Connect with us

Film & Serial

Setelah Menonton What If…? (Bagian 1)

Published

on

Awalnya Penulis merasa sedikit skeptis terhadap serial What If…? yang tayang di Disney+. Berbeda dengan tiga serial sebelumnya (Wanda Vision, The Falcon and the Winter Soldier, Loki), What If… merupakan serial animasi pertama dari Marvel Cinematic Universe (MCU).

Selain itu, serial ini juga tidak memiliki keterkaitan langsung dengan MCU, meskipun head writer AC Bradley mengatakan kalau What If…? bersifat canon alias memiliki koneksi dengan MCU.

Sesuai dengan namanya, What If…? mengajak kita berandai-andai bagaimana seandainya kejadian yang ada di MCU berubah. Melalui serial ini, kita diajak untuk menyelam lebih dalam ke multiverse milik MCU.

The Watcher (Inverse)

Kita akan dipandu oleh The Watcher yang disuarakan oleh Jeffrey Wright. Ia digambarkan sebagai orang yang mengawasi multiverse, tetapi tidak bisa ikut campur jika ada konflik. Ia hanya bertugas sebagai seorang “pengawas”.

Setelah menonton 9 episodenya, bisa dibilang rasa skeptis di awal sirna begitu saja. Penulis dapat menikmati semua episodenya yang menyajikan animasi keren dengan jalan cerita yang begitu imajinatif!

Episode 1 – What If… Captain Carter adalah Avenger Pertama?

Captain Carter (Full Circle Cinema)

Jalan Cerita Episode 1

Episode pertama merupakan episode perkenalan dari serial ini. Angle yang diambil adalah bagaimana sebuah kejadian kecil bisa mengubah banyak hal Di sini, kita bisa melihat Peggy Carter tidak masuk ke dalam ruangan seperti di film Captain America pertama ketika Steve Rogers hendak disuntikkan serum super.

Akibatnya, terjadi kericuhan yang membuat Rogers terluka dan Carter menjadi penerima serum tersebut. Musuh yang dihadapi sama, Hydra, tetapi Tesseract berhasil direbut dan dimanfaatkan oleh Howard Stark untuk membuat Hydra Stomper yang dikendalikan oleh Rogers.

Singkat cerita Red Skull berhasil membuka semacam portal yang mengeluarkan makhluk bertentakel raksasa dan harus mengorbankan diri agar makhluk tersebut kembali ke dunianya. Ketika Carter berhasil kembali dunianya, ia sudah berada di masa depan sama seperti cerita Rogers

Setelah Menonton Episode 1

Sebagai episode pembuka, serial ini bisa menunjukkan seperti apa konsep yang diusung oleh What If…?. Hanya saja dari sisi cerita dan tingkat “wow” yang dimiliki, episode ini terkesan biasa saja.

Episode 2 – What If… T’Challa Menjadi Star-Lord?

T’Challa Star Lord (HITC)

Jalan Cerita Episode 2

Kita semua tahu Peter Quill adalah Star Lord, tapi di episode ini justru T’Challa sang raja Wakanda lah yang menjadi Star Lord. Jika Peter menjadi sosok yang kesannya tidak terkenal dan slengekan, T’Challa Star Lord justru menjadi sosok yang penting.

Ia begitu dihormati di kalangan bajak laut luar angkasa. Bahkan, Thanos pun sampai bisa mengurungkan niatnya untuk memusnahkan setengah populasi semesta. Sebagai gantinya, The Collector menjadi penjahat utama di episode ini.

Pertarungan pun terjadi antara T’Challa melawan The Colector. Selain itu, ia akhirnya mengetahui kalau keluarga Wakandanya masih hidup dan ia pun berkumpul lagi bersama mereka.

Setelah Menonton Episode 2

Episode ini bisa dibilang memiliki kejutan yang lumayan, terutama di bagian Thanos yang menjadi anggota kru T’Challa. Siapa yang menyangkan kalau hero kita yang satu ini menguasai bacot no jutsu milik Naruto?

Selain itu, episode ini didedikasikan untuk mendiang Chadwick Boseman yang meninggal tahun 2020 kemarin.

Episode 3 – What If… Dunia Kehilangan Pahlawan Terkuatnya?

Ketika Hampir Semua Anggota Avengers Mati (Marvel)

Jalan Cerita Episode 3

Ketika Nick Fury hendak memulai Avengers Initiative, semua orang-orang yang ia kumpulkan mati satu per satu. Tony Stark, Thor, Hawkeye, Hulk, hingga yang terakhir Black Widow. Bahkan, kematian Thor membuat Loki dan Asgard hendak melakukan penyerangan ke Bumi.

Berkat petunjuk yang diberikan oleh Black Widow sebelum ia mati, Nick Fury mengetahui kalau pembunuh para hero adalah Hank Pym yang dendam akibat kematian putrinya, Hope. Dengan bantuan Loki, Fury berhasil mengalahkan Pym.

Setelah Menonton Episode 3

Episode ini berhasil membuat kita menebak-nebak siapa yang membunuh para anggota Avengers. Bahkan Thanos sekalipun tidak mampu membunuh mereka semua. Penulis pun tidak bisa menebak siapa pelakunya, sampai nama Hope disebutkan.

Episode 4 – What If… Doctor Strange Kehilangan Hatinya, Bukan Tangannya?

Supreme Doctor Strange (The Cinemaholic)

Jalan Cerita Episode 4

Di versi MCU, Stephen Strange pergi ke Kamar Taj karena tangannya tidak berfungsi. Di episode ini, Strange kehilangan “hatinya” karena kematian kekasihnya, Christine Palmer. Ia mencari cara untuk mengembalikan waktu dan menyelamatkannya.

Setelah menyadari kalau kematian Christine tidak terhindarkan, ia pun berusaha mencari Lost Library of Cagliostro. Selain mempelajari hal-hal terlarang, ia juga menyerap kemampuan dari makhluk lain hingga ia terlihat berubah seperti monster.

Doctor Strange versi lainnya berusaha menghentikan Doctor Strange jahat ini, namun kekuatannya tidak sebanding. Ia pun berhasil menghidupkan kembali Christine, tetapi semestanya hancur hingga menyisakan dirinya sendiri.

Setelah Menonton Episode 4

Rasanya sangat jarang Marvel membuat film atau serial yang memiliki dark ending. Rasanya episode ini terasa begitu kelam. Karakter Doctor Strange yang kita kenal selama ini seolah begitu berbeda.

Selain itu, di episode ini untuk pertama kalinya kita melihat seorang karakter berbincang dengan The Watcher secara langsung. The Watcher juga berbicara kalau ia tidak bisa melakukan intervensi… untuk sekarang.

Episode 5 – What If… Zombi?

Avengers Menjadi Zombi (Bleeding Cool)

Jalan Cerita Episode 5

Ketika menonton trailer What If…?, salah satu hal yang membuat Penulis penasaran adalah kemunculan zombi Avengers. Ternyata, semua muncul di episode 5 ini ketika Bruce Banner dikirim ke Sanctum milik Doctor Strange seperti di film Avengers: Infinity Wars.

Ternyata, mayoritas superhero telah berubah menjadi zombi akibat perjalanan quantum yang dilakukan oleh Hank Pym untuk menyelamatkan istrinya. Para Avengers yang berusaha menghentikan para zombi justru menjadi zombi.

Hanya beberapa yang berhasil selamat, termasuk Spider-Man, Hope van Dyne, Winter Soldier, Okoye, Sharon Carter, dan lain sebagainya. Mereka juga memutuskan untuk pergi ke semacam shelter yang ternyata dimiliki oleh Vision.

Yang mengejutkan, ternyata Scott Lang masih hidup walaupun hanya kepalanya. Selain itu, ternyata Vision “memelihara” zombi Wanda Maximoff dan mengancam keberadaan mereka. Pada akhirnya, para superhero yang tersisa berhasil menyelamatkan diri.

Setelah Menonton Episode 5

Bisa dibilang ini merupakan episode What If…? yang paling tidak Penulis sukai. Alasan pertama, Scott Lang yang bisa hidup hanya dengan kepala rasanya terlalu memaksa. Alasan kedua, motif Vision yang kurang kuat dan mudah berubah pikiran.

Entah mengapa jalan cerita dari episode ini terasa kurang smooth dan susah untuk diterima. Apalagi, episode ini memiliki akhir yang menggantung ketika kita melihat Thanos dengan Infinity Stones-nya berubah menjadi zombi.

Masih ada 4 episode lagi yang belum Penulis bahas, termasuk kemunculan villain paling overpowered di MCU dan The Watcher yang akhirnya harus melakukan intervensi.

Karena artikel ini sudah terlalu panjang, Penulis akan membahasnya di Bagian Kedua sekaligus memberikan kesimpulan dari serial animasi ini. Langsung saja klik link di bawah ini:


Lawang, 17 Oktober 2021, terinspirasi setelah menonton serial What If…?

Foto: Disney+

Film & Serial

Langkah Frustasi Marvel dalam Menyelamatkan Semestanya

Published

on

By

Pada ajang San Diego Comic Con (SDCC) 2024 yang berlangsung pada akhir bulan Juli kemarin, Marvel berhasil membuat geger para penggemarnya di seluruh dunia gara-gara pengumuman yang mengejutkan.

Bagaimana tidak, Robert Downey Jr. atau RDJ, yang terkenal karena telah memerankan karakter Tony Stark alias Iron Man selama 11 tahun (dari film Iron Man hingga Avengers: Endgame), ia melakukan comeback dengan menjadi karakter fenomenal lainnya, Doctor Doom!

Pengumuman tersebut tentu membuat banyak penggemar Marvel merasa senang karena bisa melihat aktor favorit mereka kembali ke Marvel Cinematic Universe (MCU). Namun, tak sedikit yang justru menyesalkan keputusan tersebut, termasuk Penulis.

Semua Berawal dari Jonathan Majors

Para Kang yang Menjadi Sia-sia (YouTube)

Setelah Infinity Saga yang diakhiri dengan epic melalui film Avengers: Endgame, MCU membuka lembaran baru dengan Multiverse Saga. Tema ini digembar-gemborkan akan membuka “kemungkinan tak terbatas” di semesta Marvel

Awalnya, Kang the Conqueror dipilih menjadi next big bad villain selanjutnya menggantikan Thanos. Sayangnya, sang aktor Jonathan Majors terjerat kasus yang membuatnya dipecat. Ada opsi untuk melakukan recast, tapi Marvel memilih untuk mengganti villain utamanya.

Setelah berbagai spekulasi dan rumor, akhirnya melalui ajang SDCC 2024 Marvel resmi mengumumkan kalau Doctor Doom akan menjadi penggantinya. Hal ini terlihat dari perubahan judul film Avengers: Kang Dynasty menjadi Avengers: Doomsday.

Film ini akan disutradarai kembali oleh sutradara Russo Brothers, yang sebelumnya telah menyutradarai empat film Marvel, termasuk dua film Avengers. Sebagai tambahan, mereka juga akan menjadi sutradara film Avengers: Secret Wars.

Kembali ke Doctor Doom. Sebenarnya, Doctor Doom yang terkenal sebagai nemesis dari Fantastic 4 telah lama santer disebut akan menggantikan Kang. Apalagi, di komik ia juga memiliki sejarah panjang dan kerap bersentuhan dengan multiverse.

Nah, yang membuat terkejut adalah pemilihan RDJ yang menimbulkan polemik di antara penggemar. Sebelumnya, nama yang dianggap cocok untuk memerankan Victor von Doom adalah Cillian Murphy. RDJ, setidaknya bagi Penulis, tak pernah terpikirkan.

Marvel Sudah Frustasi?

Para Tokoh Lama yang Dibawa Kembali (IndieWire)

“You could not live with your own failure. Where did that bring you? Back to me.”

Quote terkenal dari Thanos tersebut tampaknya cocok untuk diucapkan oleh Russo Brothers dan RDJ ke direksi Marvel. Seperti yang kita tahu, MCU pasca-Endgame tampak berantakan dan kerap mendapatkan kritikan tajam.

Dari banyaknya film dan serial yang dirilis dalam rentang waktu 2020-2024, hanya sedikit yang bisa dibilang oke, sedangkan sisanya seolah mengundah hujatan. Banyak menganggap Marvel benar-benar mengalami penurunan kualitas dan berharap MCU cukup berakhir di Endgame.

Marvel pun bukannya tutup telinga atas kritikan-kritikan tersebut. Buktinya, mereka merombak roadmap yang telah disusun untuk meningkatkan kualitas film dan serial mereka. Tahun ini mereka hanya merilis satu film, Deadpool & Wolverine, walau film tersebut juga tidak bisa dibilang bagus.

Nah, untuk bisa membuat MCU tetap menarik minat penonton, mereka akhirnya memutuskan untuk menggunakan formula lama. RDJ jelas menjadi salah satu aktor terfavorit penggemar, sedangkan Russo Brothers terbukti selama ini selalu menghasilkan film yang berkualitas.

Masalahnya, RDJ sudah terlalu melekat sebagai Iron Man. Apalagi, ia sudah mati dengan heroik di Endgame. Mengembalikannya ke MCU sebagai villain, bagi sebagian penggemar, menjadi hal yang sulit untuk diterima.

Untuk Russo Brothers sendiri, Penulis memiliki kekhawatiran kalau menggunakan mereka kembali justru akan membuat penonton berekspetasi terlalu tinggi ke film Avengers ke-5 dan ke-6. Padahal, sudah banyak kasus di Marvel sutradara yang sama tidak selalu bisa menghasilkan film yang sama bagusnya.

Siapa Doctor Doom Versi MCU?

Mari Kita Lihat Saja Bagaimana RDJ Memerankan Doctor Doom (The Hollywood Reporter)

Secara teori, ada kemungkinan kalau Doctor Doom versi MCU merupakan varian jahat dari Tony Stark. Karena berpotensi menjadi jahat itulah Doctor Strange “mengarahkan” Stark ke kematiannya, mengingat ia telah melihat banyak masa depan alternatif.

Hingga saat ini, sama sekali belum ada petunjuk mengenai Doctor Doom di semua film dan serial MCU di Phase 4 dan 5. Hal ini wajar mengingat pergantian villain utama juga baru dilakukan akhir-akhir ini. Kalau Kang, ia sudah di-tease sejak serial Loki.

Ini juga akan menjadi kelemahan Multiverse Saga. Seperti yang kita tahu, Thanos sudah di-tease sejak film The Avengers tahun 2012 atau enam tahun sebelum penampilannya di film Avengers: Infinity Wars. Doctor Doom hanya punya waktu dua tahun sebelum tampil sebagai musuh utama.

Kemungkinan besar, Doctor Doom baru diperkenalkan pada film Fantastic Four: First Step yang akan tayang pada tahun 2025 mendatang. Film ini akan berlatar di universe lain, bukan Earth-616 tempat di mana para superhero yang kita kenal selama ini tinggal.

Di film tersebut, harusnya yang menjadi musuh utama adalah Galactus. Doctor Doom mungkin akan muncul, tapi tidak menjadi musuh utama. Dari sana, Penulis memperkirakan kalau entah bagaimana pada akhirnya Doctor Doom akan memicu kejadian yang akan terjadi di film Avengers: Secret Wars.

Kita lihat saja nanti apakah langkah frustasi yang diambil oleh Marvel ini berhasil menyelamatkan semestanya atau justru memperburuk keadaan.


Lawang, 7 Agustus 2024, terinspirasi setelah diumumkannya Robert Downey Jr. sebagai Doctor Doom

Foto Featured Image: GQ

Continue Reading

Film & Serial

[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine

Published

on

By

Pada tahun 2024 ini, Marvel Studios hanya merilis satu film, yakni Deadpool & Wolverine. Film ini juga menjadi film Deadpool (dan X-Men) pertama di Marvel Cinematic Universe (MCU) setelah Disney mengakuisisi 20th Century Fox.

Seperti biasa, Penulis menonton film ini ketika premiere-nya pada hari Rabu, 24 Juli 2024. Namun, karena setelah menonton Penulis pergi ke Jakarta selama beberapa hari (juga sempat tidak mood menulis), baru hari inilah Penulis membuat ulasannya.

Sejujurnya, mengingat kedua film Deadpool sebelumnya bisa dibilang tidak mengecewakan, Penulis menaruh ekspetasi yang cukup tinggi terhadap film ini. Apalagi, film ini juga menjadi comeback-nya Hugh Jackman sebagai Wolverine, yang terakhir kali memerankan karakter tersebut di film Logan (2017).

Jalan Cerita Deadpool & Wolverine

Beberapa tahun setelah peristiwa di film Deadpool 2, Wade Wilson alias Deadpool (Ryan Reynolds) menjalani hidupnya seperti biasa. Namun, kehidupannya saat ini lebih terasa sepi karena ternyata ia telah berpisah dengan kekasihnya, Vanessa (Morena Baccarin).

Tiba-tiba, ia diculik oleh Time Variance Authority (TVA) yang telah diperkenalkan di serial Loki. Ia lantas berhadapan dengan Mr. Paradox (Matthew Macfadyen) yang memberikan kabar bahwa universe yang ditinggali oleh Deadpool akan hancur.

Mengapa bisa hancur? Karena Anchor Being di universe tersebut, Logan alias Wolverine (Hugh Jackman) telah mati. Ini adalah teori baru yang belum pernah dijelaskan di film ataupun serial Marvel lainnya.

Lantas, Deadpool pun mencuri timepad milik Mr. Paradox dan berusaha mencari Wolverine baru untuk menjadi Anchor Being di universe-nya. Ia pun bertemu dengan berbagai varian Wolverine (termasuk versi Henry Cavill), tapi yang ia berhasil dapatkan justru versi terburuk yang gagal menyelamatkan universe-nya sendiri.

Deadpool dan Wolverine pun di-prune dan memasuki Void, yang juga telah diperkenalkan di serial Loki. Di sana, ia bertemu dengan Cassandra Nova (Emma Corrin), saudara kembar Profesor Xavier yang menjadi semacam penguasa di sana.

Cassandra ternyata sangat kuat karena mampu melakukan telekinetik dan membaca pikiran dengan literally memasukkan tangannya ke orang yang ia target. Saat Allioth datang menyerang markas Cassandra, Deadpool dan Wolverine berhasil kabur dari sana.

Sempat bertemu dengan varian Deadpool dan bertengkar seharian, Deadpool dan Wolverine tiba-tiba dibawa ke sebuah tempat yang terlihat seperti sebuah markas. Ada beberapa orang yang ada di sana, yang berhasil membuat para penonton berteriak.

Ada Elektra (Jennifer Garner), Blade (Wesley Snipes), Gambit (Channing Tatum), dan X-23 alias Laura (Dafne Keen). Setelah ngobrol, mereka memutuskan untuk menyerang markas Cassandra agar bisa keluar dari Void.

Singkat cerita, pertarungan terjadi dan Cassandra berhasil didesak hingga hampir tewas. Wolverine memutuskan untuk menyelamatkannya dan sebagai gantinya Cassandra memberikan tools yang kerap digunakan Doctor Strange dan Wong untuk membuka “Portal ke Mana Saja.”

Melalui portal tersebut, Deadpool dan Wolverine berhasil kembali ke universe-nya untuk menghentikan rencana Mr. Paradox. Namun, Cassandra menyusul dan ingin menggunakan alat Mr. Paradox untuk kepentingannya sendiri.

Untuk menghalangi Deadpool dan Wolverine, Cassandra menyewa banyak sekali varian Deadpool, yang untungnya langsung berhenti ketika melihat Peter (Tyler Mane). Pada akhirnya, mereka berdua berhasil menghentikan Cassandra sekaligus membuat universe tersebut tidak jadi berakhir.

Setelah Menonton Deadpool & Wolverine

Film ini mengulangi kesalahan terbesar yang dilakukan oleh film Doctor Strange in the Multiverse of Madness: plot cerita lemah dan terlalu mengandalkan cameo. Bahkan, bisa dibilang film ini lebih buruk dari sekuel Doctor Strange tersebut.

Ada banyak sekali catatan buruk dan kritik yang Penulis ketik di aplikasi Notion setelah selesai menonton film ini. Yang bisa membuat film ini masih layak ditonton adalah humornya yang pecah dan bertaburnya cameo yang tak terduga. Penulis akan membahasnya lebih detail di bawah ini.

Digendong oleh Para Cameo

Sama seperti film Doctor Strange in the Multiverse of Madness, kemunculan cameo di film Deadpool & Wolverine memang sangat banyak dan menyenangkan, apalagi bagi penggemar Marvel sejak awal tahun 2000-an.

Selain Henry Cavill yang menjadi varian Wolverine, kembalinya Chris Evans menjadi Human Torch juga sangat menyenangkan. Walau kemunculannya cukup sebentar karena budget-nya tinggi, kehadiran karakter ini mampu menyuguhkan humor yang menyenangkan.

Kemunculan Elektra, Blade, Gambit, hingga Laura juga cukup bikin heboh. Kemunculan Gambit versi Channing Tatum seolah mengabulkan keinginan lama penggemar. Seperti yang kita tahu, sebenarnya Tatum sudah akan membintangi film solo Gambit sebelum proyek tersebut dibatalkan.

Mewujudkan keinginan penggemar seperti ini juga dilaukan di film Doctor Strange in the Multiverse of Madness, di mana John Krasinski menjadi Mr. Fantastic. Bedanya, Mr. Fantastic harus mati konyol di tangan Wanda, sedangkan Gambit berhasil bertahan hidup.

Beberapa cameo lain yang muncul di film ini adalah Happy Hogan (Jon Favreau) yang mewawancarai Deadpool yang ingin bergabung dengan Avengers, Lady Deadpool yang diperankan oleh istri Ryan Reynolds, Blake Lively, dan beberapa anggota karakter lain dari film-film X-Men seperti Juggernaut dan Pyro.

Humor dan Breaking the 4th Wall Seperti Biasa

Bicara soal humor, seperti biasa film Deadpool memiliki ciri khasnya sendiri: humor yang kasar dan breaking the 4th wall. Kedua elemen itu terasa sangat kental di film ini sehingga menjadi kekuatan utama film ini, karena sekali lagi, plot ceritanya terlalu lemah!

Deadpool dengan segala aksi dan ucapan konyolnya selalu berhasil membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Salah satu yang membuatnya sangat lucu adalah bagaimana ia kerap menyindir hal-hal yang berhubungan dengan dunia nyata.

Contohnya adalah ketika ia membahas mahalnya budget untuk memasukkan Chris Evans ke dalam film dan bagaimana impian penggemar untuk melihat Cavillrine berhasil terwujud. Tentu hubungan Disney dan 20th Century Fox juga menjadi topik yang sangat sering ia bahas.

Timeline yang Makin Amburadul

Kita semua tahu kalau timeline film-film X-Men di bawah naungan 20th Century Fox cukup membingungkan. Selain trilogi utama yang tayang di awal tahun 2000-an, ada juga remake sebagai prekuel trilogi tersebut. Belum lagi film-film spin-off.

Nah, awalnya Penulis berharap kalau film ini akan menjelaskan keruwetan tersebut. Ternyata, justru film ini semakin membuatnya berantakan! Ada banyak sekali tanda tanya yang muncul setelah Penulis menonton film ini.

Pertama, Logan yang mati di film Logan ternyata satu universe dengan Deadpool. Ini aneh karena film tersebut berlatar tahun 2029 dan diceritakan saat itu sudah tidak ada lagi mutan yang tersisa. Kalau Deadpool (dan beberapa teman mutannya) hidup di dunia yang sama, maka seharusnya ia juga telah tiada.

Seharusnya, lebih masuk akal jika Deadpool dan X-Men diceritakan berasal dari universe yang berbeda. Selain menodai film Logan yang fenomenal, keputusan tersebut juga membuat film ini terasa asal nulis.

Banyak Hal Aneh Terjadi di Void

Konsep Void dan Allioth menjadi beberapa hal yang memorable dari serial Loki. Namun, film ini membuat keduanya seolah tidak memiliki harga diri sama sekali. Lihat saja mudahnya Deadpool dan Wolverine keluar dari sana menggunakan alat seperti milik Doctor Strange.

Jika portal tersebut bisa dengan mudah membuat kita berpindah universe, mengapa di film Doctor Strange in the Multiverse of Madness Strange tidak menggunakannya? Ia malah mempelajari Darkhold dan melakukan Dreamwalk. Fakta ini benar-benar membuat Penulis gusar.

Lalu Allioth juga terlihat cukup di-nerf. Di serial Loki, Allioth bisa memakan segalanya dengan mudah, termasuk ketika salah satu varian Loki membuat semacam ilusi istana. Lantas, mengapa ketika Allioth menyerang markas Cassandra, ada banyak yang selamat?

Jika merujuk pada kekuatan Allioth, harusnya semua isi markas beserta markasnya itu sendiri bisa dilahap dengan mudah olehnya. Namun, entah mengapa seolah Cassandra memiliki kemampuan untuk mengendalikan Allioth agar dirinya tidak ikut termakan. Selain itu, Cassandra juga tidak pernah di-mention di serial Loki, walau memiliki kekuatan sebesar itu.

Bicara soal Cassandra, karakter yang sebenarnya potensial ini sayangnya terkesan kurang memorable. Kemunculan dua antagonis (bersama Mr. Paradox) di film ini membuat perannya kurang terlihat dan memiliki motivasi villain yang sangat generik.

Hal-Hal Menyebalkan Lainnya

Masih banyak hal menyebalkan dari film ini yang ingin Penulis bahas. Pertama, banyak klise. Contohnya adalah ketika Wolverine yang awalnya ogah membantu Deadpool akhirnya rela mengorbankan dirinya. Hal semacam ini sudah sering kita temukan di film-film serupa.

Contoh lainnya adalah pengorbanan yang tidak jadi. Wolverine dan Deadpool yang terlihat mengorbankan diri mereka tidak jadi mati setelah sebelumnya dikesankan akan mati. Mungkin karena kemampuan regenerasi mereka, tapi sekali lagi hal semacam ini sudah sangat klise. Apalagi, secara ajaib universe-nya sembuh-sembuh sendiri dan tidak jadi hancur tanpa penjelasan.

Hal lain yang menurut Penulis cukup menyebalkan adalah putusnya Deadpool dengan Vanessa. Kalau boleh jujur, Vanessa kan literally dihidupkan kembali oleh Deadpool, kok bisa-bisanya minta putus dengan alasan bullshit seperti itu. Kisah mereka juga tak terlalu berpengaruh di film ini.

Varian Deadpool yang malah jadi anak buah Cassandra juga anti-klimaks. Mengapa para varian ini mau bekerja untuk Cassandra? Mengapa mereka dengan mudahnya mengabaikan tugas tersebut hanya karena bertemu Peter? Semua terasa tidak masuk akal.

Oh, jangan lupa kalau credit scene film ini juga tidak berguna dan tidak memberikan tease mengenai masa depan MCU. Sampai film ini selesai, tidak ada kejelasan mengenai bergabungnya universe Deadpool dengan MCU.

***

Meskipun mampu memberikan tawa dan perasaan nostalgia lewat cameo-cameo-nya, Deadpool & Wolverine pada akhirnya terasa seperti film yang lazy writing, terutama di 1/3 akhir filmnya. Penjelasan panjang Mr. Paradox mengenai mesinnya sangat membosankan.

Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat karakter Deadpool dan Wolverine memiliki basis penggemar yang cukup besar. Kalau sebagai film dengan tujuan menghibur, masih okelah, apalagi sequence aksinya juga cukup seru untuk ditonton.

Namun, sebagai sebuah film, alur ceritanya benar-benar terasa dangkal. Doctor Strange in the Multiverse masih jauh lebih mending karena selain Scarlet Witch yang berubah menjadi villain utama, motifnya mengacak-acak multiverse cukup kuat. Dari awal, ada kejelasan mengenai apa yang harus dilakukan oleh tokoh utamanya.

Penulis harus keluar dengan mulut mengomel terus karena ada banyak sekali plothole dan hal yang tak masuk akal di film ini, terutama konsistensi teori yang diciptakan oleh Marvel sendiri. Seperti yang pernah Penulis katakan dulu sekali, Marvel terlihat kewalahan dalam mengendalikan semestanya yang semakin membesar.

RATING: 5/10


Lawang, 6 Agustus 2024, terinspirasi setelah menonton film Deadpool & Wolverine

Foto Featured Image: FAHUM UMSU

Continue Reading

Film & Serial

[REVIEW] Setelah Menonton X-Men ‘97

Published

on

By

Rasanya sudah semakin jarang Marvel Cinematic Universe (MCU) merilis serial yang berkualitas. Dalam rentang waktu satu tahun terakhir, praktis hanya serial Loki Season 2 yang bisa dinikmati dan mampu menyajikan cerita yang menarik.

Untungnya, serial animasi terbaru yang dirilis MCU akhirnya mampu mematahkan hal buruk tersebut, yakni X-Men ’97. Penulis bukan penggemar die hard X-Men, tapi cukup familiar dengan karakter-karakternya karena pernah membacanya di majalah waktu kecil.

Serial asli X-Men yang rilis di tahun 90-an pun Penulis merasa tidak pernah menontonnya, walaupun theme song-nya terasa sangat familiar. Mungkin Penulis pernah menontonnya, tapi tidak bisa mengingatnya.

Yang jelas, Penulis memutuskan untuk menonton serial X-Men ’97 karena merasa penasaran. Penulis sampai harus menonton rekap serial animasi aslinya agar bisa catch up dan memahami konflik apa yang akan dihadapi oleh para X-Men.

Jalan Cerita X-Men ’97

Meskipun menggunakan gaya animasi yang berbeda dengan versi aslinya, X-Men ’97 merupakan sekuel langsung dengan gaya animasi yang telah menyesuaikan dengan era modern. Artinya, ceritanya pun nyambung dengan serial aslinya.

Di awal cerita, kita mengetahui bahwa Profesor Xavier telah dibawa ke luar angkasa oleh Lilandra demi menyelamatkan nyawanya. Lantas, X-Men pun secara mengejutkan jadi dipimpin oleh Magneto.

Beberapa kejadian pun terjadi selama Magneto menjadi pemimpin, termasuk Storm yang kehilangan kekuatannya. Selain itu, diketahui bahwa Jean Gray yang selama ini bersama X-Men ternyata hanya klon yang dibuat oleh Mister Sinister.

Klimaks konflik dari musim kali ini adalah penyerangan besar-besaran yang menghancurkan Genosha. Kejadian ini membuat karakter X-Men favorit Penulis, Gambit, harus tewas. Selain itu, Magneto juga berhasil diculik dan menghilang dalam waktu yang cukup lama.

Siapa dalang di balik penyerangan Genosha? Ternyata dia adalah Bastion, humanoid yang merupakan gabungan dari Nimrod dan Master Mold. Ia sangat membenci mutan, mengingat ia berasal dari entitas yang bertujuan untuk memusnahkan semua mutan.

Bastion tidak sendirian, ia dibantu oleh Mister Sinister dalam menjalankan misinya untuk memusnahkan mutan. Masalah makin pelik bagi X-Men, karena Magneto yang diculik berhasil kabur dan mematikan semua listrik di dunia dan menyatakan perang kepada manusia.

Di saat genting tersebut, Profesor Xavier pulang ke Bumi untuk menyelesaikan konflik yang ada. X-Men dibagi menjadi dua tim, satu berusaha menghentikan Magneto dan satu lagi menyerang Bastion yang melepaskan Prime Sentinels ke seluruh dunia.

Singkat cerita, pada akhirnya X-Men berhasil melakukan kedua misi tersebut. Namun, Asteroid M yang menjadi markas Magneto terjun ke Bumi dan berpotensi menyebabkan kiamat. Berbagai upaya dilakukan, tapi akhirnya Magneto-lah yang menghentikan insiden tersebut.

Setelah kejadian tersebut, banyak tokoh X-Men yang hilang dan tidak ditemukan. Pada akhirnya, terkuak kalau para X-Men terlempar ke lini masa yang berbeda, yang akan menjadi premis utama di musim selanjutnya.

Setelah Menonton X-Men ’97

Setelah selesai menonton semua 10 episodenya, Penulis merasa cukup puas dengan serial ini. Gaya animasinya, walaupun tidak unik seperti What If…?, cukup memanjakan mata. Dialog-dialog yang dimiliki, terutama yang keluar dari mulut Magneto, juga berkesan.

Meskipun Penulis tidak terlalu mengikuti X-Men, Penulis cukup mudah mengenali karakter-karakter yang ada di serial ini karena Penulis merupakan pemain Marvel Snap. Desain karakter yang ada di game TCG tersebut sama dengan yang ada di serial ini.

Selain karakter yang sudah familiar seperti Wolverine, Cyclops, Storm, Gambit, Beast, dan lainnya, Penulis langsung mengetahui karakter-karakter lainnya yang selama ini kurang ditonjolkan di film-film live-action seperti Jubilee, Morph, Sentinel, hingga Mister Sinister.

Penulis cukup menyayangkan kematian Gambit. Sudah di film live-action jarang muncul, sekalinya muncul di serial animasi malah harus mati. Namun, kematiannya yang heroik menjadi salah satu momen terbaik di serial ini.

Selain itu, ada banyak cameo menarik yang dimunculkan, mulai dari Captain America, Spider-Man, Silver Samurai, Omega Red, hingga Iron Man. Dengan kemunculan mereka, Penulis jadi berharap kalau di musim-musim selanjutkan akan ada tema X-Men vs Avengers.

Untuk konflik ceritanya sendiri bisa dibilang cukup berat, sehingga serial ini rasanya kurang cocok untuk anak-anak. Tema politik “manusia vs mutan” masih menjadi isu utama, di mana ada pihak yang ingin memusnahkan mutan dari Bumi karena berbagai alasan.

Salah satu poin utama yang membuat serial ini outstanding adalah bagaimana posisi Magneto yang tidak menjadi antagonis. Di serial ini, Magneto justru berusaha memahami apa keinginan Profesor Xavier, sebelum akhirnya merasa kalau usahanya berakhir sia-sia.

Bastion sebagai antagonis utama di serial ini juga terlihat sebagai musuh yang sulit untuk ditakhlukkan. Motivasinya untuk memusnahkan mutan mungkin kurang deep, tapi cukup kuat dan masuk akal. Pemilihannya sebagai villain utama sangat tepat.

Kesimpulannya, serial X-Men ’97 berhasil menjadi oase di tengah gempuran serial Marvel lain yang kurang berkualitas. Walaupun tidak menonton serial aslinya, kita masih akan bisa menikmati jalan ceritanya tanpa perlu pusing.

Rating: 8/10


Lawang, 28 Mei 2024, terinspirasi setelah menonton serial X-Men ’97

Foto Featured Image: Variety

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan