Buku
Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
Pepatah memang menyebutkan don’t judge a book by its cover alias jangan menilai buku hanya dari sampulnya. Namun, sejujurnya Penulis beberapa kali membeli buku karena terpikat dengan sampulnya.
Contoh terbarunya adalah novel Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi yang akan Penulis bahas pada tulisan kali ini. Begitu melihatnya, langsung ada perasaan kalau Penulis harus membelinya.
Apa yang membuat Penulis menyukai sampul ini adalah gaya anime realis yang dimilikinya, salah satu artstyle yang Penulis sukai. Bahkan tak hanya satu, Penulis langsung membeli buku keduanya juga yang akan Penulis bahas di tulisan selanjutnya.
Tentu Penulis menyempatkan diri untuk membaca sinopsis singkat yang ada di bagian belakang buku. Ternyata, ada unsur supernatural dalam buku ini karena menceritakan sebuah kafe yang mampu membawa pengunjungnya pergi ke masa lalu.
Biasanya, Penulis menghindari genre-genre fantasi seperti ini. Namun, entah mengapa Penulis tetap terpikat dengannya. Intuisi Penulis benar, ini adalah salah satu novel dengan cerita paling bagus sekaligus paling menyayat hati!
Detail Buku
- Judul: Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
- Penulis: Toshikazu Kawaguchi
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Cetakan: Keenam Belas
- Tanggal Terbit: Februari 2023
- Tebal: 223 halaman
- ISBN: 9786020651927
Apa Isi Buku Ini?
Seperti yang sudah Penulis singgung sedikit di atas, novel ini berkisah tentang sebuah kafe tua nan kecil bernama Funiculi Funicula yang terletak di sebuah gang kecil di Tokyo. Kita bisa melihat ilustrasi kafe ini pada bagian sampul buku.
Yang istimewa dari kafe ini bukan dari kopi ataupun sajiannya, melainkan karena mampu membawa pengunjungnya pergi ke masa lalu, bahkan masa depan. Hanya saja, ada banyak syarat yang harus mampu dipenuhi oleh pelanggan.
Beberapa di antaranya adalah kita hanya bisa bertemu dengan seseorang di masa lalu/depan jika orang tersebut pernah mengunjungi kafe tersebut. Lalu, kita harus duduk di kursi tertentu dan tidak boleh berpindah tempat sekalipun, atau kita akan langsung diseret ke masa kini.
Masalahnya, kursi spesial tersebut kerap diduduki oleh roh hantu perempuan yang membaca novel. Katanya, itu terjadi karena pernah ada seseorang yang pergi ke masa lalu dan melebihi batas waktu yang telah ditentukan.
Seberapa lama waktu yang bisa kita gunakan untuk menjelajahi waktu? Ternyata tergantung dari kopi yang akan mengirimkan kita ke masa lalu tersebut. Kita harus “pulang” sebelum kopinya menjadi dingin, seperti yang tertera di judul buku ini.
Selain itu, kita juga harus memahami bahwa apapun yang kita lakukan di masa lalu tidak akan mengubah kenyataan yang akan terjadi hari ini. Konsepnya mirip dengan konsep time travel di film Avengers: Endgame.
Ribet? Jelas, apalagi yang akan kita lakukan di masa lalu tidak akan mengubah apapun.. Setelah mengetahui ada begitu banyak peraturan yang ada, banyak yang mengurungkan niatnya untuk pergi ke masa lalu.
Namun, tetap saja ada segelintir orang yang tetap yakin ingin melakukannya. Ada seorang perempuan yang ingin berbaikan dengan kekasihnya, ada seorang perawat yang ingin membaca surat yang dibuat oleh suaminya yang sakit.
Ada seorang kakak yang menemui adiknya untuk terakhir kalinya, dan ada seorang ibu yang ingin bertemu dengan anak yang mungkin tidak akan pernah dijumpainya seumur hidup. Penulis tidak akan membocorkan detail kisah perjalanan mereka di sini.
Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold
Awalnya Penulis mengira kalau buku ini merupakan sebuah kumpulan cerpen di mana kisah dari masing-masing babnya tidak memiliki keterkaitan. Ternyata, walau terkesan tidak memiliki kesinambungan, ada benang merah yang menyambungkannya.
Itu adalah salah satu poin plus dari novel ini, sehingga menghadirkan sedikit plot twist yang walaupun tidak terlalu mengejutkan, tetap memberikan damage. Apalagi, kisah-kisah yang terkandung di dalamnya terasa nyata dan bisa saja terjadi pada kehidupan kita.
Konsep Time Travel yang Disederhanakan
Ketika membaca cerita pertama tentang seorang perempuan yang ingin berbaikan dengan kekasihnya, Penulis masih merasa biasa saja. “Oh, begini konsep time travel-nya,” begitu pikir Penulis.
Namun, begitu masuk ke cerita kedua, emosi Penulis langsung dibuat naik turun tak karuan. Seumur hidup, rasanya baru kali ini Penulis berhasil dibuat terharu oleh sebuah novel. Masalahnya, cerita ketiga dan keempat damage-nya lebih besar lagi.
Meskipun memiliki konsep time travel, sama sekali tidak ada penjelasan ilmiah mengapa hal tersebut bisa terjadi. Tidak dijelaskan juga bagaimana kopi buatan kafe tersebut bisa mengirimkan orang pergi ke masa lalu.
Kisah-Kisah yang Sederhana, tapi Bermakna
Menurut Penulis, menyederhanakan konsep time travel adalah upaya sang penulis buku ini untuk menyederhanakan cerita. Tanpa perlu tahu pun, kita masih bisa menikmati ceritanya. Memang tidak masuk akal, tapi bukan rasionalitas yang menjadi kekuatan utama buku ini.
Buku ini justru ingin memberi tahu kita tentang hal-hal sepele yang mungkin selama ini kita abaikan, dan baru merasa menyadari hal tersebut ternyata penting setelah kita kehilangannya. Tiga cerita di awal berpusat pada konsep tersebut.
Lalu, bagaimana dengan yang terakhir? Cerita terakhir bisa dibilang mengandung bawang yang paling banyak. Karena takut terlalu membocorkan kisahnya, Penulis hanya bisa bilang kalau cerita keempat menjadi satu-satunya yang pergi ke masa depan.
Apakah Ada Kekurangannya?
Jika disuruh mencari kekurangan dari buku ini, mungkin Penulis akan menyebutkan kalau nama-nama karakter yang ada di dalamnya membutuhkan waktu agar Penulis bisa menghafalnya.
Bahkan, ada beberapa karakter yang awalnya Penulis kira laki-laki, ternyata perempuan. Namun, itu hanya kekurangan minor yang terjadi karena ketidakmampuan Penulis dalam menghafal karakternya dengan cepat.
Jika disuruh memilih, Penulis paling menyukai karakter Kazu Tokita yang misterius dan senantiasa tidak menunjukkan emosinya. Sedikit spoiler, ia adalah pramusaji di kafe tersebut yang bertugas membuat kopi bagi pelanggan yang ingin pergi ke masa lalu.
***
Sejujurnya masih ada banyak hal yang ingin Penulis sampaikan terkait novel ini. Namun, Penulis khawatir jika akan memberikan spoiler terlalu banyak. Mungkin saja, Penulis akan memberikan versi full spoiler pada tulisan selanjutnya jika ingin menulisnya.
Untuk saat ini, rasanya sudah cukup ulasan yang Penulis berikan untuk novel ini. Sudah lama Penulis tidak menemukan kepuasan setelah menamatkan novel seperti ini. Jelas, Funiculi Funicula akan menjadi salah satu novel terbaik versi Penulis.
Lawang, 12 April 2023, terinspirasi setelah membaca buku Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold karya Toshikazu Kawaguchi
Fiksi
[REVIEW] Setelah Membaca Anak-Anak Semar
Cerita pewayangan selalu menarik bagi Penulis. Walau bukan tipe orang yang hafal semua lore dalam pewayangan, setidaknya kalau diajak ngobrol tentang topik ini bisa nyambung. Oleh karena itu, Penulis punya beberapa judul novel yang bertemakan pewayangan.
Beberapa contoh novel pewayangan yang pernah Penulis ulas di blog ini adalah Kitab Omong Kosong dari Seno Gumira Ajidarma dan Anak Bajang Menggiring Angin dari Sindhunata. Dua-duanya menarik, sehingga jika salah satu merilis novel wayang baru, Penulis akan membelinya.
Nah, oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk membeli novel berjudul Anak-Anak Semar yang ditulis oleh Sindhunata. Apalagi, mayoritas cerita wayang yang Penulis baca selama ini jarang mengulas tentang salah satu anggota Punakawan tersebut.
Detail Buku Ngomongin Uang
- Judul: Anak-Anak Semar
- Penulis: Sindhunata
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Cetakan: Pertama
- Tanggal Terbit: Juni 2022
- Tebal: 204 halaman
- ISBN: 9786020662084
- Harga: Rp128.000
Sinopsis Buku Ngomongin Uang
Maka kau adalah samar, ya, Semar. Janganlah kau samar terhadap kegelapan, jangan pula kau samar terhadap terang. Hanya dengan hatimu yang samar, kau dapat melihat terang dalam kegelapan, kebaikan dalam kejahatan. Hanya dengan hatimu yang samar pula, kau dapat melihat kegelapan dan terang, kejahatan dalam kebaikan.
Anak-anak Semar karya Sindhunata berkisah tentang Semar sebagai pembawa harapan dan pengingat akan nilai-nilai serta akar budaya di tengah zaman yang bergerak begitu cepat. Dalam buku dengan ilustrasi lukisan karya Nasirun ini, wajah Semar kerap berubah-ubah. Kadang ia disebut Sang Pamomong, sosok yang selalu melindungi rakyat kecil dan tertindas. Lain waktu, ia juga seperti pohon rindang yang dengan samar bayangannya bisa memberikan keteduhan bagi siapa pun yang ada di dekatnya.
Isi Buku Anak-Anak Semar
Tidak seperti judulnya, Anak-Anak Semar tidak bercerita tentang Bagong, Petruk, dan Gareng. Jujur, Penulis tidak benar-benar paham apa maksud dari judul tersebut karena novel ini justru bercerita tentang perjalanan dan perenungan Semar.
Yang Penulis tangkap, “anak-anak” di sini sebenarnya ditujukan kepada masyarakat yang ada di dalam novel ini sekaligus kita sebagai pembaca novel ini. Kita ini anak-anak yang masih membutuhkan keberadaan Semar, yang diceritakan sempat menghilang tanpa sebab.
Novel ini terdiri dari enam bab utama, yakni:
- Semar Mencari Raga
- Semar Hilang
- Semar Mati
- Semar Mbangun Khayangan
- Semar Boyong
- Semar Minggat
Dari keenam judul tersebut, kita sudah mendapatkan gambaran kasar mengenai perjalanan yang akan dihadapi oleh Semar di novel ini: bagaimana ia “melepaskan” rohnya dari jasadnya, lalu bagaimana hilangnya Semar menimbulkan kegemparan, hingga anggapan bahwa Semar telah mati.
Setelah itu, setelah melalui perenungan dalam di alam khayangan (karena sejatinya Semar adalah dewa), ia berkeinginan untuk membuat “khayangannya” sendiri di dunia, lalu kembali ke bumi. Lantas, mengapa di akhir justru ia “minggat”? Temukan jawabannya di novel ini.
Setelah Membaca Anak-Anak Semar
Sejujurnya, jika dibandingkan dengan novel Anak Bajang Menggiring Angin, Anak-Anak Semar lebih berat untuk dicerna. Alasannya, novel ini lebih banyak berisikan kalimat-kalimat monolog untuk menggambarkan situasi yang terjadi, baik ketika ada Semar maupun tidak.
Dialog yang ada lebih sering digunakan untuk mendukung situasi yang sedang terjadi. Misal, kegemparan ketika Semar menghilang, banyak dialog dari masyarakat yang menunjukkan keresahan. Selain itu, dialog juga terjadi ketika dalang sedang menceritakan kisah wayang.
Oleh karena itu, meskipun novelnya tipis, Penulis cukup lama menamatkannya. Ada banyak sekali bagian yang membuat Penulis harus berpikir keras untuk bisa memahaminya. Terkadang, sudah pelan-pelan membacanya pun Penulis masih kesulitan.
Tipisnya novel ini (hanya sekitar 200 halaman) juga menjadi kekurangan buku ini, karena harganya cukup mahal! Penulis tidak memahami apa alasan novel ini dilabeli harga Rp128 ribu, ketika buku lain yang memiliki ketebalan mirip biasanya dilabeli sekitar 70-80 ribu.
Namun, masih banyak hal positif dari novel ini. Keindahan pemilihan kata oleh Sindhunata jelas tak perlu diragukan lagi. Meskipun memang tak mudah dipahami, setidaknya kita akan dibuai dengan keindahan bahasa yang beliau tuliskan.
Sama seperti novel Anak Bajang Menggiring Angin, ada banyak filsafat jawa yang disisipkan dalam novel setipis ini. Salah satu yang paling sering dibahas adalah bagaimana pentingnya untuk merenungi diri sendiri, seperti yang sering Semar lakukan pada novel ini.
Selain itu, ada banyak ilustrasi menarik yang dibuat oleh Nasirun. Ilustrasi tersebut menggambarkan Semar dalam berbagai wujud. Cukup banyak ilustrasi yang terdapat di novel ini, setidaknya satu di setiap babnya.
Dengan berbagai penilaian tersebut, Penulis kurang merekomendasikan novel ini untuk orang yang masih awam dengan dunia perwayangan karena pasti akan terasa berat. Namun, jika memang sudah mengetahui banyak tentang dunia wayang, buku ini akan menjadi bacaan yang menarik.
Skor: 6/10
Lawang, 19 Juli 2024, terinspirasi setelah membaca buku Anak-Anak Semar karya Sindhunata
Non-Fiksi
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
Dalam beberapa tahun terakhir, keuangan menjadi salah satu topik yang sedang banyak dipelajari mengingat usia Penulis sekarang sudah berkepala tiga. Meskipun bisa dibilang terlambat, rasanya tidak ada salahnya untuk tetap mempelajarinya.
Sumber-sumber belajar keuangan pun tentu dari banyak medium, mulai dari YouTube, media sosial, hingga buku. Salah satu buku yang pernah Penulis baca adalah The Psychology of Money karya Morgan Housel. Sayangnya, Penulis merasa buku ini kurang praktis untuk diterapkan dalam keseharian.
Nah, waktu tahu akun Instagram Ngomongin Uang akan menerbitkan sebuah buku tentang keuangan, Penulis langsung merasa tertarik karena telah mengikuti akun tersebut cukup lama dan senang dengan ulasan-ulasan yang mereka buat.
Hasilnya, timbul perasaan menyesal karena harusnya Penulis membaca buku seperti ini bertahun-tahun yang lalu.
Detail Buku Ngomongin Uang
- Judul: Ngomongin Uang: Menjadi ‘Kaya” Versi Kamu Sendiri
- Penulis: Glenn Ardi
- Penerbit: Penerbit Buku Kompas
- Cetakan:
- Tanggal Terbit:
- Tebal: 244 halaman
- ISBN: 9786231606204
- Harga: Rp125.000
Sinopsis Buku Ngomongin Uang
Kekayaan sering kali bukan hanya soal uang atau status sosial. Kekayaan yang sesungguhnya bersifat sangat personal, karena setiap orang mendefinisikan kesuksesan dan kebahagiaannya dengan cara yang berbeda.
Namun, apa pun definisi kekayaan bagi kamu, UANG adalah alat ukur dan kendaraan yang bisa membawamu mencapai tujuan. Karena itulah, memahami keuangan adalah hal yang fundamental dalam membangun kehidupan terbaik versi kamu. Buku ini hadir untuk kamu yang merasa keuangannya mandek, kamu yang overthinking dan terus membandingkan dirimu dengan kesuksesan orang lain, dan kamu yang merasa masa depan keuangan kamu suram—Yuk, kita Ngomongin Uang!
Karena ngomongin uang telah mengubah hidup saya! Membuat hidup saya lebih terencana, memberi rasa aman, kedamaian, kebebasan, sekaligus rasa kecukupan. Buku ini bukan soal motivasi sukses atau cara cepat kaya, tetapi buku ini akan membuat kamu menjadi ‘KAYA’ versi kamu sendiri.
Isi Buku Ngomongin Uang
Sesuai dengan judulnya, buku Ngomongin Uang akan membahas tentang uang dari banyak sudut pandang. Buku ini membahas banyak hal yang sebenarnya cukup generik, mulai dari sejarah uang, cara-cara mendapatkan uang, penjelasan tentang investasi, dan lain sebagainya.
Buku ini terdiri dari 13 bab yang menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi menarik yang digambar oleh Ariawan. Masing-masing bab memiliki kedalaman yang bervariasi, tergantung seberapa panjang topik yang dibahas. Ketigabelas bab tersebut adalah:
- Bab 1: Cerita Terbentuknya Uang
- Bab 2: Nilai Uang yang Selalu Berubah
- Bab 3: Tahap Prioritas Keuangan
- Bab 4: Ciri Khas Calon Orang Kaya
- Bab 5: Perhatikan Pengeluaran Kamu
- Bab 6: Jalan Menuju Kekayaan
- Bab 7: Memaknai Arti Kekayaan
- Bab 8: Kaya Menurut Versi Kamu Sendiri
- Bab 9: Investasi Itu untuk Apa?
- Bab 10: Gimana Caranya Beli Rumah?
- Bab 11: Perlukah Membeli Mobil?
- Bab 12: Fenomena Sandwich Generation
- Bab 13: Hidup Tanpa Bekerja Lagi
- Penutup: Apakah Saat Ini Saya Sudah Kaya?
Secara singkat, dua bab pertama membantu kita memahami apa itu uang dan mengapa benda tersebut bisa menjadi sesuatu yang sangat penting, bahkan “dituhankan” oleh sebagian manusia. Sebagai orang yang suka sejarah, bab-bab awal ini sangat menarik.
Bab 3 hingga 9 membahas tentang kekayaan dan pengelolaan uang yang kita miliki. Kaya tidak selalu berarti punya harta yang melimpah dan tak akan habis. Masing-masing dari kita bisa memiliki definisi kayanya sendiri.
Bab 9 hingga 11 membahas mengenai topik investasi dan pertimbangan-pertimbangan apakah kita perlu membeli aset seperti rumah dan mobil. Seperti yang kita tahu, kondisi saat ini membuat banyak orang kesulitan untuk membeli aset-aset tersebut, sehingga investasi menjadi penting.
Dua bab terakhir merupakan tambahan insight menarik seputar dunia keuangan terutama pembahasan sandwich generation, sebuah fenomena yang kerap terjadi saat ini di mana seseorang harus menghidupi orang lain dan keluarganya sendiri.
Setelah Membaca Ngomongin Uang
Begitu selesai menyelesaikan buku ini (dengan waktu yang relatif singkat), Penulis merasa termenung. Seharusnya, ilmu-ilmu keuangan yang ada di buku ini sudah dibahas di sekolah, agar ketika siswa beranjak dewasa, mereka telah memiliki bekal ilmu keuangan yang cukup.
Buku Ngomongin Uang, sejujurnya memang hanya mengajarkan hal-hal fundamental tentang keuangan. Namun, dasar-dasar tersebut tidak pernah diajarkan ke kita saat masih sekolah, bahkan ketika kuliah pun tidak ilmunya kecuali kita kuliah jurusan yang berhubungan dengan keuangan.
Apalagi, bahasa yang digunakan dalam buku ini benar-benar mudah dipahami. Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Penulis mampu menyelesaikan buku ini dengan cepat. Walau begitu, ilmu yang bisa kita dapatkan tidak main-main.
Buku ini tidak mengajak kita untuk mati-matian mengejar uang selama hidup di dunia ini. Sebaliknya, kita diajak untuk bisa bijaksana dalam menyikapi uang. Posisikan uang sebagai sebuah alat, bukan sebagai sebuah tujuan.
Topik-topik yang diangkat di buku ini juga related dengan kehidupan sehari-hari kita, sehingga buku ini pun terasa dekat. Isu-isu seperti harga rumah yang makin mahal dan fenomena sandwich generation dibahas di sini dengan menarik.
Selain itu, ilustrasi-ilustrasi yang terdapat pada buku ini juga mempertahankan ciri khas yang dimiliki oleh akun Instagram Ngomongin Uang. Ilustrasi yang terdapat dalam buku ini tidak hanya menjadi pemanis, karena terkadang membantu kita memahami poin yang ingin disampaikan.
Penulis berharap kalau buku ini akan memiliki sekuel yang akan lebih detail dan membahas topik-topik keuangan yang lebih berat. Seandainya ada, Penulis tanpa ragu akan langsung membelinya untuk menambah ilmu keuangannya. Mungkin itu juga yang menjadi kekurangan buku ini: isinya kurang banyak.
Intinya, buku ini sangat Penulis rekomendasikan untuk siapa saja. Keuangan adalah topik yang jarang dibahas secara umum di ruang publik. Memahami ilmu-ilmu dasarnya bisa membantu kita untuk memiliki dan mengelola keuangan kita lebih baik lagi di masa depan.
Skor: 9/10
Lawang, 28 September 2024, terinspirasi setelah membaca buku Ngomongin Uang karya Glenn Ardi
Non-Fiksi
[REVIEW] Setelah Membaca Buku Seni Menyederhanakan Hidup
Sebagai orang yang mudah overthinking, wajar jika Penulis gemar membaca buku-buku yang bisa membantu dirinya mengatasi hal tersebut. Salah satu pola pikir adalah bagaimana dirinya bisa menyederhanakan pikirannya sendiri agar tidak menjadi terlalu rumit.
Dengan alasan tersebut, ketika Penulis menemukan buku berjudul Seni Menyederhanakan Hidup karya Shunmyo Masuno, Penulis langsung tertarik membelinya. Padahal, waktu itu di toko buku tidak ada sample buku yang terbuka untuk mengetahui seperti apa isinya.
Walau begitu, Penulis pada akhirnya tetap memutuskan untuk membeli buku tersebut walau kesannya seperti membeli kucing dalam karung. Alasannya, buku ini cukup tipis dan murah sehingga rasanya nothing to lose saja. Sayang, ternyata Penulis salah.
Detail Buku Seni Menyederhanakan Hidup
- Judul: Seni Menyederhanakan Hidup
- Penulis: Shunmyo Masuno
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Cetakan: Cetakan Keempat
- Tanggal Terbit: Maret 2024
- Tebal: 224 halaman
- ISBN: 9786020631950
- Harga: Rp69.000
Sinopsi Buku Seni Menyederhanakan Hidup
DENGAN PELAJARAN YANG JELAS, PRAKTIS, DAN MUDAH DITERAPKAN, SHUNMYO MASUNO MEMANFAATKAN KEBIJAKAN YANG TELAH BERUSIA BERABAD-ABAD UNTUK MENGAJARI KITA MENYEDERHANAKAN HIDUP DAN MENEMUKAN KEBAHAGIAAN DI TENGAH PUSARAN DUNIA MODERN.
Cari Tahu mengapa….
Bangun lima belas menit lebih awal di pagi hari dapat membuat kita merasa tidak terlalu sibuk
Menjejerkan sepatu dengan rapi setelah melepasnya dapat menjadikan pikiran kita teratur
Mengatupkan kedua tangan dapat meredakan rasa tersakiti dan konflik
Meletakkan sendok garpu setelah menelan makanan dapat membantu kita merasa lebih bersyukur atas apa yang kita miliki
Menanam bunga dan menyaksikannya tumbuh dapat mengajari kita untuk menerima perubahan
Menyaksikan matahari terbenam bisa membuat setiap hari terasa seperti perayaan
Dengan melakukannya setiap hari, kita akan belajar menemukan kebahagiaan bukan dengan mencari pengalaman luar biasa, tetapi dengan membuat perubahan kecil dalam hidup serta membuka diri pada perasaan damai dan ketenangan batin yang baru
Isi Buku Seni Menyederhanakan Hidup
Setelah membuka buku ini, Penulis baru menyadari bahwa penulis buku ini, Shunmyo Masuno, adalah seorang pendeta Buddhis Zen, sehingga poin-poin kebiasaan yang disampaikan pun berkaitan dengan kepercayaan yang ia anut.
Secara total, buku ini memiliki 100 kebiasaan yang disarankan untuk kita terapkan dalam keseharian. 100 kebiasaan tersebut dibagi ke dalam empat bab utama, yakni:
- Bagian Satu: 30 Cara untuk Membugarkan “Diri-Saat-Ini”
- Bagian Dua: 30 Cara untuk Mengilhami Kepercayaan-Diri dan Keberanian untuk Hidup
- Bagian Tiga: 20 Cara untuk Meredakan Kebingungan dan Kecemasan
- Bagian Empat: 20 Cara untuk Menjadikan Setiap Hari adalah Hari yang Baik
Di setiap poin kebiasaan, ada satu ilustrasi minimalis dan penjabaran poin yang sebenarnya sudah cukup jelas di bagian judul. Satu poin biasanya hanya berisi satu halaman paragraf, sehingga terlihat ada banyak bagian yang kosong.
Setelah Membaca Buku Seni Menyederhanakan Hidup
Ada sedikit kekecewaan ketika membaca buku ini. Pasalnya, tips-tips yang diberikan bisa dibilang tidak istimewa dan kerap kita temukan di media sosial. Apalagi, elaborasi setiap poinnya juga terasa kurang mendalam.
Penulis tidak mempermasalahkan ajaran Buddhis Zen yang ia gunakan, mengingat banyak ajaran-ajarannya yang sebenarnya juga diajarkan dalam Islam. Namun, isinya memang terlalu umum sehingga kurang membekas bagi Penulis
Tentu semua petuah-petuah yang dituangkan dalam buku ini bijaksana dan mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang kerap bermasalah dengan diri dan pikirannya sendiri. Bahasanya pun ringan dan mudah dipahami.
Namun, rasanya buku ini terasa kurang padat dan akan mudah terlupakan begitu saja. Apalagi, ilustrasinya cukup memakan ruang pada halaman buku. Jika disuruh menyebutkan kembali isi poin buku tersebut, Penulis hanya akan mengingat poin-poin yang ada di bagian sinopsis saja.
Waktu membeli buku ini, ekspektasi Penulis adalah tips-tips mengenai aktivitas sederhana apa saja yang harus kita lakukan dalam keseharian. Pada bagian sinopsis, kita bisa melihat contohnya seperti bangun lebih awal dan menanam bunga.
Sayangnya, dalam buku ini mayoritas rekomendasi kebiasaan yang diberikan justru tentang pikiran atau hati kita. Bukan bermaksud mengecilkan, tapi yang seperti itu sudah sering Penulis baca di buku-buku self-improvement lainnya.
Mungkin ini bisa menjadi pelajaran untuk Penulis agar tidak membeli buku jika tidak mengetahui seperti apa isinya. Kalau seperti ini, memang jadinya seperti membeli kucing di dalam karung. Rasa kecewa pun muncul karena isinya tidak sesuai dengan ekspektasi.
Skor: 5/10
Lawang, 14 September 2024, terinspirasi setelah membaca buku Seni Menyederhanakan Hidup karya Shunmyo Masuno
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #20: Modern Art
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik4 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Musik5 bulan ago
Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya
-
Non-Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan
-
Politik & Negara5 bulan ago
Pusat Data Nasional kok Bisa-Bisanya Dirasuki Ransomware…
You must be logged in to post a comment Login