Connect with us

Musik

Linkin Park dan Meteora

Published

on

Di antara semua album Linkin Park, yang menjadi favorit adalah Meteora. Dirilis pada tahun 2003, banyak lagu-lagu favorit Penulis yang berasal dari album ini.

Selain itu, dua dari tiga lagu Linkin Park pertama yang Penulis dengarkan berasal dari album ini: Somewhere I Belong dan Faint. Walaupun begitu, pada akhirnya Penulis memutuskan untuk menomorsatukan lagu lain dari album ini.

Kenapa Namanya Meteora?

Mendengar nama albumnya, mungkin kita akan merasa penasaran dengan artinya. Apakah ada hubungannya dengan meteor? Ternyata bukan.

Meteora, Yunani (Klook)

Dari beberapa sumber yang pernah Penulis baca, Meteora diambil dari sebuah tempat suci (semacam biara) di Yunani. Penulis tidak mengetahui alasan pemilihan tempat tersebut.

Album ini terdengar sama seperti pendahulunya, Hybrid Theory, di mana ketika mendengarkan lagunya kita tahu kalau lagu tersebut merupakan lagu Linkin Park.

Lagu-Lagu Meteora

Album ini berisikan 13 lagu, meskipun track nomor satu, Foreword, hanya terdengar seperti suara dentingan besi. Durasinya pun super singkat, hanya beberapa detik. Mungkin lagu ini dimaksudkan sebagai intro album.

Lagu langsung disambung dengan Don’t Stay. Pada lagu ini, kita hanya akan mendengarkan vokal Chester yang kuat. Yang membuat Penulis lumayan menyukai lagu ini apalagi kalau bukan gesekan turntables dari Mr. Han.

Selanjutnya ada lagu Somewhere I Belong yang sangat terkenal. Penulis masih sangat menyukai lagu ini karena memiliki paket lengkap: rap Mike, vokal kuat dari Chester, gesekan DJ, dan iringan musik yang keras.

Selain lagunya, Penulis juga menyukai konsep video klipnya yang pada bagian awal menunjukkan kamar minimalis ala Jepang dan ada Gundamnya. Keinginan Penulis memiliki Gundam mungkin berawal dari video klip ini.

Lying from You merupakan paket lengkap lainnya yang mendapatkan bintang 5 dari Penulis. Lagu ini terdengar lebih keras karena Chester berteriak pada lagu ini. Sayang, lagu ini tidak memiliki video klip.

Lagu kelima dari album ini adalah Hit the Floor yang terdengar sangat keras. Lagu ini termasuk yang paling jarang dinyanyikan Linkin Park ketika konser.

Lagu selanjutnya, Easier to Run, juga termasuk jarang dinyanyikan. Padahal, Penulis sangat menyukainya,terutama karena liriknya yang terkesan suram dan depresif. Penulis sempat membuat artikel yang terinspirasi dari judul lagu ini.

Justru lagu selanjutnya, Faint, yang termasuk sering ada di konser. Maklum, lagu ini menjadi salah satu lagu Linkin Park yang paling terkenal walau Penulis hanya menyukai sekadarnya.

Penulis tidak terlalu menyukai lagu Figure walau masih bisa menikmatinya. Beda cerita dengan lagu selanjutnya, Breaking the Habit, lagu terkenal Linkin Park lainnya.

Dibandingkan dengan lagu-lagu lainnya, lagu ini terdengar lebih “lembut”. Bahkan sepanjang lagu kita tidak akan mendengarkan genjrengan gitar keras seperti biasanya.

Vokal tinggi Chester dipamerkan di bagian bridge lagu. Biasanya kalau konser, Chester akan menyanyikan reff-nya tanpa diiringi musik yang akan memukau penonton. Sebagai tambahan, video klip dengan gaya animasi yang dimiliki juga sangat keren.

Setelah Breaking the Habit. ada lagu From the Inside yang juga menjadi salah satu favorit Penulis. Lagu ini termasuk paket lengkap plus screaming dari Chester.

Video klipnya juga meninggalkan kesan untuk Penulis, di mana kita akan melihat anak kecil yang seolah terjebak dalam situasi rusuh di kotanya. Lagu ini benar-benar badass.

Album berlanjut dengan lagu Nobody Listening yang kesannya Jepang banget. Penulis memaklumi hal ini karena Mike Shinoda merupakan keturunan Jepang.

Jika di album Hybrid Theory ada lagu Cure for the Itch sebagai lagu instrumental, maka Meteora memiliki lagu Session. Di sini, kemampuan Mr. Han sebagai DJ benar-benar terdengar.

Nah, lagu penutup dari album ini merupakan lagu nomor satu Penulis dari Linkin Park. Sampai kapanpun, posisinya tidak akan tergantikan oleh lagu lain. Numb menjadi lagu terakhir dari album Meteora.

Mungkin lagu ini tidak termasuk paket lengkap seperti Somewhere I Belong atau Lying from You karena tidak ada rap. Hanya ada suara Mike sebagai backing vocal di bagian bridge.

Pada tulisan sebelumnya, Penulis mengatakan bahwa dirinya merupakan tipe yang mendengarkan musik tanpa terlalu memedulikan lirik. Beda kasus dengan lagu ini yang liriknya benar-benar Penulis perhatikan.

Penulis menangkap kalau lagu ini berusaha menggambarkan seseorang yang telah lelah menjadi orang lain hingga kehilangan jati dirinya sendiri. Hal ini diperkuat oleh video klipnya.

Bisa dibilang lagu ini merupakan lagu yang paling sering membuat Penulis menangis. Padahal Penulis tidak merasa terlalu related dengan lagu ini, mungkin karena merasa terbawa oleh lagunya saja.

Ketika konser memperingati kematian Chester, Linkin Park memainkan lagu ini tanpa suara vokal. Suara penonton yang menjadi penggantinya. Saat melihatnya, air mata Penulis jatuh begitu saja.

Penutup

Meteora merupakan album favorit Penulis dari Linkin Park, atau bahkan album favorit dari semua grup musik. Komposisi daftar lagu yang ada di dalamnya benar-benar cocok dengan selera Penulis.

Apalagi, setelah album ini Linkin Park seperti mengalami perubahan genre musik. Mike Shinoda pada satu kesempatan menyebutnya sebagai proses evolusi band.

Walaupun begitu, Penulis tetap mendengarkan semua lagu yang dikeluarkan oleh Linkin Park sembari tetap mendengarkan lagu-lagu yang telah melambungkan nama mereka.

Album selanjutnya, Minutes to Midnight. Stay tuned!

NB: Ketika menulis artikel ini, Penulis menonton ulang video klip yang berasal dari album ini. Ketika sampai di lagu Numb, Penulis kembali menangis.

Kebayoran Lama, 8 Maret 2020, terinspirasi karena ingin menulis sesuatu tentang Linkin Park

Foto: Amazon

Musik

Tier List Lagu-Lagu Linkin Park Versi Saya

Published

on

By

Jika membuka rubrik Musik di blog ini, mayoritas artikelnya membahas seputar K-Pop, karena memang genre tersebut yang sedang Penulis sering dengarkan selama satu setengah tahun terakhir. Karena masih baru, makanya Penulis banyak melakukan eksplorasi.

Namun, mau sebanyak apapun Penulis “berkenalan” dengan girlband Korea atau mendengarkan lagu K-Pop, tetap saja genre favorit Penulis tetap rock, dan Linkin Park tetap menjadi musisi favorit meskipun sudah ditinggalkan oleh Chester Bennington.

Sebelumnya, Penulis sudah pernah menulis artikel 20 Lagu Terbaik Linkin Park Versi Saya. Namun, Penulis merasa kalau dirinya perlu membuat semacam tier list untuk menilai semua lagu Linkin Park.

Tier List Lagu Linkin Park

Dalam membuat tier list ini, Penulis akan membuatnya per album, dari Hybrid Theory (2000) hingga One More Light (2017). Setelah itu, Penulis akan menghitung skor tiap album untuk menentukan mana urutannya dari yang terabik hingga terburuk.

Dalam membuat tier list, Penulis membuat Tier S hingga Tier E. Hanya ada satu lagu yang ke Tier S, yang menandakan kalau lagu itu menjadi lagu favorit Penulis seumur hidup. Untuk lagu yang selalu masuk ke playlist, akan Penulis masukkan ke dalam Tier A.

Tier B akan berisikan lagu-lagu yang sebenarnya juga masuk ke playlist, tapi terkadang ada perasaan bosan mendengarkannya. Tier C berisi lagu yang sebenarnya cukup favorit, tapi tidak sampai masuk ke dalam playlist.

Tier D adalah lagu-lagu yang cukup Penulis hindari, tapi masih oke untuk didengarkan. Tier E atau yang paling rendah berisi lagu yang akan Penulis skip. Ya, walaupun ini Linkin Park, tetap saja ada lagu yang masuk ke dalam kategori tersebut.

Selain itu, Penulis juga akan memberikan skor untuk setiap Tier, di mana Tier S memiliki skor 5 dan Tier E memiliki skor 0. Dengan demikian, nanti akan jadi ketahuan album mana yang memiliki skor tertinggi (berdasarkan skor akhir dibagi jumlah lagu di album tersebut) versi Penulis.

Tier List Hybrid Theory (2000)

  • S: –
  • A: Papercut, Pushing Me Away
  • B: In the End, A Place for My Head
  • C: One Step Closer, With You, Crawling, Points of Authority, Runaway, By Myself, Forgotten, Cure for the Itch
  • D: –
  • E: –

Di album pertama, Hybrid Theory, bisa dibilang tidak ada lagu yang tidak bisa didengarkan. Meskipun kebanyakan masuk ke Tier C, album ini mau bagaimanapun menjadi “perkenalan” Linkin Park kepada para penggemarnya.

Meskipun hanya dua lagu yang berhasil masuk ke Tier A, Penulis harus menyebutkan kalau lagu “Papercut” adalah lagu favoritnya nomor dua dari Linkin Park. Jika ada Tier di antara S dan A, Penulis akan memasukkan lagu ini ke Tier tersebut.

Skor Akhir: 30 (Rata-Rata: 2,5)

Tier List Meteora (2003)

  • S: Numb
  • A: Don’t Stay, Somewhere I Belong, Lying from You, Easier to Run, Breaking the Habit, From the Inside
  • B: Faint, Session
  • C: Hit the Floor, Figure, Nobody Listening
  • D: Foreword
  • E: –

Seperti yang sudah Penulis singgung beberapa kali, Meteora adalah album favorit Penulis dan menganggapnya sebagai album terbaik sepanjang masa. Album ini juga menjadi satu-satunya yang menyumbangkan lagu dengan Tier S melalui lagu “Numb.”

Selain itu, bisa dilihat jika album ini memiliki banyak sekali lagu yang masuk ke dalam Tier A. Sama seperti Hybrid Theory, tidak ada lagu yang tidak enak dari album ini, kecuali “Foreword” yang suaranya memang cuma begitu saja.

Hal tersebut membuat skor dari album ini sangat tinggi dibandingkan dengan album-album Linkin Park lainnya.

Skor Akhir: 42 (Rata-Rata: 3,23)

Tier List Minutes to Midnight (2007)

  • S: –
  • A: Leave Out All the Rest, Shadow of the Day
  • B: Given Up, Bleed It Out
  • C: Wake, What I’ve Done, Hands Held High, No More Sorrow
  • D: Valentine’s Day, In Between, In Pieces, The Little Things Give You Away
  • E: –

Sejujurnya, Minutes to Midnight adalah album yang kurang Penulis sukai. Akan tetapi, ternyata setelah dihitung skornya berdasarkan tier list di atas, skornya masih lumayan tinggi dan di luar ekspektasi.

Pada artikel 20 Lagu Terbaik Linkin Park Versi Saya, Penulis hanya meletakkan lagu “Leave Out All the Rest” di peringkat 10, di bawah lagu-lagu dari enam album lainnya. Ini menunjukkan kalau sebenarnya album ini memang kurang Penulis sukai, meskipun tidak sampai ada yang masuk ke Tier E.

Skor Akhir: 26 (Rata-Rata: 2,17)

Tier List A Thousand Suns (2010)

  • S: –
  • A: Waiting for the End
  • B: The Requiem, Burning in the Skies
  • C: The Radiance, When They Come for Me, Jornada Del Muerto, Blackout, Iridescent, The Catalyst
  • D: Empty Space, Robot Boy, Wretches and Kings, Wisdom, Justice, and Love, The Fallout
  • E: The Messenger

Penulis sudah pernah menyebutkan kalau album A Thousand Suns menjadi album favoritnya secara konsep, yang nyambung dari depan hingga belakang. Sayangnya, hal tersebut membuat skor album ini cukup jatuh dan menjadi yang terburuk di antara yang lain.

Alasannya, banyak lagu-lagu di album ini yang hanya berfungsi sebagai bridging, bukan sebagai lagu utuh. Memang Penulis suka “The Requiem,” tapi yang lain kurang suka. Belum lagi lagu “The Messenger” yang benar-benar tidak Penulis sukai.

Skor Akhir: 27 (Rata-Rata: 1,8)

Tier List Living Things (2012)

  • S: –
  • A: In My Remains, Lies Greed Misery, Castle of Glass, Road Untraveled, Powerless
  • B: Until It Breaks
  • C: Lost in the Echo, Tinfoil
  • D: Burn It Down, I’ll Be Gone
  • E: Skin to Bone

Living Things menjadi album yang menyumbangkan lagu di Tier A terbanyak setelah Meteora dengan lima lagu. Hal tersebut membuat album ini memiliki skor yang cukup tinggi, hanya kalah dari dua album pertama Linkin Park.

“Castle of Glass” yang menjadi lagu urutan keenam di album ini menjadi lagu favorit Penulis nomor 3. Namun, album ini juga memiliki lagu yang sangat Penulis hindari, yakni “Skin to Bone.”

Skor Akhir: 29 (Rata-Rata:2,42)

Tier List The Hunting Party (2014)

  • S: –
  • A: Rebellion, Final Masquerade
  • B: Keys to the Kingdom, Wasteland
  • C: All for Nothing, Guilty All the Same, War, Until It’s Gone.
  • D: The Summoning
  • E: Mark the Graves, Drawbar, A Line in the Sand

Di antara semua album Linkin Park, The Hunting Party menjadi penyumbang Tier List E terbanyak. Tiga lagu yang Penulis masukkan ke tier ini benar-benar tidak Penulis sukai dan selalu di-skip jika tiba-tiba muncul di pemutar musiknya.

Hal tersebut sebenarnya cukup Penulis sayangkan, mengingat Penulis sangat menyukai lagu “Rebellion” dan “Final Masquerade.” Namun, bisa dibilang hanya dua lagu tersebut yang benar-benar Penulis suka dari album ini.

Skor Akhir: 23 (Rata-Rata: 1,92)

Tier List One More Light (2017)

  • S: –
  • A: Heavy
  • B: One More Light
  • C: Nobody Can Save Me, Good Goodbye, Talking to Myself, Battle Symphony, Invisible, Sorry for Now, Halfway Right
  • D: Sharp Edges
  • E: –

Album terakhir Linkin Park, One More Light, bisa dibilang sebagai album paling medioker. Sama seperti Hybrid Theory, mayoritas lagu di album ini masuk ke Tier C. Suka enggak, tapi seenggaknya masih oke untuk didengarkan.

Selain itu, sama seperti album A Thousand Suns, hanya ada satu lagu dari album ini yang berhasil masuk ke dalam 20 lagu favorit Linkin Park versi Penulis. Setidaknya, album ini tidak memiliki lagu yang layak untuk masuk ke Tier List E.

Skor Akhir: 22 (Rata-Rata: 2,2)

Penutup

Berdasarkan perhitungan skor dari tier list di atas, maka bisa disimpulkan kalau menurut Penulis album terbaik dari Linkin Park adalah Meteora, dan yang paling buruk adalah A Thousand Suns. Pembaca bisa melihat daftar lengkapnya di bawah ini (diurutkan berdasarkan rata-rata skornya):

  1. Meteora – Bobot Akhir: 42 (Rata-Rata: 3,23)
  2. Hybrid Theory – Bobot Akhir: 30 (Rata-Rata: 2,5)
  3. Living Things – Bobot Akhir: 29 (Rata-Rata:2,42)
  4. One More Light – Bobot Akhir: 22 (Rata-Rata: 2,2)
  5. Minutes to Midnight – Bobot Akhir: 26 (Rata-Rata: 2,17)
  6. The Hunting Party – Bobot Akhir: 23 (Rata-Rata: 1,92)
  7. A Thousand Suns – Bobot Akhir: 27 (Rata-Rata: 1,8)

Jika ditotal, maka ada Tier S memiliki 1 lagu, Tier A memiliki 19 lagu, Tier B memiliki 12 lagu, Tier C memiliki 34 lagu, Tier D memiliki 14 lagu, dan Tier E memiliki 5 lagu. Pembaca bisa melihat rekap lengkapnya di bawah ini:

  • S: Numb
  • A: Papercut, Pushing Me Away, Don’t Stay, Somewhere I Belong, Lying from You, Easier to Run, Breaking the Habit, From the Inside, Leave Out All the Rest, Shadow of the Day, Waiting for the End, In My Remains, Lies Greed Misery, Castle of Glass, Road Untraveled, Powerless, Rebellion, Final Masquerade, Heavy
  • B: In the End, A Place for My Head, Faint, Session, Given Up, Bleed It Out, The Requiem, Burning in the Skies, Until It Breaks, Keys to the Kingdom, Wasteland, One More Light
  • C: One Step Closer, With You, Crawling, Points of Authority, Runaway, By Myself, Forgotten, Cure for the Itch, Hit the Floor, Figure, Nobody Listening, Wake, What I’ve Done, Hands Held High, No More Sorrow, The Radiance, When They Come for Me, Jornada Del Muerto, Blackout, Iridescent, The Catalyst, Lost in the Echo, Tinfoil, All for Nothing, Guilty All the Same, War, Until It’s Gone, Nobody Can Save Me, Good Goodbye, Talking to Myself, Battle Symphony, Invisible, Sorry for Now, Halfway Right
  • D: Foreword, Valentine’s Day, In Between, In Pieces, The Little Things Give You Away, Empty Space, Robot Boy, Wretches and Kings, Wisdom, Justice, and Love, The Fallout, Burn It Down, I’ll Be Gone, The Summoning, Sharp Edges
  • E: The Messenger, Skin to Bone, Mark the Graves, Drawbar, A Line in the Sand

      Kurang lebih seperti itu tier list lagu Linkin Park versi Penulis. Sebenarnya Penulis ingin memasukkan beberapa lagu non-album, tapi ini saja sudah cukup banyak. Mungkin nanti Penulis akan membuat artikel yang khusus membahas lagu-lagu tersebut.


      Lawang, 28 Juni 2024, terinspirasi setelah ingin menulis artikel tentang Linkin Park lagi

      Foto Featured Image: Billboard

      Continue Reading

      Musik

      Feel My Rhythm: Red Velvet

      Published

      on

      By

      Blackpink (YG Entertainment) sudah, Twice (JYP Entertainemnt) sudah. Artinya, tinggal satu lagi girlband yang dianggap sebagai Big 3 dari gen 3 yang belum Penulis eksplorasi musiknya, yaitu Red Velvet dari SM Entertainment.

      Penulis sendiri sebenarnya tidak asing dengan Red Velvet, mengingat dulu ada salah satu teman kantornya yang merupakan penggemar dari girlband beranggotakan Irene, Wendy, Seulgi, Joy, dan Yeri ini.

      Salah satu komentar dari teman kantor Penulis yang paling nempel adalah video-video klip Red Velvet kerap identik dengan nuansa creepy, berbeda dengan Blackpink yang berkonsep girl crush atau Twice yang terkesan imut. Ternyata, hal tersebut (separuh) benar.

      Lagu-Lagu Red Velvet yang Penulis Dengarkan

      Dulu sekali, satu-satunya lagu Red Velvet yang Penulis ketahui adalah “Psycho.” Itu pun hanya mendengarkannya sambil lewat, tidak pernah mendengarkannya secara utuh. Baru setelah berkenalan dengan Twice-lah Penulis jadi mencoba untuk mendengarkannya.

      Namun, justru karena lagu “Feel My Rhythm“-lah yang membuat Penulis memutuskan untuk mendalami Red Velvet. Penulis akan membahas lagu ini secara khusus di bawah karena menurut Penulis ini adalah lagu K-Pop terindah yang pernah didengarkan.

      Lagu-lagu Red Velvet selanjutnya yang berhasil menarik perhatian Penulis adalah “Bad Boy” dan “Peek-a-Boo” karena memiliki keunikannya sendiri. Keduanya langsung masuk ke dalam daftar Liked Music Penulis di YouTube Music.

      Setelah empat lagu tersebut, makin banyak lagu Red Velvet yang masuk ke dalam playlist Penulis, seperti “Queendom,” “Red Flavor,” “Ice Cream Cake,” “Happiness,” “Really Bad Boy,” hingga yang terbaru “Chill Kill.”

      Salah satu alasan mengapa Penulis bisa masuk dengan musik Red Velvet adalah kualitas vokal member-nya yang menurut Penulis di atas Blackpink dan Twice, bahkan cukup jauh. Maklum, mereka anak SM yang terkenal dengan kualitas vokalnya.

      Penulis pribadi sangat mengagumi kualitas vokal Wendy, terutama setelah melihat proses perekaman lagu “Feel My Rhythm” di mana ia banyak memberikan input. Selain itu, Seulgi dan Joy juga memiliki kualitas suara yang tak banyak dimiliki oleh girlband dari gen 4.

      Bahkan, Irene dan Yeri yang lebih sering mengisi part rap secara kualitas vokal juga cukup oke, walau tentu tak sebagus tiga nama sebelumnya. Kualitas vokal anak SM memang tak kaleng-kaleng

      Feel My Rhythm

      Dari pertama kali muncul dari algoritma YouTube Music, Penulis langsung jatuh hati kepada lagu “Feel My Rhythm” dari detik pertama. Bagaimana tidak, dari intro saja mereka langsung menggunakan sample dari lagu klasik “Air on the G String” gubahan Johann Sebastian Bach.

      Walaupun bukan pendengar intens, Penulis cukup menikmati musik-musik klasik terutama karya Wolfgang Amadeus Mozart dan Ludwig van Beethoven. Penulis memiliki beberapa CD orisinal mereka dan kerap mendengarkannya saat sedang belajar.

      Penulis juga pernah mendengarkan Bach mengingat waktu kecil pernah membaca komik biografinya. Apalagi, “Air on the G String” merupakan salah satu lagu klasik yang paling mainstream, sehingga Penulis cukup familiar dengan nadanya.

      Oleh karena itu, begitu mendengar ada alunan lagu ini di lagu K-Pop, Penulis cukup tercengang karena itu adalah kali pertama Penulis mengetahui kalau lagu klasik bisa dimasukkan ke lagu K-Pop yang lebih modern.

      Tidak hanya digunakan di intro, sample “Air on the G String” juga kembali terdengar di bagian reff. Meskipun ada yang berpendapat kalau hal tersebut membuat reff terdengar terlalu ramai, menurut Penulis sang produser mampu menempatkannya dengan harmoni yang pas.

      Mungkin lagu ini tidak terlalu memamerkan nada tinggi dari Wendy maupun Seulgi seperti di lagu Happiness atau Red Flavor, tapi tetap terasa mewah dan elegan. Suara mereka terdengar selaras dengan konsep lagunya. Vokal Joy yang kerap menjadi bridging pun juga sangat pas.

      Dalam sebuah video reaction yang dilakukan musisi klasik dan jazz, mayoritas dari mereka menganggap kalau lagu ini memang sebuah karya yang luar biasa. Lagu ini seolah berhasil menggabungkan dua musik dari dua era yang jauh berbeda (“Air on the G String rilis tahun 1871, satu setengah abad sebelum “Feel My Rhythm” rilis).

      Penempatan “Air on the G String” dalam lagu dilakukan dengan cerdik, dengan beberapa perubahan untuk menyesuaikan dengan lagu “Feel My Rhythm” itu sendiri. Sample dari lagu tersebut bisa dibilang tersebar dari awal hingga akhir lagu.

      Seni dalam lagu “Feel My Rhythm” tidak hanya berhenti di “Air on the G String” saja. Di video klipnya, ada banyak referensi ke lukisan-lukisan klasik, tapi yang paling menonjol adalah karya-karya Hieronymus Bosch yang terkenal karena lukisan-lukisannya yang “unik.”

      Karena beberapa alasan tersebutlah Penulis menganggap kalau lagu “Feel My Rhythm” adalah lagu K-Pop terindah yang pernah Penulis dengarkan. Satu-satunya bagian yang kurang Penulis sukai hanyalah bagian akhirnya yang seolah “langsung berhenti.”

      Dua Kepribadian Red Velvet

      Dari video-video klip yang pernah Penulis tonton, Red Velvet memang seolah digambarkan memiliki dua kepribadian atau bisa disebut juga sebagai mood, yakni Halloween (creepy) dan Summer. Padahal, dua hal tersebut saling bertolak belakang.

      Video klip yang termasuk ke kategori Halloween adalah “Psycho,” “Bad Boy,” “Peek-A-Boo,” “Really Bad Boy,” hingga “Chill Kill” memiliki kesan yang suram dan gelap. Mau tidak mau, kesan tersebut terbawa ketika mendengarkan lagunya saja.

      Sedangkan lagu “Russian Roulette,” “Queendom,” “Red Flavor,” “Ice Cream Cake,” “Rookie,” “Dumb Dumb,” hingga “Happiness” memiliki kesan Summer yang lebih ceria dan bersemangat. Kesan creepy, kecuali di “Russian Roulette,” hampir tidak terasa sama sekali.

      Lantas, bagaimana dengan lagu “Feel My Rhythm” yang Penulis sukai? Rasanya lagu tersebut bisa dimasukkan ke kedua kepribadian. Meskipun kesan Summer-nya cukup kuat, ada beberapa bagian yang lebih cocok untuk dimasukkan ke dalam kategori Halloween.

      Saat artikel ini ditulis, Red Velvet telah mengumumkan akan merilis album terbarunya berjudul Love is COSMIC yang akan rilis pada tanggal 24 Juni 2024. Dilihat dari video trailernya, tampaknya konsep creepy masih dipertahankan oleh mereka di usia yang ke-10.


      Lawang, 20 Juni 2024, terinspirasi setelah menyadari vokal Red Velvet yang luar biasa

      Foto Featured Image: Sportskeeda

      Sumber Artikel:

      Continue Reading

      Musik

      Benarkah Girlband K-Pop Gen 4 Tidak Perlu Bisa Menyanyi? (Bagian 2)

      Published

      on

      By

      Dalam bagian pertama, Penulis sudah membahas beberapa lagu K-Pop dari Gen 4 yang sudah Penulis dengarkan. Cukup banyak yang Penulis dengarkan dalam rentang waktu satu tahun, mulai dari NewJeans hingga ITZY.

      Dari banyaknya lagu yang Penulis dengarkan dan nikmati, jujur saja Penulis tidak bisa membedakan suara mereka dan tidak ada yang bisa dikatakan menonjol. Penulis bisa menikmati lagu mereka hanya karena musiknya yang enak di telinga.

      Pada tulisan bagian kedua ini, Penulis akan memberikan opininya terkait (seolah) hilangnya main vocal yang menonjol dari girlband yang menjadi bagian dari Gen 4. Apakah ini merupakan bentuk evolusi musik K-Pop?

      Apakah Girlband Gen 4 (dan Seterusnya) Sudah Tidak Butuh Vokalis?

      Pada dasarnya, sebuah girlband adalah sekumpulan perempuan yang menyanyi dan menari di atas panggung. Oleh karena itu, wajar jika sebuah girlband memiliki beberapa “tugas” yang berbeda seperti vocal, rap, visual, hingga dancer.

      Karena “jualan” utamanya adalah lagu, maka wajar jika setiap girlband harus memiliki main vocal. Tidak harus semua bisa menyanyi, tapi setidaknya ada beberapa anggota yang memiliki kemampuan vokal di atas rata-rata.

      Penulis ambil contoh Twice. Meskipun kerap dianggap hanya bertumpu pada Nayeon dan Jihyo dalam masalah vokal, setidaknya mereka memang memiliki anggota yang bisa bernyanyi dan kerap menjadi pengisi di reff.

      Jika mau ditarik mundur lagi ke Gen 2, girlband seperti Girls’ Generation sangat menonjolkan vokalnya. Bayangkan, setengah dari anggotanya yang berjumlah sembilan tersebut bisa mengisi posisi main vocal karena memang suaranya tidak kaleng-kaleng.

      Main Vocal Legendaris (Pinterest)

      Ketika melakukan riset, sebenarnya masing-masing girlband memiliki main vocal-nya masing-masing. Di NewJeans ada Hanni, di LE SSERAFIM ada Yujin (yang wajahnya mirip sekali dengan Dewi Persik), di IVE ada Liz, di aespa ada Ningning, dan di IVE ada Lia.

      Namun, coba bandingkan mereka dengan Taeyeon atau Jessica yang suaranya begitu legendaris. Kalau terlalu jauh, bandingkan dengan vokal yang dimiliki oleh Wendy atau Seulgi dari Red Velvet. Secara objektif, Penulis menilai kualitas vokal mereka kalah telak.

      Akibatnya, distribusi pembagian lirik pun bisa dibilang menjadi cukup berimbang di antara anggota dan tidak ada jarak yang terlalu jauh. Hal ini beda dengan girlband yang memiliki vokal menonjol, di mana mereka akan cukup dominan dan sering kebagian versi reff.

      Contoh, di Twice, bisa dipastikan kalau anggota yang mendapatkan porsi terbanyak adalah Nayeon dan Jihyo. Sementara itu, Momo dan Dahyun kerap menjadi anggota yang kebagian lirik paling sedikit, apalagi jika tidak ada bagian rap di lagu tersebut.

      Jihyo Kerap Mendapatkan Porsi Besar dalam Sebuah Lagu (Allure)

      Untuk menutupi kekurangan di bagian vokal ini, salah satu strateginya adalah dengan memasukkan posisi rapper. Contohnya adalah IVE yang memiliki dua rapper pada sosok Rei dan Gaeul, serta Ryujin di ITZY yang menjadi main rapper.

      Strategi lainnya adalah tentu dengan membuat lagu yang tidak terlalu sulit untuk dinyanyikan dan tidak membutuhkan teknik vokal kelas tinggi. Oleh karena itu, tak salah jika lagu-lagu yang Penulis sebutkan bisa dikatakan easy listening, tak perlu usaha ekstra untuk bisa menikmatinya.

      Hal ini pun menimbulkan pertanyaan, apakah memang kemampuan vokal di atas rata-rata sudah tidak dibutuhkan lagi oleh girlband saat ini? Seolah yang penting cukup punya suara yang tidak memalukan, visual yang menarik, personality yang memikat penggemar, dan mampu melakukan koreografi secara kompak.

      Tidak Ada Main Vocal: Evolusi atau Kemunduran?

      Sakura dari LE SSERAFIM Dianggap Memiliki Kemampuan Vokal yang Buruk (Teen Vogue)

      Meskipun tidak memiliki main vocalist yang menonjol seperti era Girls’ Generation, setidaknya Penulis menikmati musik mereka. Apresiasi harus diberikan kepada produser musik dari masing-masing girlband yang mampu menciptakan lagu catchy yang menarik.

      Sisi buruknya, banyak hujatan yang diarahkan kepada mereka. Contoh yang paling sering Penulis temukan adalah LE SSERAFIM, terutama kepada Sakura. Meskipun telah memiliki pengalaman 12 tahun di industri hiburan, kemampuan bernyanyinya benar-benar buruk.

      Oleh karena itu, meskipun Penulis sempat menyinggung mengenai distribusi lirik yang lebih merata, ada beberapa kasus di mana ketimpangan terjadi. Contohnya ya Sakura ini, yang benar-benar “irit lirik” sehingga kerap dianggap “hanya modal tampang” untuk menjadi idola.

      Mungkin, ini juga bagian dari evolusi musik K-Pop yang terkesan lebih mementingkan visual daripada audio. Jika visual menarik dengan suara biasa sudah bisa mendatangkan penggemar (dan otomatis, keuntungan), mengapa harus extra effort untuk mencari vokalis yang extraordinary?

      Perpaduan Visual dan Vokal Seperti IU Sangat Jarang (Koreaboo)

      Ironinya, ini akan terasa tidak adil untuk orang-orang yang memiliki kualitas vokal bagus, tetapi tidak didukung dengan visual yang menarik. Apalagi, standar kecantikan di Korea Selatan cukup tinggi, hingga mungkin operasi plastik pun tak akan bisa mendongkrak kariernya.

      Walaupun vokal sudah bukan menjadi elemen utama, Penulis menilai bahwa para agensi memiliki strateginya tersendiri untuk menggaet penggemar. Selain dari visual, mereka pun berusaha untuk mendekatkan jarak antara idola dan penggemar.

      Contohnya, hampir semua girlband saat ini memiliki kanal dan acara sendiri di YouTube, seperti Time to Twice yang sudah pernah Penulis bahas. Jenis kontennya pun beragam, mulai dari behind the scene, vlog, game, dan lain sebagainya.

      Alhasil, penggemar yang menonton konten-konten tersebut pun merasa dekat dengan idolanya. Maka dari itu, para idola pun dituntut untuk memiliki kepribadian yang menyenangkan agar penonton menjadi betah menonton mereka.

      Pada akhirnya, ini adalah tentang strategi yang dilakukan oleh masing-masing agensi untuk mendulang penggemar sebanyak mungkin. Bisa jadi, Gen 4 adalah hasil dari banyak percobaan untuk menemukan formula yang paling pas untuk mendulang keuntungan terbesar.

      Penutup

      Tentu tidak semua girlband di Gen 4 tidak memiliki main vocal yang menonjol. Penilaian ini murni bersifat subjektif atas apa yang telah Penulis dengarkan. Apalagi, meskipun mengkritik bagian vokal, Penulis tetap menyukai dan menikmati musik mereka.

      Berdasarkan wawancara terhadap teman Penulis yang merupakan pengamat K-Pop kelas tinggi, ia menyebutkan bahwa (G)-Idle dan NMIXX masih memiliki main vocal yang patut diacungi jempol. Mungkin Penulis akan mencoba mendengarkan mereka lain waktu.

      Jadi, jawaban dari pertanyaan yang tertera di judul “Benarkah Girlband K-Pop Gen 4 Tidak Perlu Bisa Menyanyi?” adalah iya, walau jawaban ini tidak berlaku untuk semuanya. Banyak girlband yang walaupun kemampuan vokalnya biasa saja, mereka bisa survive karena memiliki kelebihan di sektor lain.

      Yang jelas, untuk saat ini Penulis akan tetap menikmati musik-musik K-Pop dari Gen 4, walau secara vokal menurut Penulis terbilang biasa saja. Lha mong saya suka, kok!


      Lawang, 25 Maret 2024, terinspirasi setelah berdiskusi masalah bagaimana idol K-Pop di Gen 4 kurang memiliki vokal yang mumpuni

      Continue Reading

      Fanandi's Choice

      Copyright © 2018 Whathefan