Connect with us

Olahraga

Lewis Hamilton Buktikan Bahwa Dirinya Belum Habis

Published

on

Ketika nonton Formula 1 (F1), salah satu tanda kalau balapannya membosankan bagi Penulis adalah ketika dirinya sering mengecek HP. Nah, di British GP yang baru saja usai malam ini (7/7), Penulis hampir tidak pernah mengecek HP sama sekali karena memang seru balapannya!

Dari awal balapan hingga finis, ada saja momen yang membuat kita merasa kalau hasil balapan akan berbeda. Bayangkan saja, total ada lima pembalap berbeda yang pernah memimpin jalannya balapan.

Pada akhirnya, Lewis Hamilton berhasil memutus puasa kemenangannya sejak yang terakhir ia raih pada tahun 2021 silam. Tidak hanya itu, Hamilton juga berhasil mencetak beberapa rekor baru yang rasanya akan sulit untuk dikejar oleh pembalap lain di masa depan.

Momen-Momen Seru di British GP

Banyak Momen yang Seru (Planet F1)

Masing-masing pembalap memiliki momen serunya sendiri di British GP, walau ada yang harus bernasib apes. Adanya hujan yang mampir sebentar menjadi salah satu faktornya, walau ada faktor lain seperti rusaknya mobil atau kesalahan strategi.

George Russel (Mercedes) contohnya, yang sejatinya berhasil meraih pole position dan start dari posisi terdepan. Namun, posisinya sempat tersalip oleh Hamilton dan Norris. Lebih apesnya lagi, mobilnya mengalami masalah pada water system sehingga harus DNF.

Lando Norris (McLaren) pun demikian. Sempat di atas angin dan memimpin balapan cukup lama, keputusannya untuk menggunakan ban Soft setelah hujan berakibat fatal. Bukan hanya tak mampu mengejar Hamilton di depan, ia justru berhasil disalip oleh Verstappen.

Omong-omong soal Max Verstappen (Red Bull), meneer Belanda ini memang edan. Sepanjang balapan, ia terlihat kesulitan dengan mobilnya hingga tercecer ke posisi 5, bahkan hampir saja disalip oleh Sainz.

Namun, namanya juga Verstappen, ia berhasil membalikkan keadaan setelah hujan. Memutuskan untuk menggunakan ban Hard, kecepatan Verstappen sangat gila. Selain berhasil menyalip Norris, Verstappen juga terus memotong jaraknya dengan Hamilton. Seandainya lap masih tersisa banyak, Verstappen akan keluar menjadi juaranya.

Verstappen bersaing ketat dengan Oscar Piastri (McLaren) untuk mencatakan fastest lap. Di lap-lap terakhir, mereka saling bergantian mencatatkan waktu fastets lap, walaupun plot twist-nya justru Carlos Sainz (Ferrari) yang berhasil meraihnya di lap terakhir.

Piastri sendiri cukup bernasib apes. Keputusan McLaren untuk tidak melakukan double stack (pit dua mobil sekaligus) seperti Mercedes membuatnya banyak kehilangan waktu karena menggunakan ban kering di sirkuit basah.

Namun, nasib Piastri tidak seburuk Sergio Perez (Red Bull) dan Charles Lelcrec (Ferrari) yang seolah menjadi “tumbal” timnya. Bagaimana tidak, mereka mendapatkan ban Intermediate lebih awal dan akibatnya balapan mereka menjadi tidak karuan.

Sejujurnya Penulis merasa heran dengan performa amburadul dari Perez. Bukannya membaik, perfomanya justru makin menurun setelah menandatangani kontrak baru dengan Red Bull. Jika terus seperti ini, bukan tidak mungkin kontraknya akan diputus.

Terakhir sebelum masuk ke menu utama tulisan ini, apresiasi juga perlu diberikan kepada Nico Hulkenberg (Haas) yang berhasil finis di posisi ke-6 secara dua kali beruntun. Ia berhasil menjaga duo Aston Martin di belakangnya dan membuat posisi Haas di klasemen semakin mendekat ke RB Honda RBPT.

Lewis Hamilton sang Legenda Hidup yang Belum Habis

Lewis Hamilton (RaceFans)

Sekarang kita masuk ke menu utamanya: Lewis Hamilton. Pembalap dengan gelar Sir ini mampu menjalani balapan yang rapi tanpa kesalahan. Kemenangan yang ia raih di British GP ini seolah membuktikan kalau ia, yang akan pindah ke Ferrari musim depan, masih belum habis.

Kemenangan ini juga terasa sangat emosional bagi Hamilton. Setelah melewati bendera finis, ia menangis bahkan setelah memarkirkan mobilnya di dekat paddock. Ia kembali menangis ketika dipeluk oleh ayahnya, yang selalu setia memberikan support untuk anaknya.

Hal tersebut wajar saja, karena Hamilton yang merupakan juara dunia tujuh kali telah cukup lama absen meraih podium tertinggi. Bayangkan, kemenangan terakhirnya ia dapatkan pada Saudi Arabia GP pada tahun 2021. Artinya, sudah 2,5 tahun ia tak memenangkan balapan.

Kemenangan ini terasa lebih manis karena setidaknya ada dua rekor baru yang tercipta. Pertama, Hamilton memperpanjang rekor total kemenangannya menjadi 104 kemenangan. Sebagai informasi, Verstappen saat ini telah meraih 61 kemenangan. Apakah sang meneer berhasil melewati rekor tersebut? Mari kita nantikan saja.

Rekor yang kedua adalah Hamilton berhasil menjadi pembalap dengan kemenangan terbanyak di satu sirkuit. Total, ia telah berhasil menang di sirkuit Silverstone sebanyak 9 kali. Rekor ini bisa bertambah di Hungarian GP yang akan datang, karena Hamilton sudah menang 8 kali di sana.

Penulis tidak pernah menjadi penggemar Hamilton. Namun, kemenangan yang emosional ini berhasil membuat Penulis ikut merasa senang untuk Hamilton. Tentu tak mudah bagi seorang yang terbiasa menang untuk terus melihat orang lain meraih kemenangan.

Meskipun rasanya sulit untuk melihat ada pembalap lain yang bisa menggusur Verstappen dari puncak klasemen pembalap, setidaknya balapan musim ini lebih seru dan menarik jika dibandingkan dengan musim 2023 kemarin yang terlalu didominasi oleh Red Bull.

Meskipun Verstappen telah menang 8 dari 12 balapan yang sudah digelar, hingga British GP sudah ada lima pembalap berbeda yang telah meraih kemenangan musim ini. Selain Verstappen, ada Lelcrec, Norris, Russel, dan terbaru Hamilton. Semoga saja setelah Hamilton, akan ada pembalap lain yang berhasil menjadi juara.


Lawang, 7 Juni 2024, terinspirasi setelah menonton British GP yang seru dan tidak membosankan

Foto Featured Image: The Mirror

Sumber Artikel:

Olahraga

Rasanya Oscar Piastri Suatu Saat akan Jadi Juara Dunia

Published

on

By

Setelah GP Inggris yang berhasil dimenangkan oleh Lewis Hamilton, Penulis tidak berekspektasi banyak dengan balapan-balapan selanjutnya. Ternyata, Penulis salah, karena GP Azerbaijan juga tak kalah seru dan banyak drama!

GP Azerbaijan sendiri berhasil dimenangkan oleh Oscar Piastri dari Mclaren. Ini merupakan kemenangan keduanya sepanjang kariernya, setelah kemenangan awkward yang ia dapatkan pada GP Hungaria.

Melalui balapan yang dilalui oleh Piastri kemarin malam, entah mengapa Penulis semakin yakin kalau pembalap asal Australia tersebut berpotensi untuk menjadi juara dunia di masa depan. Ada banyak champion factors yang Penulis rasa ia miliki.

Jalannya GP Azerbaijan

Sebelumnya, mari kita bahas sedikit tentang GP Azerbaijan kemarin. Penulis sendiri tidak bisa menontonnya secara live karena kebetulan balapannya yang berlangsung pada pukul 18:00 WIB bersamaan dengan acara masjid di tempat tinggal Penulis.

Pole position sendiri berhasil diraih oleh Charles Leclerc. Ini adalah pole keempat secara beruntun yang berhasil ia raih di Azerbaijan. Namun, tiga edisi sebelumnya ia selalu gagal mengonversinya menjadi kemenangan.

Lantas, apakah kali ini ia berhasil mematahkan kutukannya seperti yang ia lakukan pada GP Monaco silam? Ternyata tidak, karena sekali lagi gelar juara luput dari tangannya setelah direbut oleh Piastri.

Piastri yang memang berada di belakang Leclerc hampir di setiap lap berhasil melakukan manuver dive bomb secara mulus dan tanpa kesalahan. Setelah itu, ia mampu bertahan dari manuver-manuver Leclerc hingga garis finis, apalagi degradasi ban Leclerc juga lebih parah.

Omong-omong soal finis, ada plot twist yang melibatkan Sergio Perez dan Carlos Sainz. Dua lap sebelum finis, Leclerc yang sudah tak mampu mengejar Piastri justru dikejar oleh Perez. Saat keduanya beradu, Sainz tiba-tiba menyalip Perez.

Nah, saat keduanya beradu di lintasan lurus, mereka justru bersenggolan dan mengakibatkan keduanya DNF. Dalam video tayangan ulang, kita bisa melihat kalau memang Sainz agak ke kiri, tapi Perez pun sebenarnya masih punya banyak ruang kosong di sisi kirinya.

Perez sangat marah dengan kecelakaan tersebut karena ini bisa dibilang salah satu performa terbaiknya setelah sekian balapan tampil underperform. Apalagi, hasil ini membuat Red Bull akhirnya berhasil dilewati oleh Mclaren di klasemen konstruktor dengan keunggulan 20 poin.

Max Verstappen yang selama ini menggendong Red Bull pun tampaknya tak mampu berbuat banyak. Dengan berbagai masalah yang ia temui di mobilnya, ia finis di belakang Lando Norris yang membuat jarak mereka berdua kembali terpangkas.

Hal menarik lain yang perlu dibahas adalah bagaimana George Russel kembali mendapatkan “giveaway” podium setelah kecelakaan yang menimpa Perez dan Sainz. Memang, terkadang hoki itu menentukan prestasi.

Oh, satu lagi, dua pembalap rookie, Franco Colapinto (William) dan Oliver Bearman (Haas) juga sama-sama berhasil mendulang poin pada balapan ini. Bearman sendiri dipastikan akan menjadi pembalap Haas musim depan, sedangkan nasib Colapinto belum diketahui.

Colapinto, yang menggantikan Logan Sargeant, seolah membuktikan kalau dirinya memang pantas untuk mendapatkan kursi F1. Di sisi lain, Bearman juga mencatatkan rekor menarik sebagai pembalap pertama yang meraih poin di dua balapan perdananya dengan dua tim yang berbeda.

Apa yang Membuat Piastri Layak Menjadi Juara Dunia

Kemenangan Solid dari Piastri (The Peninsula Qatar)

Sekarang mari kita bicara tentang Piastri. Menurut Penulis, balapan kemarin merupakan salah satu performa terbaiknya sepanjang kariernya di F1. Manuvernya dalam menyalip Leclerc, manajemen bannya, hingga aksi bertahannya perlu diacungi jempol.

Mungkin dalam beberapa balapan ia terlihat kurang memiliki pace seperti yang terlihat pada GP Hungaria. Namun, sebenarnya kualitas yang ia miliki bisa dibilang cukup luar biasa, apalagi jika mengingat ini baru musim keduanya di F1.

Banyak orang berpendapat kalau Piastri adalah Kimi Raikkonen versi baik. Ketenangannya luar biasa di usianya yang sangat muda (Piastri kelahiran tahun 2001). Mau dalam keadaan tertekan sekalipun seperti balapan kemarin, ia tetap bisa mengendalikan emosinya.

Ia juga bukan tipe yang meledak-ledak bahkan setelah meraih kemenangan sekalipun. Ia juga rasanya tak pernah terdengar marah-marah di radio, bahkan dalam kondisi yang merugikan dirinya sekalipun.

Walau tenang, di arena balapan, ia bisa berubah menjadi monster yang menakutkan. Pada GP Azerbaijan kemarin, ia mengabaikan instruksi tim untuk “bermain aman” dan memilih untuk mengikuti intusinya sebagai seorang juara. Hasilnya, ia terbukti benar.

Selama beberapa tahun terakhir, terutama di era dominasi Hamilton dan Verstappen, ada banyak nama pembalap muda yang dianggap layak untuk menjadi juara dunia. Contohnya adalah Leclerc dan Norris.

Namun, keduanya dianggap tak mampu balapan di bawah tekanan dan kerap melakukan blunder tak perlu. Alhasil, potensi mereka kerap dianggap sia-sia karena dianggap kurang punya mentalitas juara.

Nah, Piastri berbeda. Banyak penggemar yang menganggap kalau ia lebih memiliki mental juara dibandingkan para seniornya tersebut. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh dramanya ketika akan masuk ke dalam F1.

Seperti yang kita tahu, waktu Sebastian Vettel memutuskan untuk pensiun pada tahun 2022, terjadi efek domino. Fernando Alonso memutuskan untuk pindah dari Alpine ke Aston Martin untuk mengisi kekosongan tersebut.

Setelah itu, Alpine langsung mengumumkan Piastri akan menjadi pembalap mereka musim depan. Hal ini langsung dibantah oleh Piastri dengan mengatakan kalau ia belum menandatangani kontrak apapun. Plot twist-nya, ia justru bergabung dengan Mclaren.

Dengan beberapa faktor tersebut, entah mengapa Penulis meyakini kalau suatu hari Piastri bisa menjadi seorang juara dunia, baik dengan Mclaren maupun dengan tim lain. Mari kita nantikan saja apakah prediksi ini akan benar-benar terjadi atau tidak.


Lawang, 16 September 2024, terinspirasi setelah menonton GP Azerbaijan

Foto Featured Image: CNN

Continue Reading

Olahraga

Asa Mclaren Rebut Gelar Juara dari Red Bull Terhadang Papaya Rules

Published

on

By

Ketika Formula 1 memasuki awal musim 2024, banyak penggemar yang menginginkan musim ini di-skip saja dan langsung masuk ke musim 2025. Alasannya jelas, karena Max Verstappen dan Red Bull begitu mendominasi.

Bayangkan, dalam 10 balapan pertama, Verstappen berhasil memenangkan tujuh di antaranya. Kemenangan Verstappen hanya berhasil direbut oleh Carlos Sainz (GP Australia), Lando Norris (GP Miami), dan Charles Leclerc (GP Monaco).

Namun, dalam enam balapan terakhir, Verstappen dan Red Bull terlihat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan, pesaing terdekat mereka, Lando Norris dan Mclaren, terlihat mulai mendekat dengan sangat cepat.

Penurunan Performa Red Bull dan Potensi Kehilangan Gelar Juara

Verstappen dan Red Bull Pusing (GPblog)

Dalam enam balapan terakhir, pemenangnya cukup bervariasi. Mercedez berhasil mendapatkan tiga kemenangan, mulai dari “rezeki tak ke mana” George Russel di GP Austria, kemenangan emosional Hamilton di GP Inggris dan giveaway di GP Belgia

Selain Mercedes, Mclaren juga sering berhasil merebut kemenangan di GP Belanda melalui Norris dan kemenangan awkward Oscar Piastri di GP Hungaria. Terbaru, Leclerc berhasil mendapatkan kemenangan keduanya musim ini di GP Italia dengan gemilang.

Puasa kemenangan hingga enam balapan membuat posisi Verstappen di puncak klasemen mulai goyang. Meskipun dalam enam balapan tersebut ia konsisten masuk setidaknya enam besar, selisih poinnya dengan Norris menipis hingga tinggal 62 poin saja.

Norris sendiri cukup kompetitif dan mobil Mclaren memang sedang kencang-kencangnya. Setelah insiden di GP Austria yang membuatnya DNF, ia berhasil naik podium empat kali dari lima kesempatan. Tiga di antaranya berhasil di atas Verstappen.

Klasemen konstraktor malah lebih tipis lagi. Saat ini, selisih antara Red Bull dan Mclaren hanya tersisa 8 poin! Salah satu faktor pendukungnya adalah performa Sergio Perez yang benar-benar anjlok, di saat duo Mclaren sama-sama konsisten di papan atas.

Yups, Piastri sendiri cukup mampu mengimbangi performa Norris. Dalam enam balapan terakhir, ia selalu konsisten masuk ke empat besar. Di klasemen, ia sekarang berada di posisi empat, selisih 44 poin dengan Norris di peringkat dua.

Nah, normalnya dalam Formula 1, tim akan memiliki pembalap prioritas yang (biasanya) dipilih berdasarkan siapa yang di klasemen lebih berpeluang untuk juara. Kita sudah sering melihat hal ini, seperti Ferrari di era Michael Schumacher atau Red Bull di era Sebastian Vettel.

Masalahnya, tampaknya Mclaren tidak menyukai team order seperti itu dan memutuskan untuk menerapkan Papaya Rules, yang intinya mempersilakan kedua pembalapnya untuk bersaing secara sehat selama tidak merugikan tim.

Mclaren yang Ogah Terapkan Team Order

Mclaren Harusnya Prioritaskan Norris (F1)

Lho, bukannya bagus karena menjunjung tinggi sportivitas? Jawabannya bisa benar, bisa salah. Bagi Mclaren yang terakhir kali juara pembalap pada tahun 2008 melalui Lewis Hamilton, bisa jadi itu keputusan yang salah.

Mclaren seolah sudah terlalu lama menjadi tim papan tengah, sehingga terkesan tidak siap ketika mereka memiliki kesempatan untuk menjadi juara baik dari segi pembalap maupun konstraktor. Padahal, saat ini mereka telah memiliki mobil yang sangat mumpuni.

Norris sendiri telah lama “mengabdi” untuk Mclaren sejak musim 2016, sehingga sangat masuk akal jika ia menjadi pembalap prioritas. Piastri yang baru bergabung musim lalu pun pasti bisa menerima keputusan tim, apalagi statusnya sebagai rookie.

Jika Mclaren tidak bisa memberi ketegasan kepada kedua pembalapnya, bisa-bisa justru akan merusak keharmonisan tim yang bisa berakibat lepasnya gelar juara. Norris bisa saja merasa kesal karena tidak diprioritaskan dan tidak mendapatkan bantuan dari Piastri.

Di sisi lain, Norris pun harus bisa meningkatkan performanya. Musim ini ia berhasil mendapatkan empat Pole Position, tapi tiga kali ia gagal mengonversinya menjadi kemenangan akibat buruknya start yang ia lakukan.

Idealisme yang dimiliki oleh Mclaren memang bagus, tapi rasanya kurang cocok diterapkan jika risikonya adalah membuat Norris harus mengubur mimpinya untuk menjadi juara dunia. Selisih poinnya dengan Verstappen benar-benar tipis, dengan delapan sirkuit tersisa.

Untuk gelar juara konstruktor mungkin relatif bisa direbut, mengingat bagaimana anjloknya Perez dan penurunan performa yang dialami oleh Red Bull. Sungguh, tak salah apabila Mclaren melakukan Asa Mclaren Rebut Gelar Juara dari
Red Bull Terhadang Papaya Rules

untuk memastikan gelar juara dunia pembalap diraih oleh Norris.


Sumber Featured Image: F1

Continue Reading

Olahraga

Musim Baru, Pemain Baru, MU-nya Masih Sama

Published

on

By

Setiap awal musim, para penggemar Manchester United (MU) di seluruh dunia menaruh harapan yang besar untuk klubnya. Tak sedikit yang menyebutkan kalau musim ini akan terjadi tsunami trofi, yang sayangnya hingga saat ini belum pernah terjadi.

Musim ini pun begitu, dan tampaknya hasilnya juga akan sama saja seperti musim-musim sebelumnya. Bagaimana tidak, liga baru berjalan tiga pertandingan, MU sudah menelan dua kali kekalahan.

Kekalahan yang terbaru terasa lebih menyakitkan karena didapatkan dari rival abadinya, Liverpool, dengan skor telak 0-3. Padahal di awal musim, MU tampak meyakinkan setelah Sir Jim Ratcliffe dan INEOS melakukan banyak perubahan, termasuk membeli pemain yang tepat.

Gebrakan yang Dibuat Sir Ratcliffe di Awal Musim

Sir Ratcliffe Pusing Melihat Permainan MU (Goal)

Beberapa tahun terakhir, MU kerap ditertawakan karena sering membeli pemain overpriced. Padahal, pemain yang dimiliki memiliki kualitas yang biasa-biasa saja. Contoh mudahnya adalah Jadon Sancho dan Antony.

Di musim ini, MU tampak telah belajar dari kesalahan tersebut dengan melakukan pembelian pemain yang masuk akal. Tidak hanya itu, pembelian yang dilakukan juga melihat kebutuhan tim, posisi mana yang membutuhkan pemain baru.

Berikut adalah daftar pemain baru MU, tidak termasuk pembelian pemain muda yang tidak masuk ke dalam tim ini:

  1. Leny Yoro (LOSC Lille | €62.00m)
  2. Manuel Ugarte (Paris Saint-Germain | €50.00m)
  3. Matthijs de Ligt (Bayern Munich | €45.00m)
  4. Joshua Zirkzee (Bologna FC | €42.50m)
  5. Noussair Mazraoui (Bayern Munich | €15.00m)

MU punya permasalahan besar di lini belakang, yang bisa dilihat dari defisitnya selisih gol mereka di musim kemarin. Oleh karena itu, Penulis mengapresiasi langkah manajemen MU yang baru di bawah Sir Ratcliffe yang mendatangkan dua bek, satu bek kanan, dan satu gelandang bertahan.

Dari sisi kepelatihan, ada beberapa perombakan. Yang paling fenomenal tentu saja mendatangkan mantan striker legendaris MU, Ruud van Nisterlooy, untuk menjadi asisten Erik Ten Hag.

Sir Ratcliffe juga menyebutkan akan memperbaiki fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh MU, termasuk stadion dan markas latihan. Dengan langkah-langkah tersebut, wajar jika penggemar MU menjadi banyak berekspetasi ke klub yang belakangan sering menyakiti mereka ini.

Ternyata MU Tetap Melawak

MU Bikin Penggemarnya Garuk-Garuk Kepala (The Independent)

Penulis menonton ketiga pertandingan MU di awal musim ini, bahkan rela tetap berlangganan Vidio meskipun biayanya bertambah cukup banyak. Penulis secara pribadi penasaran dengan perubahan seperti apa yang akan terjadi di musim ini.

Ternyata, memang perubahan itu tidak bisa terjadi secara instan. MU bisa dibilang tampil cukup buruk dalam tiga pertandingan pertamanya. Kemenangan pertamanya melawan Fulham tidak terlalu impresif, bahkan gol yang dicetak Zirkzee terjadi menjelang pertandingan berakhir.

Saat melawan Brighton, Penulis sudah feeling hasilnya akan kurang baik karena MU kerap kalah ketika berhadapan dengan tim ini. Benar saja, Brighton berhasil menang 2-1 melalui gol di injury time.

Penulis benar-benar tak habis pikir dengan gol Joao Pedro yang dicetak pada menit 90+5. Saat proses gol terjadi, benar-benar tidak ada satu pun pemain yang menjaganya sehingga ia bisa menyundul bola dengan mudahnya ke gawang Onana.

Puncaknya tentu saja ketika MU dibabat habis oleh Liverpool di kandang. Dua blunder yang dilakukan oleh Casemiro membuat Liverpool berhasil unggul 2-0 di babak pertama melalui sontekan Luis Diaz. Permainan Casemiro di pertandingan tersebut memang benar-benar parah.

Ten Hag bereaksi cepat dengan menggantinya dengan pemain muda Toby Collyer di babak kedua, tapi tetap saja level permainan MU seolah berada jauh di bawah Liverpool. Bahkan, Mainoo juga melakukan blunder yang akhirnya dimanfaatkan dengan baik oleh Salah.

Jika ditanya apa yang salah dengan MU, jujur Penulis sendiri pun tidak bisa menjawabnya. Jika pertanyaan serupa diajukan ke penggemar Chelsea, mungkin mereka bisa menjawab manajemen di era Todd Boehly benar-benar membuat tim menjadi amburadul.

Nah, MU ini manajemen udah mulai dirombak, staf kepelatihan diganti, pemain bagus didatangkan, stadion dan fasilitas diperbaiki. Kalau semuanya baru, lantas mengapa MU tetap seperti musim-musim sebelumnya yang enggak jelas mainnya?

Memang semua butuh proses, tapi penggemar MU pasti akan mengatakan prosesnya sudah terlalu lama. Memang kita harus move on dari masa-masa keemasan Sir Alex Ferguson, tapi ya ga sebobrok ini juga. MU ini tim bola yang penuh dengan sejarah.

Entah sampai kapan ujian ini akan terus berlangsung bagi penggemar MU. Satu yang pasti, mayoritas penggemar MU itu setia. Meskipun disakiti berkali-kali, kami akan tetap mendukung MU. Tentu, sesekali sambil misuh karena saking kesalnya.


Lawang, 2 September 2024, terinspirasi setelah menonton kekalahan MU atas Liverpool

Foto Featured Image: The Independent

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan