Olahraga
Haruskah Ole Out? Iya, Ole HARUS Out!

Seperti biasa, setiap performa Manchester United (MU) sedang anjlok, tagar #oleout kembali berkumandang dengan lantangnya hingga menjadi trending topic. Kolom komentar di media sosial milik MU pun dibanjiri dengan kata-kata Ole Out.
Dalam 9 pertandingan terakhir di semua kompetisi, MU harus menelan lima kekalahan dari Young Boys (Liga Champion), West Ham United (EFL Cup), serta Aston Villa dan Leicester City (Premier League).
Yang paling memalukan tentu kekalahan 0-5 melawan rival abadinya, Liverpool, di kandang sendiri. Pertandingan berlangsung kemarin (24/10) dan mendapatkan respon keras dari penonton yang melakukan walkout setelah Paul Pogba mendapatkan kartu merah.
MU hanya mampu mendapatkan 3 kemenangan tipis dan dramatis ketika melawan West Ham United (Premier League), Villareal, dan Atalanta (Liga Champion). Bahkan, mereka hampir kalah ketika menjamu Everton di Old Trafford jika saja gol Yerry Mina tidak dianulir karena offside.
Benarkah Ole harus keluar dan berhenti menjadi pelatih Manchester United?
Alasan Ole Harus Keluar dari Manchester United

Posisi Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih MU memang sangat sering goyang. Selain belum pernah menghadirkan trofi sama sekali, permainan yang dimiliki timnya terkadang begitu buruk hingga ia dicap sebagai pelatih yang miskin taktik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
MU mengusung formasi utama 4-2-3-1 dan Ole termasuk pelatih yang jarang mengganti pakemnya. Strategi yang kerap digunakan adalah memanfaatkan transisi lawan dari menyerang ke bertahan dengan cepat, atau bahasa mudahnya memanfaatkan counter attack.
Masalahnya, MU kerap kesulitan untuk menerobos lawan yang bermain bertahan, terutama tim yang menggunakan blok rendah. Jika sedang buntu, Ole sering terlihat kebingungan dan kurang pandai mengganti strategi dengan mengganti pemain.
Attitude yang dimiliki Ole juga kerap dikecam fan. Jika pelatih lain akan berdiri dan memberikan instruksi dari pinggir lapangan, Ole sering terlihat hanya duduk manis sembari melihat layar yang ada di hadapannya. Parahnya lagi, ia kerap terlihat tetap bisa tersenyum meskipun timnya mengalami kekalahan.

Padahal, skuad yang dimiliki MU bisa dibilang cukup bertabur bintang. Apalagi, musim ini mereka berhasil memulangkan Cristiano Ronaldo ke Old Trafford dan mendatangkan pemain baru berkualitas seperti Raphael Varane dan Jadon Sancho.
Permasalahan lain yang sering diprotes fan adalah Ole yang terlihat sangat “mencintai” Fred. Padahal, menurut mereka permainan Fred begitu buruk. Sebagai gelandang, ia kerap kehilangan bola dan salah passing.
Meskipun banyak sekali yang kontra, ada minoritas yang tetap mendukung Ole. Mereka membandingkan era awal Ole dengan era awal Sir Alex Ferguson yang juga terseok-seok. Namun, hal ini langsung dibantah karena skuad yang dimililiki Fergie saat itu tidak begitu bagus, berbeda dengan era Ole sekarang.
Kenapa Ole Begitu Susah untuk Keluar?

Keinginan untuk segera mendepak Ole bisa jadi dipicu oleh banyaknya pelatih berkualitas yang saat ini sedang menganggur. Contoh mudahnya adalah Antonio Conte dan Zinadine Zidane yang sudah terbukti mampu meraih trofi bergengsi bersama timnya.
Ibaratnya, skuad MU sekarang ini adalah mobil Formula 1, tapi kemampuan mengemudi Ole hanyalah sebatas angkot. Mau sekencang apapun mobilnya, kalau yang mengemudi tidak mampu, mobil tersebut tidak akan pernah menang balapan.
Apalagi, pelatih-pelatih sebelum Ole juga tidak diberi kesempatan sepanjang ini. Mulai Louis van Gaal hingga Jose Mourinho, meskipun mereka berhasil menghadirkan trofi untuk MU, pada akhirnya tetap didepak juga.
Jika dari presentase kemenangan, Ole memang lebih tinggi (55.21%) jika dibandingkan dengan van Gaal (52.43%) dan David Moyes (52.94%). Namun, Mourinho memiliki presentase yang lebih tinggi (58.33%) dan berhasil memberikan tiga piala untuk MU.
Keluarga Glazer sebagai pemilik MU pun nampak tenang-tenang saja melihat performa Ole. Fan sampai curiga, mereka tidak ingin mencari pengganti karena harus membayar pesangon untuk Ole dan tidak ingin membayar pelatih yang gajinya lebih tinggi.
Fan sudah muak dengan yang namanya “percaya pada proses”. Yang mereka percaya adalah Ole tidak mampu untuk menangani tim sebesar MU. Apalagi, pengalamannya hanyalah sebatas melatih klub seperti Cardiff City, itupun timnya terdegradasi.
Penutup
Pertandingan melawan Liverpool kemarin seolah menjadi puncak “hancurnya” permainan Manchester United di bawah kepelatihan Ole. Koordinasi pemain belakang yang sangat buruk memang menjadi penyebab utama, tetapi fan tetap menyalahkan Ole sebagai pelatih utama.
Menurut pendapat Penulis pribadi, Ole memang kurang punya kapasitas sebagai pelatih untuk klub sebesar Manchester United. Status awalnya di klub ini hanya caretaker yang menggantikan Jose Mourinho. Penulis tidak menyangka kalau ia akan diperpanjang selama ini.
Kalau Penulis cenderung lebih memilih Zidane daripada Conte yang terkenal lebih suka bermain defensif. Melihat kualitas pemain belakang MU, Penulis ragu strategi Conte cocok untuk tim.
Hingga tulisan ini terbit, Penulis terus melakukan refresh di Instagram dan berita, berharap ada berita kalau Ole akan mengundurkan diri ataupun dipecat oleh direksi klub. Semoga saja rentetan hasil buruk ini bisa membuat klub membuat keputusan yang tegas.
Lawang, 24 Oktober 2021, terinspirasi setelah kerap gusar melihat permainan Manchester United beberapa tahun terakhir
Foto: Sky News
Sumber Artikel:
Olahraga
Mental Baja Ala Harry Maguire

Manchester United (MU) sampai saat ini masih belum menunjukkan performa yang konsisten. Dalam dua pertandingan terakhir setelah jeda internasional, MU kesulitan ketika meraih kemenangan tipis atas lawan-lawannya yang di atas kertas kemampuannya jauh di bawah.
Namun, on the bright side, kita bisa melihat bagaimana pemain bergelar “Lord” yang kerap di-bully gara-gara blundernya, Harry Maguire, bermain dengan gemilang dalam mengisi pos pertahanan.
Selain menjadi Man of the Match pada pertandingan melawan Sheffield United, ia juga mencetak satu-satunya gol yang mengunci kemenangan atas F.C Copenhagen. Apakah ini tanda-tanda kalau Maguire akan comeback stronger?

Bagaimana Peran Maguire Direduksi di Dalam Tim

Sektor pertahanan MU memang yang paling sering disorot selama beberapa musim terakhir karena terkesan begitu mudah ditembus oleh pemain lawan. Belum lagi masalah blunder yang kerap dibuat, baik oleh kiper maupun bek.
Harry Maguire yang dibeli dari Leicester City dengan harga fantastis diharapkan mampu menjadi benteng tangguh. Sayangnya, kenyataan berbicara lain. Ia justru lebih sering menampilkan permainan lawak yang memberikan dampak negatif ke klub.
Alhasil, MU pun mendatangkan Raphael Varane di tahun 2021 dan Lisandro Martinez di tahun 2022. Mereka berdua pun menjadi starter utama yang terlihat solid, meskipun sempat dibantai 0-7 saat berhadapan dengan Liverpool.
Sebagai pelapis, pelatih Erik Ten Hag kerap lebih memilih Victor Lindelof sebagai pilihan ketiga. Bahkan jika terpaksa, Ten Hag akan menggunakan Luke Shaw yang posisi aslinya adalah seorang bek kiri.
Sudah dibangkucadangkan, status kapten MU yang ia sandang sejak bergabung pun dicabut dan diserahkan kepada Bruno Fernandez. Masa depan Maguire di MU benar-benar gelap, apalagi banyak fans yang meminta klub untuk menjualnya.
Harapan tersebut sempat terlihat ketika West Ham menunjukkan ketertarikannya. MU sudah sepakat, hanya saja Maguire menolak untuk pindah karena tidak ingin nominal gajinya turun dan menyatakan ingin berjuang untuk mendapatkan tempat utama di MU.
“Kami tidak mencapai kesepakatan. Manchester United senang saya bertahan dan saya senang memperjuangkan tempat saya.”
kata maguire kepada Express.
Tampaknya itu bukan bualan semata jika melihat bagaimana penampilannya di dua match terakhir. Hal ini seolah menunjukkan walaupun ia dihujat sana-sini, harus diakui kalau Maguire memiliki mental baja.
Mental Baja Harry Maguire

Jika mau membandingkan (walaupun agak kurang etis), kita bisa membandingkan mental Maguire dengan Jadon Sancho yang sedang bermasalah dengan klub. Ia yang sedang berperforma buruk justru membuat keributan di internal tim.
Bahkan ia berseteru dengan Erik ten Hag karena merasa “dikambinghitamkan” karena performanya yang buruk, dan menolak untuk meminta maaf hingga saat ini. Alhasil, kemungkinan besar ia akan dilepas pada bursa transfer Januari mendatang.
Maguire jelas pernah berada di posisi yang sama, di mana ia dinilai bermain buruk. Buktinya, ia lebih sering dicadangkan. Namun, ia sama sekali tidak membuat statement kontroversial dan tetap profesional.
Menurut Penulis, harus diakui kalau Maguire ini cukup “badak”. Bagaimana tidak, walaupun kerap mendapat caci maki dari penggemar sendiri, ia tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik ketika dipercaya untuk menjadi starter ataupun masuk sebagai pemain pengganti.
“Dia (Ten Hag) menjelaskan alasannya kepada saya dan sementara saya secara pribadi sangat kecewa, saya akan terus memberikan yang terbaik setiap kali saya mengenakan seragam ini”
Ungkap maguire ketika ban kaptennya dicopot
Meskipun kerap dicadangkan bahkan dicopot sebagai kapten, Maguire terlihat legowo dan menerima semua keputusan tersebut dengan lapang dada. Memang ia mengungkapkan kekecewaannya, tapi itu hal yang wajar.
Memang masih terlalu dini untuk menilai apakah Maguire benar-benar bisa melakukan redemption dari segala performa buruknya di masa lalu, mengingat ia baru bermain bagus pada dua match terakhir. Namun, jelas ia memberikan asa kepada para penggemar MU.
Tentu sebagai penggemar MU, Penulis akan merasa senang jika ada pemain di dalam tim yang bisa memberikan performa terbaiknya. Tinggal ditunggu saja, apakah Maguire mampu secara konsisten bermain dengan baik atau justru akan kembali melawak.
Lawang, 26 Oktober 2023, terinspirasi setelah melihat permainan Harry Maguire yang baik di dua match terakhir
Foto Featured Image: Sky Sports
Olahraga
Manchester United Tidak Sedang Baik-Baik Saja

Minggu kemarin jelas bukan minggu yang menyenangkan bagi penggemar klub sepak bola Manchester United (MU). Pasalnya, ada begitu banyak masalah yang datang bertubi-tubi di awal musim 2023/2024 ini.
Selain banyak pemain inti yang cedera, MU juga dipusingkan dengan perseteruan yang terjadi antara pelatih Erik ten Hag dan Jadon Sancho. Tidak hanya itu, Anthony pun terlibat kasus kekerasan terhadap perempuan yang mirip dengan kasus Mason Greenwood.
Puncaknya adalah MU harus mengalami kekalahan yang memalukan atas Brighton & Hove Albion dengan skor 1-3 di kandang pada hari Sabtu (16/9). Ini menjadi kekalahan ketiga secara berturut-turut MU di Liga Inggris dalam lima pertandingan.
Tidak Ada Lagi Kambing Hitam di Skuad

Dulu ketika MU menderita hasil yang kurang baik, publik (terutama penggemar) akan dengan mudah mengambinghitamkan dua nama pemain, yakni Harry Maguire dan David De Gea. Alasannya sederhana, keduanya kerap melakukan blunder yang fatal.
Namun, musim ini berbeda karena De Gea tidak mendapatkan perpanjangan kontrak, sedangkan Maguire sudah resmi menjadi penghangat bangku cadangan. Alhasil, kini yang menjadi sasaran, berdasarkan media sosial, adalah sang pelatih Erik ten Hag.
Musim yang lalu, ten Hag dianggap sebagai sosok yang tepat untuk menukangi MU. Filosofi bermain sepak bolanya banyak dipuji, apalagi jika dibandingkan dengan era Ole Gunnar Solkjaer yang dianggap tidak punya filosofi.
Bahkan, banyak fans yang mendukung keputusannya yang membuang Cristiano Ronaldo karena dianggap tidak cocok dengan gaya bermainnya. Sang mega bintang pun ngambek dan akhirnya memutuskan untuk cabut ke Liga Arab Saudi.
Namun, hal yang berbeda terlihat di musim ini, di mana publik justru berbalik menghujat ten Hag. Ketidakmampuannya menangani Sancho dianggap sebagai bukti kalau ia memiliki people management yang buruk. Padahal, MU sedang krisis pemain terutama di lini depan.
Dengan keterbatasan pilihan pemain yang dapat dimainkan, ten Hag juga terlihat kurang solutif. Apalagi, penyakit lama para pemain yakni mental juga terlihat kambuh. Dalam beberapa pertandingan, Penulis sama sekali tidak melihat daya juang dari para pemainnya.
Pemain Baru Justru Menjadi Masalah?

Padahal, MU lumayan aktif di bursa transfer kemarin. Sayangnya, tampaknya belum semua nyetel dengan pola permainan MU. Andre Onana, kiper baru MU yang jago build up serangan, nyatanya sudah kebobolan 10 gol dari 5 pertandingan.
Penulis menemukan komentar yang menyebutkan bahwa baru sekarang lah terlihat betapa vital peran De Gea di bawah mistar gawang. Meskipun tidak mampu melakukan build up dan kadang melakukan blunder, harus diakui kemampuannya menghalau bola memang luar biasa.
Rasmus Højlund yang diharapkan menjadi ujung tombak baru juga belum terlihat tajinya, meskipun memang ia baru satu kali dimainkan secara penuh saat berhadapan dengan Brighton. Ia sempat membuat gol, walau akhirnya dianulir.
Namun, untuk kasus Højlund banyak yang justru menyalahkan Marcus Rashford yang dianggap terlalu egois. Dalam beberapa pertandingan, terlihat ia terlalu bernafsu untuk mencatatkan namanya di papan skor, sehingga Højlund tidak mendapatkan suplai bola.
Pemain baru MU lainnya justru harus menepi karena cedera, seperti Mason Mount dan Sofyan Amrabat. Untuk Sergio Reguilón sendiri, menurut Penulis setidaknya ia mampu mem-back up posisi bek kiri yang ditinggal Luke Shaw dan Tyrell Malacia.
Oleh karena itu, tak heran jika ten Hag mau tidak mau jadi harus mengandalkan para pemain muda seperti Alejandro Garnacho, Facundo Pellistri, hingga Hanibal Mejbri yang baru mencatatkan gol perdananya untuk MU pada pertandingan melawan Brighton kemarin.
Penutup
Melihat tren permainan MU dalam beberapa match terakhir, jujur Penulis benar-benar merasa pesimis ata perjalanan klub setan merah ini di musim ini. Permainan mereka benar-benar tidak enak dipandang dan memang layak untuk menderita kekalahan.
Banyaknya pemain yang cedera memang berpengaruh besar, tetapi seharusnya klub sebesar MU mampu memiliki solusi untuk mengatasinya. Mau dilihat dari kacamata mana pun, skuad yang dimiliki oleh MU jelas lebih bagus dari klub sekelas Brighton.
Erik ten Hag sebagai pelatih pun patut dievaluasi atas rentetan buruk yang terjadi baik di dalam maupun luar lapangan. Apalagi, ten Hag beberapa kali terekam justru menyalahkan ini itu, bukannya interopeksi diri mengapa klub yang ia latih bisa seberantakan ini.
Jika permasalahan MU adalah mental dan ego dari pemainnya, maka sudah menjadi tugas ten Hag untuk mencari solusinya. Sebagai pelatih klub yang memiliki nama besar, ia harus bisa melakukannya dalam waktu yang singkat.
Tampaknya, Penulis sebagai fans MU harus menerima kenyataan kalau dirinya akan (kembali) menjadi bulan-bulanan karena klub yang didukung sedang ambyar. Entah sampai kapan MU yang sedang tidak baik-baik saja ini akan berubah menjadi lebih baik.
Sumber Featured Image: The People Person
Olahraga
(Bapak) Lu Punya Tim F1, Lu Punya Kuasa

Musim Formula 1 (F1) di musim 2023 memang terkesan membosankan karena dominasi Max Verstappen dan Red Bull yang luar biasa. Mau tidak mau publik pun teringat era Lewis Hamilton bersama Mercedes maupun Michael Schumacher dengan Ferrari.
Selain Verstappen yang baru meraih rekor fantastis dengan mencatatkan 10 kemenangan beruntun, Red Bull pun masih menyapu bersih semua kemenangan di musim ini sebelum akhirnya terputus di GP Singapura, di mana Verstappen hanya berhasil finish di posisi 5.
Oleh karena itu, tak heran jika penggemar F1 lebih memilih untuk mengalihkan fokusnya kepada siapa yang juara ketiga di klasemen pembalap (karena tampaknya Sergio Perez sudah pasti akan juara dua) dan tim mana yang akan juara dua di klasemen konstruktor.
BACA JUGA: Siapa Bisa Hentikan Verstappen dan Red Bull? – Whathefan!
Klasemen Sementara Pembalap dan Konstruktor F1

Untuk klasemen pembalap, saat ini posisi ketiga sedang dipegang oleh Lewis Hamilton dengan 180 poin. Ia menyalip Fernando Alonso (170 poin) dari Aston Martin yang mengalami nasib kurang beruntung pada GP Singapura dengan finish di posisi terakhir.
Carlos Sainz Jr. dari Ferrari pun semakin mendekati posisi Alonso setelah berhasil memenangkan GP Singapura dengan penampilannya yang luar biasa. Pembalap asal Spanyol tersebut telah mengumpulkan 142 poin.
Untuk klasemen konstruktor, di bawah Red Bull ada Mercedes (289 poin), Ferrari (265 poin), dan Aston Martin (217 poin). Menariknya, Aston Martin baru saja lengser dari peringkat tiga karena duo Ferrari berhasil mengumpulkan poin lebih banyak di GP Italia kemarin.
Selain itu, Aston Martin juga tampil buruk di GP Singapura setelah Alonso dan rekan setimnya, Lance Stroll, gagal mendulang satu poin pun. Bahkan, Stroll tidak ikut balapan setelah mengalami kecelakaan yang lumayan hebat saat kualifikasi.
Padahal, di awal musim Aston Martin bisa tampil begitu trengginas berkat performa epic Alonso yang berkali-kali berhasil meraih podium. Sayangnya, memasuki pertengahan musim mobil Aston Martin mengalami penurunan yang cukup terlihat.
Performa Pembalap Aston Martin yang Cukup Jomplang

Mobil Aston Martin memang terlihat garang di awal musim, di mana Alonso kerap meraih podium di belakang mobil Red Bull. Namun, performa tersebut seolah memudar. Untuk sekadar bersaing di papan tengah pun Aston Martin tampak kesulitan.
Oleh karena itu, tak heran jika Aston Martin yang sempat berada di posisi kedua klasemen konstruktor harus turun hingga ke peringkat 4. Namun, sebenarnya permasalahan utama Aston Martin adalah jomplang-nya performa Alonso dengan pembalap satunya, Lance Stroll.
Bagaimana tidak, sampai di GP Singapura kemarin, Stroll baru mengumpulkan 47 poin atau selisih 123 poin dari Alonso. Jumlah tersebut adalah yang jarak poin rekan satu tim terlebar setelah Red Bull, yang bisa dimaklumi karena Verstappen terus meraih kemenangan.
Stroll di awal musim sebenarnya tampil cukup baik, mengingat dirinya mengalami cedera di beberapa balapan. Namun, justru setelah cederanya sembuh, penampilannya terjun bebas dan sangat kebanting dengan performa Alonso.
Jika ada pembalap yang penampilannya buruk, biasanya akan diganti dengan pembalap lain yang lebih menjanjikan. Contoh paling dengan adalah Nick De Vries dari tim Alpha Tauri yang digantikan oleh Daniel Ricciardo di tengah musim.
Masalahnya, tampaknya hal tersebut akan sulit terjadi di Aston Martin, mengingat pemilik tim tersebut, Lawrence Stroll, merupakan ayah kandung dari Lance Stroll. Apakah seorang ayah akan tega menendang anaknya sendiri demi kebaikan tim?
Akankah Lance Stroll akan Terus Aman?

Aston Martin memiliki sejarah yang sebenarnya belum terlalu panjang di F1. Selain pernah berkompetisi sebentar di akhir tahun 50-an, mereka juga pernah menjadi sponsor untuk tim Red Bull di tahun 2016 hingga 2020 sebelum akhirnya menjadi tim sendiri.
Semenjak dimiliki oleh Lawrence Stroll, Aston Martin memang terlihat begitu ambisius untuk bisa menjadi tim F1 yang top. Gelontoran dana yang dikeluarkan selama ini mulai menampakkan hasilnya dengan banyaknya raihan podium musim ini.
Pada musim 2026 yang akan datang, Aston Martin telah menandatangani kontrak dengan Honda, mesin di balik kesuksesan Red Bull menjadi begitu tangguh selama beberapa tahun terakhir. Tentu kita jadi menaruh asa yang besar terhadap tim yang satu ini.
Untuk membantu pengembangan tim, Aston Martin juga merekrut pembalap-pembalap veteran yang mampu memberikan masukan. Setelah merekrut Sebastian Vettel di tahun 2020, tim ini pun merekrut Alonso setelah Vettel memutuskan untuk pensiun dari F1.
Dengan ambisinya yang begitu besar, banyak penggemar yang berharap kalau Lawrence Stroll bisa bersikap tegas dengan menendang Lance Stroll yang kurang perform. Bahkan, ada yang berharap kalau Vettel mau comeback untuk menggantikan Stroll.
Lance Stroll memang bukan pembalap yang buruk. Ia telah meraih podium dan dalam beberapa kali kesempatan mampu menunjukkan skill balapannya yang luar biasa. Stroll juga kerap memberikan masukan yang tidak kalah berbobot dari pembalap senior.
Namun, memang harus diakui kalau musim ini bukan musim yang baik untuknya. Kecelakaan yang ia alami di GP Singapura hingga membuatnya absen seolah menjadi penegas hal tersebut. Entah kapan Stroll bisa bangkit dan bisa menyumbang poin lebih banyak untuk tim.
Untuk informasi, durasi kontrak yang dimiliki Stroll tidak diketahui, sehingga bisa saja ia mendapatkan kontrak seumur hidup. Selama bapaknya masih menjadi pemilik tim, tampaknya Stroll akan masih punya “kuasa” untuk tetap bertahan di F1.
Sumber Featured Image: Wide World of Sports – Nine
-
Anime & Komik4 bulan ago
Rame-Rame Ganti Foto Profil Luffy Gear 5
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Oppenheimer
-
Tokoh & Sejarah4 bulan ago
Bagaimana Oppenheimer (Secara Tidak Langsung) Membantu Indonesia Merdeka
-
Buku5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca The 5 AM Club
-
Pengembangan Diri3 bulan ago
Belajar Melepas Perasaan Bersalah dari Kosan 95
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Secret Invasion
-
Anime & Komik3 bulan ago
Pemimpin Boneka ala Mizukage Keempat
-
Renungan4 bulan ago
Bagaimana Jika Perang Nuklir Benar-Benar Terjadi?
You must be logged in to post a comment Login