Connect with us

Produktivitas

Kenapa Saya Berhenti Main TikTok

Published

on

Jika ditanya apa aplikasi paling populer saat ini di Indonesia, mungkin jawabannya adalah TikTok. Aplikasi yang pernah dijuluki sebagai “aplikasi goblok” ini rasanya hampir terpasang di semua gawai generasi milenial.

Penulis pun sempat mengunduhnya dan memakainya selama beberapa bulan. Ternyata, TikTok bukan sekadar aplikasi buat joget-joget. Ada banyak ilmu dan inspirasi yang bisa kita dapatkan dari sini.

Hanya saja, pada akhirnya Penulis memutuskan untuk berhenti main TikTok dan menghapusnya dari ponsel. Apa alasannya?

Algoritma Candu

Dibuat Sebagai Candu (Prototypr)

Penulis pernah membuat artikel berjudul Dilema (Media) Sosial Kita yang terinspirasi dari film dokumenter berjudul The Social Dilemma. Pada film tersebut, kita akan melihat pengakuan orang-orang yang pernah terlibat dengan pembuatan media sosial.

Salah satu hal yang mengerikan adalah bagaimana semua platform tersebut berlomba-lomba untuk membuat kita betah menggunakannya selama berjam-jam. Istilahnya adalah algoritma candu.

Berbeda dengan timeline Instagram dan Twitter yang hanya menampilkan akun yang kita follow, TikTok akan terus menunjukkan video-video yang sesuai dengan preferensi kita tanpa perlu mem-follow akun yang membuat video tersebut.

Apalagi, fitur unlimited scroll-nya benar-benar membuat kita tidak merasa sudah menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar. Dengan algoritma candu yang dimiliki, TikTok menjadi aplikasi yang cocok untuk menghabiskan waktu.

Penulis juga salah satunya. Meskipun sudah menggunakan aplikasi yang membatasi waktu penggunaan, tetap saja terkadang Penulis melanggar dan memainkan aplikasi TikTok melebih jatah waktu harian.

Dulu Penulis membela diri dengan berkata kepada diri sendiri kalau ada banyak manfaat dari TikTok. Bahkan, Penulis mencatat beberapa ilmu yang tanpa sengaja Penulis temukan di buku catatannya.

Akan tetapi, sekarang Penulis sadar kalau itu semua hanya alibi semata untuk bisa bermain TikTok lebih lama. Semakin lama kita menggunakan TikTok, semakin mereka mendapatkan keuntungan dari “menjual” preferensi kita ke klien mereka.

Banyak Manfaatnya sih, tapi…

Banyak Baik atau Buruknya? (The Jakarta Post)

Penulis mengakui ada banyak ilmu yang bisa didapatkan di TikTok. Banyak content creator yang lihai membuat konten edukasi dengan format yang menyenangkan atau konten motivasi yang sangat menginspirasi.

Pertanyaannya, apakah kita membutuhkan semua informasi tersebut?

Dari pengalaman Penulis sendiri yang mencatat berbagai ilmu di TikTok, mayoritas apa yang sudah dicatat tidak pernah dibutuhkan sampai sekarang. Semua inspirasi dan motivasi yang lewat pun sekarang sudah terlupa begitu saja.

Jika kita membutuhkan bantuan dalam mengerjakan sesuatu, bukankah ada Google? Misal ada orang yang sharing tentang Digital Marketing, bukankah banyak situs yang menjelaskan tentang hal tersebut bahkan secara lebih terperinci?

Misal ada orang yang sharing tentang penggunaan bahasa Inggris yang benar, bukankah Google juga sudah menyediakan banyak jawaban dari berbagai sumber? Seberapa banyak informasi yang kita lihat selintas di TikTok bertahan di pikiran kita?

TikTok memang memiliki banyak manfaat, terutama kalau kita suka menonton video-video yang memiliki value sehingga kita terus diberikan rekomendasi video serupa.

Pertanyaannya, lebih banyak mana video yang seperti itu dibandingkan video yang kurang bermanfaat?

Entah itu video yang pamer kemolekan tubuhnya, pertunjukkan kecantikan/ketampanan paras wajah, pamer kekayaan ala sultan, drama tidak penting, dan lain sebagainya. Ada saja “racun” yang muncul di linimasa dan bisa memengaruhi pola pikir kita.

Belum lagi kemungkinan tersebarnya berita hoax yang bisa menimbulkan ketakutan. Penulis ingat ketika ada informasi kalau Jawa akan terkena tsunami. Padahal, berita aslinya hanya menyebutkan potensinya, bukan akan benar-benar terjadi dalam waktu dekat.

TikTok dan Cepatnya Hal Menjadi Viral

Kenapa Harus Viral? (TEKNO DILA)

Penulis paling sering mengkhawatirkan besarnya pengaruh aplikasi ini ke penggunanya, terutama generasi milenial. Coba dihitung sudah berapa kali apa yang viral di TikTok menjadi begitu populer bahkan sampai diundang ke berbagai stasiun televisi.

Masalahnya, seringkali hal yang viral adalah hal yang tidak jelas dan kurang berfaedah. Kita juga seolah ikut arus begitu saja tanpa berpikir kenapa hal remeh seperti itu bisa menjadi sedemikian populer.

Hal ini benar-benar menjadi perhatian bagi Penulis. Kenapa jarang sekali ada orang yang kritis terhadap sesuatu yang viral? Kenapa seolah yang viral itu otomatis dianggap wajar dan seolah yang ketinggalan dianggap ketinggalan zaman?

Dulu, Penulis sempat merasa FOMO (Fear Out Missing Out) jika tidak menggunakan TikTok. Takut tidak paham jika diajak bicara sama seseorang tentang apa yang trending saat ini.

Sekarang, Penulis tidak memusingkan hal tersebut sama sekali. Mau tidak paham sekalipun Penulis bisa bodo amat. Biarlah yang viral menjadi viral tanpa perlu Penulis ikut memviralkannya.

Penutup

Awalnya, Penulis mencoba untuk tidak membuka aplikasi TikTok selama beberapa hari. Ternyata, Penulis bisa berhenti total selama 2 bulan dan tidak merasa kehilangan apa-apa. Akhirnya, Penulis memutuskan untuk menghapus aplikasi tersebut.

Penulis tidak mengajak orang-orang untuk berhenti menggunakan aplikasi TikTok. Mungkin Pembaca bisa lebih bijak dalam menggunakan TikTok dibandingkan Penulis. Apalagi, TikTok bisa menjadi media hiburan yang berkualitas dengan kehadiran content creator yang kreatif.

Hanya saja, Penulis merasa TikTok lebih banyak buruknya dibandingkan manfaatnya bagi dirinya sendiri. Aplikasi ini terasa sebagai aplikasi kontra-produktif yang membuat Penulis membuang-buang waktunya.

Tidak hanya TikTok, Penulis hampir mengurangi semua aktivitasnya di media sosial. Penulis menghapus Twitter di ponselnya dan menggunakan Instagram hanya untuk membaca komik dari author favoritnya.

Harapannya, Penulis menjadi lebih produktif dan bisa memanfaatkan waktunya untuk melakukan hal yang lebih bermanfaat seperti menulis artikel blog ataupun baca buku.

Lawang, 19 April 2021, terinspirasi setelah menghapus aplikasi TikTok

Foto: The Jakarta Post

Produktivitas

Smartphone adalah Distraksi Terberat untuk Produktivitas

Published

on

By

Banyak orang yang menginginkan hidup produktif. Namun, tidak banyak orang yang berhasil melakukannya. Beberapa alasannya adalah rasa malas, kurang motivasi, hingga adanya distraksi atau gangguan yang menghambat kita untuk produktif.

Rasa malas atau kurang motivasi berasal dari internal, sehingga cara mengatasinya pun mau tidak mau harus dari diri sendiri. Kita harus bisa mengendalikan diri kita sendiri untuk bisa mengusir hal-hal yang menghambat produktivitas tersebut.

Nah, lain halnya dengan adanya distraksi yang kerap datang dari luar atau eksternal diri kita. Bentuknya pun macam-macam. Namun, ada satu distraksi yang Penulis anggap sebagai yang terbesar sekaligus terbesar, yaitu adanya smartphone alias ponsel pintar.

Mengapa Smartphone adalah Distraksi Terbesar?

Distraksi Terbesar Saat Bekerja atau Belajar (cottonbro studio)

Selama beberapa tahun terakhir, smartphone kita terus berevolusi menjadi sebuah gawai yang sangat canggih, hingga seolah-olah kita bisa melakukan semua hal menggunakannya. Ini semakin dilengkapi dengan berbagai aplikasi yang jumlahnya mungkin mencapai jutaan.

Salah satu dampak terbesar yang dihasilkan oleh smartphone adalah meningkatnya interaksi antarmanusia hingga seolah tak berbatas ruang dan waktu. Kita bisa melihat berbagai kejadian di seluruh dunia hanya dalam kedipan mata saja melalui media sosial.

Ada banyak pilihan media sosial yang bisa kita gunakan, mulai Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, hingga Pinterest. Sarana hiburan untuk menonton tayangan visual pun banyak, mulai yang gratis seperti YouTube hingga yang berbayar seperti Netflix, Disney+, Vidio, dan lainnya.

Jangan lupakan juga judul-judul game yang bisa membuat kita melupakan kehidupan kita sejenak di dunia nyata. Ada yang menyukai game kompetitif seperti Mobile Legends dan PUBG Mobile, ada juga yang suka bertualang di Genshin Impact.

Masih banyak yang bisa kita lakukan melalui smartphone, seperti membaca berita, membaca komik, melihat meme, membuat konten viral, dan lain sebagainya. Banyaknya aktivitas yang bisa dilakukan inilah yang membuat smartphone menjadi distraksi yang luar biasa.

Bayangkan, setelah merasa bosan dengan Instagram, beralik ke TikTok. Begitu bosan, pindah lagi ke Twitter. Bosan lagi, pindah main game. Capek, refreshing dengan menonton YouTube. Putaran aktivitas ini seolah tak pernah berhenti mengisi hari-hari kita.

Apalagi, kini semakin banyak platform yang menyediakan fitur infinity scroll di mana kita secara tak terbatas diberikan konten video pendek. Berdasarkan pengalaman Penulis, fitur ini kerap membuat kita merasa lupa waktu karena tidak tahu kapan harus berhenti.

Bagaimana agar Smartphone Tidak Menjadi Sebuah Distraksi?

Salah Satu Aplikasi yang Membantu Mengatasi Distraksi Smartphone (Dating Advice)

Ketika sedang bekerja atau belajar, kita kerap beralih ke smartphone kita dengan dalih “refreshing” karena merasa suntuk. Niatnya hanya 5 menit, tahu-tahu bertambah menjadi 50 menit. Pekerjaan pun akhirnya tertunda, menumpuk, atau bahkan tidak selesai.

Penulis kerap berniat untuk menjalani hari yang produktif, seperti menulis beberapa artikel blog, membaca buku self-improvement, atau mulai menulis novel lagi. Namun, jika sudah main smartphone dan rebahan, niat tersebut pun sirna begitu saja, kalah oleh rasa malas.

Berdasarkan poin di atas, Penulis pun menganggap kalau smartphone adalah distraksi terbesar dalam produktivitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa cara agar kita bisa menghindari distraksi tersebut semaksimal mungkin.

Kalau yang mau ekstrem, Penulis di jam kerja biasanya menjauhkan smartphone sejauh mungkin dari jangkauan. Dengan membuatnya “tidak terlihat”, rasa penasaran ingin mengeceknya pun bisa menjadi berkurang.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan ketika merasa suntuk atau penat? Lakukan aktivitas fisik yang tidak melibatkan smartphone. Beberapa hal yang Penulis lakukan adalah baca buku, bermain bersama kucing, duduk melihat tanaman, hingga rebahan sejenak.

Seandainya tidak bisa menahan diri untuk mengecek smartphone, mungkin kita butuh bantuan aplikasi seperti Forest dan AppBlock. Bisa juga menggunakan fitur bawaan dari smartphone yang mengatur berapa jam maksimal kita menggunakan aplikasi tertentu.

Penulis merasa terbantu dengan aplikasi-aplikasi ini agar Penulis bisa berhenti membuka aplikasi-aplikasi tertentu di jam profuktif. Namun, terkadang diri kita pun “nakal” dan justru memilih untuk menghapus aplikasi-aplikasi tersebut.

Jadi, pada dasarnya semua kembali ke diri sendiri, apakah kita benar-benar ingin menghilangkan distraksi tersebut atau tidak. Kalau keinginan dan tekad kita benar-benar kuat, bahkan tanpa bantuan aplikasi pun kita bisa menyingkirkan distraksi tersebut.

Penutup

Selain smartphone, tentu masih ada distraksi lain mengingat kebanyakan aplikasi-aplikasi yang ada di smartphone juga tersedia di laptop. Namun, setidaknya laptop tidak bisa digunakan sambil rebahan karena kurang nyaman dan berat.

Oleh karena itu, Penulis benar-benar berusaha membatasi penggunaan smartphone hariannya karena terbukti sangat sering membuat hari Penulis menjadi tidak produktif. Entah sudah berapa banyak waktu yang terbuang karena smartphone ini.

Penulis pun memiliki target agar penggunaan smartphone dalam sehari tidak melebihi 5 jam. Sejauh ini, target ini relatif bisa dicapai di weekday karena adanya rutinitas pekerjaan. Di weekend, angka penggunaan bisa naik walau tidak terlalu banyak.

Dengan mengurangi penggunaan smartphone, Penulis berharap bisa menjadi pribadi yang lebih produktif lagi, memiliki pola hidup yang lebih teratur, dan mampu melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat.


Lawang, 12 Juni 2023, terinspirasi karena merasa smartphone adalah distraksi terbesar ketika dirinya ingin memiliki hidup yang produktif

Foto Featured Image: MarketWatch

Continue Reading

Produktivitas

Lari Pagi adalah Obat Insomnia Terbaik Versi Saya

Published

on

By

Dalam beberapa kesempatan, Penulis menyebutkan bahwa dirinya kerap mengalami insomnia alias sulit tidur di malam hari. Tak heran jika Penulis kerap merasa iri kepada orang-orang yang mampu tidur dengan cepat setelah meletakkan kepalanya di atas bantal.

Untuk itu, Penulis pun mulai mencoba berbagai cara agar bisa tidur cepat, mulai dari membaca buku, mengaji, minum susu, meditasi, mendengarkan musik, dan lain sebagainya. Sayangnya, tidak ada yang benar-benar berhasil menghilangkan insomnia.

Namun, ada satu aktivitas yang, anehnya, dilakukan di pagi hari dan mampu memberikan efek yang relatif instan. Ketika melakukannya, maka Penulis bisa tidur dengan cepat dan tidak terlalu larut. Aktivitas tersebut adalah lari pagi.

Lari Pagi, Aktivitas Ringan yang Berat untuk Dilakukan

Sebenarnya Enteng, tapi Kalah oleh Rasa Malas (Tirachard Kumtanom)

Sebenarnya, lari pagi bukanlah aktivitas yang baru Penulis lakukan. Dulu, Penulis pernah rutin selama kurang lebih tiga bulan melakukannya, sebelumnya akhirnya berhenti karena kalah dari rasa malas. Nah, baru akhir-akhir ini Penulis berusaha merutinkannya lagi.

Setelah sholat Shubuh dan mengaji, Penulis biasanya akan langsung siap-siap untuk lari pagi yang tentunya diawali dengan pemanasan. Karena daerah rumahnya cukup dingin, Penulis selalu menggunakan jaket.

Penulis tidak pernah lari pagi dengan jarah yang jauh, cukup tiga-empat kali putaran mengelilingi perumahan ditambah satu putaran untuk pendinginan. Itu pun sudah bisa menghasilkan keringat yang lumayan hingga membasahi kaus yang dikenakan.

Jika melihat aplikasi tracker, setiap pagi Penulis melangkah sebanyak 3.000 hingga 4.000 langkah, yang setara dengan 3-4 kilometer. Penulis memilih untuk lari pagi dengan jarak yang sedikit, tapi rutin.

Sebenarnya aktivitas lari pagi adalah sesuatu yang ringan, apalagi jarak yang ditempuh juga tidak terlalu jauh. Namun, aktivitas ringan tersebut menjadi berat jika kita tidak mampu mengalahkan rasa malas dari dalam diri.

Efek Instan Lari Pagi

Bangun Jadi Lebih Segar (Tirachard Kumtanom)

Penulis berhasil membuktikan bahwa lari pagi dapat membantu mengatasi insomnia secara instan. Entah bagaimana dari sisi medisnya, tapi yang jelas Penulis jadi bisa tidur cepat sekitar pukul 10:30 setiap malamnya.

Sebagai perbandingan, sebelumnya Penulis baru bisa tidur di atas jam 12 malam. Beberapa minggu terakhir Penulis sempat bolong menjalani rutinitas ini, dan akibatnya Penulis harus tidur lebih malam.

Kualitas tidur Penulis juga jadi meningkat setelah rutin lari pagi. Jika biasanya Penulis justru merasa lelah saat bangun, sekarang Penulis merasa lebih segar. Ini juga berlaku ketika Penulis tidur siang selama beberapa menit di sela-sela jam kerja.

Lari pagi juga memiliki efek positif bagi Penulis. Pertama, Penulis jadi tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh, sehingga bisa langsung menjalani rutinitas harian seusai beristirahat. Sekarang, Penulis telah biasa memulai jam kerja mulai pukul 7 pagi.

Selain itu, metabolisme tubuh pun menjadi lebih lancar. Buang air besar Penulis menjadi lebih teratur. Nafsu makan Penulis juga bertambah, sehingga berat badannya bertambah dan mendekati bobot idealnya, yang biasanya di bawah 50 sekarang menjadi 53 kg.

Penutup

Meskipun sudah tahu sejak lama kalau rutin lari pagi membawa banyak manfaat, ada saja alasan untuk menunda-nunda dan tidak melakukannya. Padahal, intinya hanya karena rasa malas yang tidak bisa disingkirkan.

Menyadari dirinya butuh pola hidup yang lebih sehat, Penulis pun berusaha untuk terus merutinkan lari pagi beserta rutinitas-rutinitas positif lainnya dalam hidup. Penulis perlu membenahi hidupnya, mengingat sebentar lagi dirinya akan berkepala tiga.

Untuk yang tidak suka atau tidak kuat lari, mungkin bisa diganti dengan berjalan kaki sekitar rumah. Yang penting adalah aktivitas fisik di luar rumah, karena hawa pagi seolah membawa energi positif untuk hidup kita.


Lawang, 6 Juni 2023, terinspirasi dari pengalaman pribadi yang pola tidurnya membaik setelah (kembali) rutin lari pagi

Foto Featured Image: Body+Soul

Continue Reading

Produktivitas

Rebahan + Main HP = Kombo Maut

Published

on

By

Ketika berusaha menerapkan kehidupan yang produktif, Penulis menemukan ada satu “musuh” yang cukup tangguh dan sulit dilawan: Rebahan + Main HP. Aktivitas ini seolah memiliki black hole yang membuat kita sulit untuk bangkit dari kasur.

Tentu ada kalanya kita ingin bersantai setelah menjalani rutinitas harian yang padat. Kasur menjadi destinasi favorit kita karena gratis dan mudah dijangkau. Ditambah dengan adanya ponsel, makin nyamanlah kita dibuatnya.

Namun, Penulis kerap merasa begitu kita melakukan aktivitas ini, waktu yang terbuang terasa begitu banyak. Apalagi, dengan media sosial (medsos) yang hampir semuanya memiliki fitur video pendek tak terbatas, kita jadi semakin sulit untuk berhenti melakukannya.

Mengapa Rebahan + Main HP Itu Kombo Maut?

Aplikasi-Aplikasi Candu (Magnus Mueller)

Media sosial dipenuhi dengan konten menarik yang memang dibuat agar kita sebagai pengguna mau menggunakannya selama mungkin. Dengan adanya algoritma candu, konten yang muncul pun sesuai dengan apa yang sering kita lihat.

Maka dari itu, tak heran jika media sosial kerap menjadi pelarian ketika kita sedang gabut. Menunggu orang, cek medsos. Di toilet, cek medsos. Kumpul dengan teman, cek medsos. Seolah otak kita tidak boleh berhenti menerima asupan konten-konten tersebut.

Nah, rebahan di atas kasur adalah termasuk salah satu aktivitas yang membosankan. Otak yang kecanduan konten pun akan secara otomatis membuat kita meraih ponsel dan mulai membuka aplikasi medsos.

Apalagi, dengan adanya konten-konten video pendek random yang muncul tanpa henti, kita tanpa sadar akan terus scroll-scroll karena berharap akan menemukan konten yang menyenangkan, lagi dan lagi, untuk terus memberikan perasaan senang kepada diri.

Terkadang muncul kesadaran diri untuk berhenti cek medsos dengan berkata 5 menit lagi. Setelah 5 menit, menemukan konten yang sangat menarik, sehingga memutuskan untuk lanjut sebentar lagi. Namun, seringnya aktivitas ini tidak pernah berlangsung sebentar.

Apa akibatnya? Selain waktu yang terbuang untuk melihat konten yang sebenarnya tidak terlalu bermanfaat untuk kita, bisa jadi akan muncul perasaan bersalah karena telah membuang-buang waktu. Sekali lagi, hari ini menjadi hari yang tidak produktif.

Apakah hanya cek medsos yang bisa dilakukan sambil rebahan? Tentu tidak. Membaca web novel, komik daring, hingga bermain game juga bisa sama adiktifnya dengan cek medsos. Ada begitu godaan yang membuat kita betah rebahan seharian selama ada ponsel di tangan.

Cara Agar Bisa Mengurangi Rebahan + Main HP

Waktu untuk Rebahan + Main HP Bisa Digunakan untuk Aktivitas Lain (Thirdman)

Penulis kerap merasa dirinya terjebak dalam kombo maut rebahan + main HP ini. Apalagi kalau sudah melihat Instagram Reels atau YouTube Shorts, rasanya sangat susah untuk berhenti, terutama ketika memang tidak ada hal urgent yang harus diselesaikan.

Kalau sedang hari libur atau tidak ada pekerjaan, hal tersebut masih oke untuk dilakukan. Masalahnya, tak jarang di hari kerja pun Penulis melakukan kombo ini. Produktivitas harian yang dikejar pun menjadi tidak terlaksana.

Oleh karena itu, Penulis pun berusaha mencari cara agar bisa melepaskan diri dari jeratan ini. Tentu saja boleh rebahan sambil main HP, apalagi setelah lelah bekerja. Namun, jelas tidak boleh dilakukan secara berlebihan.

Di hari kerja, Penulis sedang mendisiplinkan diri langsung membereskan tempat tidur begitu bangun di pagi hari. Dengan adanya kasur yang rapi, kecil kemungkinan Penulis akan rebahan di sana selama jam kerja, kecuali jika benar-benar mengantuk.

Lalu, Penulis juga membatasi penggunaan media sosial dan aplikasi adiktif lainnya. Untungnya, ponsel sekarang memiliki fitur yang akan langsung memblokir jika kita sudah melewati batas penggunaan.

Tidak cukup di situ, Penulis juga akan memblokir media sosial dan game selama jam kerja menggunakan aplikasi AppBlock, salah satu aplikasi produktivitas andalan Penulis. Ini hanyalah aplikasi yang membantu, karena pada dasarnya semua kembali pada niat kita.

Melalui buku Atomic Habit karya James Clear, salah satu tahap untuk menghilangkan kebiasaan buruk adalah dengan mempersulitnya. Cara-cara yang Penulis lakukan di atas bertujuan untuk mempersulit kombo rebahan + main HP dilakukan, terutama di hari kerja.

Jadikan Rebahan + Main HP Sebagai Reward

Jadikan Reward, Bukan Sarana Refreshing (RDNE Stock project)

Penulis bukan anti-rebahan atau anti-main HP. Penulis hanya menyadari dirinya kerap membuang waktu karena aktivitas tersebut, sehingga banyak pekerjaan yang harusnya diselesaikan jadi terabaikan atau minimal terlambat.

Apalagi, Penulis sampai sekarang masih Work from Home, sehingga harus bisa mengatur dirinya sendiri dengan baik. Karena tidak ada yang mengawasi langsung seperti jika bekerja di kantor, Penulis harus bisa menjadi pengawas untuk dirinya sendiri.

Ada pembelaan kalau HP menjadi sarana refreshing agar tidak merasa penat ketika bekerja. Itu ada benarnya, tapi Penulis merasa tidak cocok karena kerap terbuai HP. Maka dari itu, selama jam kerja, Penulis sering menjauhkan HP dari jangkauannya.

Lantas, apa yang biasanya Penulis lakukan untuk refreshing di jam kerja? Biasanya Penulis akan memilih aktivitas seperti membaca buku/komik atau sekadar bermain dengan kucing. Penulis berusaha mencari aktivitas yang jauh dari benda elektronik.

Harus diakui kalau rebahan sambil main HP, apapun aktivitasnya, memang menyenangkan. Aktivitas santai yang menghibur tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Namun, jika menjadi berlebihan tentu akibatnya tidak baik untuk diri kita, apalagi dilakukan di jam kerja.

Karena menyenangkan, jadikanlah kombo maut ini sebagai “hadiah” apabila kita berhasil menyelesaikan hari dengan baik dan produktif. Setelah semua pekerjaan atau to-do-list terselesaikan, diri kita berhak untuk menikmati enaknya rebahan sambil main HP.


Lawang, 22 Mei 2023, terinspirasi dari pengalaman pribadinya yang kerap sulit meninggalkan kombo rebahan + main HP

Foto Featured Image: Andrea Piacquadio

Continue Reading

Facebook

Tag

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan