Connect with us

Leon dan Kenji (Buku 1)

Chapter 10 Perjanjian Damai

Published

on

Ketika menjelang sore, terdengar ketukan pintu dari depan rumah. Siapa gerangan yang datang? Aku jarang sekali mendapat tamu. Penasaran, aku langkahkan kakiku ke ruang tamu.

“Hai Leon, apa kabar?” katanya dengan ceria seperti biasa. Siapa lagi kalau bukan Kenji.

“Tidak terlalu buruk. Diskors bukan masalah berarti. Aku masih bisa belajar sendiri.” jawabku tanpa intonasi.

“Ini hari pertama kan? Masih kurang enam hari lagi ya.”

“Iya.”

“Bagaimana kamu bisa belajar sendiri jika tadi kamu tidak ikut pelajaran dan buku untuk kita belum keluar?” tanyanya dengan penuh semangat.

“Entahlah.”

“Ini, ambilah. Semoga bermanfaat untukmu. Aku sudah fotokopi catatanku, semoga lengkap. Aku juga sudah fotokopi untuk Andra dan Bejo.”

“Te . . terima kasih.”

“Oh ada kak Kenji, masuk dulu kak!” adikku Gisel memunculkan dirinya.

“Haha, oke Gisel. Pasti ada yang mau kamu tanyakan.”

“Kok tahu?”

“Karena kamu memang tipe orang yang seperti itu, hehe.”

Tampaknya adikku benar-benar memiliki banyak pertanyaan untuk Kenji. Semoga saja dia tidak menanyakan bagaimana cara Kenji bisa membuatku berubah seperti ini.

“Kak, mengapa air bisa memadamkan api?” tanya Gisel ketika Kenji sudah duduk di kursi ruang tamuku.

“Kenapa tanya itu?”

“Karena dulu Gisel pernah mencoba menyalakan api karena penasaran, tapi langsung disiram air sama kakakku,” katanya sambil melirik aku, “dan ajaibnya apinya langsung padam.”

“Wah, bahaya sekali Gisel, kamu enggak boleh main api sembarangan.”

“Kan Gisel penasaran.”

“Kau ini kalau dikasih tahu diam.” aku menyertakan diri dalam pembicaraan, dengan ketus.

“Sudahlah Leon, Edison dulu juga pernah hampir membakar rumahnya sendiri karena penasaran. Tapi Gisel jangan sampai seperti itu ya.” kata Kenji dengan ramahnya. Dilihat dari gayanya, nampaknya ia tipe orang yang dekat dengan anak kecil.

“Edison itu siapa?”

“Thomas Alva Edison, penemu lebih dari seribu dua ratus penemuan seperti lampu pijar, perekam suara, film, dan masih banyak yang lain.”

Jujur, bagiku pun ini adalah pengetahuan baru untukku. Selain kecerdasan, nampaknya ia memiliki banyak sekali wawasan tentang pengetahuan umum yang belum tentu diajarkan di sekolah.

“Lalu tentang pertanyaan awalmu tadi, mengapa air bisa memadamkan api, itu karena air dapat menghilangkan panas dari api. Itu saja kok penjelasannya.”

Tanya jawab ini berlangsung lumayan lama dan hangat. Meskipun hanya sebagai pendengar, sesekali aku juga ikut mengajukan pertanyaan yang ada di dalam topik bahasan mereka. Benar-benar terasa sekali suasana kekeluargaannya

Dengan lambaian tangan, dia pergi meninggalkan rumahku. Sejak itu, hingga masa skorsku berakhir, dia selalu mampir ke rumah, memberiku catatannya, dan pulang dengan menyunggingkan senyum khasnya. Entah apa yang ada di pikirannya, sampai-sampai ia melakukan hal semacam ini kepadaku. Padahal aku merasa tidak pernah berbuat baik padanya. Sekalipun.

***

Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah setelah melewati masa-masa skors. Jantungku berdegub kencang, karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Berdiam diri seperti biasa, ataukah meminta maaf ke semua teman-teman kelas. Antara perasaan bersalah dan gengsi, antara kesadaran diri dan egoisme, antara pernyataan bersalah dan keangkuhan hati. Mungkin, aku hanya perlu diam dan tidak terlalu kejam, sehingga setidaknya aku terlihat telah berubah menjadi anak yang baik-baik. Semoga saja.

Begitu kakiku menginjakkan lantai di ambang pintu kelas, semua mata tertuju padaku. Seperti biasa, pandangan penuh dengan kesinisan. Memang aku kebal dengan semua ini, tapi bagaimana bisa memberi tahu kalau aku sudah berubah jika tatapan mereka masih sama?

“Pagi Leon!” siapalagi yang mau menyapaku, selain si dung, . . maksudku si Kenji. Bibirku sangat berat untuk kubuka, tapi aku berusaha untuk membukanya sekuat tenaga dan membalas sapaannya.

“Pagi.”

Hanya satu kata, tetapi bisa membuat kelas terperangah dalam diam seakan-akan aku sedang menunjukkan aksi sirkus yang menakjubkan. Terdengar was wes wos di kelas membicarakan diriku. Aku sudah tidak peduli lagi, aku sangat malu menjadi pusat perhatian. Terlebih lagi, ini kali pertama perhatian tersebut disebabkan bukan karena kelakuan burukku. Hanya membalas teguran Kenji, cukup untuk membuat tatapan sinis mereka berubah menjadi tatapan keheranan.

“Hei Kenji, kamu beri apa dia, sampai bisa membalas sapaanmu?” tanya salah satu dari idi, . . Sudarwono bersaudara.

“Aku tidak melakukan apa-apa, kalian saja yang terlalu banyak berpikiran negatif. Sebenarnya Leon itu baik, tidak seperti yang ada di pikiran kalian. Iya kan Leon?”

Aku hanya mengangguk kecil.

“Sangat aneh, iya kan Dea?”

“Benar Andra, sangat aneh.”

“Tapi tidak ada yang mustahil . .”

“. . jika kita mau berusaha.”

Celotehan mereka mendapatkan tepuk tangan yang cukup meriah. Aku ikut bertepuk tangan kecil di bawah meja. Lalu tanpa disangka-sangka, mereka berdua menghampiri diriku.

“Hei bung, kami minta maaf . .”

“. . karena telah membuatmu . .”

“. . menjadi seperti mumi.”

Mungkin karena mereka saudara kembar, mereka memiliki kemampuan untuk saling sahut menyahut seperti itu.

“Iya Andra, dan Dea, aku minta maaf.”

“Tenang saja bung . .”

“. . karena kami baik hati . .”

“. . dan tidak sombong . .”

“. . maka dari itu . .”

“. . Anda kami maafkan!”

Terserah kalian, aku tidak peduli, jawab batinku. Hanya di dalam batin. Takut menyinggung perasaan mereka. Meskipun yang lain tertawa karena hal ini, aku tidak dapat menemukan dimana lucunya. Mungkin selera humorku sangat rendah, lebih rendah dari selera humor seekor hyena.

“Kamu tidak minta maaf kepada teman-teman yang lain?” celetuk seorang wanita dari arah depan. Dari suaranya,tampaknya wanita yang menyentakku di hari pertama MOS, namanya Jessica kalau tidak salah.

Sesaat kami bertatapan mata. Sungguh, nampaknya baru kali ini juga aku bertatapan dengan lawan jenis bukan karena bertengkar. Aku melihat ke seluruh isi kelas, balas memandang semua mata yang tertuju padaku. Dengan menggenggam erat tanganku, aku berdiri dari tempatku duduk.

“Teman-teman, saya minta maaf atas perbuatan saya selama ini. Terima kasih.”

“Ayo, sini salaman dengan semuanya.” kini tanganku ditarik oleh Jessica sendiri.

Kusalami satu persatu mereka semua. Hanya wanita Jakarta yang tampaknya tidak peduli dengan permohonan maafku yang tulus. Selain dia, Bejo pun nampak belum ikhlas memaafkanku, mungkin karena aku membuat pekerjaannya sebagai ketua kelas terasa berat. Biarlah, yang penting aku sudah minta maaf, dimaafkan atau tidak urusan mereka.

“Ada yang belum bung.” kata Sudarwono bersaudara dengan berbarengan.

“Siapa?”

“Kakak-kakak senior.”

Ya, mereka benar. Aku juga harus minta maaf kepada mereka. Sama seperti Bejo, aku telah membuat masa-masa mereka menjadi senior menjadi berat. Meskipun aku pernah dihajar habis-habisan oleh salah satu dari mereka, aku tidak akan malu untuk meminta maaf. Maka sewaktu istirahat, ditemani Kenji dan Sudarwono bersaudara, aku berkeliling di lantai dua, ruangan kelas tiga, untuk mencari mereka satu persatu.

Untunglah Kenji hapal kelas berapa saja mereka. Mereka tampak heran bercampur dengan kaget melihat aku meminta maaf kepada mereka. Satu per satu kami menghampiri mereka. Ada yang langsung memaafkan, ada yang memberikan tatapan penuh kecurigaan namun tetap memaafkan, ada yang mengapresiasi keberanianku untuk mengakui kesalahan, ada yang tidak peduli, macam-macam.

Ketika bertemu dengan tiga orang OSIS yang mengawasi kelas kami (Rina, Desi, dan Joko), mereka memberikan tiga respon yang berbeda. Rina dengan tersenyum memaafkan, Dessy dengan masih bingung dengan rambutnya nampaknya tidak peduli, dan Joko terlihat agak enggan untuk memaafkan, namun tetap menyambut uluran tanganku. Akhirnya setelah berkeliling, tersisa satu orang lagi, si alis tebal.

“Ini dia kelasnya, dua belas IPS lima. Kamu sudah siap Leon?” tanya Kenji kepadaku.

“Siap.”

“Biar kami yang memanggilkan, mas Aan!” seloroh mereka berdua begitu saja. Diiringi dengan aura kegelapan, dia datang menghampiri kami. Mulanya ia cengar-cengir melihat Sudarwono bersaudara, namun begitu melihatku, raut wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat.

“Ada apa ini? Minta dikeroyok lagi?”katanya dengan nada tinggi.

“Tenang big bro . .”

“. . dia kemari . .”

“. . hanya untuk minta maaf . .”

“. . atas kelakuannya selama MOS . .”

“. . tenang saja big bro . .”

“. . dia sudah berubah total . .”

“. . menjadi Power Ranger!”

Gelak tawa mereka berikan kepada kami, namun diantara kami berdua, aku dan alis tebal, tidak ada yang tertawa. Wajahnya tetap suram.

“Pergi, atau kuhajar kalian semua.”

Ternyata orang ini masih menyimpan dendam. Padahal ia telah mengerahkan anak buahnya untuk menghajarku hingga babak belur. Apa yang harus kuperbuat? Pergi, atau tetap bertahan disini?

“Kak Aan yang kuhormati, Leon sengaja datang kemari untuk me . .” belum Kenji selesai bicara, Aan berteriak di depan kami dengan suara yang lebih keras.

“PERGI!! Kalian enggak tahu semua anggota gangku disini?? Mau dihajar ramai-ramai kalian?? PERGI!!”

Dengan ketakutan -tentunya mereka bertiga, karena aku tidak takut sedikitpun- kami pergi meninggalkannya. Aku menatap matanya dengan tajam seolah menantangnya sebelum meninggalkannya. Aku tetaplah Leon. Aku akan memilih untuk acuh dan tidak terlalu mempedulikan penolakan ini. Yang penting, aku sudah membuat banyak perjanjian damai dengan orang lain.

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)

Published

on

By

Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Malik

Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.

Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.

Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.

Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!

Para Kakak Pembimbing OSIS

Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.

Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.

Rudi dan Sinta

Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.

Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.

Paman Anton

Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.

Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.

Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.

Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.

Penutup

Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?

Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!

 

 

Kebayoran Lama, 19 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi

Published

on

By

Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.

Andrea Putri Sudarwono

Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.

Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.

Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.

Aqilla Sagita Danastri

Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.

Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.

Taskya Namya (media.iyaa.com)

Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.

Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.

Elvina Yurina Zefina

Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.

Kwon Yuri (kpop.asiachan.com)

Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.

Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.

Maroon Malvinanita

Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.

Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.

Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.

Verena Nur Izora

Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.

Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.

Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.

Virginia Vanya Valora

Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.

VVV Venlo (youtube.com)

Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.

Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.

 

 

Kebayoran Lama, 10 November 2018

Continue Reading

Leon dan Kenji (Buku 1)

Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi

Published

on

By

Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.

Andra Putra Sudarwono

Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.

Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.

via bookstr.com

Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.

Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.

via indosport.com

Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.

Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.

Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.

Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.

Achmad Khrisna Subejo

Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.

Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.

via http://bokunoheroacademia.wikia.com

Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).

Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.

Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.

Arjuna Wahyunara

Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.

via snsdkorean.com

Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.

Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.

Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.

Jean Xavier Pierre

Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.

Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.

Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.

Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.

 

 

 

Kebayoran Lama, 5 November 2018

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan