Connect with us

Produktivitas

Productivity Hacks #2: Don’t Break the Chain

Published

on

Bisa menjadi manusia yang produktif adalah impian banyak orang. Kalau bisa, waktu kita di dunia yang sebentar ini digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat.

Tapi yang namanya manusia, terkadang (atau sering?) ada rasa malas. Tak jarang kita memutuskan untuk menunda pekerjaan, hingga ada “pepatah” mengatakan kalau bisa dikerjakan besok kenapa sekarang?

Penulis berusaha mendorong dirinya untuk bisa menjadi manusia yang produktif. Salah satu caranya adalah dengan memiliki rutinitas harian, yang pernah Penulis bahas beberapa waktu lalu.

Bisa dibilang, praktiknya susah luar biasa. Apalagi jika sudah berhenti lama melakukan kebiasaan baik, untuk memulainya lagi sangatlah sulit.

Akhir-akhir ini karena situasi hatinya yang sedang buruk, Penulis sedang gencar memulai hidup produktif lagi. Berbagai cara Penulis lakukan agar bisa seperti dulu lagi, ketika mampu konsisten melakukan rutinitas pagi.

Dari pengalamannya, Penulis menemukan satu kunci untuk bisa konsiten melakukan kebiasaan baik: don’t break the chain. Jangan putuskan rantainya.

Berhenti Menulis To-Do List

Susah Melawan Rasa Malas (Cathryn Lavery)

Penulis kebetulan adalah tipe orang yang suka dengan rutinitas. Penulis tidak menyukai sesuatu yang sifatnya spontan dan mendadak. Kalau bisa, semua tertata rapi dan terorganisir dengan baik.

Oleh karena itu, salah satu metode untuk produktif yang cocok untuk Penulis adalah memiliki to-do list harian. Penulis rutin melakukannya mulai awal tahun ini, namun tersendat di bulan Juli karena berbagai macam alasan.

Salah satu hal yang membuat Penulis merasa malas menulis to-do list belakangan ini adalah karena merasa tidak banyak yang harus dikerjakan selain pekerjaan kantor dan menulis artikel blog. Akhirnya, buku to-do list Penulis pun terbengkalai beberapa minggu.

Penulis pun memutuskan untuk mengubah format buku to-do list miliknya. Anggap saja to-do list harian versi 2. Mungkin Penulis akan membuat artikel terpisah tentangnya karena Penulis sangat menyukai format baru ini.

Pada buku to-do list v2 ini, Penulis akan mencatat morning routine dan evening routine di sini. Setiap Penulis berhasil melakukan rutinitas atau kebiasaan ini, Penulis akan memberi tanda merah di kotaknya.

Ketika melihat daftar rutinitas yang berhasil dikerjakan hari ini, Penulis jadi terpacu untuk bisa melakukannya lagi keesokan harinya. Akhirnya, terbentuk semacam “rantai” kebiasaan yang membuat Penulis berusaha agar jangan sampai rantai itu putus.

Nah, inilah salah satu kunci keberhasilan untuk bisa konsisten melakukan kebiasaan dan menjadi lebih produktif.

Rantai yang Tampak Mata

Harus Kelihatan Mata (Daria Nepriakhina)

Sebelumnya, Penulis sering mencatat kebiasaan-kebiasaan melalui aplikasi Loop Habit Tracker di smartphone-nya. Ada banyak kebiasaan yang Penulis tuliskan di sana, termasuk kewajiban sholat lima waktu.

Hanya saja karena tidak tampak fisik, Penulis menjadi tidak bersemangat untuk mengerjakan semuanya. Penulis seolah merasa tidak punya motivasi untuk mengerjakan daftar kebiasaan yang seharusnya dilakukan.

Setelah menonton beberapa video di YouTube, ternyata memang sebaiknya catatan kebiasaan itu ditulis dalam buku fisik yang selalu kelihatan mata. Kalau di smarpthone, kita harus buka aplikasinya terlebih dahulu.

Selain itu, kita pun jadi menuliskan daftar kebiasaan secara fisik setiap hari. Hal tersebut mampu memberikan sugesti kepada diri agar melakukan hal-hal yang sudah dicatat.

Maka dari itu, Penulis memutuskan untuk menuliskannya di buku catatan dan meletakkannya di atas meja sepanjang hari, berhubung Penulis menghabiskan sebagian besar waktunya di depan meja kerja.

Sebagai orang yang perfeksionis, Penulis akan merasa gatal apabila ada kotak-kotak yang masih kosong. Penulis pun jadi terdorong untuk segera melakukan kegiatan yang kotaknya masih kosong tersebut.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Penulis jadi meyakini kalau rantai kebiasaan yang ingin kita lakukan haruslah tampak mata. Salah satu caranya adalah dengan menuliskannya secara fisik dan meletakannya di tempat yang selalu terlihat.

Kenapa Mempertahankan Rantai Itu Penting

Bagi orang yang ingin hidup produktif, memiliki rutinitas harian bisa menjadi salah satu hal yang sangat membantu. Namun, perlu dicatat bahwa yang susah adalah mempertahankan konsistensi.

Sekali rantai kebiasaan tersebut putus, dorongan untuk meninggalkan kebiasaan tersebut sangat besar. Rasanya begitu berat untuk memulai lagi dari awal. Ada juga perasaan kecewa karena rantai tersebut harus terputus.

Untuk menghindari hal tersebut, coba saja dimulai sedikit demi sedikit saja. Mungkin dari satu kebiasaan dulu. Jika sudah berhasil konsisten, tambah lagi kebiasaan baru dan begitu seterusnya.

Penulis sendiri sekarang sedang merutinkan delapan rutinitas, empat di pagi hari dan empat di malam hari. Walaupun terdengar banyak, sebenarnya kebiasaan yang Penulis catatkan tidak membutuhkan waktu panjang.

Ada beragam cara untuk mempertahankan rantai tersebut untuk tetap tersambung. Cara yang sedang Penulis terapkan adalah salah satunya.

Berhubung baru jalan tiga hari, Penulis belum bisa menyimpulkan kalau metode ini berhasil. Walaupun begitu, caranya layak untuk dicoba agar hidup ini menjadi lebih produktif.


Lawang, 19 Agustus 2021, terinspirasi dari usahanya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih produktif

Foto: JJ Ying

Produktivitas

Selama Bangun, Mata Kita Terus Terpapar Layar

Published

on

By

Coba ingat-ingat aktivitas kita dalam sehari-hari mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi di malam hari. Seberapa banyak aktivitas yang melibatkan layar di perangkat elektronik, baik dari ponsel, laptop, hingga televisi?

Penulis sendiri baru-baru ini menyadari bahwa dirinya hampir terpapar layar selama dirinya beraktivitas, mengingat pekerjaan dan hobi menulis Penulis sama-sama menuntut dirinya untuk selalu berada di hadapan layar.

Pada tulisan kali ini, Penulis ini melakukan interopeksi diri mengenai betapa panjangnya durasi dalam satu hari yang dihabiskan untuk menatap layar elektronik yang sejatinya memancarkan blue light.

Bagaimana Penulis Menghabiskan Sebagian Besar Waktunya di Depan Layar

Hari-Hari Lihat Layar (St. Luke’s)

Penulis akan berbagai dari pengalamannya sendiri (di hari kerja) untuk menjelaskan bagaimana kita sangat sering terpapar layar sejak dari bangun tidur. Penulis tidak akan menggunakan contoh “rutinitas yang ideal,” melainkan menggunakan contoh keseharian yang sering dilakukan.

Pagi hari di saat waktu Shubuh, Penulis akan terbangun karena alarm ponsel dan tablet. Setelah menunaikan ibadah sholat, Penulis akan kembali rebahan dan mengecek ponsel. Terkadang Penulis membaca buku dulu, tapi lebih sering mengecek ponsel.

Seringnya, Penulis akan tertidur lagi sekitar 1-2 jam setelah bangun pagi. Penulis baru akan terbangun lagi menjelang morning concall dan brainstorm yang dilakukan setiap pagi jam 9. Kalau lagi malas, Penulis akan rapat di atas kasur, bisa menggunakan tablet maupun laptop.

Biasanya rapat pagi ini berlangsung sekitar 1 jam. Setelah itu, Penulis akan sarapan yang sering dilakukan sambil menonton YouTube. Selesai sarapan (Penulis sarapan cukup siang), Penulis akan kembali bekerja dan berhenti menjelang Dhuhur untuk mandi, rawat diri, dan sholat Dhuhur.

Antara waktu Dhuhur dan Maghrib adalah waktu utama Penulis untuk bekerja di depan PC. Karena memasang larangan untuk mengecek media sosial atau bermain game di jam kerja, Penulis biasanya beristirahat sambil membaca buku, tidur sejenak, atau sekadar bermain dengan kucing.

Masuk jam istirahat di malam hari, biasanya Penulis habiskan dengan cek media sosial ataupun menonton YouTube di televisi ruang keluarga bersama ibu. Makan malam pun seringnya dilakukan sambil menonton televisi.

Jam 9 ke atas, biasanya Penulis kembali masuk ke kamar dan mulai menulis artikel blog di depan laptop. Setelah selesai, Penulis bisa kembali cek media sosial atau bermain game di tablet. Tak jarang juga Penulis menonton YouTube di televisi kamar sebelum akhirnya tidur.

Cara Mengurangi Durasi Melihat Layar

Buku Menjadi “Pelarian” yang Baik (Rahul Shah)

Dari cerita di atas, bisa dilihat kalau hampir seluruh kegiatan Penulis di hari kerja dilakukan dengan melihat layar, entah itu ponsel, tablet, laptop, maupun PC. Mau serius, mau santai, semua berkaitan dengan layar.

Bisa dibilang, hanya ada lima aktivitas yang tidak melibatkan layar sama sekali, yakni ketika sholat, membaca buku, bermain kucing, mandi, dan tidur. Ini menunjukkan bahwa betapa tergantungnya Penulis terhadap perangkat-perangkat elektronik untuk menjalani kesehariannya.

Penulis merasa kalau ini bukan gaya hidup yang sehat. Meskipun pekerjaannya menuntut untuk sering melihat layar, Penulis harusnya bisa mengimbanginya dengan aktivitas-aktivitas lain yang tidak membutuhkan layar.

Membaca buku jelas menjadi opsi yang paling menyenangkan bagi Penulis. Buku bisa menjadi jeda sejenak dari layar sekaligus sebagai penambah wawasan bagi dirinya. Namun, “daya” baca Penulis sudah tidak seperti dulu. Mentok-mentok satu jam sudah lelah, kecuali sedang membaca novel yang seru.

Selain itu, olahraga outdoor seperti lari pagi juga bisa menjadi aktivitas yang sehat. Dulu Penulis cukup rutin melakukannya, bahkan bisa menyebuhkan insomnia yang dideritanya. Namun, belakangan ini entah mengapa rasanya sangat berat untuk melakukannya.

Mencari hobi offline yang tidak membutuhkan layar juga bisa menjadi alternatif. Contoh yang paling gampang tentu saja bermain board game seperti yang sering Penulis lakukan di akhir pekan bersama circle-nya. Tidak hanya bermain, Penulis juga bisa mengobrol dengan teman-temannya.

Hobi offline lain yang bisa menyita waktu kita adalah merakit model kit seperti Gundam, LEGO, dan sejenisnya. Masih ada banyak hobi offline lainnya yang bisa dilakukan, seperti berkebun, futsal, memancing, memasak, menggambar, main musik, dan lainnya.

Penulis juga ingin mengurangi kebiasaan makan sambil nonton YouTube. Walau kesannya multitasking, aktivitas makan sebenarnya bisa menjadi jeda yang baik. Apalagi, sudah seharusnya kita fokus dengan makanan yang ada di hadapan kita dan bersyukur masih bisa menikmatinya.

Kegiatan lain yang perlu dikurangi adalah bermain media sosial. Aktivitas yang satu ini telah terbukti sebagai penyedot waktu terbesar. Walau sudah membatasi diri sekitar 1-2 jam per hari, Penulis merasa itu masih terlalu banyak dan bisa dikurangi lagi agar lebih produktif.

***

Mungkin karena kebetulan saja pekerjaan Penulis menuntut dirinya untuk melihat layar seharian. Apalagi, Penulis masih work from home sampai sekarang. Jadi, tulisan ini bisa jadi tidak related kepada orang-orang yang pekerjaannya tidak selalu mengharuskan mereka untuk melihat layar.

Namun, bagi para Pembaca yang juga menjalani rutinitas seperti Penulis, semoga saja tulisan ini bisa membantu menyadarkan betapa seringnya mata kita terpapar layar elektronik dan mulai mencari alternatif aktivitas lain yang lebih sehat.


Lawang, 1 Oktober 2024, terinspirasi setelah menyadari bahwa dirinya hampir selalu menatap layar monitor dalam banyak bentuk

Sumber Featured Image: Ron Lach

Continue Reading

Produktivitas

Pentingnya Catatan yang Selalu Terlihat oleh Mata

Published

on

By

Penulis merasa kalau dirinya adalah orang yang pelupa. Bukan tipe yang lupa tanggal ulang tahun seseorang, lebih ke pelupa untuk task apa yang harus diselesaikan. Jika task tersebut tidak dicatat, biasanya akan mudah terlupa begitu saja.

Untuk mengatasi hal ini, Penulis berupaya untuk mengatasinya dengan memanfaatkan aplikasi Microsoft To-Do List yang ter-install di PC maupun ponselnya. Namun, sudah menggunakan ini pun terkadang Penulis lupa untuk mengeceknya!

Penulis berusaha untuk mencari solusi lain. Lantas, Penulis teringat akan isi buku Atomic Habit di mana salah satu cara untuk membuat kebiasaan bisa terbentuk adalah dengan membuatnya mudah terlihat.

Oleh karena itu, Penulis akhirnya memutuskan untuk menulis catatan yang selalu terlihat di depan mata. Bukan di gawai yang Penulis miliki, tapi benar-benar di buku catatan fisik dan ditulis secara manual pula.

Mengapa Masih Perlu Catatan Fisik?

Penulis sudah menyinggung kalau dirinya telah mencoba menggunakan aplikasi Microsoft To-Do List untuk mencatat berbagai task agar tidak lupa dikerjakan. Apalagi, aplikasi tersebut dilengkapi dengan fitur reminder untuk membantu mengingatkan kita.

Untuk pekerjaan-pekerjaan rutin, hal ini memang sangat membantu. Namun, ada yang tidak bisa di-cover oleh aplikasi ini setidaknya untuk Penulis: hal-hal yang muncul secara spontan dan tidak terencana.

Contohnya di sini adalah mencatat apa yang perlu dibahas untuk rapat besok. Mungkin task rapat di pagi hari bisa dimasukkan ke dalam aplikasi To-Do List, tapi isinya terkadang muncul secara tiba-tiba saat sedang mengerjakan task lain.

Lalu, mengapa tidak ditambahkan saja catatannya ke dalam aplikasi To-Do List? Jawabannya adalah kembali lagi karena Penulis pelupa, Penulis kemungkinan besar akan lupa untuk mengeceknya! Akibatnya, hal tersebut pun jadi lupa untuk dibahas ketika rapat.

Penulis juga sempat berusaha menggunakan aplikasi Google Keep. Namun, masalahnya tetap sama, aplikasi ini tidak selalu langsung terlihat sehingga Penulis sering lupa untuk mengeceknya, bahkan ketika sudah memasang reminder.

Oleh karena itu, Penulis membutuhkan sebuah media yang akan 24 jam terlihat oleh mata. Buku catatan fisik, yang mungkin sudah terasa old school, akhirnya menjadi pilihan utama. Buku catatan ini akan terus berada di atas meja kerja Penulis dan selalu terbuka saat jam kerja.

Berhubung Penulis punya hobi menulis manual, kegiatan mencatat ini Penulis buat semenarik mungkin dengan menambahkan batas dengan berbagai warna beserta tanggal yang ditulis menggunakan huruf latin. Hobi yang aneh memang untuk seorang laki-laki.

Memang ada kekurangannya mencatat secara manual seperti ini, seperti catatan yang telah dituliskan akan sulit untuk ditelusuri dan diarsipkan. Namun, buku catatan ini memang Penulis gunakan untuk sesuatu yang bersifat spontan dan berjangka pendek.

Setiap pagi, Penulis akan membaca buku catatan ini untuk memastikan tidak ada task atau poin yang harus diselesaikan. Meskipun terkadang masih miss, Penulis merasa metode ini berhasil meminimalisirnya.

Mengapa Tidak Menggunakan Medium Lain?

Sebenarnya, Penulis memiliki tablet yang telah dilengkapi dengan stylus karena pada dasarnya Penulis memang masih suka menulis secara manual, yang juga menjadi salah satu alasan mengapa Penulis membeli tablet tersebut.

Namun, makin ke sini, stylus tersebut makin jarang digunakan. Seandainya menulis di tablet pun, pada akhirnya catatan tersebut akan tenggelam begitu saja dan kerap lupa untuk mengeceknya kembali.

Selain itu, layar tablet akan mengunci secara otomatis jika lama tidak digunakan, sama seperti ponsel. Jika menyalakannya terus seharian dan menonaktifkan mode auto-lock-nya, tentu akan membuat baterainya cepat habis.

Dengan demikian, seandainya Penulis membuat catatan di tablet sebagai pengingat, tentu tidak efektif karena harus berkali-kali menyalakan tablet. Apalagi, tablet ini juga kerap Penulis gunakan sebagai layar kedua

Penulis sempat mengandalkan Sticky Notes sebagai pengingat. Selain bisa ditempel di mana-mana, Sticky Notes kerap berwarna cerah sehingga akan mencuri perhatian kita saat akan bekerja. Tentu ini jadi pengingat yang mudah kita notice, bukan?

Sayangnya, Sticky Notes pun bagi Penulis kurang efektif. Pertama, Sticky Notes harus ditempel di suatu tempat. Kamar Penulis yang sudah penuh dengan barang jelas tidak memiliki tempat kosong untuk hal tersebut.

Kedua, Sticky Notes yang sudah dipasang sulit untuk di-edit. Padahal, Penulis suka menambahkan catatan tambahan menggunakan tinta merah yang biasanya berfungsi sebagai penanda kalau task tersebut sudah diselesaikan atau sudah dibahas dalam rapat.

Ketiga, Sticky Notes bisa berceceran ke mana-mana jika sudah terlalu banyak. Padahal, setiap hari ada cukup banyak hal yang perlu Penulis catat secara manual. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana rupa kamarnya jika menempel terlalu banyak Sticky Notes.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Penulis memutuskan untuk memanfaatkan buku catatan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Penulis menganggap kalau buku catatan ini adalah otak kedua Penulis dalam bentuk fisik.


Lawang, 26 Agustus 2024, terinspirasi setelah menyadari betapa pentingnya catatan yang harus selalu terlihat

Foto Featured Image: lil artsy

Continue Reading

Produktivitas

Cara Saya Hilangkan Kebiasaan Buruk Dikit-Dikit Cek HP

Published

on

By

Ketika sedang suwung atau menganggur, apa yang akan Pembaca lakukan pertama kali? Kalau Penulis, satu hal yang sangat mungkin dilakukan adalah mengecek ponselnya, entah untuk mengecek pesan WhatsApp yang masuk ataupun scrolling media sosial.

Parahnya lagi, Penulis kerap berganti-ganti platform ketika sudah cek HP. Bosan buka Instagram, pindah ke X. Bosan di X, pindah ke YouTube. Bosan di YouTube, pindah ke Pinterest. Begitu terus hingga screentime ponsel Penulis menjadi berjam-jam.

Penulis sebenarnya menyadari kalau sedikit-sedikit mengecek ponsel merupakan kebiasaan yang buruk karena seolah-olah otak ini tidak boleh diberi jeda sedikit pun dari konsumsi-konsumsi konten. Otak (dan organ tubuh lainnya) ini seolah tidak boleh istirahat.

Padahal, jeda sejenak dari segala kegiatan dan konsumsi konten bagus untuk otak. Membiarkan pikiran mengembara atau merenung terkadang menjadi sesuatu yang kita butuhkan di tengah berbagai tuntutan hidup.

Oleh karena itu, Penulis pun berusaha mengurangi ketergantungan dirinya yang sedikit-sedikit mengecek ponsel. Awalnya memang sangat sulit karena sudah menjadi kebiasaan, tapi lama-kelamaan Penulis mulai terbiasa untuk menjauhinya dan menggantinya dengan aktivitas lain.

Pada tulisan kali ini, Penulis ingin berbagi pengalaman dirinya berusaha mengurangi kebiasaan buruk ini untuk bisa meningkatkan produktivitas dirinya. Penulis tidak membuat daftarnya berdasarkan riset mendalam, hanya dari pengalaman pribadinya saja.

1. Memberikan Batasan ke Aplikasi

Aplikasi Rekomendasi Penulis (Opal)

Hampir semua media sosial menghadirkan konten tak terbatas yang bertujuan untuk membuat kita betah berlama-lama di platform mereka. Akibatnya, kita suka lupa waktu jika sudah bermain media sosial, terutama jika sedang mengonsumsi konten-konten video pendek.

Penulis termasuk yang kesulitan untuk mengerem kebiasaan buruk ini, sehingga membutuhkan bantuan aplikasi. Untungnya, hampir di semua ponsel pintar saat ini telah memiliki fitur untuk membatasi penggunaan aplikasi dalam jangka waktu panjang.

Namun, Penulis merasa aplikasi bawaan tersebut kurang ketat karena bisa kita ubah dengan mudah. Oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk menggunakan aplikasi yang lebih ketat seperti AppBlock dan Opal. Jika batas durasinya sudah lewat, maka Oval tersebut akan otomatis memblokir aplikasi tersebut.

Di ponsel, Penulis memberi batasan penggunaan semua media sosial 1,5 jam per hari, mulai dari YouTube, Instagram, X, TikTok, hingga Threads. Durasi 1,5 jam bukan untuk per aplikasi, tapi kombinasi dari semuanya.

2. Menjauhkan Ponsel dari Jangkauan

Cara pertama yang sering Penulis lakukan adalah menjauhkan ponsel sejauh mungkin dari jangkauannya. Biasanya ini Penulis terapkan ketika kerja, di mana Penulis meletakkan ponselnya di tempat yang tidak kelihatan hingga lupa di mana menaruhnya.

Cara ini cukup efektif jika Penulis ingin mengurangi distraksi ketika jam kerja, apalagi Penulis work from home. Penulis harus bisa mendisiplinkan diri sendiri karena tidak ada orang lain yang mengawasi. Alhasil, screentime Penulis terutama di jam kerja (9-6) bisa berkurang drastis.

Tidak hanya itu, kita juga bisa mematikan notifikasi ponsel dengan mengubahnya ke Mode Hening atau mengaktifkan fitur Do Not Disturb. Dengan begitu, suara-suara notifikasi yang seolah tak ada habisnya itu bisa diredam dan tidak membuat kita merasa penasaran lagi.

3. Install WhatsApp atau Aplikasi Chat di PC/Laptop

Install Aplikasi WhatsApp Dekstop (CNET)

Salah satu alasan mengapa Penulis suka mengecek ponselnya adalah karena ingin memeriksa apakah ada pesan WhatsApp yang masuk. Oleh karena itu, Penulis memilih untuk meng-install aplikasi WhatsApp versi PC, sehingga dirinya tak perlu lagi mengecek ponsel.

Kebetulan, di tempat kerja Penulis WhatsApp menjadi media utama untuk berkomunikasi, sehingga tidak mungkin Penulis tidak memeriksa WhatsApp. Bahkan, Penulis menggunakan layar kedua menggunakan tablet untuk selalu menampilkan WhatsApp, karena Penulis juga punya kebiasaan buruk sedikit-sedikit cek WhatsApp.

Tidak hanya WhatsApp, semua aplikasi chat yang Penulis gunakan juga Penulis install di PC, mulai dari Skype hingga Discord. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan urgent untuk mengecek ponsel di jam kerja.

4. Jangan Gunakan Ponsel Sebagai Alarm Pagi

Selain godaan di kala menganggur dan di jam kerja, salah satu godaan terbesar untuk mengecek ponsel adalah di pagi hari. Penulis punya kebiasaan buruk setelah mematikan alarm, Penulis akan membuka aplikasi media sosial sebentar.

Oleh karena itu, Penulis menyarankan untuk menggunakan alarm konvensional di pagi hari, bukan alarm yang ada di ponsel. Kalau perlu, jauhkan juga ponsel dari jangkauan sebelum tidur.

Selain itu, tentukan jam berapa ponsel boleh mulai dicek, misalnya pukul tujuh pagi setelah rutinitas pagi telah selesai dituntaskan. Namun, jika boleh jujur, di antara semua poin yang ada di artikel ini, poin inilah yang sampai sekarang masih Penulis sulit terapkan.

5. Sibukkan Diri dengan Kegiatan Bermanfaat

Baca Buku Favoritmu (Adil via Pexels)

Salah satu pemicu kita kerap mengecek ponsel adalah karena suwung atau sedang menganggur, seperti yang sudah Penulis singgung di atas. Oleh karena itu, kita harus kreatif mengisi waktu kosong kita dengan aktivitas lain.

Melakukan hobi adalah salah satu cara yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Kalau Penulis, biasanya akan membaca buku atau menulis artikel. Kedua aktivitas ini lumayan ampuh bagi Penulis untuk tidak mengecek ponsel.

Di malam hari setelah jam kerja, biasanya Penulis menyempatkan diri untuk menemani ibu menonton televisi. Meskipun bukan kegiatan yang produktif, setidaknya menemani ibu menjadi aktivitas yang bermanfaat sekaligus melepas penat setelah seharian bekerja.

***

Berselancar di media sosial untuk mencari hiburan bukan hal yang salah. Yang salah adalah jika dilakukan secara berlebihan hingga lupa waktu. Waktu yang kita miliki di dunia ini terbatas, sehingga sayang jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Penulis merasa bahwa dirinya sudah terlalu attach dengan ponsel, sehingga muncul kebiasaan sedikit-sedikit ingin mengecek ponsel. Menyadari kekurangan ini, Penulis pun berusaha untuk melakukan tips-tips yang telah disebutkan di atas.

Semoga saja tulisan ini bisa membantu Pembaca yang juga mengalami kesulitan seperti Penulis.


Lawang, 22 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau dirinya kerap kali mengecek HP-nya setiap tidak ada aktivitas

Foto Featured Image: Kerde Severin

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan