Connect with us

Olahraga

Kenapa Saya Suka Formula 1?

Published

on

Max Verstappen berhasil mengukuhkan dirinya sebagai juara dunia Formula 1 (F1) back-to-back setelah kemenangan yang ia raih di GP Suzuka, balapan yang bisa dibilang cukup membingungkan penonton, panitia, bahkan pembalapnya sendiri.

Terlepas dari itu, performa Verstappen musim ini memang cukup luar biasa. Rasanya semua penonton F1 sepakat kalau ia memang layak untuk menyandang gelar tersebut, bahkan memprediksi kalau Verstappen dan Red Bull akan mendominasi F1 beberapa tahun ke depan.

Nah, Penulis jadi ingin sedikit berbagai mengenai bagaimana dirinya bisa menjadi penggemar F1, olahraga yang notabene tidak terlalu populer di Indonesia dan kalah pamor dari Moto GP yang lebih digandrungi oleh masyarakat kebanyakan.

Awal Mula Suka F1 dan Michael Schumacher

Idola Pertama di F1 (Fox Sports)

Pada tulisan “Idola Bernama Michael Schumacher“, Penulis sudah pernah membahas sedikit mengenai awal mula bisa jatuh cinta dengan F1. Salah satu alasan utamanya adalah di rumah ada beberapa majalah yang membahas tentang F1 (yang sayangnya sudah hilang).

Dari sana, Penulis jadi mengetah beberapa hal tentang F1, termasuk tentang sosok Michael Schumacher dan Ferrari yang begitu mendominasi di awal tahun 2000-an. Penulis yang punya kebiasaan “memilih yang terbaik” pun menjadikannya sebagai idola.

Bahkan, Penulis lebih tahu dulu F1 daripada sepak bola. Ketika kelas 2 SD, teman-teman Penulis saling menyebutkan nama klub bola favoritnya. Penulis dengan polosnya menyebut nama Schumacher, hanya karena pernah melihatnya bermain sepak bola di laga amal.

Sebagai pendukung Schumi, nama panggilan Schumacher, tentu Penulis merasa senang karena ia berhasil menang terus. Bagi penggemar lain, mungkin F1 akan menjadi begitu membosankan karena adanya satu sosok yang terlalu dominan. (NB: Ini yang Penulis rasakan ketika melihat dominasi Hamilton di kemudian hari)

Lantas, dominasi tersebut dipatahkan oleh Fernando Alonso bersama Renault di tahun 2005-2006. Tentu saja Penulis merasa sedih karena idolanya tidak juara, apalagi Schumacher memutuskan untuk pensiun di akhir musim 2006 karena masalah politik di Ferrari.

Siapa Idola Pengganti Schumacher?

Raikkonen Pengganti Schumacher (Motorsport.com)

Karena tidak ada Schumacher, tentu Penulis harus menemukan idola baru untuk didukung. Pilihan tersebut jatuh ke Kimi Raikkonen, yang kebetulan juga merupakan pengganti Schumacher di Ferrari.

Penulis tentu merasa bahagia ketika ia berhasil menjadi juara dunia di tahun 2007. Bayangkan, berhasil menjadi juara di musim debutnya bersama Ferrari. Lebih serunya lagi, ia berhasil menjadi juara hanya dengan jarak 1 poin dari rookie Mclaren, Lewis Hamilton.

Sayangnya, Raikkonen tidak bertahan lama di Ferrari. Setelah musim 2008, kontraknya diputus karena Ferrari ingin merekrut Fernando Alonso. Nah, Alonso kan mantan rival Schumacher, jadi susah untuk Penulis memilihnya sebagai pengganti idola.

Di tahun 2009, ada tim baru yang berhasil mencuri perhatian: Brawn GP. Berasal dari tim Honda yang akan segera meninggalkan F1, siapa yang sangka kalau tim tersebut bisa meraih gelar juara lewat Jenson Button.

Penulis tidak lantas menjadi penggemar Button, hanya saja Penulis mendukung tim ini untuk bisa menjadi jaura dunia. Hanya saja, Brawn GP juga tidak bertahan lama karena keburu dibeli oleh Mercedes, yang kelak akan mendominasi F1.

Masa-Masa Meninggalkan F1

Dominasi Hamilton Bikin Jenuh (RacingNews365)

Tahun 2009, semua mata tertuju pada Brawn GP. Padahal, ada satu tim baru yang juga cukup mencuri perhatian: Red Bull. Bagaimana bisa merek minuman energi bisa memiliki mobil F1 yang kompetitif? (Ini akan Penulis bahas khusus nanti)

Salah satu alasannya adalah mereka memiliki pembalap handal, Sebastian Vettel. Penulis pun menjagokan Vettel bersama Red Bull. Ternyata, pilihan Penulis tidak salah karena kombo Vettel-Red Bull berhasil membuahkan juara dunia empat kali berturut-turut (2010-2013).

Selain itu, Schumacher secara mengejutkan juga melakukan comeback dan bergabung dengan Mercedes untuk balapan selama 3 musim. Raikkonen juga comeback untuk bergabung dengan Lotus pada tahun 2012.

Sayangnya, ketika mulai kuliah (sekitar tahun 2012), entah mengapa Penulis mulai meninggalkan F1. Apalagi, setelah Vettel juara di tahun 2013, Hamilton bersama Mercedes (sempat terselip nama Nico Rosberg) begitu mendominasi F1 di era hybrid.

Jadi, kemungkinan besar Penulis berhenti mengikuti F1 adalah karena tidak adanya lagi sosok idola dan dominasi Hamilton yang membuat F1 terasa membosankan. Barulah di (akhir) musim 2021, gairah Penulis untuk kembali mengikuti F1 muncul.

Kembali Mengikuti F1

Verstappen Bakal Mendominasi F1 di Masa-Masa yang akan Datang? (Sports Illustrated)

Salah satu alasan mengapa Penulis tertarik untuk kembali mengikuti F1 adalah karena ada sosok yang terlihat bisa merusak dominasi Hamilton: Max Verstappen dari Red Bull. Bahkan, poin keduanya berada di angka yang sama hingga GP terakhir di Abu Dhabi.

Penulis yang tidak mengikuti dari awal musim memutuskan untuk menonton balapan terakhir di situ. Sebuah keputusan yang benar, karena balapan tersebut menyajikan drama gila yang tidak akan dilupakan oleh semua penggemar F1!

Penulis tidak akan membahas kontroversi tersebut. Yang jelas, balapan tersebut berhasil membangkitkan kembali kesukaan Penulis terhadap F1. Selain mengikuti secara penuh musim 2022 ini, Penulis juga banyak menonton video-video F1 di YouTube.

Selain dari kanal resmi F1 untuk “mengejar ketertinggalan”, Penulis juga merupakan penonton setia dari BoxBoxNowIndonesia dan F1 Speed Indonesia. Banyak sekali pengetahuan yang Penulis dapatkan dari 2 kanal tersebut.

Bahkan, Penulis sampai membuat sheet yang menjelaskan mengenai sejarah tim dan pembalap-pembalap yang pernah turut serta di F1. Mungkin, suatu hari nanti Penulis akan coba share tentang itu di blog ini.

Penutup

Dengan keluarnya Verstappen sebagai juara dunia musim 2022, Penulis pun tak sabar untuk menantikan musim 2023 yang tentu diharapkan semakin seru. Apalagi, akan ada beberapa sirkuit baru seperti Las Vegas yang tentunya menarik untuk ditonton.

Penulis sendiri bukan penggemar Verstappen, meskipun Penulis bisa dibilang condong ke tim Red Bull sekarang. Oleh karena itu, Penulis berharap akan ada juara baru di tahun 2023 nanti. Apalagi, ada banyak nama potensial yang bisa menjadi penantang juara.

Bagi Penulis, F1 adalah ajang balap yang paling seru dibandingkan yang lain, bahkan jika dibandingkan Moto GP yang kesannya lebih banyak menyajikan aksi salip-menyalip. Apalagi, sekarang F1 telah meninggalkan kesan eksklusivitasnya dan bisa diakses oleh banyak orang.

Selain itu, bentuk mobil dan livery F1 kerap tampil dengan desain yang elegan dan mewah. Apalagi di tahun 2022 ini, banyak sekali desain mobil yang terlihat luar biasa sehingga Penulis sangat ingin memiliki miniaturnya. Sayang, harganya mahal tidak karuan.

Jadi, kurang lebih itulah alasan mengapa Penulis bisa suka dengan Formula 1. Ada “sejarah panjang” di baliknya, meskipun Penulis sempat bersikap apatis selama bertahun-tahun karena berbagai alasan. Mungkin, setelah ini Penulis akan terus intens dalam mengikuti F1.


Foto: Ikbariyasport

Olahraga

Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1

Published

on

By

Penulis selalu menyukai jika ada pembalap Formula 1 (F1) yang berhasil meraih kemenangan perdananya. Di musim ini, Penulis sangat berharap kalau Oscar Piastri dari McLaren berhasil meraih kemenangan perdananya, setelah penampilan konsistennya di musim lalu.

Apalagi, musim 2024 juga seru karena dalam 12 balapan yang telah berlangsung, sudah ada enam pembalap berbeda yang berhasil menjadi juara. Tentu menarik jika ada pembalap ketujuh yang berhasil menjadi juara, apalagi yang belum pernah seperti Piastri.

Nah, harapan tersebut ternyata terwujud pada hari ini (21/7) ketika Piastri berhasil menjuarai GP Hungaria. Namun, kemenangan tersebut menjadi terasa awkward karena kesalahan strategi yang dilakukan oleh timnya.

Hampir Terulangnya Peristiwa Multi 21 oleh McLaren

Untung Saja Tidak Ribut (PlanetF1)

Sejak babak kualifikasi, McLaren sudah terlihat akan mendominasi GP Hungaria, karena Lando Norris dan Oscar Piastri berhasil start dari posisi 1-2. Di belakang mereka ada Max Verstappen dari Red Bull, yang entah mengapa mobilnya selama beberapa balapan terakhir terlihat underperform.

Balapan sudah terlihat akan “kacau” sejak tikungan pertama, karena Norris kehilangan posisinya saat berduel dengan Verstappen. Piastri pun berhasil mengambil alih pimpinan balapan selama berlap-lap.

“Drama” dimulai ketika sesi pit kedua, di mana McLaren memutuskan untuk meminta Norris untuk pit terlebih dahulu. Alasannya, agar Norris bisa menahan laju Lewis Hamilton dan mengamankan kemenangan Piastri.

Masalahnya, sebenarnya jarak Hamilton dengan para pembalap McLaren sebenarnya masih relatif jauh, sehingga muncul kesan kalau memang tim menginginkan Norris yang menang demi bisa mendekat ke Verstappen.

Benar saja, saat Piastri pit, Norris berhasil mengambil alih pimpinan balapan. Ia seolah berhasil melakukan strategi undercut untuk menyalip rekan setimnya sendiri. Alhasil, radio tim McLaren pun menjadi penuh drama setelah kejadian ini.

Di radio, tim meminta Norris untuk memberikan kembali posisi pertama kepada Piastri, mungkin karena menyadari kesalahan strategi yang tidak menguntungkan Piastri yang sejatinya sudah mengemudi dengan baik sepanjang balapan.

Norris awalnya tampak enggan, apalagi pace-nya jauh lebih cepat dari Piastri karena jaraknya sempat mencapai 7 detik. Namun, di tiga lap terakhir, akhirnya Norris menuruti team order tersebut dan memberikan kemenangan perdana bagi Piastri.

Kemenangan Pertama Jadi Terasa Awkward (SuperSport)

Kemenangan ini pun terasa sedikit awkward bagi Piastri. Di radio setelah finis, ia terdengar kurang bersemangat dan langsung meminta maaf! Mungkin ia sendiri merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi, karena sepertinya ia adalah tipe orang yang gak enakan.

Sorry, I made this all a lot more painful than it needed to be,” ungkap Piastri di radio begitu berhasil finis di posisi pertama.

Norris pun bisa dibilang tidak bersalah sama sekali. Ia hanya melakukan tugasnya sebagai pembalap untuk memacu kendaraannya sekencang mungkin. Apalagi, ia juga sedang mengejar Verstappen mati-matian untuk menjadi juara musim ini.

Kesalahan murni terdapat pada strategi McLaren, yang seharusnya memasukkan Piastri ke pit terlebih dahulu sebelum Norris. Untungnya, Norris bisa menahan egonya dan menuruti perintah tim, tidak seperti Verstappen beberapa tahun lalu.

Keputusan Norris mungkin bijaksana, mengingat musim 2024 masih berjalan setengah. Bisa jadi di balapan-balapan selanjutnya, Norris membutuhkan “jasa” Piastri untuk bisa membantunya mengejar poin yang dimiliki oleh Verstappen.

Kejadian seperti ini pun membuat kita teringat pada peristiwa “Multi 21” antara Mark Webber dan Sebastian Vettel. Saat itu, Vettel disuruh mengalah dan membiarkan Webber menang, tapi perintah tersebut diabaikan oleh Vettel dan membuat hubungannya dengan Webber memanas.

Beberapa Rekor Setelah GP Hungaria

GP yang Rasanya Campur Aduk (Business Today)

Oscar Piastri berhasil mencatatkan namanya sebagai pembalap ke-115 sepanjang sejarah F1 yang berhasil keluar menjadi juara. Raihan ini menjadi lebih istimewa karena kemenangan ini berhasil ia raih di musim keduanya di F1.

Rasanya, keputusan untuk menerima pinangan McLaren dibandingkan Alpine menjadi keputusan terbaik yang pernah diambil oleh Piastri dalam hidupnya. Bisa dibayangkan seandainya ia debut untuk Alpine, kemenangan perdanya di F1 tidak akan ia raih secepat ini.

Meskipun kemenangan perdananya terasa awkward, sebenarnya Piastri sangat layak mendapatkan kemenangan ini. Ia yang terlihat selalu kalem berhasil memberikan penampilan yang konsisten selama ini, sehingga memang tinggal menunggu waktu saja hingga ia meraih kemenangan perdananya.

Piastri berhasil menjadi pembalap ketujuh yang berhasil menang di musim ini, setelah Max Verstappen, Carlos Sainz, Lando Norris, Charles Lelcrec, George Russel, dan Lewis Hamilton. Hal seperti ini terakhir terjadi pada musim 2012 silam.

Selain kemenangan Piastri, Lewis Hamilton juga berhasil mencuri perhatian dengan meraih podium ke-200 sepanjang kariernya dengan meraih podium ketiga. Ia berhasil melalui pertarungan yang keras dari Verstappen, yang terlihat kembali ke mode default-nya.

Semoga saja keseruan F1 musim ini akan terus berlanjut di balapan-balapan selanjutnya, di mana Verstappen dan Red Bull tidak lagi terlalu mendominasi. Tentu menarik dinanti apakah akan ada pembalap lain yang bisa menang balapan.


Lawang, 21 Juli 2024, terinspirasi setelah menonton GP Hungaria

Foto Featured Image: F1

Continue Reading

Olahraga

Lewis Hamilton Buktikan Bahwa Dirinya Belum Habis

Published

on

By

Ketika nonton Formula 1 (F1), salah satu tanda kalau balapannya membosankan bagi Penulis adalah ketika dirinya sering mengecek HP. Nah, di British GP yang baru saja usai malam ini (7/7), Penulis hampir tidak pernah mengecek HP sama sekali karena memang seru balapannya!

Dari awal balapan hingga finis, ada saja momen yang membuat kita merasa kalau hasil balapan akan berbeda. Bayangkan saja, total ada lima pembalap berbeda yang pernah memimpin jalannya balapan.

Pada akhirnya, Lewis Hamilton berhasil memutus puasa kemenangannya sejak yang terakhir ia raih pada tahun 2021 silam. Tidak hanya itu, Hamilton juga berhasil mencetak beberapa rekor baru yang rasanya akan sulit untuk dikejar oleh pembalap lain di masa depan.

Momen-Momen Seru di British GP

Banyak Momen yang Seru (Planet F1)

Masing-masing pembalap memiliki momen serunya sendiri di British GP, walau ada yang harus bernasib apes. Adanya hujan yang mampir sebentar menjadi salah satu faktornya, walau ada faktor lain seperti rusaknya mobil atau kesalahan strategi.

George Russel (Mercedes) contohnya, yang sejatinya berhasil meraih pole position dan start dari posisi terdepan. Namun, posisinya sempat tersalip oleh Hamilton dan Norris. Lebih apesnya lagi, mobilnya mengalami masalah pada water system sehingga harus DNF.

Lando Norris (McLaren) pun demikian. Sempat di atas angin dan memimpin balapan cukup lama, keputusannya untuk menggunakan ban Soft setelah hujan berakibat fatal. Bukan hanya tak mampu mengejar Hamilton di depan, ia justru berhasil disalip oleh Verstappen.

Omong-omong soal Max Verstappen (Red Bull), meneer Belanda ini memang edan. Sepanjang balapan, ia terlihat kesulitan dengan mobilnya hingga tercecer ke posisi 5, bahkan hampir saja disalip oleh Sainz.

Namun, namanya juga Verstappen, ia berhasil membalikkan keadaan setelah hujan. Memutuskan untuk menggunakan ban Hard, kecepatan Verstappen sangat gila. Selain berhasil menyalip Norris, Verstappen juga terus memotong jaraknya dengan Hamilton. Seandainya lap masih tersisa banyak, Verstappen akan keluar menjadi juaranya.

Verstappen bersaing ketat dengan Oscar Piastri (McLaren) untuk mencatakan fastest lap. Di lap-lap terakhir, mereka saling bergantian mencatatkan waktu fastets lap, walaupun plot twist-nya justru Carlos Sainz (Ferrari) yang berhasil meraihnya di lap terakhir.

Piastri sendiri cukup bernasib apes. Keputusan McLaren untuk tidak melakukan double stack (pit dua mobil sekaligus) seperti Mercedes membuatnya banyak kehilangan waktu karena menggunakan ban kering di sirkuit basah.

Namun, nasib Piastri tidak seburuk Sergio Perez (Red Bull) dan Charles Lelcrec (Ferrari) yang seolah menjadi “tumbal” timnya. Bagaimana tidak, mereka mendapatkan ban Intermediate lebih awal dan akibatnya balapan mereka menjadi tidak karuan.

Sejujurnya Penulis merasa heran dengan performa amburadul dari Perez. Bukannya membaik, perfomanya justru makin menurun setelah menandatangani kontrak baru dengan Red Bull. Jika terus seperti ini, bukan tidak mungkin kontraknya akan diputus.

Terakhir sebelum masuk ke menu utama tulisan ini, apresiasi juga perlu diberikan kepada Nico Hulkenberg (Haas) yang berhasil finis di posisi ke-6 secara dua kali beruntun. Ia berhasil menjaga duo Aston Martin di belakangnya dan membuat posisi Haas di klasemen semakin mendekat ke RB Honda RBPT.

Lewis Hamilton sang Legenda Hidup yang Belum Habis

Lewis Hamilton (RaceFans)

Sekarang kita masuk ke menu utamanya: Lewis Hamilton. Pembalap dengan gelar Sir ini mampu menjalani balapan yang rapi tanpa kesalahan. Kemenangan yang ia raih di British GP ini seolah membuktikan kalau ia, yang akan pindah ke Ferrari musim depan, masih belum habis.

Kemenangan ini juga terasa sangat emosional bagi Hamilton. Setelah melewati bendera finis, ia menangis bahkan setelah memarkirkan mobilnya di dekat paddock. Ia kembali menangis ketika dipeluk oleh ayahnya, yang selalu setia memberikan support untuk anaknya.

Hal tersebut wajar saja, karena Hamilton yang merupakan juara dunia tujuh kali telah cukup lama absen meraih podium tertinggi. Bayangkan, kemenangan terakhirnya ia dapatkan pada Saudi Arabia GP pada tahun 2021. Artinya, sudah 2,5 tahun ia tak memenangkan balapan.

Kemenangan ini terasa lebih manis karena setidaknya ada dua rekor baru yang tercipta. Pertama, Hamilton memperpanjang rekor total kemenangannya menjadi 104 kemenangan. Sebagai informasi, Verstappen saat ini telah meraih 61 kemenangan. Apakah sang meneer berhasil melewati rekor tersebut? Mari kita nantikan saja.

Rekor yang kedua adalah Hamilton berhasil menjadi pembalap dengan kemenangan terbanyak di satu sirkuit. Total, ia telah berhasil menang di sirkuit Silverstone sebanyak 9 kali. Rekor ini bisa bertambah di Hungarian GP yang akan datang, karena Hamilton sudah menang 8 kali di sana.

Penulis tidak pernah menjadi penggemar Hamilton. Namun, kemenangan yang emosional ini berhasil membuat Penulis ikut merasa senang untuk Hamilton. Tentu tak mudah bagi seorang yang terbiasa menang untuk terus melihat orang lain meraih kemenangan.

Meskipun rasanya sulit untuk melihat ada pembalap lain yang bisa menggusur Verstappen dari puncak klasemen pembalap, setidaknya balapan musim ini lebih seru dan menarik jika dibandingkan dengan musim 2023 kemarin yang terlalu didominasi oleh Red Bull.

Meskipun Verstappen telah menang 8 dari 12 balapan yang sudah digelar, hingga British GP sudah ada lima pembalap berbeda yang telah meraih kemenangan musim ini. Selain Verstappen, ada Lelcrec, Norris, Russel, dan terbaru Hamilton. Semoga saja setelah Hamilton, akan ada pembalap lain yang berhasil menjadi juara.


Lawang, 7 Juni 2024, terinspirasi setelah menonton British GP yang seru dan tidak membosankan

Foto Featured Image: The Mirror

Sumber Artikel:

Continue Reading

Olahraga

Dua Drama di Dua Pertandingan Euro 2024 yang Membosankan

Published

on

By

Entah mengapa Penulis tidak terlalu tertarik dengan pagelaran Euro 2024 yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan, Penulis baru mulai menonton pertandingannya di babak 8 besar, itu pun karena ada dua big match: Jerman vs. Spanyol dan Portugal vs. Prancis.

Setelah menonton pertandingan Euro 2024, rasanya perasaan tak tertarik Penulis jadi memiliki alasan yang kuat karena pertandingannya benar-benar terasa membosankan. Bahkan, teman nonton Penulis malah memilih untuk bermain EA Sports FC 24 dibandingkan nonton pertandingannya.

Untungnya, kedua pertandingan menyajikan drama di akhir pertandingan, sehingga Penulis pun memiliki bahan untuk dijadikan tulisan. Tidak hanya karena drama pertandingannya, tapi juga karena beberapa legenda yang akan pensiun setelah Euro 2024.

Drama di Pertandingan Jerman vs. Spanyol dan Portugal vs. Prancis

Gol Cantik dari Merino (Asharq Al-Awsat)

Pertandingan pertama yang berlangsung kemarin (5/7) mempertemukan Jerman dan Spanyol, dua tim Eropa yang memiliki reputasi kuat di sepak bola. Anehnya, Penulis merasa asing dengan banyak nama pemain yang ada di lapangan, mungkin karena dirinya sudah tak terlalu mengikuti sepak bola.

Babak pertama, pertandingan terasa cukup monoton. Spanyol lebih banyak memberikan serangan ke gawang Jerman, tapi tetap tak ada gol yang tercipta. Baru di babak kedua Spanyol unggul di menit 51 melalui gol Dani Olmo.

Drama terjadi ketika Jerman berhasil menyamakan kedudukan menjelang akhir pertandingan lewat gol Florian Writz, tepatnya pada menit 89, yang memaksa pertandingan harus lanjut ke babak tambahan waktu.

Sempat berpikir kalau pertandingan akan berakhir dengan babak adu penalti, ternyata Mikel Merino malah membuat drama lagi dengan mencetak gol di menit 119 lewat sundulan yang sangat cantik.

Daniel Carvajal dari Spanyol “berulah” di menit 120 dengan melanggar pemain Jerman dan mendapatkan kartu kuning kedua. Namun, Penulis rasa itu di sengaja agar ia bisa bermain di babak final, seandainya Spanyol bisa lolos dari babak semifinal.

Joao Felix Gagal Penalti (The Mirror)

Siapa lawan Spanyol di semifinal? Jawabannya adalah Prancis, yang berhasil menang atas Portugal lewat babak adu penalti. Penulis tertidur ketika pertandingannya, dan untung saja tertidur karena skornya 0-0.

Penulis baru terbangun ketika babak adu penalti akan dimulai. Dari semua penendang, hanya Joao Felix yang gagal karena tendangannya mengenai tiang gawang. Alhasil, Portugal pun harus pulang lebih dulu.

Pemain Legendaris di Euro Terakhir

Jerman dan Portugal terkenal sebagai negara yang memiliki banyak legenda hidup sepak bola. Masalahnya, banyak dari legenda tersebut yang akan pensiun dari timnas, sehingga Euro 2024 adalah panggung terakhir mereka.

Toni Kross yang baru saja mengumumkan pensiun dari Real Madrid dipastikan juga akan pensiun dari timnas. Rekan setimnya sekaligus kapten, Manuel Neuer, tampaknya juga tidak akan berlaga di Euro selanjutnya mengingat umurnya sudah 38 tahun.

Kalau dari sisi Portugal, Cristiano Ronaldo tampaknya juga tidak akan berpartisipasi di Euro selanjutnya. Apalagi, di turnamen kali ini ia gagal mencetak satu pun gol, sama seperti Lionel Messi di Copa America. Ini adalah kali pertama terjadi pada Ronaldo.

Ronaldo bahkan dianggap sebagai “beban tim” karena strategi Portugal yang terlalu bertumpu pada pemain setua dirinya. Banyak yang berpendapat kalau timnas Portugal mampu bermain lebih baik jika tidak ada Ronaldo.

Rekan setim Ronaldo, Pepe, tampaknya juga tidak akan berlaga di Euro lagi mengingat umurnya saat ini sudah 41 tahun. Bisa menampilkan performa yang luar biasa di umurnya saja sudah merupakan pencapaian bagi bek yang terkenal “ganas” ini.

Penulis tumbuh besar dengan melihat mereka mulai dari rookie hingga layak dicap sebagai pemain legendaris. Tentu sedih jika mengingat dirinya tidak akan bisa melihat penampilan mereka lagi di lapangan.


Lawang, 6 Juli 2024, terinspirasi setelah menonton dua pertandingan perempat final Euro 2024

Sumber Artikel:

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan