Connect with us

Tokoh & Sejarah

Revolusi karena Pajak

Published

on

Jika mendengar kata pajak, apa yang akan terbesit pertama kali di pikiran kita? Jawabannya bisa yang standar seperti kewajiban hingga yang anti mainstream seperti dikorupsi.

Sebagai orang awam, kita diberi tahu kalau pajak merupakan salah satu pemasukan negara agar memiliki anggaran.

Pajak juga banyak sekali macamnya, setidaknya di negara kita. Pajak penghasilan, pajak makan, pajak mendirikan bangunan, dan lain sebagainya.

Akhir-akhir ini, pemerintah kerap disorot karena terlihat memungut pajak hampir di segala sektor yang dulunya tidak tersentuh pajak.

Pemerintah pasti punya pertimbangannya sendiri. Hanya saja, jika dilakukan berlebihan juga akan membuat masyarakat merasa gerah.

Di dalam sejarah, setidaknya ada dua revolusi yang dimulai akibat adanya pajak yang menyengsarakan rakyat.

Revolusi Prancis, 1789-1799

Revolusi Prancis (Time Magazine)

Selama berabad-abad, Prancis telah dipimpin oleh Monarki absolut. Sesuatu yang berlangsung secara absolut biasanya akan runtuh, apalagi jika pemimpinnya tidak bisa mengatasi krisis yang sedang melanda negerinya.

Itulah yang terjadi pada Prancis ketika Louis XVI naik takhta. Dari komik biografi Napoleon Bonaparte yang pernah Penulis baca, ia adalah raja yang gemar menggelar pesta dan hidup bermewah-mewahan.

Istrinya, Ratu Marie Antoinette yang terkenal karena kecantikannya, juga merupakan tipe orang yang pemboros dan sama sekali tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Perang melawan Inggris dan upaya membantu Amerika Serikat meraih kemerderkaan sangat merugikan Prancis dari sisi finansial. Apalagi, gaya hidup istana sangat berbanding terbalik dengan kehidupan rakyatnya yang begitu sengsara.

Solusi apa yang ditawarkan? Menaikkan pajak masyarakat kelas bawah.

Padahal, penerapan pajak di Prancis sudah begitu timpang di mana tekanan terbesar justru diberikan kepada masyarakat miskin. Kaum bangsawan justru mendapatkan banyak keringanan.

Revolusi pun akhirnya dimulai, ditandai dengan penyerbuan penjara Bastille. Rakyat yang sudah muak dengan monarki yang memimpin mereka mulai bertindak, termasuk memenggal kepala orang-orang istana. Louis XVI dan istrinya yang cantik pun berakhir di guillotine.

Tentu ada banyak penyebab lain yang membuat revolusi ini terjadi, tapi penerapan pajak ke masyarakat kelas bawah menjadi salah satu yang paling utama.

Revolusi Kemerdekaan Amerika Serikat, 1775-1783

Revolusi Amerika Serikat (History)

Tanah Amerika terlihat begitu menjanjikan semenjak Christopher Colombus mendaratkan kakinya di benua ini. Upaya untuk menemukan jalan ke Asia lewat Barat justru membuat bangsa Eropa menemukan dunia baru.

Sayangnya, dampaknya begitu destruktif terhadap penduduk asli Amerika. Perlahan tapi pasti, mereka mulai tergusur oleh bangsa kulit putih yang membawa persenjataan lengkap dan pasukan yang terlatih.

Benua Amerika yang begitu luas menjadi rebutan negara-negara kuat seperti Inggris, Prancis, hingga Spanyol. Mereka mengklaim berbagai wilayah sebagai milik mereka, merebut dari pemilik aslinya dengan berbagai macam cara.

Inggris adalah salah satu negara yang menguasai benua Amerika bagian utara. Mereka kerap berebutan dengan Prancis. Biaya ekspedisi dan perang membuat Inggris mengeluarkan banyak uang dan otomatis membuat mereka mengalami krisis keuangan.

Solusi apa yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris? Menarik pajak rakyat mereka sendiri yang hidup di daerah koloni. Orang Inggris yang berada di Amerika pun tidak menyukai keputusan ini dan mengganggapnya inkonstitusional.

Perlawanan dimulai dari peristiwa Boston Tea Party yang terjadi pada tahun 1773. Peristiwa ini dipicu adanya pajak terhadap teh Britania dan membuat orang-orang koloni membuang semua muatan teh pada kapal Inggris.

Ketegangan semakin berlanjut hingga akhirnya muncul deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang terjadi pada tanggal 4 Juli 1776. Setelah itu, perang pun ters berkecamuk hingga akhirnya Inggris mengakui kedaulatan Amerika Serikat.

Penutup

Penulis jelas tidak berharap kalau di Indonesia akan muncul semacam revolusi karena pemerintah menerapkan kebijakan pajak yang berlebihan. Sampai sekarang semua regulasi masih terlihat masuk akal dan dapat diterima.

Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kita semua kalau kebijakan pajak yang kurang bijak bisa memicu pergolakan di masyarakat. Mungkin tidak seekstrem Revolusi Prancis dan Amerika Serikat, tapi bisa saja terjadi dalam skala yang lebih kecil.

Sejauh kita merdeka, upaya rakyat terbesar untuk menumbangkan rezim otoriter terjadi pada tahun 1998. Setelah itu, kita memasuki era demokrasi yang cenderung lebih aman dan tidak dipimpin oleh pemerintah yang sewenang-wenang.

Atau, benarkah seperti itu?

 

 

Lawang, 10 Maret 2021, terinspirasi dari berita-berita seputar pajak

Foto: Culture Trip

Sumber Artikel:

Revolusi Prancis – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Revolusi Amerika Serikat – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tokoh & Sejarah

Napoleon III: “Gak Bisa Jadi Presiden Lagi? Ya, Tinggal Ubah Aturannya!”

Published

on

By

Gara-gara menulis tentang nepotisme yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte (selanjutnya akan Penulis sebut Napoleon I) secara kebablasan, Penulis jadi penasaran dengan sosok Louis-Napoleon Bonaparte, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Napoleon III.

Meskipun bukan keturunan langsung dari Napoleon I (karena Napoleon II meninggal di usia muda), Napoleon III merupakan keponakan langsungnya. Ia merupakan anak dari Louis Bonaparte, adik Napoleon I yang pernah menjadi raja Belanda.

Napoleon III pertama kali menjadi presiden pada periode 1848-1852. Saat itu, Prancis baru saja melakukan reformasi (lagi) dengan menggulingkan raja terakhir Prancis, Louis Philippe I. Naas, Napoleon III justru membangkitkan lagi kekaisaran Prancis seperti zaman pamannya dulu.

Napoleon III Sebelum Menjadi Presiden Prancis

Revolusi Prancis Kedua pada Tahun 1948 (Wikipedia)

Pada tahun 1808, Charles-Louis Napoléon Bonaparte lahir dari pasangan Louis Bonaparte dan Hortense de Beauharnis, yang merupakan merupakan anak tgiri Napoleon I alias anak dari Josephine dari pernikahan sebelumnya.

(Fun fact: Tanggal lahir Napoleon III sama dengan Penulis, yakni 20 April)

Ketika semua keluarga Bonaparte diasingkan setelah lengsernya Napoleon I, ia pun harus berpindah-pindah tempat tinggal hingga akhirnya lebih banyak menetap di Swiss. Semasa remaja hingga beranjak dewasa, Napoleon III menyadari kalau simpatisan Bonaparte di Prancis ternyata masih cukup besar.

Hal tersebut memotivasi Napoleon III untuk melakukan kudeta pada tahun 1836 terhadap raja yang saat itu sedang berkuasa, Louis-Philippe. Sayangnya, kudeta tersebut gagal total dan ia pun melarikan diri kembali ke Swiss.

Kegagalan kudeta tidak mematahkan semangatnya untuk menjadi pemimpin Prancis. Pada tahun 1840, ketika ia hidup di London, Napoleon III merencanakan untuk melakukan kudeta kedua. Sekali lagi, kudeta tersebut gagal total dan membuatnya dipenjara seumur hidup.

Pada tahun 1848, Prancis kembali mengalami revolusi yang membuat Raja Louis Phillippe turun tahta. Napoleon III, yang sebelumnya berhasil kabur dari penjara dan kembali ke Inggris, mengambil kesempatan tersebut untuk kembali ke Prancis.

Napoleon III Sebagai Presiden Prancis

Napoleon III (The Walters)

Setelah revolusi tersebut, diadakanlah pemilu untuk memilih presiden, di mana Napoleon III mencalonkan diri dan berhasil menang dengan jumlah suara yang mencapai 74,2%. Setelah puluhan tahun berlalu, seorang Bonaparte kembali menjadi pemimpin Prancis.

Napoleon III mulai menjabat sebagai presiden Prancis pada tahun 1848. Pada saat itu, masa jabatan presiden hanya empat tahun dan tidak boleh mencalonkan lagi untuk kedua kalinya.

Ketika mengajukan amandemen ke Majelis Nasional agar ia bisa mencalonkan diri lagi, ternyata suara yang dibutuhkan kurang, sehingga upayanya gagal. Itulah alasan mengapa Napoleon III merebut kekuasaan secara paksa dengan melakukan kudeta ke Majelis Nasional.

Napoleon III juga melakukan pemungutan suara untuk mengetahui pendapat publik tentang kudeta yang ia lakukan kepada Majelis Nasional, di mana ada banyak manipulasi dan ancaman agar publik banyak yang menyetujuinya.

Berbekal hal tersebut, Napoleon III pun mengubah konstitusi untuk memuluskan langkahnya tetap menjadi penguasa Prancis. Tidak main-main, ia membuat peraturan di mana presiden dapat menjabat selama 10 tahun tanpa batas waktu. Untuk memuluskan langkah-langkahnya, ia juga kerap menangkap para oposisinya.

Ternyata, menjadi presiden dengan jangka waktu panjang tidak memuaskan Napoleon III. Pada tahun 1952, ia menobatkan dirinya sendiri menjadi kaisar Prancis. Referendum diadakan, di mana 97% suara mendukung kekaisaran Napoleon III.

Napoleon III Sebagai Kaisar Prancis

Perang Prancis vs Prussia pada Tahun 1870 (Chemins de Memoire)

Meskipun menghabiskan oposisinya, ada banyak hal positif yang berhasil Napoleon III raih selama ia menjadi kaisar. Salah satu yang paling terasa hingga saat ini adalah ia memutuskan untuk melakukan rekonstruksi besar-besaran terhadap Paris yang saat itu sangat kumuh.

Selain itu, Napoleon III juga berhasil melakukan modernisasi perekonomian Prancis, memperluas jaringan kereta, dan memperluas wilayah kolonial Prancis di luar benua Eropa. Ia juga menjalin kerja sama dengan negara-negara Eropa lainnya untuk memperkuat perekonomian negaranya.

Napoleon III juga banyak membuat kebijakan yang terkesan pro rakyat, seperti memberikan para pekerja untuk mogok dan berorganisasi. Yang lebih menarik adalah bagaimana ia memberikan hak agar kaum perempuan bisa kuliah di universitas-universitas Prancis.

Dari sisi militer, walaupun tak sedahsyat pamannya, Napoleon III juga mencatatkan beberapa upaya untuk membuat pengaruh Prancis menjadi kuat lagi, seperti ketika Prancis bersekutu dengan Inggris dalam melawan Rusi di Perang Krimea (1853-1856).

Masa kekaisaran Napoleon III harus berakhir ketika perang antara Prancis dan Prussia berlangsung. Prussia, yang dipimpin oleh Otto von Bismarck, berhasil menang dengan cepat dan telak. Setelah tak lagi menjadi kaisar, Napoleon III diasingkan sama seperti Napoleon I, dan meninggal dunia tiga tahun kemudian.

Penutup

Mungkin karena menyandang nama besar Napoleon, Napoleon III merasa bahwa dirinya bisa sehebat pamannya tersebut. Mindset tersebut yang membuatnya memutuskan untuk membuat Kekaisaran Prancis Jilid II. Menariknya, ia menjadi kaisar lebih lama dari Napoleon I.

Jika ditotal dengan masa jabatannya ketika menjadi presiden, Napoleon III memimpin Prancis selama 22 tahun lamanya. Sebagai perbandingan, masa jabatan Napoleon I menjadi kaisar hanya setengahnya saja (walau begitu, Napoleon berhasil menguasai setengah Eropa).

Namun, tak ada yang abadi, apalagi cuma sekadar kekuasaan yang direbut paksa dengan berbagai pembenaran. Kekalahan atas Prussia di bawah komando Otto von Bismarck menghabiskan kekaisarannya dan juga dinasti Bonaparte di kursi kekuasaan Prancis.

Prancis sendiri akhirnya kembali menjadi negara demokrasi yang dipimpin oleh seorang presiden hingga saat ini. Walaupun begitu, pengaruh dua kekaisaran Napoleon yang berlangsung ratusan tahun lalu masih terasa hingga saat ini.


Lawang, 7 Juni 2024, terinspirasi setelah banyak menonton video seputar Napoleon III

Sumber Artikel:

Continue Reading

Tokoh & Sejarah

Nepotisme Kebablasan ala Napoleon Bonaparte

Published

on

By

Beberapa waktu lalu, Penulis memutuskan untuk menonton film Napoleon yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix. Sayangnya, Penulis kurang menyukai film tersebut karena terlalu menonjolkan sisi drama percintaannya dengan Josephine.

Salah satu alasan Penulis lumayan mengagumi sosok Napoleon adalah karena kejeniusannya dalam berperang. Hal tersebut justru kurang ditonjolkan di film ini, sehingga Penulis berpendapat kalau film ini lebih cocok untuk diberi judul Napoleon & Josephine.

Selain itu, perjalanannya dari seorang nobody menjadi penguasa benua Eropa juga sangat menarik. Namun, dalam perjalanannya menjadi somebody tersebut, ia justru melakukan sesuatu yang kurang terpuji: nepotisme.

Perjalanan Singkat Napoleon Menjadi Kaisar Prancis

Jenderal Perang yang Jenius (Historia Mundum)

Napoleon Bonaparte berawal dari pulau kecil bernama Corsica, yang dijual Republik Genoa ke Prancis pada tahun 1768 atau satu tahun sebelum Napoleon lahir. Penjualan tersebut menyebabkan munculkan gerakan kemerdekaan Corsica, walau tak pernah berhasil.

Napoleon pun mulai menapaki karier di militer Prancis. Karena kemampuannya di bidang militer memang mumpuni, ia cepat naik pangkat. Ketika Prancis dalam keadaan kacau setelah revolusi Prancis pada tahun 1789, bisa dibilang Napoleon berhasil “berperan” dengan baik.

Puncaknya tentu saja ketika Napoleon mengangkat dirinya sendiri menjadi kaisar pada tahun 1804, di mana ia meletakkan mahkotanya dengan tangannya sendiri, bukan dimahkotai oleh tokoh gereja seperti kebanyakan kerajaan atau kekaisaran lain.

Setelah itu, ia mengangkat Josephine, istrinya saat itu, untuk menjadi empress atau permaisuri. Tidak cukup menjadi kaisar Prancis, Napoelon juga mengangkat dirinya sebagai raja Italia pada tahun 1805.

Mungkin kisah yang paling kita ketahui tentang Napoleon setelah berhasil menjadi kaisar adalah tentang bagaimana ia bisa menguasai benua Eropa dengan cepatnya. Dalam perjalanannya, ia menjadikan saudara-saudaranya untuk menjadi raja di negara lain.

Bagaimana Napoleon Bernepotisme

Louis Napoleon, Raja Belanda (Wikipedia)

Dengan status kaisar yang berhasil menakhlukkan banyak negara lain, Napoleon jelas punya kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingannya sendiri. Hal tersebut jelas ia manfaatkan dengan baik: ia jadikan saudara-saudaranya menjadi raja juga.

Louis ia jadikan raja di Belanda (1806–1810), Joseph menjadi raja di Naples atau Napoli (1806–1808), Jérôme menjadi raja Westphalia (1807–1813, sekarang wilayah Jerman), hingga Joseph menjadi raja Spanyol (1808–1813).

Namun, bisa dilihat kalau waktu kekuasaan saudara-saudara Napoleon tersebut tidak berlangsung lama. Salah satu penyebabnya tentu saja karena penduduk asli negara tersebut tidak berkenan untuk dipimpin oleh orang asing.

Contoh yang paling terkenal adalah pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Spanyol. Secara memalukan, pasukan Napoleon berhasil dikalahkan oleh pasukan gerilya. Kabar ini tersebar ke seluruh Eropa, memantik semangat negara lain untuk memukul balik Prancis.

Selain itu, demi melanggengkan kekuasaannya, tentu ia harus memiliki keturunan, sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh Josephine. Oleh karena itu, Napoleon memutuskan untuk bercerai dengannya dan menikahi Marie Louise, putri kerajaan Austria.

Napoleon II (Wikipedia)

Melalui pernikahan tersebut, Napoleon dikarunia seorang anak yang dikenal dengan nama Napoleon II. Saat Napoleon lengser dari kursi kekaisarannya pada tahun 1814 dan dibuang ke pulau Elba, Napoleon II yang baru berusia tiga tahun ditampuk menjadi pengganti.

Namun, Napoleon II hanya beberapa minggu berkuasa, sebelum akhirnya digantikan oleh Louis XVIII. Selain itu, Napoleon II juga berumur pendek. Ia meninggal ketika berusia 21 tahun karena penyakit tuberculosis.

Kembali ke Napoleon, ia sempat kembali menjadi kaisar pada tahun 1815 untuk jangka waktu yang pendek. Namun, setelah ia mengalami kekalahan terakhirnya, ia dibuang jauh-jauh ke pulau St. Helena.

Lantas, apakah nepotisme Napoleon berhenti ketika ia turun takhta sebagai kaisar? Jika melihat tahun berakhirnya kekuasaan saudara-saudaranya, bisa dikatakan begitu. Tidak ada Napoleon, maka tidak ada yang menjadi “pelindung” bagi saudara-saudaranya.

Napoleon III (Britannica)

Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1842, Louis Napoleon Bonaparte atau Napoleon III yang merupakan keponakan Napoleon dan anak dari Louis berhasil menjadi presiden Republik Prancis pertama.

Namun, mungkin karena terinspirasi dari pamannya, Napoleon III mengubah statusnya dari presiden menjadi kaisar pada tahun 1852. Artinya, ia mengubah status republik negaranya kembali menjadi kekaisaran.

Napoleon III berkuasa lebih lama dari pamannya, di mana ia menjadi kaisar hingga tahun 1870 atau sekitar 18 tahun (total 22 tahun jika dihitung sejak ia menjadi presiden) setelah mengalami kekalahan atas Prusia. Ia meninggal pada tahun 1873,

Penutup

Nepotisme bisa dilakukan dengan mudah oleh Napoleon Bonaparte karena statusnya sebagai kaisar di sebuah negara monarki. Mungkin karena takut kekuasaannya bisa hilang, ia pun berusaha melanggengkan kekuasaannya dengan menempatkan saudara-saudaranya sendiri di posisi-posisi penting.

Namun, kita bisa melihat kalau nepotisme yang Napoleon lakukan tidak berakhir dengan baik. Kekaisarannya berakhir dalam waktu kurang dari 10 tahun, kekuasaan saudara-saudaranya bahkan lebih pendek, bahkan berakhir sebelum Napoleon turun takhta.

Kalau di negara demokrasi seperti Indonesia, nepotisme seperti itu seharusnya tidak mungkin dilakukan, bukan? Atau justru sedang terjadi, dengan cara yang lebih halus sehingga orang menjadi tidak sadar kalau nepotisme sedang berlangsung?


Lawang, 31 Mei 2024, terinspirasi setelah menonton film Napoleon

Foto Featured Image: COVE

Sumber Artikel:

Continue Reading

Tokoh & Sejarah

Mengapa Yudhistira yang Bijak Bermain Dadu?

Published

on

By

Melihat semakin maraknya kasus judi online di masyarakat yang sangat memprihatinkan hingga melibatkan banyak streamer game, Penulis jadi teringat oleh salah satu kisah pewayangan yang terkenal.

Yudhistira yang merupakan sulung para Pandawa pun pernah terlilit masalah karena masalah judi. Padahal, ia dikenal sebagai sosok raja yang bijaksana. Namun, ternyata seorang yang bijaksana pun harus terkena getah karena bermain judi.

Lantas, mengapa Yudhistira bermain judi dalam bentuk dadu? Apa konsekuensi yang harus diterima olehnya (dan keluarganya) karena kalah dalam perjudian tersebut? Semuanya akan berusaha Penulis ringkas melalui tulisan ini.

Latar Belakang Yudhistira

Yudhistira, atau kerap disebut Puntadewa dalam pewayangan Jawa, merupakan anak sulung dari pasangan Pandu dan Kunti dari Dinasti Kuru. Menariknya, ia lahir berkat bantuan Dewa Yama (Dharma) karena Pandu terkena kutukan akan meninggal jika berhubungan badan.

Dalam Dinasti Kuru, Pandu diangkat menjadi raja karena kakaknya, Dretarastra, mengalami kebutaan sejak lahir. Namun, setelah Pandu terkena kutukan, ia memilih untuk menepi dan membuat kakaknya memimpin kerajaan Hastinapura untuk sementara.

Lantas, setelah Pandu meninggal karena melanggar kutukan Resi, Yudhistira bersama keempat saudaranya (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) dan Kunti pun kembali ke kerajaan dan mendapatkan bimbingan dari beberapa tokoh seperti Bisma dan Resi Drona.

Sebagai anak dari Pandu, para Pandawa kerap berselisih dengan sepupu mereka yang merupakan anak-anak Drestarastra, yakni para keseratus Kurawa yang disulungi oleh Duryodhana. Bumbu-bumbu perebutan takhta pun telah tercium.

Saat Yudhistira beranjak dewasa, artinya status Drestarastra sebagai raja sementara pun akan segera dikembalikan ke keturunan Pandu. Hal ini tidak diinginkan Duryodhana. Maka berbagai rencana jahat pun mulai dilakukan.

Salah satu kisah yang paling terkenal adalah insiden pembakaran Laksagraha, sebuah istana yang terbuat dari lilin. Yudhistira bersama saudara dan ibunya selamat dari kejadian tersebut, lalu memutuskan untuk pergi dari Hastinapura.

Terbaginya Hastinapura Menjadi Dua

Setelah pergi dari Hastinapura dan mengasingkan diri, Arjuna berhasil memenangkan sayembara untuk menikahi Drupadi. Namun, karena kesalapahaman Kunti, pada akhirnya Drupadi menjadi istri dari kelima Pandawa.

(Catatan: Di versi pewayangan Jawa, Drupadi hanya menikah dengan Yudhistira)

Para Pandawa pun kembali ke Hastinapura setelah menikahi Drupadi, menuntut hak mereka atas kerajaan. Karena pihak Kurawa enggan mengembalikan kerajaan tersebut dan demi menghindari perselisihan, akhirnya Hastinapura pun dibagi menjadi dua.

Yudhistira pun menjadi raja di kerajaan yang diberi nama Indraprastha (atau lebih terkenal dengan nama Amarta dalam pewayangan Jawa). Dibangun dari hutan “angker” yang ditinggalkan, kerajaan Indraprastha memiliki sebuah istana yang begitu megah.

Ketika mengadakan upacara Rajasuya, Yudhistira mengundang raja-raja dari kerajaan lain, termasuk Duryodhana. Saat memasuki istana Indraprastha, Duryodhana merasa kagum dengan kemegahan istana tersebut.

Ada satu kejadian memalukan di mana Duryodhana mengira lantai sebagai air, dan mengira air sebagai lantai. Hal ini membuat Bima tertawa terbahak-bahak, sekaligus menimbulkan perasaan dendam yang teramat besar pada diri Duryodhana.

Undangan Bermain Dadu

Kemegahan istana Indraprastha membuat Duryodhana ingin menguasainya. Ia pun berkonsultasi dengan paman sekaligus penasehatnya, Sengkuni. Akhirnya mereka pun mengundang Yudhistira untuk bermain dadu (baca: judi) melalui Drestarastra.

Meskipun terkenal sebagai raja yang bijaksana, ada versi yang menyebutkan kalau Yudhistira sebenarnya menyukai permainan dadu. Namun, ada versi lain yang menyebutkan bahwa sebenarnya Yudhistira sangat menentang judi karena tidak membawa kebaikan.

Di sisi lain, karena yang mengundang pamannya sendiri, ia merasa perlu menghargai undangan tersebut dengan cara menghadirinya. Apalagi, Yudhistira pada dasarnya adalah orang yang selalu berprasangka baik kepada orang lain, bahkan kepada Duryodana.

Oleh karena itu, undangan tersebut ia anggap sebagai ajakan bermain dari keluarga tanpa ada prasangka negatif. Apalagi, pasti ada konsekuensi jika ia sampai menolak undangan bermain dadu dari kerajaan lain, seperti dianggap pengecut atau bahkan hingga memicu perang.

Permainan dadu pun diadakan di Hastinapura. Sama seperti kasus judi online kebanyakan, awalnya Yudhistira diberi kemenangan oleh pihak Duryodana dan Sengkuni. Taruhan yang semula kecil-kecilan, pada akhirnya semakin menjadi tidak masuk akal.

Yudhistira pada satu titik akhirnya mempertaruhkan seluruh kerajaan Indraprastha, yang menjadi target sebenarnya permainan judi tersebut diadakan. Tentu saja hal tersebut berakhir dengan kekalahan karena permainan tersebut memang sudah di-setting oleh Sengkuni.

Meskipun telah kehilangan kerajaannya, Yudhistira seolah menjadi gelap mata seperti para pemain judi online yang terus berharap kemenangan di ronde berikutnya. Bayangkan, ia mempertaruhkan para saudaranya, dirinya sendiri, bahkan istrinya Drupadi.

Drestarastra yang merasa tidak tega melihat keponakannya begitu terhina akhirnya memerintahkan Duryodana untk mengembalikan semuanya, yang berat hati ia lakukan. Akhirnya judi dilakukan ulang, dengan taruhan yang kalah harus mengasingkan diri.

Seolah tidak belajar dari kesalahan, Yudhistira pun kembali bermain dan tentu saja kalah lagi. Alhasil, ia bersama saudara, istri, dan ibunya pun harus mengasingkan diri selama 12 tahun ditambah 1 tahun menyamar tanpa boleh ketahuan pihak Kurawa.

Kelak, setelah mengasingkan diri dan menyamar tanpa ketahuan, Yudhistira datang ke Duryodana untuk meminta kembali Indraprastha. Namun, Duryodana menolak untuk menyerahkannya. Yudhistira melunak dengan meminta lima desa saja, tapi tetap ditolak.

Hal inilah yang akhirnya memicu Perang Mahabharata yang amat dahsyat di kemudian hari, sebuah perang dengan jumlah korban yang tidak main-main. Sebuah pertempuran antara satu dinasti yang memperebutkan takhta, yang bisa terjadi karena diawali oleh judi.

Penutup

Bayangkan, dari sebuah karya kuno yang ditulis ribuan tahun lalu, sebenarnya kita bisa belajar mengenai betapa destruktifnya permainan dadu bagi para pemainnya. Yudhistira yang bijak pun harus merasakan pahitnya kekalahan bermain judi.

Sengkuni pun masih hadir di dunia perjudian saat ini dalam bentuk bandar-bandar judi yang sudah mengatur permainan agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak-banyak dari para pemain yang telah gelap mata dan terus berharap di game selanjutnya akan menang.

Meskipun tidak bisa dijustifikasi, alasan Yudhistira menerima ajakan bemain dadu adalah demi menghormati pamannya, yang ia anggap sebagai ayahnya sendiri. Ia terlalu berprasangka baik, dengan bepikir tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi.

Nah, kalau “Yudhistira-Yudhistira” di era modern, apa alasan mereka untuk bermain judi? Kemungkinan besar adalah karena menyimpan harapan bisa meraup uang banyak dengan cara mudah, tanpa menyadari ada “Sengkuni” di balik permainan tersebut.


Lawang, 16 Oktober 2023, terinspirasi dari adanya kasus judi online yang semakin meresahkan

Foto Featured Image: Apartment Therapy

Sumber Artikel:

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan