Connect with us

Olahraga

Balada Lionel Messi

Published

on

Dalam musim transfer akhir-akhir ini, berita tentang Barcelona dan Lionel Messi kerap menjadi headline dari media. Alasannya jelas, kontrak Messi habis pada tanggal 30 Juni kemarin.

Hingga tenggat waktu tersebut, tidak ada perpanjangan kontrak hingga akhirnya Messi berstatus tidak punya klub. Bayangkan, seorang Messi pun bisa jadi “pengangguran”.

Waktu itu, banyak yang berspekulasi penundaan pembicaraan kontrak terjadi karena Messi tengah fokus “menggendong” Argentina untuk bisa jadi juara Copa America, sesuatu yang belum pernah Messi lakukan untuk negaranya.

Hanya saja, banyak yang memprediksi kalau pada akhirnya Messi akan segera memperpanjang kontrak dengan Barcelona. Ada anggapan bahwa Barcelona adalah Messi dan Messi adalah Barcelona.

Sayang, realita pahit harus dihadapi fans sepakbola, terutama fans Barcelona.

Terganjal Salary Cap

Presiden La Liga, Javier Tebas (Football Espana)

Setelah Messi berhasil membawa Argentina juara, pembicaraan kontrak pun terjadi antara pihak Barcelona dan Messi. Bahkan, sang megabintang rela gajinya dipotong hingga 50% demi klub yang ia bela sejak kecil tersebut.

Kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat. Akan tetapi, Presiden Barcelona, Joan Laporta, mengatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan kontrak baru kepada Messi karena terhalang peraturan salary cap dari La Liga.

Salary cap adalah peraturan yang mengatur ambang batas gaji klub, di mana klub hanya boleh mengeluarkan anggaran gaji sebesar 110% dari total pemasukan.

Meskipun gaji Messi sudah dipotong setengahnya, Barcelona masih melewati ambang batas yang ditetapkan oleh La Liga. Alhasil, Barcelona pun tidak bisa memberikan kontrak baru kepada Messi.

Bullshit. Bagi Penulis, regulasi dari La Liga hanya dijadikan sebagai tameng oleh klub demi menutupi kebodohan yang telah mereka lakukan secara terang-terangan.

Kebodohan Barcelona

Presiden Barcelona, Joan Laporta (Barca Blaugranes)

Messi memang sempat memiliki keinginan untuk hengkang dari Barcelona tahun kemarin, tapi pada akhirnya ia memutuskan untuk tetap bertahan dengan sisa kontrak satu tahunnya.

Sayangnya, Barcelona pun terlihat kurang greget untuk menyodorkan kontrak baru yang bisa saja dilakukan pada bulan Januari kemarin, tidak perlu menunggu kontrak sang pemain habis di bulan Juni.

Jika memang Barcelona memprioritaskan Messi, seharusnya mereka tidak perlu mendatangkan pemain baru semacam Aguero, Depay, hingga Luis Garcia. Walaupun didatangkan secara gratis, mereka jelas akan menambah beban gaji pemain, kan?

Apalagi, mereka adalah pemain bintang sehingga nominal gajinya pun dipastikan lumayan besar. Kalau Barcelona memang sangat ingin Messi bertahan di klub, harusnya mereka selesaikan dulu kontrak baru Messi, baru urus pemain lain.

Penulis memang tidak suka dengan Barcelona yang notabene rival dari Real Madrid, klub yang dulu Penulis dukung. Hanya saja, melihat mereka kurang becus mengurus masalah kontrak pemain legenda mereka membuat Penulis kesal setengah mati.

Gaji Pemain yang Tak Sebanding dengan Performa

Countinho dan Griezmann (Bolaskor)

Salah satu yang membuat gaji Barcelona membengkak adalah kehadiran pemain-pemain seperti Coutinho dan Griezmann. Nama terakhir bahkan menjadi pemain dengan gaji ketiga tertinggi (Rp523 miliar/tahun).

Jika dibandingkan Messi, konstribusi keduanya untuk klub jelas kalah banyak. Hanya saja, Barcelona nampak kesulitan untuk melepas pemain-pemain bergaji tingginya.

Jelas saja, di era serba sulit seperti sekarang tidak banyak klub yang mampu menggaji tinggi pemain, apalagi untuk pemain yang gagal menunjukkan performa terbaiknya bersama klub.

Hal ini seolah menegaskan kalau Barcelona kerap melakukan blunder dalam kebijakan transfer pemain. Pernah ada satu akun Instagram yang membahas daftar transfer pemain yang flop dan pemain Barcelona berulang kali disebut.

Penulis membayangkan seandainya beberapa pemain Barcelona rela menandatangani kontrak baru dengan pemotongan gaji demi memberikan ruang untuk Messi. Sayangnya, realita tampaknya tidak sesederhana itu.

Ke Mana Messi Hendak Berlabuh?

Pasti ke PSG? (Goal)

Secinta-cintanya Messi kepada Barcelona, pada akhirnya ia memiliki keluarga yang harus dinafkahi. Pemotongan gajinya hingga 50% nampaknya menjadi batasan sedikitnya gaji yang harus ia terima.

Secinta-cintanya Messi kepada Barcelona, tidak mungkin ia rela bermain untuk klub dengan gaji kecil atau bahkan tanpa digaji. Jika Messi rela melakukannya, maka ia sudah mendapatkan kontrak baru dari Barcelona.

Alhasil, Messi pun harus mencari klub baru yang mampu membayar gaji tingginya. Ada dua klub yang mencuat ke permukaan, Manchester City dan Paris St. Germany (PSG).

Manchester City dikaitkan dengan Messi berkat kehadiran Pep Guardiola yang sempat menjadi pelatihnya di Barcelona. Sayang, City baru saja merekrut Jack Grealish dengan jumlah uang trasfer yang fantastis, sehingga kemungkinan merekrut Messi sangat kecil.

Klub terdepan yang mampu membayar gaji Messi dan sudah melakukan tahap negosiasi adalah PSG. Nampaknya, hanya inilah klub yang bisa menjadi destinasi Messi untuk melanjutkan karir sepakbolanya.

Penutup

Balada yang dialami oleh Lionel Messi seolah menjadi bukti kalau gaji pemain sepakbola sekarang sudah tidak masuk akal. Sepakbola seolah sudah dikuasai segelintir orang yang hanya memikirkan bisnis dan tidak punya passion di bidang sepkabola.

Kegagalan Barcelona mempertahankan Messi juga seolah menjadi bukti kalau direksinya sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja atau memang tidak pandai saja dalam mengelola klub.

Sejujurnya, Penulis sangat menyayangkan jika pemain sekelas Messi hanya bermain di Liga Prancis yang kerap disebut sebagai farming league. Jika pun pindah, Messi harusnya bisa bermain di liga yang kompetisinya lebih sengit seperti Liga Inggris.

Teman Penulis yang merupakan fans Barcelona dan Messi bahkan berharap kalau sang pemain lebih baik “nganggur” dulu selama 6 bulan sampai klub bisa melepas beberapa pemainnya. Jangan mau dikontrak klub lain untuk jangka waktu panjang.

Entah bagaimana ending dari drama ini. Yang jelas, kepergian Messi tidak hanya memukul fans Barcelona, tapi juga mengecewakan banyak fans sepakbola dari seluruh dunia.


Lawang, 7 Agustus 2021, terinspirasi dari kepindahan Messi dari Barcelona

Foto: Eurosport

Olahraga

Asa Mclaren Rebut Gelar Juara dari Red Bull Terhadang Papaya Rules

Published

on

By

Ketika Formula 1 memasuki awal musim 2024, banyak penggemar yang menginginkan musim ini di-skip saja dan langsung masuk ke musim 2025. Alasannya jelas, karena Max Verstappen dan Red Bull begitu mendominasi.

Bayangkan, dalam 10 balapan pertama, Verstappen berhasil memenangkan tujuh di antaranya. Kemenangan Verstappen hanya berhasil direbut oleh Carlos Sainz (GP Australia), Lando Norris (GP Miami), dan Charles Leclerc (GP Monaco).

Namun, dalam enam balapan terakhir, Verstappen dan Red Bull terlihat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan, pesaing terdekat mereka, Lando Norris dan Mclaren, terlihat mulai mendekat dengan sangat cepat.

Penurunan Performa Red Bull dan Potensi Kehilangan Gelar Juara

Verstappen dan Red Bull Pusing (GPblog)

Dalam enam balapan terakhir, pemenangnya cukup bervariasi. Mercedez berhasil mendapatkan tiga kemenangan, mulai dari “rezeki tak ke mana” George Russel di GP Austria, kemenangan emosional Hamilton di GP Inggris dan giveaway di GP Belgia

Selain Mercedes, Mclaren juga sering berhasil merebut kemenangan di GP Belanda melalui Norris dan kemenangan awkward Oscar Piastri di GP Hungaria. Terbaru, Leclerc berhasil mendapatkan kemenangan keduanya musim ini di GP Italia dengan gemilang.

Puasa kemenangan hingga enam balapan membuat posisi Verstappen di puncak klasemen mulai goyang. Meskipun dalam enam balapan tersebut ia konsisten masuk setidaknya enam besar, selisih poinnya dengan Norris menipis hingga tinggal 62 poin saja.

Norris sendiri cukup kompetitif dan mobil Mclaren memang sedang kencang-kencangnya. Setelah insiden di GP Austria yang membuatnya DNF, ia berhasil naik podium empat kali dari lima kesempatan. Tiga di antaranya berhasil di atas Verstappen.

Klasemen konstraktor malah lebih tipis lagi. Saat ini, selisih antara Red Bull dan Mclaren hanya tersisa 8 poin! Salah satu faktor pendukungnya adalah performa Sergio Perez yang benar-benar anjlok, di saat duo Mclaren sama-sama konsisten di papan atas.

Yups, Piastri sendiri cukup mampu mengimbangi performa Norris. Dalam enam balapan terakhir, ia selalu konsisten masuk ke empat besar. Di klasemen, ia sekarang berada di posisi empat, selisih 44 poin dengan Norris di peringkat dua.

Nah, normalnya dalam Formula 1, tim akan memiliki pembalap prioritas yang (biasanya) dipilih berdasarkan siapa yang di klasemen lebih berpeluang untuk juara. Kita sudah sering melihat hal ini, seperti Ferrari di era Michael Schumacher atau Red Bull di era Sebastian Vettel.

Masalahnya, tampaknya Mclaren tidak menyukai team order seperti itu dan memutuskan untuk menerapkan Papaya Rules, yang intinya mempersilakan kedua pembalapnya untuk bersaing secara sehat selama tidak merugikan tim.

Mclaren yang Ogah Terapkan Team Order

Mclaren Harusnya Prioritaskan Norris (F1)

Lho, bukannya bagus karena menjunjung tinggi sportivitas? Jawabannya bisa benar, bisa salah. Bagi Mclaren yang terakhir kali juara pembalap pada tahun 2008 melalui Lewis Hamilton, bisa jadi itu keputusan yang salah.

Mclaren seolah sudah terlalu lama menjadi tim papan tengah, sehingga terkesan tidak siap ketika mereka memiliki kesempatan untuk menjadi juara baik dari segi pembalap maupun konstraktor. Padahal, saat ini mereka telah memiliki mobil yang sangat mumpuni.

Norris sendiri telah lama “mengabdi” untuk Mclaren sejak musim 2016, sehingga sangat masuk akal jika ia menjadi pembalap prioritas. Piastri yang baru bergabung musim lalu pun pasti bisa menerima keputusan tim, apalagi statusnya sebagai rookie.

Jika Mclaren tidak bisa memberi ketegasan kepada kedua pembalapnya, bisa-bisa justru akan merusak keharmonisan tim yang bisa berakibat lepasnya gelar juara. Norris bisa saja merasa kesal karena tidak diprioritaskan dan tidak mendapatkan bantuan dari Piastri.

Di sisi lain, Norris pun harus bisa meningkatkan performanya. Musim ini ia berhasil mendapatkan empat Pole Position, tapi tiga kali ia gagal mengonversinya menjadi kemenangan akibat buruknya start yang ia lakukan.

Idealisme yang dimiliki oleh Mclaren memang bagus, tapi rasanya kurang cocok diterapkan jika risikonya adalah membuat Norris harus mengubur mimpinya untuk menjadi juara dunia. Selisih poinnya dengan Verstappen benar-benar tipis, dengan delapan sirkuit tersisa.

Untuk gelar juara konstruktor mungkin relatif bisa direbut, mengingat bagaimana anjloknya Perez dan penurunan performa yang dialami oleh Red Bull. Sungguh, tak salah apabila Mclaren melakukan Asa Mclaren Rebut Gelar Juara dari
Red Bull Terhadang Papaya Rules

untuk memastikan gelar juara dunia pembalap diraih oleh Norris.


Sumber Featured Image: F1

Continue Reading

Olahraga

Musim Baru, Pemain Baru, MU-nya Masih Sama

Published

on

By

Setiap awal musim, para penggemar Manchester United (MU) di seluruh dunia menaruh harapan yang besar untuk klubnya. Tak sedikit yang menyebutkan kalau musim ini akan terjadi tsunami trofi, yang sayangnya hingga saat ini belum pernah terjadi.

Musim ini pun begitu, dan tampaknya hasilnya juga akan sama saja seperti musim-musim sebelumnya. Bagaimana tidak, liga baru berjalan tiga pertandingan, MU sudah menelan dua kali kekalahan.

Kekalahan yang terbaru terasa lebih menyakitkan karena didapatkan dari rival abadinya, Liverpool, dengan skor telak 0-3. Padahal di awal musim, MU tampak meyakinkan setelah Sir Jim Ratcliffe dan INEOS melakukan banyak perubahan, termasuk membeli pemain yang tepat.

Gebrakan yang Dibuat Sir Ratcliffe di Awal Musim

Sir Ratcliffe Pusing Melihat Permainan MU (Goal)

Beberapa tahun terakhir, MU kerap ditertawakan karena sering membeli pemain overpriced. Padahal, pemain yang dimiliki memiliki kualitas yang biasa-biasa saja. Contoh mudahnya adalah Jadon Sancho dan Antony.

Di musim ini, MU tampak telah belajar dari kesalahan tersebut dengan melakukan pembelian pemain yang masuk akal. Tidak hanya itu, pembelian yang dilakukan juga melihat kebutuhan tim, posisi mana yang membutuhkan pemain baru.

Berikut adalah daftar pemain baru MU, tidak termasuk pembelian pemain muda yang tidak masuk ke dalam tim ini:

  1. Leny Yoro (LOSC Lille | €62.00m)
  2. Manuel Ugarte (Paris Saint-Germain | €50.00m)
  3. Matthijs de Ligt (Bayern Munich | €45.00m)
  4. Joshua Zirkzee (Bologna FC | €42.50m)
  5. Noussair Mazraoui (Bayern Munich | €15.00m)

MU punya permasalahan besar di lini belakang, yang bisa dilihat dari defisitnya selisih gol mereka di musim kemarin. Oleh karena itu, Penulis mengapresiasi langkah manajemen MU yang baru di bawah Sir Ratcliffe yang mendatangkan dua bek, satu bek kanan, dan satu gelandang bertahan.

Dari sisi kepelatihan, ada beberapa perombakan. Yang paling fenomenal tentu saja mendatangkan mantan striker legendaris MU, Ruud van Nisterlooy, untuk menjadi asisten Erik Ten Hag.

Sir Ratcliffe juga menyebutkan akan memperbaiki fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh MU, termasuk stadion dan markas latihan. Dengan langkah-langkah tersebut, wajar jika penggemar MU menjadi banyak berekspetasi ke klub yang belakangan sering menyakiti mereka ini.

Ternyata MU Tetap Melawak

MU Bikin Penggemarnya Garuk-Garuk Kepala (The Independent)

Penulis menonton ketiga pertandingan MU di awal musim ini, bahkan rela tetap berlangganan Vidio meskipun biayanya bertambah cukup banyak. Penulis secara pribadi penasaran dengan perubahan seperti apa yang akan terjadi di musim ini.

Ternyata, memang perubahan itu tidak bisa terjadi secara instan. MU bisa dibilang tampil cukup buruk dalam tiga pertandingan pertamanya. Kemenangan pertamanya melawan Fulham tidak terlalu impresif, bahkan gol yang dicetak Zirkzee terjadi menjelang pertandingan berakhir.

Saat melawan Brighton, Penulis sudah feeling hasilnya akan kurang baik karena MU kerap kalah ketika berhadapan dengan tim ini. Benar saja, Brighton berhasil menang 2-1 melalui gol di injury time.

Penulis benar-benar tak habis pikir dengan gol Joao Pedro yang dicetak pada menit 90+5. Saat proses gol terjadi, benar-benar tidak ada satu pun pemain yang menjaganya sehingga ia bisa menyundul bola dengan mudahnya ke gawang Onana.

Puncaknya tentu saja ketika MU dibabat habis oleh Liverpool di kandang. Dua blunder yang dilakukan oleh Casemiro membuat Liverpool berhasil unggul 2-0 di babak pertama melalui sontekan Luis Diaz. Permainan Casemiro di pertandingan tersebut memang benar-benar parah.

Ten Hag bereaksi cepat dengan menggantinya dengan pemain muda Toby Collyer di babak kedua, tapi tetap saja level permainan MU seolah berada jauh di bawah Liverpool. Bahkan, Mainoo juga melakukan blunder yang akhirnya dimanfaatkan dengan baik oleh Salah.

Jika ditanya apa yang salah dengan MU, jujur Penulis sendiri pun tidak bisa menjawabnya. Jika pertanyaan serupa diajukan ke penggemar Chelsea, mungkin mereka bisa menjawab manajemen di era Todd Boehly benar-benar membuat tim menjadi amburadul.

Nah, MU ini manajemen udah mulai dirombak, staf kepelatihan diganti, pemain bagus didatangkan, stadion dan fasilitas diperbaiki. Kalau semuanya baru, lantas mengapa MU tetap seperti musim-musim sebelumnya yang enggak jelas mainnya?

Memang semua butuh proses, tapi penggemar MU pasti akan mengatakan prosesnya sudah terlalu lama. Memang kita harus move on dari masa-masa keemasan Sir Alex Ferguson, tapi ya ga sebobrok ini juga. MU ini tim bola yang penuh dengan sejarah.

Entah sampai kapan ujian ini akan terus berlangsung bagi penggemar MU. Satu yang pasti, mayoritas penggemar MU itu setia. Meskipun disakiti berkali-kali, kami akan tetap mendukung MU. Tentu, sesekali sambil misuh karena saking kesalnya.


Lawang, 2 September 2024, terinspirasi setelah menonton kekalahan MU atas Liverpool

Foto Featured Image: The Independent

Continue Reading

Olahraga

Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1

Published

on

By

Penulis selalu menyukai jika ada pembalap Formula 1 (F1) yang berhasil meraih kemenangan perdananya. Di musim ini, Penulis sangat berharap kalau Oscar Piastri dari McLaren berhasil meraih kemenangan perdananya, setelah penampilan konsistennya di musim lalu.

Apalagi, musim 2024 juga seru karena dalam 12 balapan yang telah berlangsung, sudah ada enam pembalap berbeda yang berhasil menjadi juara. Tentu menarik jika ada pembalap ketujuh yang berhasil menjadi juara, apalagi yang belum pernah seperti Piastri.

Nah, harapan tersebut ternyata terwujud pada hari ini (21/7) ketika Piastri berhasil menjuarai GP Hungaria. Namun, kemenangan tersebut menjadi terasa awkward karena kesalahan strategi yang dilakukan oleh timnya.

Hampir Terulangnya Peristiwa Multi 21 oleh McLaren

Untung Saja Tidak Ribut (PlanetF1)

Sejak babak kualifikasi, McLaren sudah terlihat akan mendominasi GP Hungaria, karena Lando Norris dan Oscar Piastri berhasil start dari posisi 1-2. Di belakang mereka ada Max Verstappen dari Red Bull, yang entah mengapa mobilnya selama beberapa balapan terakhir terlihat underperform.

Balapan sudah terlihat akan “kacau” sejak tikungan pertama, karena Norris kehilangan posisinya saat berduel dengan Verstappen. Piastri pun berhasil mengambil alih pimpinan balapan selama berlap-lap.

“Drama” dimulai ketika sesi pit kedua, di mana McLaren memutuskan untuk meminta Norris untuk pit terlebih dahulu. Alasannya, agar Norris bisa menahan laju Lewis Hamilton dan mengamankan kemenangan Piastri.

Masalahnya, sebenarnya jarak Hamilton dengan para pembalap McLaren sebenarnya masih relatif jauh, sehingga muncul kesan kalau memang tim menginginkan Norris yang menang demi bisa mendekat ke Verstappen.

Benar saja, saat Piastri pit, Norris berhasil mengambil alih pimpinan balapan. Ia seolah berhasil melakukan strategi undercut untuk menyalip rekan setimnya sendiri. Alhasil, radio tim McLaren pun menjadi penuh drama setelah kejadian ini.

Di radio, tim meminta Norris untuk memberikan kembali posisi pertama kepada Piastri, mungkin karena menyadari kesalahan strategi yang tidak menguntungkan Piastri yang sejatinya sudah mengemudi dengan baik sepanjang balapan.

Norris awalnya tampak enggan, apalagi pace-nya jauh lebih cepat dari Piastri karena jaraknya sempat mencapai 7 detik. Namun, di tiga lap terakhir, akhirnya Norris menuruti team order tersebut dan memberikan kemenangan perdana bagi Piastri.

Kemenangan Pertama Jadi Terasa Awkward (SuperSport)

Kemenangan ini pun terasa sedikit awkward bagi Piastri. Di radio setelah finis, ia terdengar kurang bersemangat dan langsung meminta maaf! Mungkin ia sendiri merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi, karena sepertinya ia adalah tipe orang yang gak enakan.

Sorry, I made this all a lot more painful than it needed to be,” ungkap Piastri di radio begitu berhasil finis di posisi pertama.

Norris pun bisa dibilang tidak bersalah sama sekali. Ia hanya melakukan tugasnya sebagai pembalap untuk memacu kendaraannya sekencang mungkin. Apalagi, ia juga sedang mengejar Verstappen mati-matian untuk menjadi juara musim ini.

Kesalahan murni terdapat pada strategi McLaren, yang seharusnya memasukkan Piastri ke pit terlebih dahulu sebelum Norris. Untungnya, Norris bisa menahan egonya dan menuruti perintah tim, tidak seperti Verstappen beberapa tahun lalu.

Keputusan Norris mungkin bijaksana, mengingat musim 2024 masih berjalan setengah. Bisa jadi di balapan-balapan selanjutnya, Norris membutuhkan “jasa” Piastri untuk bisa membantunya mengejar poin yang dimiliki oleh Verstappen.

Kejadian seperti ini pun membuat kita teringat pada peristiwa “Multi 21” antara Mark Webber dan Sebastian Vettel. Saat itu, Vettel disuruh mengalah dan membiarkan Webber menang, tapi perintah tersebut diabaikan oleh Vettel dan membuat hubungannya dengan Webber memanas.

Beberapa Rekor Setelah GP Hungaria

GP yang Rasanya Campur Aduk (Business Today)

Oscar Piastri berhasil mencatatkan namanya sebagai pembalap ke-115 sepanjang sejarah F1 yang berhasil keluar menjadi juara. Raihan ini menjadi lebih istimewa karena kemenangan ini berhasil ia raih di musim keduanya di F1.

Rasanya, keputusan untuk menerima pinangan McLaren dibandingkan Alpine menjadi keputusan terbaik yang pernah diambil oleh Piastri dalam hidupnya. Bisa dibayangkan seandainya ia debut untuk Alpine, kemenangan perdanya di F1 tidak akan ia raih secepat ini.

Meskipun kemenangan perdananya terasa awkward, sebenarnya Piastri sangat layak mendapatkan kemenangan ini. Ia yang terlihat selalu kalem berhasil memberikan penampilan yang konsisten selama ini, sehingga memang tinggal menunggu waktu saja hingga ia meraih kemenangan perdananya.

Piastri berhasil menjadi pembalap ketujuh yang berhasil menang di musim ini, setelah Max Verstappen, Carlos Sainz, Lando Norris, Charles Lelcrec, George Russel, dan Lewis Hamilton. Hal seperti ini terakhir terjadi pada musim 2012 silam.

Selain kemenangan Piastri, Lewis Hamilton juga berhasil mencuri perhatian dengan meraih podium ke-200 sepanjang kariernya dengan meraih podium ketiga. Ia berhasil melalui pertarungan yang keras dari Verstappen, yang terlihat kembali ke mode default-nya.

Semoga saja keseruan F1 musim ini akan terus berlanjut di balapan-balapan selanjutnya, di mana Verstappen dan Red Bull tidak lagi terlalu mendominasi. Tentu menarik dinanti apakah akan ada pembalap lain yang bisa menang balapan.


Lawang, 21 Juli 2024, terinspirasi setelah menonton GP Hungaria

Foto Featured Image: F1

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan