Connect with us

Renungan

Untuk Apa Merdeka?

Published

on

Negara kita tercinta, Indonesia, baru saja merayakan hari jadinya yang ke-74 tahun. Demi merasakan euforianya, penulis memutuskan untuk pulang ke Malang dan mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang telah disusun oleh Karang Taruna.

Oleh karena itu, penulis merasa terdorong untuk merenungi tentang kemerdekaan itu sendiri. Apakah kita benar-benar sudah merdeka? Lebih lanjut, untuk apa kita merdeka?

Apa Kita Benar-Benar Sudah Merdeka?

Freeport (Walhi)

Mari kita urai pertanyaan yang pertama, apakah kita benar-benar sudah merdeka? Merdeka dari bentuk penjajahan fisik mungkin iya, tapi bagaimana dengan penjajahan bentuk baru?

Mungkin sudah tidak ada negara lain yang menempatkan pasukannya di tanah air kita, tapi bisa jadi mereka datang dalam bentuk lain seperti “investasi” yang hanya menguntungkan beberapa pihak, bukan seluruh rakyat Indonesia.

Sudah banyak kita baca melalui berbagai media bahwa banyak sumber daya alam kita dikuasai oleh pihak asing. Katanya, karena kita belum mampu mengolahnya sendiri. Mungkin iya, waktu dulu ketika Indonesia baru merdeka. Sekarang?

Itu baru satu sektor yang memang ramai dibincangkan tapi kerap pula untuk dilupakan. Bagaimana dengan sektor lain yang jarang tereskpos oleh media? Penulis yakin ada banyak yang seperti ini.

Tidak hanya dijajah oleh bangsa lain, kita pun berpotensi untuk dijajah oleh negara kita sendiri ketika hak kita dirampas dan pemerintah tutup telinga dari jeritan-jeritan memohon keadilan.

Apakah memang kemerdekaan hanya milik segelintir rakyat Indonesia yang bebas ingin melakukan apa saja karena memiliki harta, privilage, dan kekuasaan?

Meskipun nyatanya masih banyak, penulis tidak ingin masyarakat Indonesia menjadi jongos di negaranya sendiri, walaupun penulis menyadari bahwa etos kerja dan belajar yang kita miliki masih kalah dari bangsa lain yang lebih maju.

Untuk Apa Merdeka?

Pembacaan Proklamasi (Wikipedia)

Beralih ke pertanyaan kedua, untuk apa kita merdeka? Untuk apa para pahlawan mengorbankan dirinya agar kemerdekaan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia?

Dari buku sejarah yang kita pelajari sejak SD, kemerdekaan direbut karena kita diperlakukan secara sewenang-wenang oleh penjajah, baik ketika Belanda, Jepang, maupun negara lain.

Intinya, kita menderita akibat perlakuan buruk dari para penjajah. Pertanyaannya, sudahkah kita bebas dari penderitaan tersebut? Sebagian sudah, sebagian belum. Yang jelas, hidup kita jauh lebih baik jika dibandingkan era penjajahan.

Hanya saja, untuk apa kita merdeka jika kita tidak bisa memberikan apapun ke negara? Untuk apa merdeka, jika kita hanya bisa menjadi beban negara tanpa bisa membuatnya bangga sekalipun?

Untuk apa kita merdeka, jika kita malah malas-malasan seolah tidak menghargai usaha para pahlawan? Untuk apa merdeka, jika kita meremehkan makna kemerdekaan itu sendiri dan menganggapnya hanya sebagai salah satu peristiwa di masa lalu?

Untuk apa kita merdeka, jika kita hanya bisa menyombongkan rasa nasionalisme tanpa ada bukti nyatanya? Untuk apa merdeka, jika kita merasa lebih pancasilais dibandingkan orang lain?

Untuk apa kita merdeka, jika kita justru menimbulkan perpecahan yang membuat kita berperang satu sama lain, terutama di media sosial? Untuk apa merdeka, jika kita memusuhi sesama bangsa sendiri?

Untuk apa kita merdeka, jika kita membiarkan bangsa lain mengambil sumber daya kita dengan bebas di kala masih banyak rakyat yang menderita? Untuk apa merdeka, jika kita menutup mata ketika melihat ketidakadilan tersebut?

Untuk apa kita merdeka, jika kita malah menjadi generasi yang menjunjung tinggi budaya lain dan menghina budaya sendiri? Untuk apa merdeka, jika kita menjadi bucin kebudayaan bangsa lain secara berlebihan?

Penutup

Penulis sendiri masih belum bisa menghargai makna kemerdekaan itu sendiri. Penulis masih terus belajar agar mampu menghayati kemerdekaan dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari.

Hal tersebut memang tidak mudah untuk dilakukan, tapi bisa jika kita bersungguh-sungguh. Membaca banyak literatur sejarah bisa menjadi salah satu cara ampuh untuk meningkatkan rasa nasionalisme yang dimiliki.

Yang jelas, kemerdekaan telah diraih oleh para pahlawan demi kemakmuran rakyatnya. Peringatan kemerdekaan yang dirayakan secara meriah setiap tahun seharusnya bisa menjadi pengingat bahwa masih banyak elemen kemerdekaan yang belum kita dapatkan.

 

 

Kebayoran Lama, 20 Agustus 2019, terinspirasi setelah pulang ke Malang dan merayakan kemerdekaan bersama Karang Taruna

Foto: Aliansi Indonesia Damai (AID)

Renungan

Bagaimana Jika Air Bersih di Bumi Habis?

Published

on

By

Dalam beberapa hari terakhir, di daerah Penulis terjadi “krisis air” yang cukup menyusahkan, walau belum sampai tahap berbahaya. Penulis tidak mengetahui apa penyebabnya, tapi yang jelas tandon Penulis yang terletak di atas hampir tidak pernah terisi.

Untungnya, keran depan masih bisa mengalirkan air dengan lancar, sehingga setidaknya Penulis sekeluarga tinggal memasang selang hingga ke kamar mandi. Walau sedikit merepotkan, setidaknya “krisis air” ini masih bisa teratasi dengan baik.

Mengalami hal seperti ini membuat Penulis kembali merenungkan satu hal yang sebelumnya sudah sering direnungkan: bagaimana jika air bersih di bumi sampai habis? Mumpung momennya pas, Penulis ingin membahas tentang hal ini.

Pengalaman Krisis Air Paling Parah

Ilustrasi Krisis Air (AllianzGI)

Krisis air yang Penulis alami saat ini bukanlah yang paling parah yang pernah Penulis hadapi. Sewaktu magang di Tangerang, rumah teman Penulis sempat mengalami mati air sama sekali hingga kami harus pergi ke rumah saudaranya untuk meminta air.

Waktu itu, kami harus memasukkan air ke dalam tangki berwarna biru, lalu harus mengangkatnya ke mobil dan menurunkannya di rumah. Karena waktu itu magang, tentu tidak mungkin Penulis tidak mandi sebelum berangkat ke kantor.

Untuk menghemat, Penulis harus pandai-pandai mengelola air ketika mandi. Penulis ingat pernah memanfaatkan tidak sampai sepuluh guyuran gayung lengkap untuk sikat gigi, keramas, dan menyabuni badan. Segitunya untuk menghemat air yang berhenti mengalir.

Tentu saja pengalaman krisis tersebut tidak ada apa-apanya dengan orang lain, katakanlah di Afrika. Penulis ingat di salah satu video pesulap David Blaine, ada orang Afrika yang melatih kemampuan menyimpan air bersih di perutnya karena di negaranya, air bersih sangat sulit untuk didapatkan.

Jika mengingat hal-hal seperti ini, Penulis sering termenung ketika air bersih sedang melimpah. Misal ketika berwudhu, Penulis menyadari ada banyak sekali air bersih yang terbuang ketika transisi dari satu gerakan ke gerakan lain.

Saat krisis air seperti yang terjadi seperti sekarang, Penulis jadi harus benar-benar berhemat ketika berwudhu dengan tetap memastikan kalau semua bagian tubuh yang diwajibkan harus terkena air. Kira-kira butuh sekitar 10 gayung.

Dengan keterbatasan air seperti sekarang, Penulis jadi merasa bersyukur selama ini masih bisa menikmati air bersih yang sangat melimpah. Pertanyaan besarnya, sampai kapankah kita bisa menikmati air bersih seperti saat ini?

Kerusakan Alam yang Makin Parah

Pencemaran Air karena Hilirisasi (WALHI Sulsel)

Ada banyak sekali alasan mengapa Penulis berpendapat bahwa air bersih di bumi bisa saja akan sulit untuk diakses oleh manusia, bahkan yang tinggal di peradaban paling modern sekalipun. Satu alasan paling kuat adalah perusakan alam yang makin menggila.

Contoh yang paling dekat adalah bagaimana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang memengaruhi air bersih yang bisa dinikmati oleh warga sekitar. Dalam video dokumentasi yang dibuat oleh tim Narasi, bisa dilihat bagaimana perjuangan mereka untuk mendapatkan air bersih, termasuk harus mengeluarkan uang yang cukup besar.

Selain itu, proyek hilirisasi yang terjadi di berbagai tempat juga bisa mengakibatkan buruknya kualitas air penduduk sekitar. Hilirisasi yang ugal-ugalan membuat sumber air mereka menjadi tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan seperti dulu lagi.

Belum lagi kebiasaan buruk kita untuk membuang sampah ke sungai. Kualitas air pun menjadi sangat tercemar seperti yang terjadi di banyak perkotaan, di mana kualitas airnya kalah jauh dari kualitas air di pedesaan.

Selain itu, jangan lupa kalau dalam peperangan, terkadang ada cara-cara jahat dengan meracuni sumber air. Tentu ini strategi yang tidak manusiawi dan dampaknya pun bisa mengakibatkan butterfly effect yang tidak sepele.

Tentu banyak manusia yang menyadari potensi hilangnya air bersih dari permukaan bumi. Para ilmuwan ataupun akademisi banyak yang berupaya untuk membuat teknologi untuk mengelola air-air yang awalnya tidak bisa digunakan menjadi bisa digunakan.

Namun, seberapa banyak orang yang dapat merasakan manfaat tersebut? Teknologi-teknologi semaju itu biasanya membutuhkan biaya yang tinggi. Jika teknologi tersebut memang bisa digunakan secara murah dan massal, tentu krisis air di dunia sudah bisa teratasi.

***

Perlu diingat bahwa meskipun planet bumi didominasi oleh air, hanya sekitar 2-3% air bersih yang bisa digunakan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan. Sisanya merupakan air laut yang sangat sulit untuk dimanfaatkan karena tingginya kandungan garam yang dimiliki.

Jika air bersih di bumi sampai benar-benar habis, maka rasanya krisis akan terjadi di mana-mana. Perang untuk memperebutkan sumber air yang masih bersih sangat mungkin terjadi. Manusia yang bisa bermutasi dengan meminum air kotor akan menjadi spesies yang bertahan.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita lebih menghargai dan mensyukuri air bersih yang bisa kita nikmati dengan melimpah saat ini. Jangan membuang-buang air bersih untuk hal yang mubazir, gunakan dengan sebijak mungkin.


Lawang, 7 Oktober 2024, terinspirasi setelah air di rumah mengalami pengurangan volume

Foto Featured Image: illustrate Digital Ug

Continue Reading

Renungan

Manusia adalah Makhluk Paling Berbahaya di Dunia Ini

Published

on

By

Manusia, atau Homo sapiens, kerap dianggap sebagai makhluk paling sempurna yang ada di dunia ini. Dari sisi agama pun, manusia yang ditunjuk sebagai pemimpin di Bumi, bukan makhluk lain seperti singa, gajah, paus, ataupun kaktus.

Dibandingkan spesies lainnya, kita memang memiliki banyak kelebihan. Jika spesies lain menggunakan akalnya untuk sekadar bertahan hidup, maka manusia bisa menggunakannya untuk mendominasi dunia dan menguras segala isinya tanpa pernah merasa puas.

Hal terebut membuat manusia, bagi Penulis, adalah makhluk paling berbahaya yang ada di dunia ini. Tidak hanya berbahaya untuk spesies lainnya hingga menyebabkan kepunahan, manusia juga berbahaya untuk sesamanya dengan melakukan genosida.

Berbahayanya Manusia terhadap Spesies Lainnya

Manusia Kerap Memusnahkan Spesies Lainnya (Fandom)

Penulis sedang membaca buku Sapiens Grafis Vol. 1 karya Yuval Noah Harari. Pada salah satu babnya, diceritakan bahwa sedang ada pengadilan terhadap nenek moyang Homo sapiens yang hidup di era awal-awal peradaban manusia.

Singkat cerita, intinya ketika manusia pertama kali melakukan migrasi ke Australia, tak lama setelah itu banyak spesies Australia yang mengalami kepunahan. Memang ada faktor lain yang menyebabkan hal tersebut, seperti perubahan iklim yang terjadi.

Ada banyak contoh kepunahan spesies yang disebutkan pada buku tersebut, seperti kanguru setinggi dua meter, singa berkantung, koala raksasa, burung tuna yang lebih besar dari burung unta modern, kadal sepanjang lima meter, hingga diprotodon raksasa.

Ini hanya salah satu contoh yang terjadi puluhan ribu tahun yang lalu. Kalau di era modern, kepunahan burung dodo di Mauritius menjadi contoh yang paling terkenal. Mereka merupakan jenis burung yang tak bisa terbang, sehingga spesies mereka hanya ada di pulau tersebut.

Karena burung dodo belum pernah melihat manusia sebelumnya, mereka santai-santai saja dan tidak merasa terancam. Hasilnya, hanya dalam waktu singkat mereka punah karena diburu oleh manusia sebagai bahan pangan. Tak tersisa satu ekor pun yang masih hidup saat ini.

Bahkan hingga hari ini, ada banyak sekali spesies yang terancam kepunahannya. Beberapa contohnya adalah badak jawa, eastern lowland gorilla, orangutan tapanuli, dan masih banyak lagi lainnya.

Namun, ternyata manusia tidak hanya berbahaya bagi spesies lain. Manusia juga sangat berbahaya kepada sesama manusia lainnya.

Berbahayanya Manusia terhadap Manusia Lainnya

Penduduk Asli Benua Amerika (History)

Tak hanya memusnahkan spesies hewan, manusia pun dalam sejarahnya kerap memusnahkan sesama manusia lainnya, terutama kepada ras lain. Alasannya pun bervariasi, tapi kebanyakan karena ingin menguasai wilayah lain yang sebenarnya bukan miliknya.

Penulis baru saja menonton sebuah video dokumenter di YouTube dari kanal RealLifeLore yang membahas tentang apa yang tersembunyi di balik hutan Amazon yang misterius. Menurut video tersebut, hutan Amazon adalah salah satu wilayah di permukaan bumi yang masih diliputi banyak misteri.

Salah satu poin dari video tersebut adalah tentang banyaknya suku asli Amerika yang masih hidup di sana. Mereka adalah penduduk asli benua Amerika yang terpinggirkan sejak penjajahan bangsa Eropa ratusan tahun yang lalu.

Melalui video tersebut, diketahui bahwa ketika bangsa Eropa datang pertama kali, diperkirakan ada sekitar 8 juta penduduk asli Amerika yang hidup di sekitar Amazon. Dalam 4 abad saja, jumlah tersebut berkurang drastis hingga tersisa 1 juta penduduk. Pada tahun 1980-an, jumlahnya kembali menyusut hingga tersisa 200 ribu saja.

Data lain menunjukkan bahwa ketika bangsa Eropa datang, diperkirakan ada sekitar 145 juta manusia yang telah menempati benua Eropa. Dua abad kemudian (awal abad 17), jumlah tersebut habis sekitar 90-95% karena hanya tersisa 7 hingga 15 juta orang saja atau setara 130 juta orang telah tewas.

Ada juga data yang mengatakan bahwa dari bangsa Spanyol saja telah membunuh sekitar 8 juta penduduk asli Amerika. Ada juga yang menyebutkan sekitar ada 56 juta orang yang tewas hanya dalam waktu 100 tahun. Namun, ada data lain yang menyebutkan “hanya” 4,7 juta orang dari awal penjelajahan bangsa Eropa hingga awal abad 19.

Intinya, ada banyak sekali penduduk asli benua Amerika yang terbunuh oleh bangsa Eropa. Tanpa membenarkan perbuatannya, jumlah tersebut membuat genosida yang dilakukan oleh Adolf Hitler ke bangsa Yahudi jadi terlihat sangat kecil.

Mayoritas pengurangan tersebut tentu saja terjadi karena penjajahan dan perebutan wilayah yang dilakukan oleh bangsa barat, mulai dari Amerika Serikat, Spanyol, Portugal, dan bangsa-bangsa lainnya. Tak hanya itu, mereka pun membawa virus yang bagi masyarakat asli Amerika begitu mematikan karena mereka belum memiliki imunnya.

Kejadian seperti ini tak hanya terjadi di Amerika, tapi juga terjadi di banyak wilayah lainnya. Contohnya adalah suku Aborigin di Australia dan suku Maori yang kini menjadi minoritas di wilayahnya sendiri.

Mari Kita Renungkan…

Kita sebagai manusia ternyata telah menjadi makhluk yang paling berbahaya di muka bumi ini. Tak hanya memusnahkan spesien lain hingga punah, kita juga saling berperang satu sama lain demi memuaskan nafsu yang tak pernah bisa dipuaskan.

Jutaan penduduk asli Amerika yang mati karena penjajahan bangsa barat hanya salah satu contoh bagaimana kita sebagai manusia tak bisa menghargai sebuah nyawa. Peristiwa tersebut menjadi contoh bagaimana kita bisa dengan gampangnya melakukan genosida ke bangsa lain.

Coba kira renungkan kembali posisi kita di bumi ini: sebagai pemimpin di dunia, pantaskah manusia berbuat kerusakan sedemikian besarnya? Malaikat telah memprediksi hal ini dan mengutarakannya ke Tuhan, tapi Tuhan tetap percaya kepada kita.

Namun, kepercayaan tersebut telah kita rusak sepanjang sejarah. Keserakahan, ambisi, hingga nafsu telah menguasai manusia hingga rela berbuat apa saja tanpa memperhatikan hal lain. Kita seharusnya harus bisa hidup saling berdampingan dengan damai, entah dengan spesies lain maupun dengan sesama manusia.

Memang benar kalau semua kerusakan dan pembantaian yang telah terjadi pasti memiliki hikmahnya. Namun, itu tak bisa dijadikan sebagai pembenaran untuk melakukan perusakan demi perusakan, seolah tak tahu kapan harus berhenti merusak.

Bahkan hingga hari ini, ketika era kolonolialisme dan imperialisme (katanya) telah berakhir, peperangan masih terjadi di mana-mana. Perusakan alam dan pengerukan sumber daya secara tamak masih dilakukan. Ketidakpedulian terhadap lingkungan masih dilakukan.

Mari kita renungkan kembali bersama-sama apa peran kita sebenarnya sebagai manusia di dunia ini: apakah kita memang ditakdirkan untuk menjadi makhluk paling berbahaya di dunia dan melawan takdirnya sebagai pemimpin yang harusnya membawa kebaikan untuk dunia?


Lawang, 19 September 2024, terinspirasi setelah menonton video dokumenter tentang hutan Amazon yang menjadi rumah bagi penduduk asli Amerika

Foto Featured Image: History

Sumber Artikel:

Continue Reading

Renungan

Untuk Apa Uang dan Kekayaan Melimpah Jika Tidak Barokah?

Published

on

By

Banyak crazy rich yang pada akhirnya bermasalah dan terlibat dengan hukum. Contoh paling “panas” adalah kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga 271 triliun yang melibatkan beberapa crazy rich.

Kalau mundur ke belakang lagi, ada banyak kasus penipuan yang juga melibatkan crazy rich. Hingga hari ini, masih ada beberapa kasus yang masih mengintai para crazy rich, entah terlibat dalam pencucian uang maupun kasus-kasus lainnya.

Seperti yang kita tahu, para crazy rich ini kerap membagikan gaya hidupnya yang mewah, sehingga membuat sebuah fenomena kalau hidup itu harus bisa sampai berfoya-foya seperti mereka. Kita belum bisa dibilang sukses kalau uang dan kekayaannya belum melimpah.

Hal ini membuat Penulis merenung, mengapa kita ini seolah begitu menghamba pada uang dan kekayaan?

Uang itu penting. Uang bisa membuat kita hidup lebih tenang. Uang bisa membuat hidup kita lebih nyaman. Uang bisa membeli banyak keinginan kita. Uang bisa menjadi jalur untuk beribadah. Uang harus diakui telah menjadi barang yang penting di dunia.

Jika disuruh memilih antara miskin barokah atau kaya tidak barokah, pasti mayoritas dari kita akan memilih kaya barokah. Bahkan di dalam keyakinan Penulis, menjadi kaya itu dianjurkan karena kita bisa bersedekah, naik haji, menyantuni anak yatim piatu, dan lain sebagainya.

Memiliki uang dan kekayaan juga bisa meminimalisir potensi masalah yang terjadi. Kita tidak bingung ketika susu anak habis, tidak bingung ketika anak akan masuk sekolah, tidak bingung ketika genteng rumah bocor, dan lain sebagainya.

Uang dan kekayaan bisa mulai menjadi masalah ketika dijadikan sebagai target dalam hidup, bukannya sebagai alat. Kalau kita hidup untuk mengejar uang dan kekayaan saja, tidak akan ada puasnya. Nafsu kita sebagai manusia membuat kita terus merasa kurang jika tidak bersyukur.

Menjadikan uang dan kekayaan sebagai tujuan hidup akan mendorong kita untuk tak memedulikan bagaimana kita mendapatkannya. Korupsi, penipuan, judi online, ada banyak cara instan dan pastinya haram untuk bisa menjadi kaya.

Mungkin ada yang berhasil menjadi kaya dengan cara tersebut, tapi bisa dipastikan hartanya tidak barokah. Karena tidak barokah, pasti ada saja hal buruk yang menimpanya. Beberapa crazy rich yang telah menjadi tersangka adalah contoh mudahnya.

Memang ada yang berhasil lolos dari jeratan hukum, tapi Penulis tidak yakin ia bisa hidup dengan tenang. Penulis membayangkan mereka akan senantiasa merasa was-was, tidak pernah merasa tenang meskipun memiliki banyak harta.

Mendapatkan uang dan kekayaan dengan cara yang tidak barokah terjadi ketika manusia tidak mampu mengalahkan ego dan nafsunya. Banyaknya keinginan tidak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan. Alhasil, banyak cara haram yang dilakukan.

Penulis yakin para koruptor atau penipu itu bukan dari kalangan miskin. Jika memiliki gaya hidup yang sederhana, harta yang dimiliki sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Bisa karena gengsi atau memang tamak saja, akhirnya mereka ingin menambah kekayaan secara cepat.

Uang dan kekayaan adalah hal yang tidak abadi dan tidak dibawa mati. Lantas, mengapa kita rela mendapatkannya dengan cara yang tidak barokah? Untuk apa punya banyak harta di dunia yang sementara, tapi cara mendapatkannya membuat kita kehilangan sesuatu yang abadi seperti surga?

***

Tentu tak mudah untuk mempertahankan prinsip dan idealisme di era yang semakin positivistik ini: semua hanya bisa diukur dari sesuatu yang bisa dilihat, termasuk harta. Apalagi, kemunculan berbagai platform media sosial semakin memperparah keadaan ini.

Kita belum dianggap sukses jika belum memiliki ini itu, yang mungkin sebenarnya tidak kita benar-benar butuhkan. Calon pasangan mengikuti standar TikTok dan menuntut kita untuk bisa membelikan mereka ini itu. Ada banyak desakan seolah kita ini harus kaya dengan cepat, sehingga tak jarang orang memilih jalan pintas yang salah.

Terkadang kita ini saking cintanya dengan dunia, kita sampai lupa kalau ada kehidupan setelah kematian. Kita menjadi takut dengan kematian karena terlalu cinta dunia, terlalu mengejar dunia.

Semoga kita semua bisa menggunakan uang dan kekayaan sebagai alat semata, bukan tujuan. Semoga kita semua bisa mendapatkan uang dan kekayaan yang barokah, tidak diperoleh dengan cara yang salah dan merugikan banyak orang. Semoga kita semua bisa menggunakan uang dan kekayaan yang dimiliki untuk hal yang benar. Aamiin.


Lawang, 3 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kita sebagai manusia kerap menghamba ke uang dan kekayaan

Foto Featured Image: Psychology Magazine

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan