Produktivitas
Melepaskan Diri dari Cengkeraman Smartphone

Apa yang kita lakukan ketika akan tidur? Apa yang pertama kita lakukan ketika bangun tidur? Apa yang kita lakukan ketika sedang berjalan ke sebuah tempat? Apa yang kita lakukan ketika merasa bosan? Apa yang kita lakukan ketika sedang berkumpul dengan teman?
Jawabannya mungkin akan sama: bermain smartphone. Entah mengencek pesan yang masuk, melihat linimasa media sosial terbaru, melihat video YouTube yang menarik, bermain game, dan masih banyak aktivitas lainnya.
Smartphone memang hadir dengan tujuan untuk memudahkan kita melakukan berbagai aktivitas. Berbagai aplikasi dan fitur yang ada di dalamnya sangat canggih dan mudah digunakan.
Konsep iPhone adalah membawa PC mereka (Mac) ke dalam genggaman penggunanya, sehingga pekerjaan yang dulunya hanya bisa dilakukan di komputer bisa dilakukan melalui ponsel. Merek lain pun memiliki konsep serupa.
Efek sampingnya, kita menjadi memiliki semacam ketergantungan kepadanya. Rasanya kita akan takut terlewatkan sesuatu jika sejenak saja tidak memeriksa smartphone.
Melepaskan Cengkeraman Smartphone
Penulis sudah menulis topik tentang istirahat dari media sosial beberapa kali di blog ini. Alasannya bukan karena prihatin melihat orang lain kecanduan, melainkan karena dirinya sendiri termasuk orang yang menyia-nyiakan waktunya untuk scrolling medsos tanpa batas.
Oleh karena itu, Penulis banyak mengunduh aplikasi yang membantu detox seperti Quality Time ataupun Forest. Kedua aplikasi tersebut sangat membantu Penulis mengurangi ketergantungan.

Aplikasi Quality Time (QualityTime)
Hanya saja, ternyata bukan media sosial saja yang membuat kita betah berlama-lama di depan layar smartphone. Ada saja yang menarik untuk dilirik, mulai dari aplikasi belanja online, chat, hingga browser.
Artinya, tidak cukup untuk sekadar mengurangi waktu bermain media sosial. Ada banyak aktivitas lain yang bisa mengganggu fokus kita dan tanpa disadari beberapa jam telah terlewati.
Kita harus benar-benar berusaha melepaskan diri dari cengkeraman smarpthone yang terlalu menjerat. Jadikan smartphone sebagai alat komplementer, bukan bagian vital dari kehidupan.
Sebenarnya wajar jika kita bermain smartphone sambil rebahan setelah pulang sekolah ataupun kerja. Badan yang lelah karena digunakan seharian tentu membutuhkan istirahat, dan smartphone terlihat sebagai teman yang cocok untuk itu.
Hanya saja, jika dilakukan secara berlebihan juga tidak baik untuk berbagai alasan. Alasan kesehatan, terutama mata, menjadi salah satunya. Bahkan pengaruhnya bisa sampai memengaruhi kemampuan otak, terutama daya fokus.
Belum lagi kalau kita menggunakannya untuk melihat media sosial, lantas membandingkan kehidupan orang lain dengan kehidupan kita. Mau tidak mau, hal tersebut akan menumbuhkan perasaan insecure.
Membiarkan Rasa Bosan Mengalir
Salah satu alasan terkuat mengapa kita begitu doyan di depan layar smartphone adalah karena tidak memiliki aktivitas lain. Ada juga alasan karena takut merasa bosan karena tidak melakukan apa-apa.

Rasa Bosan (Pinterest)
Jawaban dari alasan yang pertama mungkin jelas, mencari aktivitas lain. Contohnya, Penulis menghabiskan waktu untuk menulis blog, menyelesaikan novel Leon dan Kenji, ataupun membaca buku.
Yang lain mungkin akan memilih untuk berolahraga, membersihkan rumah, menghadiri pengajian, belajar hal baru, dan lain sebagainya. Semua orang pasti memiliki caranya masing-masing.
Bagaimana dengan alasan yang kedua? Dari buku Desi Anwar berjudul Going Offline yang sedang Penulis baca, apa yang harus dilakukan ketika tidak melakukan apa-apa adalah menikmati momen tersebut
Mungkin awalnya kita akan merasa bosan, namun perlahan otak akan menemukan sesuatu untuk kita pikirkan atau renungkan. Di dalam diam, otak akan mengembara untuk mencari topik yang mampu menghindarkan kita dari kebosanan.
Ketika sedang banyak pikiran, Penulis kadang akan berjalan kaki untuk menjernihkan pikiran tersebut. Penulis meninggalkan smartphone di kamar kos begitu saja agar tidak ada distraksi.
Dengan demikian, Penulis bisa fokus ke diri sendiri dan permasalahan yang sedang dihadapi.
Penutup
Ketika kecil, Penulis membaca komik biografi Thomas Alva Edison. Pada salah satu adegan, ada yang bertanya mengapa ia hanya tidur sebentar (rata-rata 4 jam sehari). Jawaban Edison kurang lebih seperti ini:
Hidup ini singkat, jadi harus diisi dengan sebanyak mungkin hal yang bermanfaat
Kalimat ini mungkin menempel di alam bawah sadar, sehingga Penulis berusaha memiliki waktu produktif sebanyak mungkin (walaupun waktu tidur Penulis dalam sehari masih 8 jam bahkan lebih).
Dalam beberapa minggu terakhir, Penulis berhasil mengurangi penggunaan smartphone di bawah lima jam setiap harinya. Hanya akhir pekan yang biasanya melebihi angka tersebut.
Untuk mencapai hal tersebut, Penulis sampai menghapus YouTube karena merasa aplikasi tersebut sudah menyita banyak sekali waktu Penulis. Beberapa game juga menyusul kemudian.
Nah, di tengah-tengah kebingungan mau ngapain ketika tidak memegang HP, Penulis pun melakukan aktivitas menulis ataupun membaca. Sebagai hadiahnya, akan muncul perasaan senang karena telah memanfaatkan waktu dengan baik.
Kalau sudah menemuan kenikmatan hidup tanpa smartphone, niscaya hidup kita akan menjadi lebih damai dan tenang.
Kebayoran Lama, 22 Februari 2020, terinspirasi dari pengalaman diri sendiri dan buku karya Desi Anwar yang berjudul Going Offline
Foto: English Grammar
Produktivitas
Smartphone adalah Distraksi Terberat untuk Produktivitas

Banyak orang yang menginginkan hidup produktif. Namun, tidak banyak orang yang berhasil melakukannya. Beberapa alasannya adalah rasa malas, kurang motivasi, hingga adanya distraksi atau gangguan yang menghambat kita untuk produktif.
Rasa malas atau kurang motivasi berasal dari internal, sehingga cara mengatasinya pun mau tidak mau harus dari diri sendiri. Kita harus bisa mengendalikan diri kita sendiri untuk bisa mengusir hal-hal yang menghambat produktivitas tersebut.
Nah, lain halnya dengan adanya distraksi yang kerap datang dari luar atau eksternal diri kita. Bentuknya pun macam-macam. Namun, ada satu distraksi yang Penulis anggap sebagai yang terbesar sekaligus terbesar, yaitu adanya smartphone alias ponsel pintar.
Mengapa Smartphone adalah Distraksi Terbesar?

Selama beberapa tahun terakhir, smartphone kita terus berevolusi menjadi sebuah gawai yang sangat canggih, hingga seolah-olah kita bisa melakukan semua hal menggunakannya. Ini semakin dilengkapi dengan berbagai aplikasi yang jumlahnya mungkin mencapai jutaan.
Salah satu dampak terbesar yang dihasilkan oleh smartphone adalah meningkatnya interaksi antarmanusia hingga seolah tak berbatas ruang dan waktu. Kita bisa melihat berbagai kejadian di seluruh dunia hanya dalam kedipan mata saja melalui media sosial.
Ada banyak pilihan media sosial yang bisa kita gunakan, mulai Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, hingga Pinterest. Sarana hiburan untuk menonton tayangan visual pun banyak, mulai yang gratis seperti YouTube hingga yang berbayar seperti Netflix, Disney+, Vidio, dan lainnya.
Jangan lupakan juga judul-judul game yang bisa membuat kita melupakan kehidupan kita sejenak di dunia nyata. Ada yang menyukai game kompetitif seperti Mobile Legends dan PUBG Mobile, ada juga yang suka bertualang di Genshin Impact.
Masih banyak yang bisa kita lakukan melalui smartphone, seperti membaca berita, membaca komik, melihat meme, membuat konten viral, dan lain sebagainya. Banyaknya aktivitas yang bisa dilakukan inilah yang membuat smartphone menjadi distraksi yang luar biasa.
Bayangkan, setelah merasa bosan dengan Instagram, beralik ke TikTok. Begitu bosan, pindah lagi ke Twitter. Bosan lagi, pindah main game. Capek, refreshing dengan menonton YouTube. Putaran aktivitas ini seolah tak pernah berhenti mengisi hari-hari kita.
Apalagi, kini semakin banyak platform yang menyediakan fitur infinity scroll di mana kita secara tak terbatas diberikan konten video pendek. Berdasarkan pengalaman Penulis, fitur ini kerap membuat kita merasa lupa waktu karena tidak tahu kapan harus berhenti.
Bagaimana agar Smartphone Tidak Menjadi Sebuah Distraksi?

Ketika sedang bekerja atau belajar, kita kerap beralih ke smartphone kita dengan dalih “refreshing” karena merasa suntuk. Niatnya hanya 5 menit, tahu-tahu bertambah menjadi 50 menit. Pekerjaan pun akhirnya tertunda, menumpuk, atau bahkan tidak selesai.
Penulis kerap berniat untuk menjalani hari yang produktif, seperti menulis beberapa artikel blog, membaca buku self-improvement, atau mulai menulis novel lagi. Namun, jika sudah main smartphone dan rebahan, niat tersebut pun sirna begitu saja, kalah oleh rasa malas.
Berdasarkan poin di atas, Penulis pun menganggap kalau smartphone adalah distraksi terbesar dalam produktivitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa cara agar kita bisa menghindari distraksi tersebut semaksimal mungkin.
Kalau yang mau ekstrem, Penulis di jam kerja biasanya menjauhkan smartphone sejauh mungkin dari jangkauan. Dengan membuatnya “tidak terlihat”, rasa penasaran ingin mengeceknya pun bisa menjadi berkurang.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan ketika merasa suntuk atau penat? Lakukan aktivitas fisik yang tidak melibatkan smartphone. Beberapa hal yang Penulis lakukan adalah baca buku, bermain bersama kucing, duduk melihat tanaman, hingga rebahan sejenak.
Seandainya tidak bisa menahan diri untuk mengecek smartphone, mungkin kita butuh bantuan aplikasi seperti Forest dan AppBlock. Bisa juga menggunakan fitur bawaan dari smartphone yang mengatur berapa jam maksimal kita menggunakan aplikasi tertentu.
Penulis merasa terbantu dengan aplikasi-aplikasi ini agar Penulis bisa berhenti membuka aplikasi-aplikasi tertentu di jam profuktif. Namun, terkadang diri kita pun “nakal” dan justru memilih untuk menghapus aplikasi-aplikasi tersebut.
Jadi, pada dasarnya semua kembali ke diri sendiri, apakah kita benar-benar ingin menghilangkan distraksi tersebut atau tidak. Kalau keinginan dan tekad kita benar-benar kuat, bahkan tanpa bantuan aplikasi pun kita bisa menyingkirkan distraksi tersebut.
Penutup
Selain smartphone, tentu masih ada distraksi lain mengingat kebanyakan aplikasi-aplikasi yang ada di smartphone juga tersedia di laptop. Namun, setidaknya laptop tidak bisa digunakan sambil rebahan karena kurang nyaman dan berat.
Oleh karena itu, Penulis benar-benar berusaha membatasi penggunaan smartphone hariannya karena terbukti sangat sering membuat hari Penulis menjadi tidak produktif. Entah sudah berapa banyak waktu yang terbuang karena smartphone ini.
Penulis pun memiliki target agar penggunaan smartphone dalam sehari tidak melebihi 5 jam. Sejauh ini, target ini relatif bisa dicapai di weekday karena adanya rutinitas pekerjaan. Di weekend, angka penggunaan bisa naik walau tidak terlalu banyak.
Dengan mengurangi penggunaan smartphone, Penulis berharap bisa menjadi pribadi yang lebih produktif lagi, memiliki pola hidup yang lebih teratur, dan mampu melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat.
Lawang, 12 Juni 2023, terinspirasi karena merasa smartphone adalah distraksi terbesar ketika dirinya ingin memiliki hidup yang produktif
Foto Featured Image: MarketWatch
Produktivitas
Lari Pagi adalah Obat Insomnia Terbaik Versi Saya

Dalam beberapa kesempatan, Penulis menyebutkan bahwa dirinya kerap mengalami insomnia alias sulit tidur di malam hari. Tak heran jika Penulis kerap merasa iri kepada orang-orang yang mampu tidur dengan cepat setelah meletakkan kepalanya di atas bantal.
Untuk itu, Penulis pun mulai mencoba berbagai cara agar bisa tidur cepat, mulai dari membaca buku, mengaji, minum susu, meditasi, mendengarkan musik, dan lain sebagainya. Sayangnya, tidak ada yang benar-benar berhasil menghilangkan insomnia.
Namun, ada satu aktivitas yang, anehnya, dilakukan di pagi hari dan mampu memberikan efek yang relatif instan. Ketika melakukannya, maka Penulis bisa tidur dengan cepat dan tidak terlalu larut. Aktivitas tersebut adalah lari pagi.
Lari Pagi, Aktivitas Ringan yang Berat untuk Dilakukan

Sebenarnya, lari pagi bukanlah aktivitas yang baru Penulis lakukan. Dulu, Penulis pernah rutin selama kurang lebih tiga bulan melakukannya, sebelumnya akhirnya berhenti karena kalah dari rasa malas. Nah, baru akhir-akhir ini Penulis berusaha merutinkannya lagi.
Setelah sholat Shubuh dan mengaji, Penulis biasanya akan langsung siap-siap untuk lari pagi yang tentunya diawali dengan pemanasan. Karena daerah rumahnya cukup dingin, Penulis selalu menggunakan jaket.
Penulis tidak pernah lari pagi dengan jarah yang jauh, cukup tiga-empat kali putaran mengelilingi perumahan ditambah satu putaran untuk pendinginan. Itu pun sudah bisa menghasilkan keringat yang lumayan hingga membasahi kaus yang dikenakan.
Jika melihat aplikasi tracker, setiap pagi Penulis melangkah sebanyak 3.000 hingga 4.000 langkah, yang setara dengan 3-4 kilometer. Penulis memilih untuk lari pagi dengan jarak yang sedikit, tapi rutin.
Sebenarnya aktivitas lari pagi adalah sesuatu yang ringan, apalagi jarak yang ditempuh juga tidak terlalu jauh. Namun, aktivitas ringan tersebut menjadi berat jika kita tidak mampu mengalahkan rasa malas dari dalam diri.
Efek Instan Lari Pagi

Penulis berhasil membuktikan bahwa lari pagi dapat membantu mengatasi insomnia secara instan. Entah bagaimana dari sisi medisnya, tapi yang jelas Penulis jadi bisa tidur cepat sekitar pukul 10:30 setiap malamnya.
Sebagai perbandingan, sebelumnya Penulis baru bisa tidur di atas jam 12 malam. Beberapa minggu terakhir Penulis sempat bolong menjalani rutinitas ini, dan akibatnya Penulis harus tidur lebih malam.
Kualitas tidur Penulis juga jadi meningkat setelah rutin lari pagi. Jika biasanya Penulis justru merasa lelah saat bangun, sekarang Penulis merasa lebih segar. Ini juga berlaku ketika Penulis tidur siang selama beberapa menit di sela-sela jam kerja.
Lari pagi juga memiliki efek positif bagi Penulis. Pertama, Penulis jadi tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh, sehingga bisa langsung menjalani rutinitas harian seusai beristirahat. Sekarang, Penulis telah biasa memulai jam kerja mulai pukul 7 pagi.
Selain itu, metabolisme tubuh pun menjadi lebih lancar. Buang air besar Penulis menjadi lebih teratur. Nafsu makan Penulis juga bertambah, sehingga berat badannya bertambah dan mendekati bobot idealnya, yang biasanya di bawah 50 sekarang menjadi 53 kg.
Penutup
Meskipun sudah tahu sejak lama kalau rutin lari pagi membawa banyak manfaat, ada saja alasan untuk menunda-nunda dan tidak melakukannya. Padahal, intinya hanya karena rasa malas yang tidak bisa disingkirkan.
Menyadari dirinya butuh pola hidup yang lebih sehat, Penulis pun berusaha untuk terus merutinkan lari pagi beserta rutinitas-rutinitas positif lainnya dalam hidup. Penulis perlu membenahi hidupnya, mengingat sebentar lagi dirinya akan berkepala tiga.
Untuk yang tidak suka atau tidak kuat lari, mungkin bisa diganti dengan berjalan kaki sekitar rumah. Yang penting adalah aktivitas fisik di luar rumah, karena hawa pagi seolah membawa energi positif untuk hidup kita.
Lawang, 6 Juni 2023, terinspirasi dari pengalaman pribadi yang pola tidurnya membaik setelah (kembali) rutin lari pagi
Foto Featured Image: Body+Soul
Produktivitas
Rebahan + Main HP = Kombo Maut

Ketika berusaha menerapkan kehidupan yang produktif, Penulis menemukan ada satu “musuh” yang cukup tangguh dan sulit dilawan: Rebahan + Main HP. Aktivitas ini seolah memiliki black hole yang membuat kita sulit untuk bangkit dari kasur.
Tentu ada kalanya kita ingin bersantai setelah menjalani rutinitas harian yang padat. Kasur menjadi destinasi favorit kita karena gratis dan mudah dijangkau. Ditambah dengan adanya ponsel, makin nyamanlah kita dibuatnya.
Namun, Penulis kerap merasa begitu kita melakukan aktivitas ini, waktu yang terbuang terasa begitu banyak. Apalagi, dengan media sosial (medsos) yang hampir semuanya memiliki fitur video pendek tak terbatas, kita jadi semakin sulit untuk berhenti melakukannya.
Mengapa Rebahan + Main HP Itu Kombo Maut?

Media sosial dipenuhi dengan konten menarik yang memang dibuat agar kita sebagai pengguna mau menggunakannya selama mungkin. Dengan adanya algoritma candu, konten yang muncul pun sesuai dengan apa yang sering kita lihat.
Maka dari itu, tak heran jika media sosial kerap menjadi pelarian ketika kita sedang gabut. Menunggu orang, cek medsos. Di toilet, cek medsos. Kumpul dengan teman, cek medsos. Seolah otak kita tidak boleh berhenti menerima asupan konten-konten tersebut.
Nah, rebahan di atas kasur adalah termasuk salah satu aktivitas yang membosankan. Otak yang kecanduan konten pun akan secara otomatis membuat kita meraih ponsel dan mulai membuka aplikasi medsos.
Apalagi, dengan adanya konten-konten video pendek random yang muncul tanpa henti, kita tanpa sadar akan terus scroll-scroll karena berharap akan menemukan konten yang menyenangkan, lagi dan lagi, untuk terus memberikan perasaan senang kepada diri.
Terkadang muncul kesadaran diri untuk berhenti cek medsos dengan berkata 5 menit lagi. Setelah 5 menit, menemukan konten yang sangat menarik, sehingga memutuskan untuk lanjut sebentar lagi. Namun, seringnya aktivitas ini tidak pernah berlangsung sebentar.
Apa akibatnya? Selain waktu yang terbuang untuk melihat konten yang sebenarnya tidak terlalu bermanfaat untuk kita, bisa jadi akan muncul perasaan bersalah karena telah membuang-buang waktu. Sekali lagi, hari ini menjadi hari yang tidak produktif.
Apakah hanya cek medsos yang bisa dilakukan sambil rebahan? Tentu tidak. Membaca web novel, komik daring, hingga bermain game juga bisa sama adiktifnya dengan cek medsos. Ada begitu godaan yang membuat kita betah rebahan seharian selama ada ponsel di tangan.
Cara Agar Bisa Mengurangi Rebahan + Main HP

Penulis kerap merasa dirinya terjebak dalam kombo maut rebahan + main HP ini. Apalagi kalau sudah melihat Instagram Reels atau YouTube Shorts, rasanya sangat susah untuk berhenti, terutama ketika memang tidak ada hal urgent yang harus diselesaikan.
Kalau sedang hari libur atau tidak ada pekerjaan, hal tersebut masih oke untuk dilakukan. Masalahnya, tak jarang di hari kerja pun Penulis melakukan kombo ini. Produktivitas harian yang dikejar pun menjadi tidak terlaksana.
Oleh karena itu, Penulis pun berusaha mencari cara agar bisa melepaskan diri dari jeratan ini. Tentu saja boleh rebahan sambil main HP, apalagi setelah lelah bekerja. Namun, jelas tidak boleh dilakukan secara berlebihan.
Di hari kerja, Penulis sedang mendisiplinkan diri langsung membereskan tempat tidur begitu bangun di pagi hari. Dengan adanya kasur yang rapi, kecil kemungkinan Penulis akan rebahan di sana selama jam kerja, kecuali jika benar-benar mengantuk.
Lalu, Penulis juga membatasi penggunaan media sosial dan aplikasi adiktif lainnya. Untungnya, ponsel sekarang memiliki fitur yang akan langsung memblokir jika kita sudah melewati batas penggunaan.
Tidak cukup di situ, Penulis juga akan memblokir media sosial dan game selama jam kerja menggunakan aplikasi AppBlock, salah satu aplikasi produktivitas andalan Penulis. Ini hanyalah aplikasi yang membantu, karena pada dasarnya semua kembali pada niat kita.
Melalui buku Atomic Habit karya James Clear, salah satu tahap untuk menghilangkan kebiasaan buruk adalah dengan mempersulitnya. Cara-cara yang Penulis lakukan di atas bertujuan untuk mempersulit kombo rebahan + main HP dilakukan, terutama di hari kerja.
Jadikan Rebahan + Main HP Sebagai Reward

Penulis bukan anti-rebahan atau anti-main HP. Penulis hanya menyadari dirinya kerap membuang waktu karena aktivitas tersebut, sehingga banyak pekerjaan yang harusnya diselesaikan jadi terabaikan atau minimal terlambat.
Apalagi, Penulis sampai sekarang masih Work from Home, sehingga harus bisa mengatur dirinya sendiri dengan baik. Karena tidak ada yang mengawasi langsung seperti jika bekerja di kantor, Penulis harus bisa menjadi pengawas untuk dirinya sendiri.
Ada pembelaan kalau HP menjadi sarana refreshing agar tidak merasa penat ketika bekerja. Itu ada benarnya, tapi Penulis merasa tidak cocok karena kerap terbuai HP. Maka dari itu, selama jam kerja, Penulis sering menjauhkan HP dari jangkauannya.
Lantas, apa yang biasanya Penulis lakukan untuk refreshing di jam kerja? Biasanya Penulis akan memilih aktivitas seperti membaca buku/komik atau sekadar bermain dengan kucing. Penulis berusaha mencari aktivitas yang jauh dari benda elektronik.
Harus diakui kalau rebahan sambil main HP, apapun aktivitasnya, memang menyenangkan. Aktivitas santai yang menghibur tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Namun, jika menjadi berlebihan tentu akibatnya tidak baik untuk diri kita, apalagi dilakukan di jam kerja.
Karena menyenangkan, jadikanlah kombo maut ini sebagai “hadiah” apabila kita berhasil menyelesaikan hari dengan baik dan produktif. Setelah semua pekerjaan atau to-do-list terselesaikan, diri kita berhak untuk menikmati enaknya rebahan sambil main HP.
Lawang, 22 Mei 2023, terinspirasi dari pengalaman pribadinya yang kerap sulit meninggalkan kombo rebahan + main HP
Foto Featured Image: Andrea Piacquadio
- Musik4 bulan ago
Maskulinitas pada Musik Dewa
- Buku4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Funiculi Funicula: Kisah-Kisah yang Baru Terungkap
- Anime & Komik4 bulan ago
Alasan Saya Tidak Suka One Piece
- Musik5 bulan ago
9 Personel Twice dan Impresi Saya ke Mereka
- Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #6 King of New York
- Pengembangan Diri5 bulan ago
Pada Akhirnya, Kebaikan yang Kita Lakukan akan Kembali ke Diri Sendiri
- Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Funiculi Funicula: Before the Coffee Gets Cold (Spoiler Version)
- Sosial Budaya4 bulan ago
Hype Konser Coldplay di Indonesia: Beneran Nge-fans atau Sekadar FOMO?