Pengalaman
Dulu Kerja di Mana?
Pertanyaan ini sering penulis dapatkan sejak tinggal dan bekerja di Jakarta dan, hehe, terkadang penulis merasa bingung harus menjawab seperti apa. Bukan karena belum pernah bekerja, melainkan karena tak tahu bagaimana harus menjelaskan perjalanan penulis setelah lulus.
Melalui tulisan ini, penulis berharap bisa memberikan jawaban yang terbaik bagi yang penasaran (jika ada). Jadi, siap-siap membaca sebuah dongeng tentang seorang anak lulusan Informatika setelah mendapatkan gelar sarjananya.
Kerja di NET TV Kayaknya Asyik
Mungkin sama seperti para lulusan lainnya, hal yang dilakukan oleh penulis setelah lulus adalah mencari beberapa lowongan pekerjaan melalui acara Job Fair. Penulis sempat ikut tes kerja Paragon dan Frissian Flag, walaupun dilakukan dengan setengah hati.
Kenapa setengah hati? Karena penulis sama sekali tidak tertarik kerja di perusahaan industri seperti itu. Penulis ingin kerja di bidang industri kreatif, media, penerbitan, atau menjadi seorang dosen. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk ikut tes kerja di NET TV, yang waktu itu sedang ramai.

Suasana Tes NET TV
Walaupun berhasil sampai tahap terakhir (wawancara), ternyata penulis belum berjodoh dengan perusahaan tersebut. Sempat depresi beberapa hari, penulis memutuskan untuk membantu ayah penulis di tempatnya bekerja.
Mencoba Meraih Impian Kembali
Kebetulan, apartemen yang hendak dibangun sedang ingin re-branding hingga perusahaan tersebut meminta bantuan konsultan marketing communication. Di bagian inilah penulis bekerja sebagai Social Media Specialist sekaligus Web Developer sekaligus Content Writer.
Sekitar empat bulan penulis bekerja di sana, mulai bulan April hingga Agustus. Alasan berhentinya, mungkin pembaca akan terkejut, adalah karena ingin fokus menyiapkan rangkaian acara peringatan 17 Agustus di tempat tinggal penulis.

BiZ Square Apartment
Sebagai ketua Karang Taruna, penulis bertanggungjawab memastikan acara akan berlangsung dengan baik, mulai dari lomba-lomba hingga malam tasyakuran. Memang ada ketua panitia, tapi tetap butuh didampingi karena masih SMA.
Selain itu, setelah diskusi panjang dengan pak Teddy (pemilik PT TDS yang menjadi konsultan marcomm di apartemen ayah penulis), penulis ingin mencoba meraih kembali cita-cita penulis untuk bisa kuliah di luar negeri.
Sewaktu awal kuliah, penulis memajang foto kampus-kampus luar negeri di depan meja penulis untuk motivasi belajar. Sayang, setelah berhadapan dengan realita, impian tersebut harus terkubur pelan-pelan. Pertemuan dengan pak Teddy membuat penulis ingin mencoba lagi untuk meraih mimpi tersebut.
Belajar Bahasa Inggris Hingga ke Pare
Salah satu syarat untuk bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri adalah memiliki sertifikat IELTS. Oleh karena itu, penulis mengambil kursus di Malang. Akan tetapi, karena merasa sangat kurang, penulis bersama satu teman kuliah penulis memutuskan untuk pergi ke kampung Inggris, Pare.
Penulis mengambil kelas khusus persiapan IELTS di TEST English School. Hanya saja, karena penulis sudah berada di Pare dua minggu sebelum kelas dibuka, penulis mengambil kursus di tempat lain dulu, yakni Global English dan Mr. Bob.
Total empat bulan penulis berada di sana, mulai akhir Agustus hingga awal Desember. Selain belajar di tempat kursus, penulis juga belajar sendiri. Penulis mengambil target akan melakukan tes pada bulan Desember 2017.

Teman Seperjuangan Pemburu Beasiswa
Sebelum mengambil tes, penulis sudah mencoba untuk mendaftar beasiswa Chevening, beasiswa bagi yang ingin melanjutkan studi di Inggris. Pada awal November, penulis ke Yogya untuk menghadiri EHEF European Fair, pameran edukasi kampus-kampus Eropa.
Chevening mengharuskan kita memilih tiga kampus ketika mendaftar, dan dua di antaranya hadir pada even tersebut. Mereka adalah University of Reading dan Manchester Metropolitan University.
Penulis banyak bertanya tentang bagaimana mendapatkan Letter of Acceptance dan lain-lain. Mereka sangat ramah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis. Sepulang dari Yogya, penulis mendaftar di kampus-kampus tersebut dan berhasil mendapatkan LoA conditional karena belum memiliki sertifikat IELTS.
Setelah Mendapatkan Sertifikat IELTS
Pertengahan Desember, penulis akhirnya mengambil tes IELTS di Yogyakarta. Pemilihan lokasi tes yang jauh dari rumah adalah karena dua hal: satu, mengikuti saran yang sudah pernah tes; dua, mengikuti perasaan.
Setelah menunggu hasilnya dalam waktu dua minggu (sekitar pertengahan Januari 2018), penulis mendapatkan nilai 6.5, syarat rata-rata minimum bagi pengambil beasiswa. Berkat sertifikat ini, penulis berhasil mendapatkan LoA unconditional dari University of Reading.
Kampus sudah dapat, sertifikat IELTS sudah dapat, hanya tinggal satu yang belum dapat: beasiswanya. Sayang, belum rezeki penulis untuk melanjutkan studinya di Inggris.

Henley Business School, University of Reading
Penulis memutuskan untuk mencari beasiswa lainnya. Target selanjutnya adalah New Zealand ASEAN Scholarship (NZAS). Sayang, kali ini juga belum lolos. Selanjutnya penulis mencoba beasiswa Ignacy Lukasiewicz dari Polandia, masih belum lolos juga.
Gagal tiga kali secara berturut-turut lumayan membuat penulis merasa down. Apalagi, penulis mencurahkan fokus untuk berburu beasiswa selama berbulan-bulan (selain mempersiapkan kaderisasi dan pergantian kepengengurusan Karang Taruna) hingga sama sekali tidak melirik lowongan pekerjaan yang ada.
Untunglah, penulis melamar menjadi volunteer Asian Games ketika sedang berada di Pare.
Awal Kehidupan di Jakarta
Penulis jadi kerap bolak-balik Malang-Jakarta gara-gara harus mengikuti serangkaian pelatihan sebagai volunteer. Tapi berkat itu, penulis jadi tahu sedikit-sedikit tentang lokasi-lokasi di Jakarta, karena penulis melakukan eksplorasi ketika memiliki waktu luang.
Sebelum berangkat ke Jakarta pada bulan Agustus, penulis menyelesaian beberapa urusan. Salah satunya adalah pergantian pengurus Karang Taruna, sehingga penulis bisa tenang meninggalkan organisasi yang telah dirintis sejak 2016 ini.
Terhitung mulai bulan Agustus hingga September, penulis berkonsentrasi penuh mengabdikan diri menjadi seorang volunteer. Untuk kisahnya sendiri telah penulis tulis sebanyak 7 bagian di blog ini.

Teman-Teman Volunteer
Setelah selesai menunaikan tugas, penulis memutuskan untuk tinggal di Jakarta, menumpang di rumah tante. Penulis memutuskan untuk mencari pekerjaan di Jakarta, menepikan sementara impian penulis untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.
Dengan menerapkan metode brute force, penulis melamar kerja di berbagai tempat. Setelah satu setengah bulan, pada akhirnya penulis mendapatkan pekerjaan di Mainspring Technology sebagai Content Writer jalantikus.com.
Benang Merah Pada Perjalanan Hidup Penulis
Every cloud has a silver lining. Semua yang terjadi pasti memiliki hikmah di baliknya. Penulis percaya apa yang selama ini penulis alami dan jalani memiliki maknanya masing-masing.
Jika ditarik ke belakang, semua perjalanan hidup penulis tersambung oleh benang merah, Secara singkat, bisa dituliskan seperti ini.
Lulus -> Melamar di NET -> Gagal, sempat depresi -> Menawarkan diri untuk membantu ayah -> Bertemu dengan Pak Teddy -> Memutuskan untuk lanjut kuliah di luar negeri -> Ambil persiapan IELTS di Pare -> Diajak teman di Pare menjadi volunteer Asian Games -> Gagal mendapatkan beasiswa tiga kali -> Menjadi volunteer Asian Games di Jakarta -> Memutuskan mencari kerja di Jakarta -> Bekerja di Mainspring Technology
Selain itu, penulis memulai menulis blog juga terinspirasi dari teman di Pare. Dengan adanya blog ini, mungkin jadi bahan pertimbangan perusahaan untuk menerima penulis. Setidaknya, penulis tidak kebingungan ketika diminta untuk menyerahkan contoh portofolio.
Lantas, apakah penulis menyerah dengan impiannya untuk kuliah di luar negeri? Tentu tidak. Penulis hanya menundanya untuk sementara waktu. Mungkin, Tuhan menyuruh penulis untuk bekerja terlebih dahulu sebelum kuliah lagi.
Sekarang, penulis mau fokus melakukan yang terbaik untuk pekerjaan penulis. Penulis akan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari tempat kerja penulis. Penulis tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan kepada penulis, setelah melalui proses panjang tersebut.
Jika ada yang bertanya “dulu kerja di mana?” lagi, mungkin penulis akan menjawab “kawan, bersiaplah mendengarkan sebuah kisah yang cukup panjang”.
Kebayoran Lama, 29 Desember 2018, terinspirasi dari banyaknya yang mengajukan pertanyaan tersebut ke penulis
Foto: rawpixel
Pengalaman
Ketika Hobi Menulis Blog Justru Terasa Menjadi Beban
Melalui tulisan “Pada Akhirnya Hidup Kita Harus Tetap Berjalan”, Penulis telah mengungkapkan beberapa alasan mengapa dirinya makin ke sini makin jarang menulis. Saat itu, Penulis masih bertanya-tanya apa alasan di balik hal tersebut.
Karena merasa tidak ada perkembangan sejak tulisan itu diterbitkan, Penulis pun memutuskan untuk melakukan kontemplasi demi menemukan akar permasalahannya. Blog ini berharga bagi Penulis, sehingga membiarkannya terbengkalai meninggalkan perasaan bersalah.
Setelah direnungkan, Penulis merasa menemukan beberapa jawaban yang paling masuk akal, sehingga bisa menentukan langkah-langkah apa yang harus diambil agar rutinitas menulis blog bisa kembali menjadi hobi yang menyenangkan.

Alasan Mengapa Menulis Blog Malah Menjadi Beban

Harusnya Menjadi Aktivitas yang Menyenangkan (George Milton)
Dalam tulisan sebelumnya, Penulis setidaknya menuliskan ada tiga alasan mengapa produksi artikel blog menjadi seret selama lima bulan terakhir: sedang ada banyak masalah, rasa malas, hingga merasa jenuh. Mari kita berangkat dari sana.
Namanya hidup, tentu saja kita akan selalu menjumpai permasalahan. Terkadang bisa diselesaikan dengan cepat, terkadang membutuhkan waktu lebih panjang. Yang paling penting adalah bagaimana respons kita terhadap masalah tersebut.
Dalam kasus ini, Penulis sering merasa kalau rasa malas di dalam diri ini menggunakan permasalahan tersebut sebagai justifikasi untuk tidak menulis blog. Padahal aslinya memang malas saja, tapi mencari berbagai pembenaran agar tidak merasa bersalah.
Oke, rasa malas memang bisa dilawan, tapi bagaimana dengan perasaan jenuh menulis? Sebagai seorang editor, membaca dan menulis telah menjadi rutinitas harian. Ribuan kata harus dicek dan diolah setiap harinya, sehingga wajar jika menimbulkan rasa jenuh.
Namun, apa yang Penulis bahas di blog ini dan apa yang dibahas di tempat kerja memiliki niche yang berbeda. Memang ada beberapa kategori yang bersinggungan, tapi angle yang digunakan jelas berbeda.
Justru, menulis di blog ini menjadi tempat agar gaya menulis Penulis tetap terasah dan tidak terpaku pada gaya penulisan industri. Apalagi, menulis adalah salah satu cara untuk menuangkan apa yang ada di pikirannya untuk mengurangi gejala overthinking.
Setelah menganalisis tiga alasan tersebut, apakah masih ada alasan lain yang membuat menulis blog menjadi memberatkan? Ada beberapa yang berhasil Penulis temukan setelah melakukan kontemplasi.
Alasan pertama, Penulis jadi terbebani dengan banyaknya ide artikel yang belum ditulis. Di Notion Penulis, ada puluhan ide artikel yang sampai saat ini belum dieksekusi hingga akhirnya Penulis sudah mulai lupa apa yang ingin dibahas dari ide tersebut.
Idealnya, sesuai tagline blog ini, sebuah ide harus segera dikerjakan begitu terpikirkan. Kenyataannya, karena sering menunda, ide tersebut malah menjadi usang. Mood untuk menulis ide tersebut pun menjadi hilang dan akhirnya malah jadi terbengkalai.
Alasan kedua, Penulis merasa terbebani dengan artikel-artikel yang membutuhkan riset lebih. Belakangan ini, Penulis merasa berkewajiban membuat artikel yang mendalam. Padahal, blog ini harusnya menjadi wadah bagi Penulis untuk menuangkan isi kepalanya.
Bisa jadi, Penulis terlalu berfokus bagaimana tulisan di blog ini bisa sampai ke Pembaca. Penulis sampai lupa kalau seharusnya blog ini menjadi alatnya untuk menuangkan apa yang sedang ada di pikirannya.
Alasan ketiga, pembuatan konten media sosial yang terkadang menimbulkan rasa malas untuk menulis. Meskipun pembuatannya hanya membutuhkan beberapa menit, entah mengapa membuat konten media sosial untuk artikel di blog ini memicu rasa mager.
Padahal, konten media sosial yang Penulis buat hanyalah sebuah Story dengan beberapa kalimat caption. Penulis tidak membuat video ataupun long carousel. Mungkin memang pada dasarnya malas saja.
Langkah Apa yang Diambil Setelah Memahami Akar Permasalahannya

Mencoba Lebih Spontan (Andrea Piacquadio)
Setelah menemukan beberapa akar permasalahan dari seretnya produksi blog ini, saatnya fokus ke solusi. Ada beberapa langkah yang akan Penulis ambil, dengan harapan menulis artikel bisa kembali menjadi hobi yang refreshing dan menyenangkan.
Pertama, menghilangkan penjadwalan artikel. Penulis ingin kembali seperti dulu, di mana setiap harinya murni spontan (uhuy!) mengenai artikel apa yang ingin ditulis. Bank ide di Notion tetap ada, untuk jaga-jaga jika hari itu blank tidak tahu ingin menulis apa.
Pencatatan progres yang dilakukan Notion mungkin tetap ada, tapi sifatnya lebih ke dokumentasi saja. Bagi Penulis, melihat berapa banyak artikel yang telah ditulis atau berapa panjang streak yang berhasil dilakukan berhasil menimbulkan dopamin.
Mungkin ada beberapa artikel yang harus tetap dijadwal, seperti artikel-artikel review buku dan board game yang telah menjadi rubrik mingguan. Bedanya, Penulis tidak akan menulis urut sesuai dengan buku mana yang telah selesai dibaca duluan.
Kedua, segera menulis ide tulisan yang terlintas di pikiran. Penulis harus membuang konsep “First In First Out” di mana ide yang lebih lama harus ditulis terlebih dahulu. Penulis harus mendahulukan apa yang ingin ditulis, bukan apa yang harus ditulis.
Ketiga, menghindari artikel-artikel berat yang butuh riset lebih panjang. Ada banyak artikel di daftar ide yang butuh riset lebih mendalam, dan jujur saja itu menimbulkan rasa malas. Blog ini harus kembali ke akarnya, tempat menuangkan isi kepala.
Memang secara kualitas mungkin akan berkurang, tapi salah satu resolusi Penulis di tahun 2025 adalah mendahulukan diri sendiri dulu. Buat apa menulis jika hanya membebani diri sendiri? Lagipula, ini adalah blog milik Penulis.
Keempat, melakukan reset. Saat ini, sudah banyak artikel yang Penulis jadwalkan untuk ditulis. Semuanya akan Penulis reset dari awal, kembali ke bank ide. Penulis ingin bertanya “mau nulis apa hari ini?” setiap membuka laptopnya.
Kelima, memperbaiki pola hidup yang sedang berantakan. Alasan lain yang belum disebutkan di atas adalah pola hidup Penulis yang sedang berantakan. Akibatnya, waktu untuk menulis blog juga menjadi tidak teratur.
Idealnya, Penulis berharap bisa menulis blog di pagi hari sebelum jam kerja. Menulis blog memakan waktu antara 1-2 jam, jadi bisa dimulai pukul 7 pagi setelah melakukan rutinitas pagi. Untuk itu, Penulis harus memperbaiki jam tidurnya dan menghilangkan insomnianya.
Menulis di malam hari hanya menjadi opsi apabila dalam kondisi darurat, karena biasanya tubuh dan pikiran ini sudah merasa lelah. Lagipula, malam hari harusnya digunakan untuk bersantai dan menyiapkan diri untuk beraktivitas keesokan harinya.
Keenam, membuat konten media sosial terlebih dahulu sebelum menulis artikelnya. Penulis adalah tipe orang yang mengerjakan task tersulit terlebih dahulu. Karena membuat konten media sosial terasa yang paling berat, maka Penulis akan mendahulukannya.
Enam langkah itulah yang akan Penulis terapkan mulai hari ini, dimulai dari artikel ini. Semoga setelah menulis artikel ini, Penulis bisa kembali rutin menulis blog dengan perasaan senang, bukan terbebani.
Jika setelah artikel ini terbit Penulis masih jarang menulis lagi, entah apa lagi yang harus dilakukan…
Lawang, 20 Mei 2025, terinspirasi setelah merasa perlu ada perubahan agar aktivitas menulis blog tidak terasa menjadi beban
Foto Featured Image: Ivan Samkov
Pengalaman
Pada Akhirnya Hidup Kita Harus Tetap Berjalan
Dalam empat bulan terakhir, atau sejak masuk tahun 2025, Penulis mengakui kalau sedang banyak masalah, yang kebanyakan hanya ada di pikiran. Hal tersebut membuat produktivitas menulis blog ini terasa mandek, dengan jumlah produksi artikel berkurang drastis.
Pada bulan Desember, masih lumayan ada tujuh tulisan yang terbit, sebelum di bulan Januari benar-benar tidak ada tulisan yang tayang. Februari ada satu tulisan, yang mirisnya merupakan tulisan pertama di tahun 2025. Di Maret setidaknya ada empat tulisan.
Blog ini, yang harusnya menjadi tempat menyalurkan hobi, justru belakangan terasa menjadi beban. Ada puluhan ide artikel yang tertumpuk begitu saja tanpa pernah dieksekusi. Ada belasan buku yang menanti untuk diulas, hingga lupa apa yang harus diulas.

Berhenti Menulis karena Rasa Malas?
Setiap merasa harus memutus lingkaran ini dan mulai kembali rutin menulis, keinginan tersebut terputus hanya setelah maksimal dua tulisan. Setelah itu kembali menghilang hingga waktu yang tidak ditentukan.
Apakah permasalahan yang Penulis sebutkan di atas hanya merupakan alibi untuk menutupi alasan sebenarnya dari berhentinya Penulis menulis, yaitu rasa malas? Bisa jadi. Namun, rasa malas bisa muncul dengan sebab, seperti kepala yang rasanya penuh sekali.
Ketika pikiran suntuk dan dengan “liarnya” mengembara ke sana kemari, itu sangat memengaruhi mood. Sekali lagi, menulis yang harusnya jadi aktivitas menyenangkan justru menjadi momok yang menakutkan.
Apakah rasa malas ini muncul karena di tempat kerja Penulis juga menulis? Bisa jadi, karena tentu itu memunculkan rasa jenuh. Mau sebagus apapun idenya, butuh tekad yang kuat untuk bisa mengeksekusinya, dan tekad itu bisa luntur karena rasa jenuh.
Apakah rasa malas ini muncul karena Penulis kesulitan mengatur waktunya? Bisa jadi, karena waktu yang dimiliki dalam 24 jam digunakan untuk aktivitas lainnya. Jujur, kebanyakan bukan aktivitas produktif sebagai pelarian dari masalah yang ada di kepala.
Lantas, apakah rasa malas ini bisa jadi pembenaran untuk berhentinya produksi blog ini? Entahlah, Penulis merasa dirinya terbagi menjadi dua. Satu menjustifikasi rasa malas tersebut karena memang sedang banyak pikiran, yang satu merutuk diri karena kontrol diri yang lemah.
Apakah produksi artikel di blog ini bisa kembali normal jika masalah-masalah yang ada di pikiran itu terselesaikan? Sekali lagi, entahlah. Bisa jadi berhentinya produksi artikel tersebut memang murni karena rasa malas saja, lalu mencari-cari justifikasi yang paling terlihat elegan.
Menyadari Kita Harus Tetap Berjalan
Saat menulis artikel ini, justru masalah-masalah di kepala tengah berada di klimaksnya. Tentu aneh, mengapa ketika berada di puncak permasalahannya Penulis justru akhirnya memutuskan untuk menulis lagi setelah sekian lama.
Mungkin, karena sudah berada di klimaksnya, Penulis menyadari bahwa setelah ini jalannya akan melandai, menurun. Permasalahan, apapun bentuknya, pasti akan selesai. Semua itu hanya sementara, tidak akan terjadi selamanya.
Mungkin, karena pada akhirnya Penulis menyadari bahwa hidup harus tetap berjalan. Yang namanya berjalan, tentu tak pernah selalu mulus. Pasti beberapa kali kita akan menemukan jalan yang rusak, gronjalan, kubangan lumpur, dan masih banyak lagi lainnya.
Namun, pada akhirnya kita tetap melanjutkan perjalanan. Memang kita jadi kotor, mungkin ada luka juga, tapi itu adalah “harga” yang harus dibayar untuk mencapai tujuan. Demi tujuan itulah kita terus berjalan.
Lantas, apa tujuan yang sedang Penulis tuju sekarang? Penulis tidak akan menuliskannya di sini, tapi yang jelas, untuk mencapai tujuan tersebut, bisa mendisiplinkan diri untuk konsisten menulis artikel di blog ini adalah salah satu jalan yang harus Penulis tempuh.
Untuk itulah, Penulis akhirnya memutuskan untuk menulis artikel ini, yang mungkin secara bobot tidak ada bobotnya, lebih sekadar gerutuan karena insomnia datang menyerang. Setidaknya, ini adalah upaya nyata Penulis untuk kembali ke jalan yang benar.
Entah cara apa yang akan Penulis lakukan agar aktivitas menulis blog ini menjadi kembali menyenangkan dan membuat Penulis bersemangat, bahkan ketika isi pikirannya penuh dengan masalah. Sambil berjalan, Penulis akan berusaha menemukan jawabannya.
Lawang, 8 April 2025, terinspirasi karena insomnia karena berbagai masalah yang ada di pikirannya
Foto Featured Image: Tobi via Pexels
Pengalaman
Ini adalah Tulisan Pertama Whathefan di 2025
Memulai tulisan pertama tahun 2025 di bulan Februari memang sangat terlambat. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir Penulis bisa dibilang cukup rajin dalam menulis di hari pertama pergantian tahun, walau setelah itu juga kurang bisa konsisten.
Ada beberapa alasan yang membuat Penulis “menghilang” hampir dua bulan di blog ini, tapi pada tulisan kali ini Penulis hanya akan menyebutkan satu alasan: kehilangan gairah untuk menulis, atau singkatnya bisa dibilang malas.
Tentu rasa malas itu tidak datang begitu saja, ada banyak alasan yang menyertainya. Namun, rasanya alasan-alasan tersebut tidak perlu diungkapkan. Pada tulisan kali ini, Penulis ingin melakukan beberapa refleksi saja mengenai apa yang sudah terjadi di tahun 2024 ini.
Dompet Menangis karena Membeli Banyak Perangkat

Tahun 2024 adalah tahun yang berat untuk dompet Penulis. Ada banyak sekali pengeluaran, entah itu untuk kebutuhan maupun keinginan. Saking banyaknya, arus kas Penulis sepanjang 2024 jadi minus, pertama sejak terakhir kali minus pada tahun 2020.
Kalau tahun 2020 minus wajar, karena Penulis resign pada bulan September 2020, sehingga ada beberapa bulan Penulis tidak mendapatkan gaji rutin. Pemasukan dari pekerjaan sebagai freelancer tentu tidak menutup kebutuhan sehari-hari.
Nah, kalau di 2024 kemarin, minus yang terjadi murni terjadi karena banyaknya pengeluaran. Mungkin ini akan terdengar sebagai flexing, tapi Penulis di tahun yang sama membeli smartphone dan laptop baru, serta build PC dengan alasan awal “untuk bantu skripsi adik.”
Penulis memang sudah berencana untuk membeli smartphone baru di awal tahun karena merasa tidak nyaman dengan Xiaomi POCO F4, yang akhirnya Penulis berikan kepada ibu. Awalnya mengincar Samsung S24, tapi karena pakai Exynos, Penulis beralih ke iPhone 13.
Lalu ketika bulan puasa, di kala uang THR sudah masuk ke rekening, adik Penulis mengatakan bahwa dirinya butuh PC untuk menunjang skripsinya. Sebagai kakak, tentu Penulis berusaha memenuhi hal tersebut, hitung-hitung mewujudkan cita-cita untuk punya PC.
Kampretnya, setelah selesai build PC, PC tersebut justru jarang dipakai adik Penulis untuk skripsian! Pada akhirnya PC tersebut jadi perangkat utama Penulis untuk bekerja dan bermain game. Yah, setidaknya dengan demikian tidak ada penyesalan.
Menjelang akhir tahun, tepatnya di bulan Oktober, Penulis sempat iseng mampir ke Digimap. Sialnya, sedang ada promo pelajar yang memberikan potongan 500 ribu. Ditambah voucher MAP 300 ribu, Penulis akhirnya memutuskan untuk membeli laptop MacBook Air M1.
Setelah membeli laptop tersebut, laptop lama Penulis akhirnya dibeli adik Penulis (yang tadi minta di-build-kan PC!) dengan harga miring karena memang butuh laptop dengak spek yang lumayan tinggi untuk menunjang kerjaan dan skripsinya.
Memang nyesek rasanya jika mengingat berapa uang yang dikeluarkan untuk perangkat-perangkat tersebut. Memang Penulis memanfaatkan cicilan 0% dari kartu kredit, tapi tetap saja pembelian-pembelian tersebut membuat dompet Penulis menangis.
Namun, jika melihat dari sisi lain, memiliki kombo PC + MacBook merupakan cita-cita Penulis sejak zaman kuliah. Jadi, anggap saja kalau ini memang sudah saatnya untuk menuntaskan impian tersebut.
Ke Jakarta dan Semarang Dua Kali, ke Solo Satu Kali

Pengeluaran lain yang membuat arus kas Penulis minus adalah seringnya Penulis berpergian. Dalam satu tahun, Penulis dua kali pergi ke Jakarta dan Semarang, serta satu kali pergi ke Solo karena berbagai urusan.
Penulis ke Jakarta pertama kali di awal tahun 2024, karena kebetulan kantor Penulis mengadakan staycation. Setelah itu, Penulis tinggal di Jakarta kurang lebih satu bulan karena ada banyak teman yang ingin Penulis temui.
Sepulang dari Jakarta, Penulis berlibur satu keluarga ke Solo dan Semarang. Sebagai anak pertama, tentu Penulis berusaha untuk menjadi “sponsor” untuk acara liburan ini, walau tentu tidak semua pengeluaran Penulis yang menanggung.
Lantas di pertengahan tahun, Penulis harus kembali ke Jakarta. Kali ini sekeluarga, karena adik Penulis (bukan yang minta di-build-kan PC) lamaran. Karena satu keluarga, kunjungan ke Jakarta kali ini hanya sebentar.
Sepulang dari Jakarta (kami menggunakan mobil pribadi, pulang-pergi Malang-Jakarta), kami sempat mampir ke Semarang satu malam untuk istirahat sekaligus curi-curi liburan. Bisa dibilang, tahun 2024 kemarin merupakan tahun di mana Penulis keluar kota terbanyak.
Produksi Artikel Whathefan yang Meningkat
Salah satu achievement yang Penulis dapatkan di tahun 2024 adalah naiknya jumlah produksi artikel Whathefan jika dibandingkan dengan tahun 2023. Sejak pertama kali menulis di tahun 2018, jumlah artikel di blog ini memang cenderung menurun terus.
Tahun 2022 adalah penulisan blog paling sedikit sepanjang sejarah dengan 91 artikel, yang lalu meningkat sedikit menjadi 98 artikel di tahun 2023. Nah, di tahun 2024 jumlah tersebut melonjak menjadi 127 artikel.
Salah satu penyebab peningkatan ini adalah Penulis yang cukup rutin menulis, terutama di bulan Juni ketika Penulis berhasil menulis penuh satu bulan tanpa putus. Walau setelah itu kembali fluktuatif, setidaknya raihan tersebut bisa membuktikan kalau Penulis sebenarnya bisa konsisten menulis.
Biasanya, di awal tahun Penulis punya target untuk memproduksi artikel hingga 200 dalam satu tahun. Namun, mengingat artikel pertama blog ini saja baru ditulis bulan Februari, rasanya target yang realistis adalah jangan sampai produksi tahun ini lebih kecil dari tahun kemarin.
Untuk itu, mungkin akan ada penyesuaian juga agar Penulis tidak malas-malas amat dalam Penulis. Contohnya adalah penyesuaian Notion, yang entah sudah berapa bulan terbengkalai dan berisi schedule yang tak pernah dituntaskan.
Penutup
Jika dibandingkan dengan tahun 2023, tahun 2024 memang lebih dinamis (dan lebih banyak pengeluaran tentunya!). Setidaknya, satu impian Penulis akhirnya bisa dicapai, walau efeknya ke dompet juga lumayan terasa.
Di awal tahun 2025 ini, tentu Penulis berharap bisa melakukan pengetatan pengeluaran. Namun, dengan adik Penulis yang akan segera menikah pada bulan Februari, rasanya pengetatan pengeluaran ini baru bisa dilakukan ketika bulan puasa nanti.
Selain itu, sekali lagi Penulis berharap untuk bisa menjaga konsistensi dalam menulis artikel untuk blog ini. Semoga tahun ini Penulis lebih bisa mengendalikan emosi dan mood-nya, sehingga bisa sebanyak mungkin memproduksi artikel di blog ini.
Saat menulis artikel ini, Penulis sudah berada di Jakarta, menginap di kos adik yang juga merupakan kos lama Penulis. Rencananya, Penulis akan di Jakarta sekitar tiga minggu hingga acara pernikahan selesai. Semoga saja tabungan Penulis yang sudah menipis ini cukup.
Kebayoran Lama, 10 Februari 2025, terinspirasi setelah ingin mulai lebih rutin menulis di blog ini di tahun 2025
-
Anime & Komik11 bulan agoAi Haibara adalah Karakter Favorit Saya di Detective Conan
-
Non-Fiksi11 bulan ago[REVIEW] Setelah Membaca Filsafat Kebahagiaan
-
Renungan11 bulan agoBagaimana Manusia Diperbudak oleh Ciptaannya Sendiri
-
Non-Fiksi11 bulan ago[REVIEW] Setelah Membaca The Book of Everyday Things
-
Musik12 bulan agoTier List Lagu-Lagu di Album “From Zero” Versi Saya
-
Olahraga11 bulan agoKok Bisa, ya, Ada Klub Enggak Pernah Menang Sampai 7 Kali
-
Permainan11 bulan agoKoleksi Board Game #27: Here to Slay
-
Permainan11 bulan agoKoleksi Board Game #28: Point City

You must be logged in to post a comment Login