Connect with us

Buku

Dikotomi Kendali Pada Filosofi Teras

Published

on

Meskipun lebih banyak tidak pahamnya, penulis menyukai buku-buku yang berbau filsafat. Contohnya adalah novel-novel karangan Jostein Gaardner seperti Dunia Sophie dan The Puppeter.

Oleh karena itu, ketika menemukan buku berjudul Filosofi Teras tulisan Henry Manampiring di Gramedia Pondok Indah Mall, penulis memutuskan untuk membelinya.

Apalagi, di bagian belakang tertulis bahwa buku ini bisa membantu kita mengatasi rasa cemas berlebihan dan mudah baper, sesuatu yang sering penulis derita.

Apa Isi Buku Ini?

Buku ini terdiri dari 12 Bab yang masih dibagi lagi menjadi subbab-subbab yang lebih kecil. Struktur buku yang seperti ini adalah salah satu favorit penulis karena membuat kita memiliki jeda untuk berhenti sejenak.

Secara garis besar, buku ini berusaha menerapkan filsafat Stoisisme atau Stoa ke dalam kehidupan modern yang kita jalani saat ini. Apakah gagasan di era kuno masih sesuai untuk era sekarang? Ternyata, masih sangat sesuai.

Kenapa diberi nama Filosofi Teras? Ceritanya, dulu filsafat Stoa sering didiskusikan di teras oleh para filsuf, sehingga penulis buku ini memutuskan untuk menggunakan nama tersebut.

Dari yang berhasil penulis tangkap, Stoisisme adalah sebuah filsafat yang menekankan terhadap penghilangan emosi negatif pada diri kita. Orang-orang stoik percaya bahwa emosi negatif mampu merusak diri kita.

Satu hal yang paling sering disebutkan oleh penulis buku ini adalah Dikotomi Kendali. Artinya, dalam hidup ini ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak. Kita, sebagai seorang manusia, harusnya befokus pada apa yang bisa kita kendalikan.

Contoh dari apa yang bisa kita kendalikan adalah persepsi tentang sesuatu dan bagaimana kita memberi respon terhadap sebuah peristiwa.

Yang tidak bisa dikendalikan? Nyinyiran netizen adalah salah satu contoh yang paling mudah. Kita tidak bisa mengendalikan pendapat orang lain.

Selanjutnya, Dikotomi Kendali berkembang menjadi Trikotomi Kendali. Ada hal-hal yang sebagian bisa kita kendalikan, tapi sebagiannya lagi tidak bisa kita kendalikan.

Contohnya adalah nilai kita di sekolah. Kita bisa mendapatkan nilai tinggi dengan belajar, namun tetap pihak sekolah yang akan menentukan nilai kita.

Penulis buku ini juga beberapa kali menyebutkan nama tokoh filsafat Stoa seperti Epictetus dan Marcus Aurelius. Biasanya berupa kutipan ataupun gagasan dari yang bersangkutan.

Selanjutnya, ada beberapa bab yang cukup menarik, seperti bagaimana cara mengendalikan persepsi, memperkuat mental, menghadapi orang-orang yang menyebalkan, parenting, masyarakat dunia, hingga menyikapi kematian.

Apa Pendapat Penulis Tentang Buku Ini?

Buku ini mengajarkan kepada kita untuk berpikir sejenak sebelum menilai sebuah keadaan. Kita tentu pernah bukan merasa betapa peliknya sebuah permasalahan yang ternyata tidak seberapa.

Buku ini membantu kita untuk tidak gegabah dalam menyikapi masalah. Kuncinya ada di Dikotomi Kendali tadi yang sudah penulis singgung di atas.

Walaupun cukup tebal, penulis merasa buku ini tidak membosankan dan sangat menarik untuk dinikmati. Apalagi, penulis buku ini menulis dengan gaya bahasa anak muda dan menyelipkan sesekali candaan yang ringan.

Bahasanya cukup ringan meskipun mengandung kata “Filsafat” pada bagian judul, sehingga pembaca tidak perlu merisaukan hal tersebut. Buku ini juga dilengkapi dengan ilustrasi menarik yang digambar oleh Levina Lesmana.

Terdapat pula beberapa hasil wawancara dengan berbagai narasumber dari latar belakang yang berbeda-beda. Mungkin bagian inilah yang sedikit membosankan, setidaknya bagi penulis.

Sebagai bonus, buku ini juga menyantumkan referensi-referensi buku tentang filsafat Stoa lainnya. Jadi, untuk pembaca yang tertarik memperlajari ilmu lebih mendalam bisa membaca buku-buku tersebut.

Nilai: 4.4/5.0

 

 

Kebayoran Lama, 14 Juni 2019, terinspirasi setelah menamatkan buku Filosofi Teras karangan Henry Manampiring

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan

Published

on

By

Mungkin sudah banyak yang mengetahui kalau polisi yang tak bisa disuap di Indonesia, menurut Gus Dur, hanya ada tiga: patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng. Karena muncul dari mulut mantan presiden Republik Indonesia, tentu nama Hoegeng berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk Penulis.

Oleh karena itu, Penulis pun akhirnya ingin mengetahui lebih dalam tentang sosok Hoegeng dan membeli buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis oleh Suhartono. Buku ini disusun berdasarkan dari kisah yang diceritakan mantan sekretaris Hoegeng, yaitu Soedharto.

Mengingat bukunya yang cukup tipis, Penulis tidak terlalu berharap kalau isinya akan menceritakan kisah hidup Hoegeng secara rinci dan lengkap. Namun, mengingat buku ini diterbitkan oleh Kompas yang terkenal akan kualitasnya, Penulis pun memutuskan untuk membacanya.

Detail Buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan

  • Judul: Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
  • Penulis: Suhartono
  • Penerbit: Penerbit Buku Kompas
  • Cetakan: Ketujuh (Edisi Revisi)
  • Tanggal Terbit: September 2022
  • Tebal: 182 halaman
  • ISBN: 9789797097691
  • Harga: Rp75.000

Sinopsis Buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan

“Di Indonesia hanya ada tiga polisi yang tak bisa disuap: patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng” — KH Abdurrahman Wahid

Generasi muda kini mungkin tak lagi tahu, Hoegeng yang dimaksud Presiden Abdurrahman Wahid dalam kata katanya di atas adalah almarhum Jenderal (Pol.) Hoegeng Iman Santoso, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) di zaman transisi Orde Lama menuju Orde Baru. Sebagai polisi, Hoegeng dikenal jujur, sederhana, dan tak kenal kompromi. Karenanya, seperti polisi tidur, ia tak bisa disuap.

Namun, bagaimana kiprah Hoegeng ketika ia dipercaya Presiden Soekarno menjadi Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet dan Menteri Iuran Negara, serta Kepala Jawatan Imigrasi Indonesia pada periode tahun 1961-1966?

Buku ini tak hanya menuturkan keteladanan Hoegeng sebagai polisi dan birokrat. Juga ada kisah hubungan Hoegeng dan Soedharto Martopoespito yang berakhir tragis. Cengkeraman kekuasaan Orde Baru memutuskan hubungan akrab di antara keduanya. Setelah Hoegeng bergabung dengan kelompok Petisi 50, sebagai PNS di kantor Menko Polkam, Dharto tak pernah berani lagi berhubungan secara pribadi dengan mantan atasannya itu.

Ditulis oleh Suhartono, wartawan harian Kompas berdasarkan kisah Soedharto Martopoespito, mantan sekretaris Hoegeng.

Isi Buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan

Berbeda dengan kebanyakan buku biografi pada umumnya yang menjelaskan kisah biografi secara kronologis, buku ini tidak menceritakan kisah hidup Hoegeng seperti itu. Bisa dibilang, format yang digunakan mirip dengan Seri Tokoh Tempo.

Edisi revisi ini menambahkan tiga bab yang diletakkan di depan lima bab sebelumnya. Ketiga bab tersebut berfungsi sebagai pelengkap, karena lima bab asli buku ini benar-benar murni dari hasil wawancara dengan mantan sekretaris Hoegeng.

Tiga bab tambahan tersebut berjudul 1) Antara Hoegeng dan Bung Karno 2) Legenda versus Realitas 3) Diusulkan Pahlawan Nasional. Sedangkan lima bab aslinya sendiri berjudul 4) Mengenal Hoegeng 5) Kesederhanaan Tanpa Pamrih 6) Kenangan Tugas Masa Lalu 7) Pegangan Hidup 8) Hari-Hari Bersama Keluarga 9) Silahturami yang Terputus.

Bisa dilihat dari judul bab-bab tersebut jika format buku ini bukan kronologis seperti kebanyakan buku biografi. Sebagian besar buku ini menyorot sepak terjang Hoegeng ketika memiliki sekretaris Soedarto. Di luar itu, tidak banyak hal yang dibahas.

Tentu ada bagian-bagian yang menjelaskan bagaimana Hoegeng sebagai polisi, menteri, bahkan anggota Petisi 50 bersama Ali Sadikin dan lainnya. Namun, sekali lagi, buku ini lebih banyak menyorot hubungan personal antara Hoegeng dan Soedharto.

Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan

Setelah membaca buku ini, jujur saja Penulis merasa kecewa karena isinya yang kurang mendalam dan justru terlalu fokus dengan hubungan Hoegeng dan mantan sekretarisnya. Memang hal tersebut disebutkan dalam sinopsis, tapi Penulis tidak menyangka itu justru mendominasi isi buku ini.

Kalau boleh jujur, buku ini lebih cocok berjudul Hoegeng di Mata Mantan Anak Buahnya. Judul tersebut terasa lebih menggambarkan isi buku ini, seperti buku Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya. Pembaca jadi mendapatkan gambaran kalau isi bukunya ya memang menurut perspektif orang lain.

Kalau buku ini, dari judulnya tentu pembaca akan berekspektasi kalau isinya akan banyak mengulas kiprah Hoegeng sebagai polisi dan menteri. Memang dibahas, tapi sangat basic seperti informasi yang bisa ditemukan di Wikipedia.

Fakta-fakta menarik yang menunjukkan kesederhanaan Hoegeng pun rasanya sudah banyak dibahas entah di situs web maupun media sosial. Tidak ada yang spesial dengan isi buku ini, kecuali jika pembacanya mungkin belum pernah mendengar nama Hoegeng sama sekali.

Di sisi lain, mungkin hal tersebut membuat buku ini mudah dipahami karena isinya ya memang sederhana. Kalau untuk sekadar sebagai penambah insight tentang sosok Hoegeng yang luar biasa, buku ini bisa melakukannya.

Setidaknya, setelah membaca buku Hoegeng ini, kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana sosok polisi jujur yang satu ini seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Hoegeng sudah seharusnya menjadi standar bagi para pejabat publik di Indonesia.

Untuk kisah hidup Hoegeng, Penulis jelas akan memberikan skor 10/10 untuk beliau. Akan tetapi, untuk kualitas bukunya sendiri, Penulis akan memberikan skor yang cukup rendah untuk ukuran buku terbitan Kompas.

Skor: 4/10


Lawang, 29 Juni 2024, terinspirasi setelah membaca buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono

Continue Reading

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Ali Sadikin

Published

on

By

Jika disuruh menyebutkan satu saja gubernur Jawa Timur yang melegenda, Penulis tidak akan bisa menyebutkan satu nama pun. Namun, kalau pertanyaannya diganti gubernur Jakarta, Penulis akan langsung menjawab Ali Sadikin.

Penulis tidak benar-benar ingat dari mana nama Ali Sadikin muncul di kehidupan Penulis. Yang Penulis tahu, beliau adalah sosok gubernur yang sangat terkenal dan banyak prestasinya. Seperti apa kebijakan yang ia buat hingga bisa menjadi sosok populis tidak Penulis ketahui.

Nah, kebetulan Tim TEMPO merilis buku biografi singkatnya, yang menyadi edisti terbaru Seri Buku Tempo setelah sekian lama. Mengingat Penulis mengoleksi serinya, tentu saja Penulis membaca buku ini, sekalian belajar apa saja terobosan yang pernah dilakukan oleh Ali Sadikin.

Detail Buku Ali Sadikin

  • Judul: Ali Sadikin: Gubernur Jakarta yang Melampaui Zaman
  • Penulis: Tim TEMPO
  • Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
  • Cetakan: Pertama
  • Tanggal Terbit: November 2023
  • Tebal: 130 halaman
  • ISBN: 9786231341167
  • Harga: Rp75.000

Sinopsis Ali Sadikin

Sejarah Jakarta tak bisa dilepaskan dari sosok Ali Sadikin. Ditunjuk langsung sebagai Gubernur DKI Jakarta (menjabat 1966-1977) oleh Presiden Sukarno, Bang Ali-begitu dia biasa disapa-dinilai mampu mengatasi berbagai problem yang melanda ibu kota. Selama 11 tahun menjabat gubernur, Bang Ali tidak hanya meletakkan fondasi perkembangan Jakarta, tetapi juga menunjukkan bagaimana seharusnya kota yang bermartabat sekaligus hijau dibangun.

Bagi Bang Ali, Jakarta harus menjadi ibu kota yang mencerminkan kebanggaan nasional, sesuai cita-cita Bung Karno. Untuk itu, dia berupaya mewujudkan Jakarta yang manusiawi, berbudaya, nyaman, dan tertib. Dia membangun berbagai fasilitas publik dan memperbaiki kampung kumuh, berupaya mengatasi banjir dengan menyiapkan kawasan hijau yang mengelilingi ibu kota, membangun tempat berkumpul bagi para seniman, dan ikut mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Namun, kepemimpinan Bang Ali bukan tanpa kontroversi. Dia, misalnya, melegalkan perjudian dan memungut pajaknya untuk mengubah wajah kota yang suram menjadi metropolis. Bang Ali tidak peduli meski dicaci maki dan dijuluki-gubernur maksiat-. Setelah tidak menjabat gubernur, dia bergabung dengan kelompok Petisi 50 dan tak ragu menunjukkan sikap politik yang berseberangan dengan Presiden Soeharto.

Apa Isi Buku Ali Sadikin?

Seperti biasa, Seri Buku Tempo tidak menjabarkan kisah sosok yang diangkat secara kronologis. Hanya beberapa kejadian penting saja yang diulas, atau dalam konteks Ali Sadikin, lebih banyak menyorot kebijakan yang pernah ia buat.

Ada dua bab utama dalam buku ini, yakni “Nahkoda Koppig Ibu Kota” yang menjabarkan sepak terjang Ali selama menjadi gubernur, dan “Oposan Setelah Jabatan” yang menceritakan kisah Ali yang menjadi oposisi dari Presiden Soeharto.

Hampir semua daftar kebijakan yang dibuat oleh Ali sebenarnya sudah disebutkan di bagian sinopsis di atas. Isi bukunya mengelaborasi kebijakan-kebijakan tersebut secara lebih detail, baik yang positif maupun yang kontroversial.

Salah satu raihan positif yang pernah Ali selama menjabat sebagai seorang gubernur adalah melakukan revitalisasi kota Jakarta menjadi lebih modern, mirip dengan yang dilakukan oleh Napoleon III ke Paris.

Kebijakan yang paling kontroversial tentu saja bagaimana ia melegalkan perjudian untuk menambah anggaran daerah. Uang pemasukan dari sektor tersebut ia gunakan untuk membangun Jakarta menjadi kota modern.

Untuk bagian kedua, sebenarnya lebih menjelaskan posisi Ali yang memutuskan untuk berseberangan dengan Soeharto. Waktu itu, bahkan ada yang menyebut kalau Ali dan Soeharto seolah menjadi matahari kembar.

Ali juga bergabung dengan kelompok Petisi 50 yang berisi beberapa tokoh, termasuk Hoegeng yang buku biografinya juga baru saja Penulis tamatkan (artikel review-nya akan menyusul minggu depan).

Setelah Membaca Buku Ali Sadikin

Penulis selalu suka dengan buku-buku Seri Buku Tempo yang menyorot banyak tokoh nasional secara singkat, tapi penuh dengan fakta menarik yang disusun secara cermat dan berkualitas. Bahasanya pun menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

Buku Ali Sadikin ini pun juga masih mempertahankan hal tersebut. Namun, Penulis merasa kalau edisi yang kali ini agak repetitif hingga terkesan dipanjang-panjangkan agar memenuhi syarat untuk diterbitkan menjadi sebuah buku.

Info yang disampaikan cuma itu-itu saja, seolah baca sinopsisnya saja sudah cukup. Entah mengapa Penulis merasa elaborasi di setiap bagiannya terasa kurang mendalam. Ini sangat berbeda dengan beberapa Seri Buku Tempo lain yang pernah Penulis baca.

Apakah itu karena kisah hidup Ali Sadikin memang kurang memiliki banyak cerita menarik? Rasanya tidak. Keputusan Tempo untuk mengangkat kisah Ali Sadikin sudah cukup menjadi bukti bagaimana ia memang seorang tokoh nasional yang layak dipelajari kisah hidupnya.

Setidaknya, Penulis jadi mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengapa Ali Sadikin dianggap sebagai seorang mantan gubernur Jakarta yang legendaris. Kiprahnya selama menjabat telah menjadi standar untuk gubernur-gubernur selanjutnya.

Skor: 7/10


Lawang, 22 Juni 2024, terinspirasi setelah membaca buku Ali Sadikin dari Tim Tempo

Continue Reading

Non-Fiksi

[REVIEW] Setelah Membaca Contagious

Published

on

By

Belakangan ini, marketing menjadi salah satu topik yang sering Penulis pelajari meskipun sedikit-sedikit. Selain mengambil kelas digital marketing, Penulis juga mencoba membaca buku-buku yang terkait dengan dunia marketing.

Buku terkait dunia marketing yang telah Penulis baca adalah Contagious: Rahasia di Balik Produk dan Gagasan yang Viral karya Jonah Berger. Pihak penerjemah cukup lihai dalam memilih kata “viral” di bagian sub-judul, mengingat saat ini memang banyak yang ingin menjadi viral.

Salah satu alasan yang membuat Penulis memutuskan untuk membaca buku ini adalah karena biasanya buku-buku semacam ini akan diberi sisipan kisah-kisah nyata untuk memberikan gambaran tentang poin yang ingin dijelaskan. Benar saja, ada banyak kisah menarik yang bisa disimak.

Detail Buku Contagious

  • Judul: Contagious: Rahasia di Balik Produk dan Gagasan yang Populer
  • Penulis: Jonah Berger
  • Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan: Keempat
  • Tanggal Terbit: Juni 2023
  • Tebal: 297 halaman
  • ISBN: 9786020667218
  • Harga: Rp85.000

Sinopsis Contagious

Apa yang Menjadikan Sesuatu Populer?

Kalau menurut Anda iklan, coba pikir lagi. Orang tidak mendengarkan iklan; mereka mendengarkan teman. Tapi, kenapa orang bicara lebih banyak tentang produk dan gagasan tertentu dibanding yang lain? Kenapa sejumlah cerita dan rumor lebih tersebar? Dan apa yang menjadikan konten online mewabah?

Jonah Berger mengungkapkan ilmu rahasia di balik getok tular dan transmisi sosial. Temukan enam prinsip dasar yang berkontribusi pada semua hal yang mewabah, seperti bagaimana steakhouse yang mewah mendapat popularitas lewat cheesesteak biasa, kenapa iklan antinarkoba bisa jadi malah meningkatkan penggunaan narkoba, dan kenapa lebih dari 200 juta orang berbagi video tentang sesuatu yang sepertinya merupakan produk yang paling membosankan: blender.

Entah Anda manajer di perusahaan besar, pemilik usaha kecil yang berusaha meningkatkan kesadaran akan produk Anda, politisi yang membutuhkan suara rakyat, atau petugas kesehatan yang berusaha mengampanyekan suatu program, buku ini akan menunjukkan kepada Anda cara membuat produk atau gagasan Anda tersimpan di benak orang.

Apa Isi Buku Contagious?

Dengan tebal hampir 300 halaman, Contagious dibagi menjadi enam bagian utama. Agar mudah diingat, Berger membuat akronim STEPPS untuk menjelaskan langkah-langkah dalam membuat konten yang viral. STEPPS sendiri merupakan kepanjangan dari:

  • Sosial Currency (Mata Uang Sosial)
  • Trigger (Pemicu)
  • Emotion (Emosi)
  • Public (Publik)
  • Practicality (Nilai Praktis)
  • Story (Cerita)

Mata Uang Sosial adalah hal-hal yang akan membuat orang akan merasa bangga, terlihat keren, terlihat pintar, dan lainnya ketika kita menceritakannya kepada orang lain. Seperti yang kita tahu, produk yang dipromosikan dari mulut ke mulut biasanya berarti memang bagus.

Contoh mudahnya adalah ketika kita mencoba sebuah kafe yang nyaman dan memiliki makanan-minuman enak. Kita jadi memiliki “sesuatu” yang bisa kita ceritakan ke orang dengan bangga. Itulah yang disebut sebagai Mata Uang Sosial.

Lalu, kita harus bisa memanfaatkan momentum untuk bisa menciptakan Pemicu sehingga lebih mudah diingat dan menarik minat banyak orang. Contoh ketika “Asian Value” sedang ramai, maka banyak content creator memanfaatkan hal tersebut untuk menjadi viral dengan membuat meme.

Sebuah produk yang bagus juga harus bisa membangkitkan Emosi konsumen dan memiliki Nilai Praktis yang tidak ribet. Semua poin-poin tersebut, jika dibalut dengan cerita yang apik, akan membuat hampir apapun menjadi viral dan menjadi pembicaraan banyak orang.

Setelah Membaca Buku Contagious

Sesuai dengan judulnya, Contagious membahas mengenai alasan-alasan mengapa sebuah produk bisa menjadi viral atau berhasil, lengkap dilengkapi dengan contoh dari kisah nyata. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan gambaran mengenai topik yang sedang dijelaskan.

Meskipun awam dengan dunia marketing, buku ini mudah dipahami dan tidak dipenuhi dengan kata-kata yang berat. Membaca buku ini terasa seperti membaca kumpulan kisah inspiratif bagaimana sebuah produk bisa berhasil viral.

Jika mau merangkup keenam langkah yang ada di STEPPS, hal paling penting dari proses pemasaran adalah getok tular atau mulut ke mulut dari konsumen itu sendiri. Jika yang berbicara hanya produsen, kecil kemungkinan produk tersebut akan sukses.

Ini tentu relevan jika membandingkannya dengan konten viral di media sosial. Kenapa konten bisa viral? Selain karena isi kontennya, tentu karena banyak orang yang membicarakan hal tersebut. Mau sekeren apapun kontennya, jika tidak ada yang membicarakannya, ya enggak bakal viral.

Jika disebutkan apa kekurangan dari buku ini, mungkin Penulis akan menyebutkan kalau isinya bisa dibilang cukup basic dan mungkin bisa ditemukan di media sosial dan internet. Namun, hal tersebut wajar saja jika buku ini memang ditargetkan untuk pasar yang awam dengan dunia marketing.

Walaupun mungkin tidak semua isinya bisa Penulis praktekkan, setidaknya wawasan yang disajikan cukup berguna untuk Penulis. Kalaupun belum bisa diterapkan sekarang, Penulis yakin suatu saat akan bermanfaat.

Penulis cukup merekomendasikan buku ini untuk siapapun yang ingin mengetahui dasar-dasar dalam membuat produk dan ide yang bisa menjadi viral karena pemaparannya yang mudah dipahami.

Skor: 7/10


Lawang, 15 Juni 2024, terinspirasi setelah membaca Contagious karya Peter Berger

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan