Connect with us

Anime & Komik

Makna Keluarga Ala Clannad After Story (Bagian 2)

Published

on

Sampai sejauh ini, baru kali inilah penulis menulis sampai tiga bagian untuk membahas satu judul anime. Hal tersebut menunjukkan betapa spesialnya cerita Tomoya, Nagisa, dan kawan-kawan bagi penulis serta makna yang dikandungnya.

Datangnya Keajaiban

Pada tulisan sebelumnya, telah penulis ceritakan bahwa Tomoya harus menanggung beban hidup yang begitu berat ketika Nagisa, lalu Ushio, meninggal dunia. Penulis sampai merasa kesal dan ikut merasakan kesedihan sang tokoh utama.

Kejadian tersebut membuat Tomoya merutuk dirinya sendiri dan berharap dirinya tidak perlu bertemu dengan Nagisa. Bukannya tidak ingin merasakan kesedihan, melainkan ia berpikir jika seandainya dirinya tidak pernah bertemu Nagisa, Nagisa mungkin masih hidup sekarang.

Setelah adegan kematian Ushio di tengah-tengah hujan salju, tiba-tiba penonton dibawa ke memori ketika Tomoya bertemu pertama kali dengan Nagisa. Alih-alih melaksanakan niatnya untuk tidak menyapa Nagisa, ia memutuskan untuk memeluk Nagisa sedemikian erat.

Tomoya tidak ingin menghapus kenangannya bersama Nagisa. Baginya, Nagisa adalah satu-satunya wanita yang ia cintai. Tidak mungkin ia bisa melupakan sosok Nagisa begitu saja.

Setelah itu, keajaiban datang! Tomoya tiba-tiba terbawa ke masa lima tahun lahu ketika Nagisa melahirkan Ushio. Bedanya, sekarang Nagisa berhasil bertahan hidup! Ushio pun bisa hidup bahagia bersama kedua orangtuanya.

Nagisa Berhasil Bertahan Hidup (Fanpop)

Awalnya, penulis mengira bahwa kematian Nagisa hanya ada di dalam benak Tomoya. Akan tetapi, setelah membaca beberapa ulasan di internet, penulis menyadari keajaiban tersebut terjadi karena adanya “cahaya putih” yang masuk ke dalam diri Tomoya ketika ia berada di pemakaman kakak Yukine.

Cahaya putih tersebut bisa mengabulkan permintaan apapun, termasuk ketika Tomoya memeluk Ushio dan berteriak “siapapun, tolong Ushio”. Akhirnya, permintaan tersebut dikabulkan dan ia kembali ke masa lima tahun lalu.

Khayal? Namanya juga anime. Penulis pun sempat berada di posisi bimbang, antara senang dan kesal melihat ending yang seperti itu. Apalagi, penulis tidak pernah menyukai sesuatu yang berbau supernatural.

Pada akhirnya, penulis memutuskan untuk menyukai Clannad dan memutuskan untuk menjadikan anime ini sebagai anime terbaik yang pernah penulis tonton, menggeser kedudukan ReLIFE dan Shirobako.

Seorang Gadis dan Sebuah Robot

Salah satu adegan yang paling misterius adalah adegan di mana seorang gadis bersama sebuah robot hidup di dunia yang tidak memiliki kehidupan lain. Sebut saja dunia ilusi. Mulai awal episode Clannad, sama sekali tidak ada titik terang mengenai siapa mereka.

Sewaktu Nagisa merintis klub drama, ia membuat cerita yang mirip dengan dunia gadis tersebut. Tomoya menyadari persamaan tersebut, namun tidak bisa mengingat di mana ia pernah mendengar cerita tersebut.

Mereka berdua tinggal di sebuah rumah. Gadis dan robot tersebut gemar mengumpulkan barang bekas, berharap bisa membuat teman baru. Namun, upaya mereka sia-sia hingga akhirnya dunia mereka akan diterpa oleh musim salju yang ganas.

Dunia Ilusi (Pinterest)

Dalam upaya pergi dari tempat tersebut, mereka berdua berusaha merakit pesawat terbang dengan barang bekas yang mereka temukan. Namun hingga badai salju semakin parah, mereka tidak bisa menyelesaikan pesawat tersebut.

Mereka memutuskan untuk berjalan-entah-ke-mana, melawan terpaan salju yang seolah-olah tak berhenti. Hingga pada akhirnya, sang gadis terjatuh dan tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan.

Lalu tiba-tiba, dunia ilusi tersebut seakan-akan runtuh tak karuan. Sang robot harus kehilangan bagian tubuhnya satu persatu. Di saat akhir, sang gadis tersebut memanggil robot tersebut dengan kata papa.

Jadi, gadis tersebut adalah Ushio, dan sang robot adalah Tomoya. Bahkan sampai sekarang penulis belum paham secara penuh mengenai hal ini.

Kesimpulan

Meskipun banyak hal yang membuat penulis bertanya-tanya karena tidak memahami unsur supernaturalnya, penulis sangat menikmati anime ini. Baru kali ini penulis merasakan emosi penulis dipermainkan sedemikian rupa oleh sang pembuat anime.

Komedi yang dihadirkan Clannad begitu renyah. Tidak terlalu lucu, namun cukup menghibur. Terkadang dramanya sedikit berlebihan, namun tidak sampai membuat kita muak. Romantismenya? Jangan ditanya.

Meskipun disukai oleh banyak wanita (ya, anime ini termasuk anime harem), hati Tomoya hanya terpaku oleh Nagisa yang sebenarnya lebih tua dari dirinya satu tahun. Ia tak pernah sekalipun melirik wanita lain seperti Kyou, Ryou, dan Tomoyo.

Keluarga Bahagia (YouTube)

Selain itu, penulis juga sangat menyukai lagu Dango Daikazoku atau dalam bahasa Indonesia disebut “Keluarga Besar Dango”. Lagu ini merupakan lagu favorit dari Nagisa. Pada gambar di atas, terlihat Ushio sedang membawa dua boneka Dango yang menggemaskan.

Sebagai tambahan, Clannad juga menghadirkan dua episode spesial di mana Tomoya berpasangan dengan Tomoyo dan Kyou. Di episode tersebut, Nagisa sama sekali tidak muncul.

Salah satu yang membuat penulis heran adalah betapa sehatnya anime ini. Apa maksudnya? Bayangkan, sampai menikah pun, sama sekali tidak ada adegan ciuman antara Tomoya dan Nagisa! Paling banter, mereka hanya berpelukan. Bahkan penulis tidak ingat ada adegan cium pipi.

Penulis sama sekali tidak mempermasalahkan tersebut, hingga menonton episode spesial Kyou. Bagaimana tidak, pada episode tersebut Kyou (dan Ryou) mencium Tomoya! What the fan??? Entah apa yang ada di benak pembuat anime ini.

Tomoya dan Kyou (The Infinite Zenith)

Terlepas dari itu semua, penulis bisa mengatakan bahwa anime ini bisa menunjukkan makna keluarga yang begitu mendalam. Kita bisa melihat bagaimana hubungan harmonis antara Nagisa dan orangtuanya, kita juga bisa melihat bagaimana buruknya hubungan keluarga Tomoya dan ayahnya.

Kita bisa melihat bagaimana hubungan ayah dan anak antara Tomoya dan Ushio, bagaimana seorang anak kecil harus menanggung beban berat selama ayahnya mengalami depresi. Bagaimana Tomoya menyadari bahwa ayahnya tak seburuk yang ia sangka, dan berjanji akan menjadi ayah yang baik untuk Ushio.

Anime ini mengajarkan kita tentang pentingnya hubungan keluarga. Mau seburuk apapun, keluarga adalah keluarga. Mereka adalah tempat kita berawal, tempat kita untuk pulang.

Kehilangan yang sempat dialami oleh Tomoya mengingatkan kita untuk menyayangi mereka selagi masih hidup. Jangan sampai penyesalan datang ketika mereka telah meninggalkan kita untuk selamanya karena di dunia nyata, keajaiban yang terjadi pada Tomoya tidak mungkin terjadi.

 

 

Kebayoran Lama, 16 Desember 2018, terinspirasi setelah menamatkan anime Clannad After Story

Anime & Komik

Setelah My Hero Academia Tamat

Published

on

By

Tepat satu bulan yang lalu, manga My Hero Academia resmi tamat. Dengan jumlah chapter sekitar 400 lebih sedikit, kita akhirnya mendapatkan konklusi tentang akhir dari perjalanan Deku dan kawan-kawan, setidaknya dari perspektif kita sebagai pembaca.

Sejujurnya, Penulis sudah lama berhenti menonton serial animenya karena terlalu banyak dragging dan flashback yang repetitif. Oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk membaca manganya saja yang tersedia secara gratis dan legal di aplikasi Manga Plus.

Penulis sudah sempat bercerita tentang awal pertemuannya dengan seri ini di tulisan “Sekolah Superhero Ala My Hero Academia,” jadi Penulis tidak akan mengulan bagian tersebut di sini. Pada tulisan kali ini, Penulis akan memberikan pendapatnya setelah manga ini tamat.

Dibuat Bingung Siapa yang Menjadi Final Villain

Tomura Shigaraki (CBR)

Sejujurnya, Penulis merasa lega karena akhirnya My Hero Academia telah tamat, tapi bukan dalam artian yang baik. Menurut Penulis, arc terakhir manga ini terasa terlalu panjang dan menjemukan, sehingga Penulis sempat merasa malas untuk terus membaca.

Ada banyak alasannya, tapi yang utama adalah bagaimana musuh utama di serial ini digambarkan mati bangkit mati bangkit berkali-kali. Final boss di seri ini adalah All For One (AFO), bukan Tomura Shigaraki yang hanya dimanfaatkan oleh AFO.

Awalnya, AFO terlihat berhasil dikalahkan oleh Katsuki Bakugo, apalagi AFO terus mengalami degenerasi hingga ke wujud bayinya, dan akhirnya menghilang begitu saja. Namun, Penulis sudah lupa mengapa, tapi akhirnya ia berhasil menguasi tubuh Shigaraki.

Bagian ini menyebalkan bagi Penulis, karena Shigaraki lebih pantas untuk menjadi musuh terakhir dari tokoh utama Izuku Midoriya. Alasannya, mereka berdua sejauh ini telah hidup dengan meyakini prinsip yang saling bertolak belakang.

Hal ini mirip dengan kisah Naruto, yang justru memunculkan Kaguya Ōtsutsuki sebagai final villain. Madara Uchiha jelas lebih menjadi musuh terakhir Naruto dan kawan-kawan, bukannya sosok yang sebelumnya hampir tidak pernah disebut-sebut.

Namun, setidaknya di Naruto urutannya villain yang muncul jelas. Obito, Madara, baru Kagura keluar. Kalau My Hero Academia, Penulis dibuat bingung untuk mengetahui siapa sebenarnya yang ingin dijadikan sebagai final villain.

Bahkan, ketika akhirnya Midoriya berhasil mengalahkan AFO untuk selamanya, sempat ada perasaan was-was kalau ternyata tiba-tiba Shigaraki masih hidup entah bagaimana caranya. Untungnya, hal tersebut tidak pernah terjadi.

Pertarungan Lain di Peperangan Akhir

Ochaco vs Toga (ComicBook)

Sekarang mari kita bicarakan pertarungan lain. Sama seperti arc Perang Dunia Ninja Keempat di Naruto, wajar jika ada banyak adegan pertarungan yang akan meng-highlight karakter-karakternya. Itu pun terjadi di final arc My Hero Academia.

Awalnya masih oke, tapi makin lama makin menjemukan. Mungkin pertarungan yang benar-benar Penulis bisa nikmati adalah pertarungan antara Ochaco Uraraka dan Himiko Toga. Keduanya seperti sepasang sahabat yang harus bertarung karena perbedaan ideologi.

Mungkin ada bias karena Toga adalah salah satu karakter favorit Penulis di serial ini, tapi pertarungan mereka terasa bermakna untuk satu sama lain. Bagaimana akhirnya Toga mati pun cukup membekas bagi Penulis, di mana ia memberikan darahnya sendiri untuk menyelamatkan nyawa Ochaco.

Pertarungan antara Dabi dan Shoto Todoroki juga literally “panas,” apalagi ditambah dengan bumbu drama keluarga antara keduanya. Namun, kesan yang ditinggalkan kurang kuat, hingga Penulis sudah lupa bagaimana pertarungan antara mereka berakhir.

Pertarungan antara baik vs buruk di final arc pun menjadi terkesan membosankan. Durasi pertarungannya terlalu panjang, villain seolah tak mati-mati. Yang lebih menyebalkan, setelah pertarungan sepanjang itu, sedikit sekali pahlawan yang mati di dalam perang.

Awalnya, Bakugo sempat terlihat akan tewas karena menerima luka yang sangat parah dari Shigaraki. Namun, ia berhasil diselamatkan oleh Edgeshot yang mengorbankan dirinya, walau ujung-ujungnya ia juga berhasil selamat meskipun harus menjadi versi mini.

Padahal, kematian Bakugo akan menjadi sangat heroik jika benar-benar terjadi. Midoriya akan menjadi movitasi lebih untuk mengalahkan musuhnya karena “Uncle Ben Situation.” Sayang, tampaknya sang mangaka memang sesayang itu dengan para karakternya.

Sebagai perbandingan, di Naruto meskipun juga banyak yang selamat, setidaknya masih ada beberapa karakter utama yang dimatikan seperti Neji Hyuga, Shikaku Nara, hingga Inoichi Yamanaka.

Akhir yang Kurang Memuaskan, Padahal Sudah Lama Dinanti

Malah Jadi Guru (Screen Rant)

Anime shounen biasanya bercerita bagaimana protagonis utamanya berjuang untuk meraih apa yang ia impikan sejak awal cerita. Hal ini bisa dilihat dari Naruto yang ingin menjadi Hokage dan Luffy yang ingin menjadi Raja Bajak Laut.

Nah, hal tersebut tidak terjadi di My Hero Academia. Setelah pertarungan yang begitu hebat, tentu kita penasaran dengan masa depan para karakter favorit kita. Intinya, Midoriya kehilangan semua quirk-nya dan menjadi guru di U.A. High School.

Namun, di akhir cerita diceritakan ia mendapatkan semacam perangkat yang membuatnya tetap bisa menjadi superhero, mungkin seperti Iron Man. Jadi, Midoriya tetap bisa menjadi superhero, meskipun tidak menjadi nomor satu seperti impiannya di awal cerita.

Konklusi My Hero Academia yang seperti itu jelas membuat kesal banyak orang. Pada akhirnya, Midoriya gagal mendapatkan apa yang ia impikan dan justru “hanya” menjadi guru setelah kehilangan quirk. Mirio Togata-lah yang menjadi superhero nomor satu di akhir cerita.

Selain itu, kisah cinta Midoriya pun tidak memiliki kesimpulan sama sekali apakah akhirnya ia bersanding dengan Ochaco. Banyak yang berseloroh kalau “gaji sebagai guru” membuat Midoriya tidak menarik bagi Ochaco.

Biasanya, memang karakter utama anime shounen bersanding dengan orang yang selama ini dijodoh-jodohkan dengan penggemar. Contohnya adalah Naruto dengan Hinata Hyuga atau Tanjiro Kamado dengan Kanao Tsuyuri.

Karena banyaknya masalah yang muncul mulai dari final arc hingga konklusi cerita, tak heran jika banyak penggemar yang merasa tidak puas dengan akhir cerita My Hero Academia, mirip dengan fenomena yang terjadi pada Attack on Titan.

Akhir kata, Penulis bisa mengatakan kalau dirinya bukan merasa puas karena sudah My Hero Academia sudah tamat, tapi justru merasa lega dan berpikir “akhirnya tamat juga ini manga.” Tentu ini agak disayangkan, mengingat My Hero Academia adalah salah satu manga shounen favorit Penulis.


Lawang, 5 September 2024, terinspirasi setelah tamatnya My Hero Academia setelah sekian lama dinanti

Sumber Featured Image: ComicBook

Continue Reading

Anime & Komik

Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya

Published

on

By

Beberapa hari terakhir, Penulis kerap menonton konten-konten Yu-Gi-Oh! di YouTube. Entah apa alasannya, mungkin karena ingin nostalgia saja karena sewaktu kecil gemar membaca (bahkan mengoleksi) komiknya.

Penulis pun jadi membaca ulang komiknya, walau tidak semua. Kebetulan, ada beberapa koleksinya yang masih terselamatkan, walau kebanyakan sudah raib entah ke mana. Untuk volume yang hilang, Penulis membacanya di internet.

Gara-gara hal tersebut, Penulis jadi ingin menulis sesuatu tentang Yu-Gi-Oh!. Awalnya Penulis tidak tahu ingin menulis tentang apa, tapi seperti biasa, Penulis lepaskan saja jari-jarinya di keyboard dan membiarkan mereka ingin menulis apa.

Penulis dan Komik Yu-Gi-Oh!

Komik Yu-Gi-Oh! (Shopee)

Seingat Penulis, komik Yu-Gi-Oh! yang pertama kali Penulis baca adalah komik volume 15 milik sepupunya, yang waktu itu menceritakan pertandingan final antara Yugi melawan Pegasus sebagai bos terakhir.

Waktu itu, peraturan duel kartunya masih sakarepe mangakanya (RIP Kazuki Takahashi). Bayangkan saja, kartu sekuat Dark Magician bisa dipanggil tanpa perlu pengorbanan. Hanya saja, waktu masih kecil tentu Penulis tak terlalu memedulikan hal tersebut.

Komik Yu-Gi-Oh! pertama yang Penulis beli sendiri adalah volume 19. Di volume tersebut, ceritanya Yugi sedang mengikuti turnamen duel di Kota Domino dan melawan seseorang yang ternyata juga pemilik kartu Dark Magician.

Yugi vs Arcana di Komik Volume 19 (Fandom)

Dari komik tersebut, Penulis jadi terus melanjutkan membeli komik Yu-Gi-Oh!. Setiap mampir ke toko buku, setiap ada volume baru, pasti akan Penulis beli. Oleh karena itu, koleksi komik Yu-Gi-Oh! Penulis hampir lengkap dari volume 19 hingga 38, yang merupakan volume terakhir.

Penulis tidak tertarik membeli volume-volume awal karena belum ada duel-duel kartu. Di arc Pegasus pun peraturannya masih mentah dan kurang menarik. Apalagi di arc turnamen ini, ada banyak pertarungan antar-duelist yang menarik, meskipun jujur saja kadang sangat tak masuk akal.

Tidak hanya dari efek kartu yang disesuaikan dengan plot cerita, terkadang ada saja bumbu drama seperti “shadow game” yang menumbalkan nyawa. Bayangkan, kita bisa kehilangan nyawa karena bermain kartu!

Pertempuran Roh di Ingatan Pharaoh (Tumblr)

Jika disuruh memilih duel favoritnya, di antara sekian banyak, mungkin Penulis akan memilih pertarungan antara Yugi Mutou melawan Yami Bakura di dalam ingatan Yugi Pharaoh (di komik volume 37). Duel tersebut membuktikan kalau Yugi yang selama ini seolah menjadi bayangan Yugi Pharaoh juga bisa bertarung.

Berbicara tentang Pharaoh, arc terakhir dari seri ini berfokus pada masa lalu Yugi. Ceritanya cukup menarik dan seru bagi Penulis, di mana Yugi berhadapan dengan musuh-musuh tangguh, mulai dari Bakura dengan Diabound-nya hingga Zorc Necrophades.

Arc ini juga bisa menjadi konklusi yang pas untuk serialnya. Setelah mendapatkan ingatan masa lalunya yang berdarah, Yugi Pharaoh (yang bernama Atem) dan Yugi Mutou berduel untuk menentukan nasib mereka. Atem kalah dan pergi meninggalkan Yugi dan kawan-kawan lainnya.

Kalau animenya, Penulis sesekali menonton di televisi pada hari Minggu pagi. Namun, jujur Penulis tidak terlalu ingat karena tidak terlalu memorable. Mungkin yang paling Penulis ingat adalah episode filler di mana Yugi dan Kaiba bersatu melawan The Big 5 yang memiliki kartu Five-Headed Dragon dengan ATK 5000.

Penulis dan Permainan Kartu Yu-Gi-Oh!

Peraturannya Makin Ruwet (Yu-Gi-Oh!)

Banyak meme yang bertebaran di internet tentang bagaimana bingungnya pemain Yu-Gi-Oh! yang sudah lama pensiun, lantas melawan pemain yang masih aktif hari ini. Yu-Gi-Oh! hari ini seolah tentang bagaimana menghabisi lawan secepat mungkin, kalau bisa sejak putaran pertama.

Padahal, dulu waktu masih main, Penulis merasa ada banyak “seni” dari peraturan aslinya, di mana untuk memanggil monster berbintang besar harus mengorbankan monster berbintang kecil. Ada cara unik lain, seperti Fusion ataupun Ritual.

Kita bisa mempelajari banyak peraturan Yu-Gi-Oh! dari manganya, meskipun terkadang efeknya dibuat nyeleneh demi kebutuhan plot cerita. Namun, dari sana dasar bermain Yu-Gi-Oh! Penulis dapatkan dan menjadi ingin mencoba bermain game-nya.

Gameplay Yu-Gi-Oh! Tag Force (GBA Temp)

Ada beberapa game Yu-Gi-Oh! yang pernah Penulis mainkan, seperti Yu-Gi-Oh! Forbidden Memories (PlayStation 1) dan Yu-Gi-Oh! The Duelists of the Roses (PlayStation 2). Namun, baru di game Yu-Gi-Oh! Tag Force (PlayStation 2) Penulis benar-benar paham cara bermain Yu-Gi-Oh!.

Di seri tersebut, masih belum ada peraturan summon monster yang aneh-aneh, masih mengikuti peraturan dasar yang Penulis pahami. Dalam bermain, Penulis sering mengandalkan archetype Cyber Dragon, yang di game-nya menjadi andalan Zane Trusdale.

Selain Cyber Dragon, salah satu archetype favorit Penulis adalah Blue-Eyes White Dragon, sedangkan adik Penulis sangat menyukai Elemental Hero, sampai-sampai tidak mau mencoba archetype yang lain. Bahkan, ia sampai mencetak sendiri kartu-kartu Elemental Hero dan ditempel ke kartu Yu-Gi-Oh! asli.

Blue-Eyes White Dragon (Devianart)

Selain itu, Penulis juga pernah mencoba platform Yu-Gi-Oh! yang tersedia secara online, walau seringnya cuma melawan adiknya, karena kemampuan Penulis tidak cukup hebat untuk bertanding dengan orang lain. Melalui platform ini, Penulis jadi belajar tentang metode summon yang baru-baru.

Pertama ada Synchro Summon, yang intinya membutuhkan monster Tuner untuk memanggilnya. Lalu tak lama ada juga XYZ Summon, yang intinya membutuhkan beberapa monster dengan level yang sama untuk digabungkan. Sampai sini masih bisa dipahami.

Nah, begitu masuk Pendulum Summon, Penulis memutuskan untuk mengangkat bendera putih. Penulis sudah tak mampu mengikutinya lagi. Apalagi sekarang ada Link Summon yang makin membuat Penulis malas untuk mengikuti permainan kartu Yu-Gi-Oh!.

Penutup

Yu-Gi-Oh! jelas telah mewarnai masa kecil dan remaja Penulis, baik lewat komik maupun permainan kartunya. Oleh karena itu, hingga sekarang pun Penulis sesekali masih menonton konten Yu-Gi-Oh! di internet sebagai obat kangen.

Apalagi, gara-gara Yu-Gi-Oh!-lah Penulis jadi menyukai permainan TCG (Trading Card Game). Ada banyak judul lain yang pernah Penulis mainkan, mulai dari Duel Monster, Magic: The Gathering, Hearthstone, Pokemon TCG, hingga Marvel Snap. Tentu, semuanya tidak ada yang benar-benar Penulis kuasai!

Oleh karena itu, Yu-Gi-Oh! selalu punya tempat spesial dalam hidup Penulis, meskipun sudah tidak pernah bermain atau mengikuti permainannya lagi. Mungkin suatu hari Penulis akan mencetak kartu Yu-Gi-Oh! sendiri untuk melawan deck Elemental Hero milik adiknya.


Lawang, 11 Juli 2024, terinspirasi setelah banyak menonton konten Yu-Gi-Oh!

Foto Featured Image: Yu-Gi-Oh!

Continue Reading

Anime & Komik

Saya Memutuskan untuk Mengoleksi Komik Dragon Ball Super

Published

on

By

Penulis merupakan penggemar Dragon Ball, makanya jangan heran jika dua minggu terakhir Penulis selalu menulis tentang seri ini. Namun, Penulis bukan penggemar hardcore yang rela menonton semua episode dari semua seri animenya dan semua film layar lebarnya.

Bahkan, seri Dragon Ball yang asli pun rasanya tidak semua episodenya Penulis tonton, karena Penulis lebih ke pembaca komik. Animenya Penulis sering menonton di televisi (dulu di Indosiar atau Animax), kalau komiknya sering pinjam atau baca versi digitalnya.

Oleh karena itu, Penulis cukup asing dengan seri Dragon Ball GT yang tidak memiliki versi komiknya, walau masih tahu sedikit alur cerita utamanya karena main Dragon Ball Budokai Tenkaichi 3.

Nah, beda cerita dengan seri Dragon Ball Super. Animenya diadaptasi dari manga, meskipun ada beberapa perubahan. Bahkan, cerita dari film Dragon Ball Z: Resurrection ‘F’ dan Dragon Ball Super: Broly tidak dimasukkan ke dalam komik, hanya disebutkan secara singkat.

Sempat Tak Tertarik, tapi…

Beerus dan Whis (X)

Awalnya Penulis cukup merasa malas untuk mengikuti cerita Dragon Ball Super, karena bagi Penulis kisah Dragon Ball ya berhenti ketika Goku mengajak Uub pergi dari turnamen Budokai Tenkaichi untuk berlatih bersama.

Apalagi, Dragon Ball Super memiliki banyak “keanehan” yang membuat Penulis mengangkat alisnya. Konsep Dewa Penghancur, Malaikat, multiverse, Patroli Galaksi, hingga kemunculan Zeno benar-benar terasa aneh dan melenceng dari core-nya Dragon Ball.

Plot hole tentang ke mana Beerus ketika semesta terancam masih bisa ditutupi dengan kenyataan Beerus yang sudah lama tertidur. Beda cerita dengan Patroli Galaksi, yang selama ini entah ke mana tak pernah menampakkan batang hidungnya tanpa ada penjelasan.

Namun, yang namanya penggemar Dragon Ball, ya, ujung-ujungnya Penulis ya mencoba untuk membaca manganya. Penulis mencoba membaca versi digitalnya, tapi berhenti setelah Tournament of Power Saga. Penulis merasa tidak worth it untuk lanjut membaca.

Namun, ketika mampir ke Gramedia Royal Plaza, Surabaya, entah mengapa Penulis tiba-tiba terdorong untuk membeli komiknya. Bisa jadi karena di hati kecilnya, Penulis merasa penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

Mengapa Jadi Tertarik?

Bardock (Fandom)

Penulis nyaris bersikap impulsif dengan ingin langsung membeli semuanya, dari volume 1 sampai 19. Namun, setelah beberapa pertimbangan, Penulis memutuskan untuk membeli satu arc dulu, yakni “Galactic Patrol Prisoner Saga” di mana Moro jadi villain utamanya.

Dua bulan kemudian, tahu-tahu Penulis sudah memiliki semua volumenya. Lengkap, dari volume 1 sampai 19. Penulis biasanya membeli per arc, jadi Penulis tidak melengkapinya sekaligus, tapi dibagi menjadi empat batch atau dua minggu sekali belanjanya.

Ternyata, jika mengabaikan segala keanehan yang tadi sudah disinggung, sebenarnya seru-seru saja membaca komik Dragon Ball Super. Terlebih “Galactic Patrol Prisoner Saga” dan “Granolah the Survivor Saga” yang memiliki beberapa bagian yang tidak tertebak

Salah satu upaya Dragon Ball Super agar diminati oleh penggemar lama Dragon Ball adalah dengan menghubungkan serinya dengan cerita utamanya. Seri tersebut berusaha memberikan penjelasan kepada cerita-cerita yang dulu belum sempat dijelaskan.

Contohnya adalah bagaimana kisah Dai Kaioo, yang di Dragon Ball diceritakan dimakan Buu, ternyata pernah bertarung melawan Moro. Selain itu, ada juga cerita tentang ayah Goku, Bardock (dalam bentuk flashback), yang sebelumnya hanya pernah muncul di film saja.

Meskipun kini sudah banyak komik digital yang bisa dibaca secara legal dan gratis, tetap saja sensasi membaca komik fisik itu berbeda. Apalagi, Dragon Ball Super juga tidak tersedia di aplikasi MangaPlus, tidak seperti Boruto dan My Hero Academia.

Penutup

Hingga tulisan ini tayang, volume terbaru dari Dragon Ball Super belum juga rilis. Padahal, konklusi dari “Granolah the Survivor Saga” ada di sana, sebelum berlanjut ke “Super Hero Saga” yang telah diangkat menjadi film.

Sebenarnya Penulis bisa saja membaca lanjutannya dengan membaca di internet. Akan tetapi, Penulis ingin merasakan sensasi menanti komik volume terbaru terbit seperti ketika masih kecil dulu. Kebahagiaan setelah penantian seperti itu terasa lebih membekas.

Setelah mengoleksi Dragon Ball Super, ada kemungkinan Penulis untuk lanjut mengoleksi komik. Ada beberapa yang sudah menjadi incaran, mulai dari Spy x Family, Naruto versi bundle, Detective Conan versi Premium, hingga seri Dragon Ball asli. Kita lihat saja nanti.


Lawang, 26 Juni 2024, terinspirasi setelah dirinya membeli semua komik Dragon Ball Super

Foto Featured Image: Siliconera

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan