan kiriman misterius. Gara-gara benda tersebut, ia diserang oleh Taskmaster (Olga Kurylenko) di tengah perjalanan. Namun, Nat berhasil menyelamatkan diri.

Ketika memeriksa barang tersebut, ia menyadari kalau pengirimnya adalah adiknya, Yelena (Florence Pugh). Ia pun memutuskan untuk pergi ke Budapest untuk menemuinya.

Nat dan Yelena (Movie News)

Setelah bertarung singkat, Nat dan Yelena harus menyelamatkan diri dari kejaran para pasukan Widow. Mereka mengincar cairan yang digunakan untuk menyadarkan para pasukan Widow dari pengaruh Dreykov tersebut.

Nat terkejut ketika mengetahui bahwa Dreykov masih hidup. Padahal, ia bersama Hawkeye pernah melakukan percobaan pembunuhan yang ternyata gagal. Ia pun berambisi untuk membunuh Dreykov dan menyelamatkan para Widow.

Untuk itu, mereka membutuhkan bantuan kepada ayah dan ibu mereka. Mereka mengeluarkan Alexei dari penjara, lantas Alexei menunjukkan di mana Melina tinggal.

Red Room (International Business Times)

Melina ternyata memberitahu Dreykov kalau Nat dan Yelena ada di rumahnya. Mereka semua pun dibawa ke markas Red Room yang ternyata berada di semacam markas terbang di langit.

Plot twist terjadi ketika ternyata Melina dan Nat bertukar peran dengan menggunakan topeng penyamaran. Singkat cerita, pertarungan pun terjadi di markas tersebut dan tentu saja kubu Nat berhasil meruntuhkan Red Room untuk selamanya.

Beberapa minggu setelah pertempuran tersebut, kita bisa melihat Nat sudah berambut seperti di film Avengers: Infinity Wars. Berkat bantuan temannya, ia bisa mendapatkan Quinjet dan hendak menyelamatkan para Avengers yang ditahan oleh pemerintah.

Yelena dan Val (The Direct)

Sama seperti film MCU lainnya, film ini juga memiliki adegan post-credit di mana kita bisa melihat Yelena mengunjungi makam Nat yang gugur di film Avengers Endgame.

Yang mengejutkan, tiba-tiba di sebelahnya muncul Val (Julia Louis-Dreyfus) yang sempat kita lihat di serial The Falcon and the Winter Soldier.

Ternyata, Yelena bekerja untuk Val. Ia diberi misi khusus: membunuh Hawkeye yang dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian Natasha!

Setelah Menonton Black Widow

Film Black Widow merupakan keinginan fans yang sudah lama digaungkan untuk tayang. Sayangnya karena beberapa alasan, justru film Captain Marvel lah yang menjadi film superhero wanita solo pertama.

Bagi Penulis sendiri, film ini memiliki alur cerita yang rapi dan hampir tidak memiliki plot hole. Mungkin ada satu, di mana Nat berhasil selamat setelah mengalami berbagai peristiwa yang harusnya membunuh seorang manusia biasa.

Hanya saja, Penulis merasa film ini bagus yang standar saja. Kalau ada fans yang memberi nilai 10/10 ya tidak apa-apa, tapi bagi Penulis sendiri nilainya tidak sampai setinggi itu.

Aksi dan Dramanya Cukup Seimbang (Polygon)

Apa yang kuat dari film ini adalah kuatnya chemistry antara Scarlett dan Florence sebagai pemeran Nat dan Yelena. Rasanya hubungan mereka benar-benar terasa dekat dan intim, apalagi ketika Yelena memberikan vest kesayangannya ke Nat.

Bicara soal Yelena, bisa dibilang ia mencuri panggung di film ini. Meskipun film ini berpusat pada Nat, banyak yang salah fokus dan langsung menyukai karakter Yelena.

Dibandingkan dengan Nat yang serius, Yelena terasa lebih asyik dan sedikit kekanakan. Favorit Penulis adalah adegan ketika ia bergidik setelah mencoba pose mendarat ala Nat.

Yelena Mencuri Perhatian (YouTube)

Yang kurang dari film ini adalah kehadiran Taskmaster yang kurang terasa dampaknya. Karakternya adalah tipikal villain yang akan segera mudah dilupakan oleh para fans.

Film ini bisa menjadi film solo yang bagus untuk Nat dan menjawab banyak pertanyaan dari fans selama ini. Gabungan antara aksi dan dramanya bisa disajikan secara berimbang dan tidak berlebihan.

Sayangnya, mungkin film ini menjadi film terakhir kita melihat Scarlett Johansson di MCU. Hanya saja, Penulis tidak keberatan jika Florence Pugh akan menggantikannya sebagai Black Widow baru.


Lawang, 25 Juli 2021, terinspirasi setelah menonton Black Widow

Foto: GamesRadar

Film & Serial

[REVIEW] Setelah Menonton Secret Invasion

Published

on

Setelah lama menanti, akhirnya Penulis bisa melihat serial Marvel lagi setelah Secret Invasion rilis. Terakhir kali Marvel merilis serial adalah She-Hulk: Attorney at Law yang Penulis beri nilai sangat buruk karena banyak alasan.

Mengingat banyaknya serial Marvel yang sudah mengecewakan akhir-akhir ini, Penulis pun berusaha untuk menurunkan ekspektasinya terhadap serial ini. Hal ini cukup berat, mengingat Secret Invasion memiliki premis yang sangat menarik.

Untuk Pembaca yang awam, Secret Invasion merupakan salah satu kisah Marvel yang menceritakan tentang invasi bangsa Skrull ke bumi. Di komik, ini adalah salah satu cerita yang paling menarik. Lantas, apakah adaptasinya berhasil, atau justru flop lagi? SPOILER ALERT!!!

Jalan Cerita Secret Invasion

Seperti yang terlihat pada adegan post-credit film Spider-Man: Far From Home, Nick Fury (Samuel L. Jackson) ternyata sudah lama tidak berada di bumi. Nah, pada akhirnya ia memutuskan untuk pulang karena tercium aroma pemberontakan dari bangsa Skrull.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Gravik (Kingsley Ben-Adir) yang merasa kalau Fury telah melanggar janjinya untuk memberi mereka rumah baru. Strategi mereka adalah dengan memicu Perang Dunia 3 antara Amerika Serikat dan Rusia.

Fury pun bekerja sama dengan kawan-kawan lamanya, yakni Maria Hill (Cobie Smulders) dan Talos (Ben Mendelsohn). Sayangnya, ketika dalam misi menghentikan rencana Gravik, Hill tewas karena tertembak.

Konfrontasi antara kedua pihak pun semakin panas. Apalagi, anak dari Talos yang bernama G’iah (Emilia Clarke) berada di kubu Gravik. Tidak hanya itu, ternyata bangsa Skrull sudah menyelinap masuk ke berbagai posisi penting dengan kemampuan berubah wujudnya.

Ada beberapa karakter penting di Marvel yang ternyata merupakan Skrull yang menyamar, yakni Agen Everett Ross (Martin Freeman) dan James Rhodey (Don Cheadle). Para petinggi dunia pun banyak yang disekap dan digantikan oleh Skrull.

Di tengah konflik tersebut, ada satu fakta yang mengejutkan, yakni ternyata Fury memiliki seorang istri Skrull bernama Varra atau Priscilla Davis (Charlayne Woodard). Namun, ternyata Varra sempat berada di kubu Gravik, sebelumnya akhirnya berpindah haluan.

Terkuak juga rencana besar Gravik yang ingin membuat dirinya menjadi Super Skrull dengan memanfaatkan berbagai DNA superhero dan supervillain. Untuk itu, ia mengincar Harvest, sebuah kumpulan DNA para manusia super yang telah dikumpulkan oleh Fury.

Dibantu oleh Sonya Falsworth (Olivia Coleman), Fury pun menyelesaikan konflik dengan Gravik, atau lebih tepatnya mengirimkan G’iah yang memihaknya untuk berhadapan dengan Gravik.

G’iah menyamar menjadi Fury untuk memberikan Harvest. Ketika mengaktifkannya, ternyata G’iah pun mendapatkan kekuatan yang sama. Ada banyak kekuatan superhero dan supervillain yang berhasil mereka dapatkan.

Singkat cerita (karena pertarungannya benar-benar singkat), G’iah berhasil membunuh Gravik dan menyelamatkan bumi. Setelah itu, ia direkrut oleh Sonya untuk melindungi bumi. Sementara itu, Fury dan Varra kembali ke markas SWORD.

Setelah Menonton Secret Invasion

Dari enam episode yang ada, bisa dibilang hanya episode pertama yang benar-benar bagus. Ceritanya padat, langsung menjelaskan konflik yang akan terjadi, serta kematian Maria Hill yang sayangnya menjadi salah satu favorit Penulis di Marvel Cinematic Universe (MCU).

Setelah itu, ratingnya dari episode ke episode semakin menurun, hingga puncaknya di episode finale yang bagi Penulis benar-benar ampas. Ada beberapa adegan yang Penulis apresiasi seperti kematian Talos, tapi secara keseluruhan serial ini cukup mengecewakan.

Betapa Mudahnya Gravik (dan G’iah) Menjadi Overpowered

Satu hal yang paling mengesalkan dari serial ini adalah betapa mudahnya Gravik (dan G’iah) mendapatkan dan menguasai kekuatan para superhero dan supervillain. Secara effortless, mereka mampu menguasai semua kekuatan tersebut.

Proses untuk mendapatkan semua kekuatan tersebut juga terlihat terlalu mudah. Hanya disinari beberapa menit, semua kekuatan tersebut langsung masuk ke dalam tubuh dan lucunya langsung berhasil dikuasai seenak udel mereka.

Selama ini, kita menganggap karakter paling powerful di MCU adalah Captain Marvel atau Scarlet Witch. Nah, sekarang bayangkan kalau kekuatan Captain Marvel ditambah dengan kekuatan puluhan karakter lainnya seperti Hulk dan Thor, apa tidak makin overpowered?

Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan di semesta Marvel. Logikanya, jika ada karakter sekuat G’iah, maka tidak akan ada pihak yang berani macam-macam mengusik bumi. Bayangkan, kekuatan dari puluhan karakter terkumpul menjadi satu.

Konklusi Fury vs Gravik yang Mengecewakan

Di komik, kejadian Secret Invasion adalah pertarungan para pahlawan bumi melawan bangsa Skrull. Sayangnya, konklusi di versi serialnya justru Skrull vs Skrull, aliash G’iah vs Gravik. Fury berada di bagian bumi lain untuk menyelamatkan presiden.

Salah satu teman kerja Penulis benar-benar menyoroti hal ini dan merasa kecewa. Esensi dari Secret Invasion justru hilang di episode finale. Padahal, dari awal yang berkonflik adalah Fury vs Gravik. Namun, justru G’iah yang muncul untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Karakter Gravik sendiri sebenarnya cukup bagus di serial ini. Pengembangan karakter dan motivasinya benar-benar terasa kuat, tidak seperti villain di Ms. Marvel maupun She-Hulk. Sayanngya, kematiannya harus terjadi dengan cara yang mengecewakan.

Rhodey Telah Diculik Sejak Captain America: Civil War?

Sejak awal serial, sosok Rhodey telah dicurigai merupakan seorang Skrull. Hal tersebut akhirnya terkonfirmasi di episode 4. Pertanyaannya, sejak kapan bangsa Skrull menyandera Rhodey? Tidak ada keterangan resmi, tapi ada beberapa teori yang masuk akal.

Setelah G’iah mengalahkan Gravik, ia pun segera menyelamatkan orang-orang yang disekap oleh bangsa Skrull (entah bagaimana mereka bisa bertahan dalam waktu lama tanpa makan dan minum). Nah, salah satunya tentu ada sosok Rhodey.

Menariknya, ia menggunakan pakaian rumah sakit dan terlihat kesulitan berjalan. Ini seolah mengindikasikan kalau ia telah diculik sejak peristiwa Captain America: Civil War, yang membuatnya lumpuh karena jatuh dari ketinggian.

Jika teori tersebut benar, maka Rhodey telah disekap selama 9 – 10 tahun dan telah melewatkan banyak peristiwa, termasuk pertempuran melawan Thanos di Bumi dan kematian sahabatnya, Tony Stark. Jujur saja, ini benar-benar sulit untuk diterima.

Drama yang Menjemukan

Satu lagi hal yang tidak Penulis sukai dari serial ini adalah bumbu drama percintaan antara Nick Fury dan Varra. Penulis paham awalnya kisah mereka dibuat untuk membuat kejutan, di mana ternyata selama ini Fury memiliki seorang istri yang dirahasiakan dari publik.

Mengingat Clint Barton memiliki rahasia yang sama, sebenarnya hal ini bisa dimaklumi. Hanya saja, dosis kisah romansa mereka di film menurut Penulis terlalu overdosis hingga terasa menjemukan.

Memang seolah ada konflik batin pada Varra yang harus memilih cintanya atau bangsanya. Namun, dengan klisenya ia memilih untuk mengkhianati Gravik. Ia pun pada akhirnya ikut Fury ke markas SWORD dan mengupayakan diplomasi dengan bangsa Kree.

***

Jujur saja dengan banyaknya film dan serial Marvel yang mengecewakan akhir-akhir ini, Penulis jadi tidak sabar untuk menantikan datangnya era DC bersama James Gunn. Film perdananya, Superman: Legacy, masih baru tayang sekitar 2 – 3 tahun lagi.

Jika Marvel begini-begini terus dengan membuat film/serial dengan kualitas apa adanya, lama kelamaan para penggemar pun akan merasa muak dan memilih untuk pindah kubu, atau bahkan benar-benar berhenti menonton film superhero.


Lawang, 27 Juli 2023, terinspirasi setelah menonton Secret Invasion

Foto Featured Image: Comics Universe

Continue Reading

Film & Serial

[REVIEW] Setelah Menonton Oppenheimer

Published

on

“We knew the world would not be the same. A few people laughed, a few people cried, most people were silent. I remembered the line from the Hindu scripture, the Bhagavad-Gita. Vishnu is trying to persuade the Prince that he should do his duty and to impress him takes on his multi-armed form and says, ‘Now, I am become Death, the destroyer of worlds.’ I suppose we all thought that one way or another.”

– J. Robert Oppenheimer –

Film yang paling Penulis nantikan di tahun 2023 ini adalah Oppenheimer, sebuah biopik karya sutradara Christopher Nolan mengenai bapak bom atom Amerika Serika, J. Robert Oppenheimer.

Penulis telah “mengenal” beliau karena pidatonya yang terkenal digunakan oleh Linkin Park untuk lagu “The Radiance” dari album A Thousand Suns yang rilis pada tahun 2010 silam. Menjelang filmnya rilis, Penulis juga banyak mengulik tentang Oppenheimer.

Sempat merasa kecewa karena tidak banyak layar bioskop di Malang yang menayangkannya, akhirnya Penulis bisa membeli tiketnya di CGV pada hari Sabtu (22/7/23) kemarin di jam yang cukup pagi, yakni 10:40. Lantas, apakah film ini mampu memenuhi ekspektasi Penulis?

Jalan Cerita Oppenheimer

Sebagai sebuah biopik, kita akan melihat perjalanan Oppenheimer hingga bisa menciptakan sebuah bom atom yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki dalam sekejap. Pada tulisan kali ini, Penulis hanya akan menuliskan poin-poin pentingnya saja.

J. Robert Oppenheimer (Cillian Murphy) merupakan seorang fisikawan jenius yang sempat mengambil studi di Eropa. Ia sempat hendak membunuh profesornya, Patrick Blacket (James D’Arcy), sebelum akhirnya mengurungkan niatnya.

Setelah studinya selesai, ia pun kembali ke negara asalnya, Amerika Serikat, dan mengajar di University of California. Sembari berusaha menyebarkan pengetahuan mengenai fisika kuantum, ia bertemu dengan ilmuwan lainnya seperti Ernest Lawrence (Josh Hartnett).

Oppenheimer juga berkenalan dengan Jean Tatlock (Florence Pugh), seorang simpatisan komunis asal Rusia yang akhirnya memilih bunuh diri. Ia sendiri nantinya akan menikah dengan ahli biologi, Katherine “Kitty” Oppenheimer (Emily Blunt).

Saat Perang Dunia 2, Jerman di bawah kepemimpinan Hitler memporakporandakan Eropa dengan pasukannya. Tidak hanya itu, mereka juga sedang menciptakan bom yang sangat dahsyat.

Jenderal Leslie Groves (Matt Damon) lalu mendekati Oppenheimer dan memintanya memimpin Proyek Manhattan, sebuah proyek untuk menciptakan bom atom. Oppenheimer pun mengumpulkan ilmuwan ternama dan memilih Los Alamos sebagai lokasi penelitian.

Proses pembuatan bom atom bisa dikatakan lancar, bahkan Jerman keburu menyerah pada bulan Maret 1945. Target pun diubah ke Jepang, yang kala itu masih berperang melawan Amerika Serikat.

Pada bulan Juli 1945, tes pertama bom atom pun dilakukan, yang diberi nama Trinity Test. Uji coba tersebut berhasil, dan tak lama kemudian pemerintah Amerika Serikat mengirimkan bom tersebut ke Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945.

Setelah Jepang menyerah, Oppenheimer melihat kalau penelitian bom atom sudah tidak diperlukan lagi. Namun, pemerintah Amerika Serikat tidak sependapat dan mulai meneliti bom hidrogen yang lebih berbahaya lagi.

Di sisi lain, Lewis Strauss (Robert Downey Jr.) yang merupakan anggota senior Komisi Energi Atom AS ternyata memiliki dendam pribadi karena pernah dipermalukan oleh Oppenheimer. Ia pun berusaha menjatuhkannya dengan berbagai cara.

Salah satunya adalah dengan membuat semacam persidangan untuk memberikan penolakan perpanjangan izin keamanan Oppenheimer. Alasannya kuat, karena ia memiliki afiliasi yang kuat dengan komunis, musuh Amerika Serikat di era perang dingin.

Oppenheimer pun seolah diasingkan oleh negaranya sendiri, terlepas dari jasanya yang membantu Amerika Serikat memenangkan perang. Meskipun begitu, ia menerima Penghargaan Enrico Fermi pada tahun 1963.

Di akhir film, kita bisa melihat apa yang diperbincangkan antara Oppenheimer dan Albert Einstein (Tom Conti), yang sempat diperlihatkan di bagian awal film. Ia bertanya, apakah ciptaannya telah membuat “reaksi berantai” untuk kehancuran dunia.

Setelah Menonton Oppenheimer

“Prometheus mencuri api dari para Dewa dan memberikannya kepada manusia. Lalu dia dihukum rantai di batu untuk selamanya.”

Dengan durasi tiga jam, film ini benar-benar terasa padat sekaligus berat. Pace-nya tergolong cepat dan mampu merangkum hampir seluruh aspek kehidupan dari Oppenheimer. Secara visual juga memanjakan mata, termasuk adegan ledakan bom yang tanpa CGI.

Menurut Penulis, film ini mampu memadukan ilmu pengetahuan, sejarah, dan drama dengan apik. Dialog-dialognya terdengar canggih karena banyak unsur-unsur fisika yang dimasukkan. Namun, anehnya Penulis justru menyukainya meskipun tidak benar-benar memahaminya.

Keputusan Nolan untuk tidak memasukkan adegan pengemboman Hiroshima dan Nagasaki juga Penulis rasa tepat, karena tanggung jawab Oppenheimer hanya sampai Trinity Test. Pengeboman ke Jepang adalah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah Amerika Serikat.

Alur Maju Mundur ala Nolan

Sebagaimana film buatan Nolan seperti biasanya, alur film Oppenheimer dibuat maju mundur tidak karuan dan kompleks. Bahkan film ini memiliki dua persepsi, di mana adegan berwarna berarti fokus ke Oppenheimer, dan adegan hitam putih lebih fokus ke dendam Lewis Strauss.

Yang Penulis tangkap, alur cerita film ini terpaku pada persidangan yang harus dialami oleh Oppenheimer. Dari sana, kita akan dibawa flashback secara berurutan hingga akhirnya bom atom berhasil diciptakan, sembari diselingi kisah dari sudut pandang Strauss.

Akting Top Para Top-Tier Aktor

Akting para aktornya juga tidak perlu diragukan lagi, mengingat daftarnya memang dipenuhi oleh para aktor top-tier. Masing-masing mampu memerankan karakternya dengan sangat baik, hingga film ini lebih terasa sebagai dokumenter.

Cillian Murphy yang sudah sering bekerja dengan Nolan berhasil bersinar di film ini. Apalagi, raut wajahnya juga mirip dengan Oppenheimer asli. RDJ pun patut diapresiasi yang berhasil memerankan karakter “musuh di balik selimut” yang paranoid.

Mungkin yang sedikit Penulis sayangkan adalah sedikitnya kemunculan dari salah satu aktor favorit Penulis, Gary Oldman, yang berperan sebagai Presiden Truman. Ia hanya muncul ketika mengundang Oppenheimer hanya untuk mendengar keberatannya atas bom hidrogen.

Scoring yang Juara

Scoring film yang dipimpin Ludwig Göransson juga sangat juara. Awalnya Penulis agak skeptis karena bukan Hans Zimmer yang mengisi scoring-nya, tapi ternyata Göransson juga berhasil melakukannya dengan baik.

Entah itu adegan dialog, isi kepala Oppenheimer, hingga adegan ledakan bom, semuanya terdengar sangat mewah. Penulis pribadi takjub dengan efek sunyi ketika Trinity Test dilakukan. Rasanya ikut hanyut melihat bom tersebut meledak.

Oppenheimer Menjadi Promotheus

Adegan favorit Penulis selain adegan Trinity Test adalah percakapan antara Oppenheimer dan Einstein di akhir film. Ketakutan Oppenheimer benar-benar terjadi, karena ternyata perang tidak berakhir dengan bom ciptaannya.

Hal tersebut membuatnya menjadi Promotheus, sosok mitologi yang mencuri api dari para dewa untuk manusia. Ternyata, api tersebut juga digunakan untuk keburukan. Kurang lebih, itu juga yang terjadi dari bom atom ciptaan Oppenheimer.

Meskipun selama ini belum ada pernyataan maaf resmi dari Oppenheimer atas apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, ia terkesan menyesal dengan ciptaannya tersebut. Banyak yang mengintepretasikan pidatonya yang mengutip Bhagavad Gita sebagai bentuk penyesalan.

***

Sebagai orang yang suka sejarah, Penulis sangat menikmati Oppenheimer, meskipun dirinya baru paham bagaimana alurnya setelah film berakhir. Nolan berhasil memberikan pengalaman menonton yang baru untuk Penulis dengan gaya bercerita yang unik dan tidak membosankan.

Namun, rasanya tidak semua orang bisa menikmati film ini karena ceritanya yang penuh dialog dan alur yang meloncat-loncat. Walaupun begitu, rasanya film ini akan dengan mudah masuk ke dalam nominasi Oscar, bahkan memenangkannya.


Lawang, 23 Juli 2023, terinspirasi setelah menonton Oppenheimer

Foto Featured Image: Games Radar

Continue Reading

Film & Serial

[REVIEW] Setelah Menonton The Flash

Published

on

Meskipun menyukai film-film bergenre superhero, Penulis jarang menonton film-film DC Extended Universe (DCEU) karena bisa dibilang cukup “berantakan” jika dibandingkan dengan rival abadinya, Marvel Cinematic Universe (MCU).

Namun, Penulis akhirnya memutuskan untuk menonton The Flash karena dua alasan. Pertama, ada Batman versi Michael Keaton yang legendaris. Kedua, karena film ini termasuk film terakhir DCEU sebelum era James Gunn bersama DC Universe-nya.

Apalagi, film ini juga mengusung tema multiverse yang tampaknya memang sedang menjadi tren di film-film superhero. Sebelumnya sudah ada Spider-Man: No Way Home, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, bahkan Everything Everywhere All at Once.

Jalan Cerita The Flash

Barry Allen alias The Flash (Ezra Miller) menjalani kehidupannya sebagai seorang superhero seperti biasa, sebelum ia menyadari kalau dirinya bisa melakukan perjalanan lintas waktu dan memasukin suatu realm yang disebut Chronobowl.

Ia pun memanfaatkan kekuatan barunya tersebut untuk menyelamatkan ibunya yang tewas di masa lalu. Apa yang Barry lakukan sederhana saja, yaitu memasukkan kaleng tomat yang ibunya lupakan sewaktu belanja, agar ayahnya tetap di rumah.

Setelah selesai melakukan hal tersebut, Barry pulang ke masa kini. Tiba-tiba, ia didorong oleh suatu makhluk yang membuatnya terlempar ke universe lain. Di universe tersebut, ibunya hidup, tetapi Barry di universe tersebut (Barry 2) belum mendapatkan kekuatannya.

Khawatir dirinya tidak bisa kembali ke masa kini, Barry pun membawa Barry satunya ke tempat di mana ia mendapatkan kekuatannya. Naas, ia justru kehilangan kekuatannya, dan Barry 2-lah yang memiliki kekuatan The Flash.

Hal ini diperparah dengan kemunculan General Zod (Michael Shannon), dengan misi yang sama dengan film Man of Steel (2013). Masalahnya, ternyata tidak ada Superman di universe tersebut, bahkan tidak ada metahuman satu pun di sana.

Untungnya, ternyata ada Batman di universe tersebut. Kedua Barry pun datang ke rumah Bruce Wayne yang ternyata berbeda versi, yakni versi Michael Keaton. Mereka pun menemukan fakta kalau pesawat yang membawa Superman ada di Rusia.

Sesampainya di sana, mereka ternyata tidak menemukan Superman, melainkan seorang perempuan yang diketahui bernama Kara Zor-El (Sasha Calle), sepupu Superman. Namun, karena pernah disiksa manusia, ia tak berniat menyelamatkan mereka dari Zod.

Barry pun memutuskan untuk mengulang peristiwa di mana ia mendapatkan kekuatan The Flash. Setelah percobaan pertama gagal, Kara kembali karena melihat kesadisan Zod. Barry pun mendapatkan mereka kembali, dan mereka berempat pergi menuju tempat Zod.

Pertarungan pun terjadi, di mana Batman dan Kara tewas. Barry 2 pun memutuskan untuk melakukan perjalanan waktu untuk meng-undo peristiwa tersebut. Sayangnya, berapa kali pun diputar, Batman dan Kara tetap tewas.

Pada akhirnya, saat di Chronobowl dan Barry memutuskan untuk kembali ke masa lalu untuk membatalkan aksinya yang menyelamatkan nyawa ibunya, muncul varian masa depan dari Barry 2 yang terus berusaha mencari timeline di mana Batman dan Kara tidak tewas.

Ternyata akibat perbuatan tersebut, banyak universe yang bertabrakan. Di sini, kita bisa melihat banyak cameo yang sayangnya menggunakan CGI, seperti munculnya Superman versi Nicholas Cage dan Christopher Reeves.

Setelah percekcokan, Barry 2 melindungi Barry, yang membuat varian “Dark Flash” tersebut hilang. Barry pun kembali ke masa lalu, berpamitan dengan ibunya, lalu mengubah sedikit posisi kaleng tomat agar ayahnya bisa lepas dari tuduhan pembunuhan ibunya.

Barry pun akhirnya kembali ke masa kini dan ayahnya benar-benar bebas dari tuduhan. Namun, saat akan bertemu dengan Bruce Wayne, yang muncul justru Bruce Wayne versi George Clooney!

Setelah Menonton The Flash

Film The Flash sebenarnya cukup menyenangkan ditonton. Penulis pribadi menyukai sepertiga film yang terkesan rapi dan runut. Motivasi The Flash ingin mengubah masa lalu terasa humanis dan tidak memaksa, sehingga menimbulkan simpati pada penonton.

Selain itu, banyaknya cameo juga memberikan efek kejut yang menyenangkan. Penulis sendiri paling terkejut sampai mengumpat ketika melihat George Cloone comeback setelah film Batman-nya yang gagal total itu. Sayangnya, konsep time travel-nya berantakan.

Jika melihat apa yang dilakukan Barry di awal, kita menyimpulkan bahwa apa yang diubah di masa lalu akan mengubah apa yang terjadi di masa kini. Bisa dilihat kalau sekaleng tomat bisa begitu mengubah banyak sejarah dan kejadian di masa depan, alias butterfly effect.

Konsep ini berbeda dengan yang diterapkan pada film Avengers: Endgame, tetapi sama dengan film Deadpool 2 dan X-Men: Days of the Future Past. Namun, tentu ini menimbulkan paradoks yang sangat kompleks, bahkan sejak awal.

Dengan tidak pernah tewasnya ibu Barry, maka kemungkinan ia tidak akan pernah menjadi The Flash. Jika ia tidak pernah menjadi The Flash, maka perjalanan waktu tersebut tidak akan pernah terjadi. Jika perjalanan waktu tersebut tidak terjadi, ibu Barry akan tetap tewas.

Selain itu, terasa ada cukup banyak inkonsistensi di konsep time travel-nya. Kematian Barry 2 karena variannya cukup aneh, karena jika Barry 2 mati saat itu, maka Barry 2 dari masa depan tidak akan pernah ada, dan tidak akan mendorong Barry keluar dari Chronobowl.

Sebenarnya hal ini cukup disayangkan, mengingat film ini terinspirasi dari komik Flashpoint yang terkenal. Konsep multiverse jadi kurang tepat, karena Barry hanya berusaha mengubah timeline waktunya sendiri, bukan pergi ke universe lain.

Mengingat film ini disebut akan mereset DC, Penulis tidak merasakan hal tersebut. Justru muncul banyak sekali pertanyaan yang tak terjawab dan rasanya tidak akan terjawab. Salah satunya adalah, bagaimana nasib The Flash di DCU-nya James Gunn? Tidak tahu.

Hal lain yang cukup mengganggu Penulis adalah CGI-nya yang lumayan buruk, terutama saat The Flash masuk ke Chronobowl. Meskipun sang sutradara sudah memberikan penjelasan, tetap saja Penulis merasa ganjil, terutama ketika ada adegan CGI dari alm. Christopher Reeves.

Sebelum DCU dimulai dengan film Superman: Legacy, DCEU akan ditutup dengan film Aquaman and the Lost Kingdom. Apakah Penulis akan menontonnya? Tampaknya tidak, mengingat alasan utama Penulis menonton The Flash adalah karena ada Batman-nya.


Lawang, 25 Juni 2023, terinspirasi setelah menonton The Flash

Sumber Featured Image: Collider

Continue Reading

Fanandi's Choice