Connect with us

Leon dan Kenji (Buku 1)

Chapter 11 Sang Inspirator

Published

on

Sudah seminggu kami bersekolah satu kelas. Meskipun wajahku tetap muram, tingkat kemuramannya sudah jauh berkurang dibandingkan hari pertama aku di sini. Pandangan teman-teman yang lain sudah tidak begitu sinis, walaupun aku sangat jarang berdialog dengan mereka. Tiga tahun tanpa seorang pun teman telah membuatku terbiasa hidup sendiri dan melakukan apapun sendiri. Tapi Kenji, anak ini selalu berusaha berteman dekat denganku. Dia selalu berusaha berbicang-bincang denganku dengan berbagai macam topik seolah-olah dia tak pernah kehabisan ide untuk dijadikan bahan pembicaraan. Sayangnya, sering kali aku menjawabnya hanya dengan tiga atau lima huruf. Iya atau tidak. Seperti hari ini, di saat bel istirahat baru saja berdering.

“Leon, apa kamu tahu tentang Rose Park?” tanyanya dengan dihiasi senyum yang lebar seperti biasa.

“Tidak.”

“Ia adalah wanita berkulit hitam yang menjadi terkenal karena penolakannya memberikan tempat duduk di bus untuk warga berkulit putih. Kamu tahu kan Amerika pernah perang saudara untuk masalah perbudakan?”

“Tidak.”

“Sewaktu Abraham Lincoln menjadi presiden, ia memerintahkan untuk menghapus perbudakan, mengakibatkan pihak selatan yang pro-perbudakan ingin melepaskan diri dari Amerika. Setelah perang, perbudakan berhasil dihilangkan, namun diskriminasi terhadap kaum berwarna tetap ada hingga akhir abad 20 .”

“Ya.”

“Padahal kalau kita ke belakang lebih jauh, bukankah kaum kulit putih datang ke tanah Amerika dengan cara mengusir penduduk aslinya, kaum Indian? Tapi mereka bertindak seolah mereka penduduk asli Amerika.”

Aku mendengarkan ceritanya sampai habis, hampir tidak mengeluarkan komentar yang berarti. Aku merasakan perasaan yang aneh, bukan perasaan jengkel karena dia berbicara sesuatu yang tidak penting. Kenapa ia ingin begitu dekat denganku? Apa alasannya? Karena kami sama-sama tidak memiliki orang tua? Padahal masih banyak teman-teman lain yang lebih ceria dan lebih baik dibandingkan aku, tapi kenapa ia ingin dekat denganku? Apakah karena aku selalu berwajah suram? Berbagai macam pertanyaan terus bermunculan di benakku sampai bel berbunyi tanda waktu istirahat telah berakhir.

***

Seperti hari-hari biasanya, aku selalu melangkah pulang terakhir. Aku menghindari pulang bersama teman-temanku karena aku lebih senang sendiri. Begitu aku keluar dari kelas, tampak oleh kedua mataku, Kenji berdiri di hadapanku.

“Hei Leon, rumah kita kan satu arah, kenapa kita tidak pulang bersama-sama saja?”

“Aku lebih senang sendiri.” jawabku sembari meninggalkannya.

“Kalau begitu aku hanya akan berjalan di belakangmu, ok?”

Entah apa yang terjadi pada diriku ini. Dia sudah begitu baik pada diriku, mengapa aku tetap dingin terhadapnya? Bahkan dengan teganya aku membiarkan dia berjalan mengekor dibelakangku, padahal yang ia minta hanya pulang bersama denganku.

“Wah, sudah sampai di rumahmu. Salam buat adikmu ya.” katanya dengan melambaikan tangannya kepadaku.

“Tunggu.” kataku tiba-tiba.

“Ada apa Leon?”

“Kau, ee . . tidak mau mampir?” tawarku dengan tidak melihat matanya secara langsung. Nyaliku terlalu kecil untuk melakukan kebaikan sekecil ini.

“Benarkah? Baiklah kalau begitu.” jawabnya dengan senyum seolah-olah dia memang berharap diajak masuk kedalam rumahku.

Kupersilahkan ia duduk di ruang tamu, lalu aku pergi menuju dapur untuk membuatkan minuman. Yang kupunya hanyalah kopi capucinno, karena hanya minuman itulah yang aku suka. Apakah Kenji senang kopi? Ragu, aku keluar melalui pintu belakang untuk membeli minuman yang memiliki rasa. Beberapa saat kemudian, satu gelas minuman rasa jeruk telah terhidang diatas nampan berwarna hitam, satu-satunya nampan yang kumiliki.

“Wah Leon, tak perlu repot-repot.” Kata Kenji ketika melihatku membawakannya minuman.

“Tidak.”

“Omong-omong kemana adikmu?”

“Tidur.” jawabku asal-asalan karena sebetulnya aku belum melihat adikku. Begitu meletakkan gelas untuk Kenji, aku segera menuju kamar adikku untuk memastikan bahwa ia benar-benar tidur. Untunglah, dia memang sedang tertidur.

“Kenapa adikmu tidak sekolah?”

“Karena dia selalu ditolak sekolah manapun.”

“Mengapa?”

“Karena ia sering melamun dan selalu bertanya di luar konteks pelajaran.”

“Jadi dia dianggap, maaf, tidak bisa menangkap pelajaran begitu?”

“Iya.”

“Menurutku itu bukan idiot. Adikmu terlalu cerdas untuk anak seusianya. Waktu kecil aku juga seperti itu. Tapi untunglah kepala sekolahku sangat mengerti diriku, jadi aku tidak perlu sampai berhenti sekolah.”

“Di mana kau bersekolah dulu?” tanyaku bersemangat, karena ada harapan untuk menyekolahkan adikku.

“Di kota Leon, aku pindah kemari mulai tahun 2006, ketika masuk SMP.”

“Oh begitu.”

“Aku bisa mengajari adikmu sepulang sekolah Leon.”

“Tidak, tidak perlu, aku bisa mengajarinya sendiri.”

“Manusia tidak bisa hidup sendiri Leon.”

“Apa maksudmu?”

“Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Selama ini kuperhatikan, kamu selalu melakukan segala sesuatu sendiri dan tidak pernah meminta bantuan orang lain. Aku percaya kalau kamu adalah orang yang mandiri, namun ada kalanya kita memerlukan orang lain Leon. Semua orang membutuhkan pertolongan, bahkan seorang Alexander Napoleon Caesar pun membutuhkan pertolongan.”

Topik yang ia bicarakan serius, namun mimik wajahnya tetap sama seperti biasanya. Ekspresi wajah yang lembut, namun menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Aku hanya terdiam mendengar penuturannya ini, tak pernah kubayangkan anak ini bisa jadi seserius ini.

“Kenapa kau begitu perhatian terhadapku?” tanyaku dengan bergetar. Aku menanyakan pertanyaan ini lagi, karena dulu belum puas dengan jawaban yang ia berikan.

“Karena kita senasib Leon. Aku tahu perasaanmu, aku tahu lukamu, aku bisa merasakan penderitaanmu. Itulah mengapa aku selalu ingin menumbuhkan senyum di wajahmu Leon.” dia semakin tersenyum lebar ketika mengatakan itu

“Senasib? Ayahmu meninggal, bukan menelantarkan anaknya.” balasku sengit.

“Tapi kita sama-sama kehilangan orang tua Le. Ayahmu masih hidup, sedangkan ayahku . .  .” Kenji tidak melanjutkan kata-katanya.

“Adikmu juga masih hidup, sedangkan aku hanya tinggal sebatang kara. Kamu harus bersyukur Leon, kamu masih lebih beruntung daripada aku.”

Kulihat mata Kenji sudah berkaca-kaca. Tampaknya ia telah mengeluarkan apa yang mengganjal di hatinya. Aku jadi merasa tidak enak dengannya, dengan menundukkan kepalaku, aku meminta maaf.

“Haha, aku tidak apa-apa kok Le. Mungkin kamu membutuhkan seorang guru yang mengajarimu tentang bagaimana caranya menjadi orang baik-baik, meskipun kamu sebenarnya sudah baik.” katanya panjang lebar, namun karena yang berbicara Kenji, aku berusaha untuk mendengarkan dan memahaminya.

“Ya.” jawabku tetap dingin seperti biasa.

“Aku pulang dulu ya. Besok pulang sekolah aku akan membantu mengajari adikmu. Kita berdua pasti bisa mentransfer ilmu kita kepadanya. Kita bagi saja Le, aku kebagian pelajaran apa, kamu kebagian pelajaran apa. Semua terserah kamu, aku ikut saja. Aku yakin Gisel akan senang mendapatkan dua guru baru, haha.”

Tempo hari aku bertanya pada diri sendiri, bagaimana cara memulai perubahan? Hari ini, pertanyaan itu terjawab. Kenji akan membantuku berubah, untuk menjadi orang baik-baik. Hanya dalam waktu beberapa hari, pertanyaanku langsung dijawab Tuhan melalui bocah Jepang ini.

Kulihat Kenji berjalan menjauhi rumahku, makin lama punggungnya makin terlihat kecil, sampai pada akhirnya menghilang di belokan jalan. Jadi itulah jawaban pertanyaanku tentang perhatian Kenji kepadaku. Aku dan Kenji senasib, bahkan aku masih lebih beruntung. Entah mengapa, ia selalu bisa menyihirku dengan kata-katanya. Dia sungguh pintar dalam mengolah kata dan mengaplikasikannya pada sebuah percakapan. Bagiku, dia adalah sang inspirator, orang yang bisa memberikan inspirasi baik karena perkataan maupun perbuatannya. Maaf Kenji, kuharap diriku bisa menjadi teman yang lebih baik untukmu di hari esok, entah kapan hari itu akan tiba.

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)

Published

on

By

Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Malik

Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.

Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.

Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.

Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!

Para Kakak Pembimbing OSIS

Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.

Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.

Rudi dan Sinta

Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.

Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.

Paman Anton

Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.

Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.

Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.

Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.

Penutup

Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?

Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!

 

 

Kebayoran Lama, 19 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi

Published

on

By

Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.

Andrea Putri Sudarwono

Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.

Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.

Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.

Aqilla Sagita Danastri

Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.

Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.

Taskya Namya (media.iyaa.com)

Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.

Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.

Elvina Yurina Zefina

Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.

Kwon Yuri (kpop.asiachan.com)

Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.

Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.

Maroon Malvinanita

Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.

Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.

Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.

Verena Nur Izora

Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.

Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.

Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.

Virginia Vanya Valora

Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.

VVV Venlo (youtube.com)

Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.

Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.

 

 

Kebayoran Lama, 10 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi

Published

on

By

Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.

Andra Putra Sudarwono

Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.

Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.

via bookstr.com

Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.

Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.

via indosport.com

Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.

Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.

Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.

Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.

Achmad Khrisna Subejo

Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.

Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.

via http://bokunoheroacademia.wikia.com

Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).

Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.

Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.

Arjuna Wahyunara

Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.

via snsdkorean.com

Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.

Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.

Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.

Jean Xavier Pierre

Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.

Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.

Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.

Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.

 

 

 

Kebayoran Lama, 5 November 2018

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan