Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 39: Di Ruang Sakura Itu
Aku pun menuruti permintaannya, dan duduk di kursi yang tadi ditempati oleh Sarah. Aku masih diam entah berapa bahasa. Selain karena masih merasa malu dengan ucapanku tempo hari, mungkin juga karena Sica memintaku secara khusus untuk menemaninya barang sejenak. Ia tidak langsung berbicara, melainkan menutupkan kedua matanya dan bernafas perlahan-lahan. Dengan sabar aku menantinya untuk mengutarakan apa yang akan diucapkan oleh Sica.
“Aku harus menjalani operasi pengangkatan paru-paru Le.”
Aku hampir saja berteriak jika tidak menahan mulutku dengan kedua tanganku. Kupandang Sica dengan tatapan tidak percaya, yang membuatku sama sekali tidak bisa bicara.
“Hasil lab baru keluar kemarin Le, dan ternyata selama ini terdapat kanker di paru-paruku. Yang lebih mengagetkan, kanker ini telah tersebar, tidak hanya di satu lobus. Kamu pasti tahu kan ya apa itu lobus.”
Tentu saja aku tahu, karena biologi adalah salah satu pelajaran favoritku. Lobus adalah bagian dari paru-paru yang berfungsi untuk membantu fungsi respirasi dan pertukaran gas. Paru-paru sebelah kanan memilki tiga lobus, sedangkan sebelah kiri hanya memilki dua lobus. Tentu saja jika terdapat kanker di paru-paru, apalagi di lobus, akan mengganggu fungsi pernafasan. Apa yang terjadi jika manusia tidak bisa bernafas? Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan ini.
“Apakah tidak bisa disembuhkan dengan metode lain?” tanyaku kepada Sica, berharap ia menjawab iya ada metode lain.
“Jika saja belum menyebar, mungkin bisa Le. Sayang sekali yang terjadi adalah hal sebaliknya. Karena itulah semenjak masuk SMA aku sering merasa sesak, meskipun aku jarang menunjukkannya di hadapan kalian. Aku merasa itu adalah hal yang biasa, toh aku memang sering sesak sejak kecil. Ternyata…” Sica tak kuasa melanjutkan kalimatnya.
Aku tidak boleh terdiam terus seperti ini. Aku harus menguatkan Sica, aku harus bisa membangkitkan semangatnya lagi. Maka kugenggam tangan Sica, lalu mulai keluarlah kata-kata motivasiku.
“Dengar Sica, kesehatan itu berawal dari pikiran kita. Sesehat apapun kita, jika kita berpikir sakit, maka sakitlah kita. Sebaliknya jika kita sedang diserang penyakit, kita bisa sembuh jika kita berpikir sehat, meskipun tidak semua penyakit bisa dihilangkan dengan cara ini. Akan tetapi, aku percaya bahwa kita bisa menjadi sehat diawali dengan pikiran positif ini. Mau separah apapun penyakitnya, kita harus percaya bahwa kita akan sehat kembali. Keinginan diri untuk sehat yang kuat, akan mengalahkan penyakit sekuat apapun. Jika memang kau harus operasi, maka tanamkan dalam hatimu kau akan sehat setelah menjalani operasi ini. Kuatkan dirimu Sica, kau adalah wanita terkuat yang pernah kutemui, kau pasti bisa melalui badai ini.”
Sica mendengarkanku dengan sungguh-sungguh, ia balas menggenggam tangaku dengan erat, lalu ia mulai menangis. Ia tutup kedua matanya dengan tangan satunya, berusaha mengendalikan dirinya. Aku tahu apa yang ia rasakan. Takut. Ia takut menghadapi operasi besok.
“Aku tahu Sica, pasti ada perasaan takut di dalam dirimu. Itu wajar, siapa yang tidak takut dengan operasi? Tapi beranikan dirimu Sica, jangan awali operasi dengan ketakutan, awali operasi dengan keberanian, dengan keyakinan. Luapkan semua ketakutanmu sekarang, di sini, berikan semua ketakutanmu kepadaku, hingga tinggal keberanian saja yang tersisa dalam dirimu.”
Meskipun semakin lama nada suaraku semakin meninggi karena ingin memberikan semua semangatku ke Sica, ia tetap saja menangis. Genggamannya semakin kuat, meskipun sama sekali tidak membuatku kesakitan. Aku mencoba untuk menenangkannya dengan mengusap-ngusap genggamannya, seolah ingin mentransfer kekuatan yang aku milki.
Akhirnya, setelah beberapa lama, tangisnya mulai reda. Aku mengambil tisu, dan membantu Sica untuk menyeka air matanya. Aku tidak pernah belajar bagaimana memperlakukan wanita dengan baik, tapi aku merasa ini adalah hal yang benar. Ayahku tidak pernah melakukan hal yang sama ketika ibuku menangis.
“Terima kasih Le, kamu teman yang baik. Kata-katamu telah menguatkan diriku.”
“Kapanpun Sica.”
“Kemarin kamu bilang ingin menjadi orang yang selalu ada di sisiku bukan?”
Aku hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan ini.
“Aku juga ingin kamu selalu ada di sisiku Le.”
***
Aku masih melamunkan Sica ketika akan beranjak tidur malam ini. Aku baru saja kembali dari rumah sakit pukul tujuh malam, ketika orangtua Sica akhirnya datang. Ternyata mereka sedang mencari bantuan dana untuk operasi Sica, hingga akhirnya harus meninggalkan Sica seorang diri. Mereka berterima kasih kepadaku karena sudah menunggu Sica hingga selarut ini. Bagaimana bisa aku meninggalkan Sica, ketika ia memohon diriku untuk menemaninya hingga orangtuanya datang, beberapa menit setelah aku hanya terdiam mendengar pernyataannya.
Ketika aku sampai di rumah, aku melihat Kenji sedang menemani Gisel. Untunglah, karena aku sempat khawatir Gisel akan mencari diriku. Kenji memang selalu bisa diandalkan. Kenji juga menceritakan, ketika teman-teman heran mengapa aku tidak segera keluar dari ruangan, Kenji mengatakan bahwa ada suatu hal penting yang harus dibicarakan oleh kami berdua, sehingga Kenji berinisiatif untuk mengajak teman-teman pulang terlebih dahulu. Entah bagaimana ia bisa menebak dengan jitu.
Gisel sempat ngambek sesaat kepadaku, satu karena pulang malam, dua karena tidak diajak mengunjungi kakak cantiknya. Dengan berbagai metode yang aku dan Kenji gunakan, akhirnya Gisel mau berhenti dari protesnya. Kami makan malam bersama dengan membeli nasi goreng yang lewat depan rumah. Aku menceritakan kondisi Sica kepada Kenji, dan ia pun nampak terkejut mendengar kabar ini. Ia akan menyampaikan hal ini besok pagi-pagi kepada teman-teman lainnya untuk mendoakan yang terbaik untuk Sica. Aku singgung mengenai janji Sarah yang akan membayari seluruh biaya rumah sakit Sica, dan Kenji menjawab lebih baik menunggu ia menawarkan diri, jangan kita yang menagih. Setelah diskusi singkat, Kenji pamit untuk pulang ke rumahnya.
Dan kini, terbaringlah aku dalam kegelisahan. Pertama, karena khawatir akan kondisi Sica. Kedua, respon yang ia berikan terhadap pernyataanku sebelumya. Apakah artinya ia menyimpan rasa yang sama seperti yang kurasakan? Ataukah itu hanya sekedar sopan santun, hanya agar aku tidak tersinggung? Aku sama sekali bodoh jika berkaitan dengan cinta, dan aku tidak ingin cepat menyimpulkan sendiri. Aku tidak membutuhkan status pacaran seperti kebanyakan. Selama aku dan Sica merasa nyaman, itu sudah lebih dari cukup.
***
Sebelum pelajaran dimulai, Kenji memberitahukan pengumuman mengenai apa yang aku sampaikan kemarin. Sontak satu kelas berteriak kaget tidak percaya, shock mendengar informasi ini. Pandanganku terfokus kepada Sarah, meskipun aku hanya bisa melihat tubuhnya dari belakang. Terlihat sekali, ia bergetar tak karuan, dan nampaknya mulai mengerluarkan tangis. Rena sebagai teman perempuan yang duduknya paling dekat dengan Sarah –Sarah duduk di belakang Bejo dan di depan Andra, sedangkan di sampingnya adalah Sica– berusaha untuk menenangkannya. Setelah tenang, Sarah berkata bahwa ia akan membayar semua biaya operasi Sica. Ia akan menelepon orangtuanya untuk mengurus masalah ini. Meskipun orangtuanya sibuk, nampaknya mereka tidak pernah menolak keinginan Sarah. Mungkin itu adalah bentuk konsekuensi dari ketidakhadiran mereka.
Ketika istirahat pertama, Sarah memintaku untuk menemaninya ke rumah sakit.
“Kenapa kau tidak minta antar pacarmu saja?” jawabku sedikit sinis. Aku masih belum bisa menghilangkan kesinisanku ketika berbicara dengan Sarah.
“Aku sudah memutuskannya Le, dan ia pun tidak terlalu peduli karena ia merasa bisa menemukan penggantiku dengan cepat. Apa kamu bisa?”
“Kenapa aku?”
“Karena…” Sarah berhenti sejenak, “…aku merasa Sica paling dekat denganmu Le. Aku rasa aku butuh ditemani orang yang dekat dengan Sica.”
Aku yakin pasti pipiku memerah, namun aku segera mengiyakan permohonan Sarah untuk menutupi hal tersebut, sembari memintanya agar mengajak Kenji. Aku akan merasa lebih tenang jika ada Kenji, dan tentu aku tidak ingin menjadi laki-laki sendiri di antara kedua wanita ini. Ketika Kenji kembali ke kelas, Sarah menanyakan hal ini, dan Kenji menyanggupinya.
***
Kami bertiga langsung menemui mama Sica yang kebetulan sedang menemani Sica. Sarah langung mengutarakan niatnya tersebut. Mama Sica sempat menolak tawaran itu, tapi setelah mendengar penjelasan Sarah yang menyatakan ia ingin menebus kesalahannya karena membuat Sica seperti ini, mama Sica menyetujui bantuan ini dan segera menghubungi suaminya.
Ketika mama Sica keluar dari ruangan, Sica membuka pembicaraan.
“Kamu tidak perlu melakukan itu Sarah, kamu tidak perlu merasa bersalah.”
“Tidak Sica, aku sudah berjanji akan menanggung semua biaya rumah sakitmu. Biarkan aku menebus dosaku dengan ini karena aku tidak punya cara lain.”
“Sudahlah Sica, Sarah memiliki itikad baik untuk membantumu sembuh. InsyaAllah dia ikhlas, jadi terimalah bantuannya.” Kenji membantu Sarah untuk meyakinkan Sica.
Sica memandang kepadaku seolah meminta pembelaan, namun aku sepakat dengan Kenji, sehingga aku hanya menganggukkan kepala. Sica pun melemparkan senyuman pasrah.
Lalu datanglah seorang dokter, mungkin ia yang akan menangani operasi Sica. Dari awal aku melihatnya, aku langsung memutuskan untuk tidak menyukainya. Ekspresinya, cara berjalannya, menunjukkan bahwa ia tipe orang yang merasa dirinya paling hebat. Apakah aku dulu terlihat sebegitu menjijikan itu?
“Halo adik-adik, kenalkan saya dokter Sardjono. Saya dokter spesialis paru-paru paling hebat disini, jadi kalian tidak perlu khawatir tentang kondisi teman kalian. Oh ini ya yang namanya Jessica, apa kabarnya cantik?”
Ia mengatakan itu sambil mengelus-ngelus tangan Sica. Kurang ajar, sudah sombong, genit pula. Jika bukan karena sedang berada di rumah sakit, sudah kuberi dia pukulan tanpa kasih sayang. Jadi aku memutuskan untuk berkata dengan halus.
“Lepaskan tanganmu dari Sica, kau kakek mesum.”
Ia nampak kaget mendengar aku mengatainya seperti itu. Ia melepaskan genggamannya dan berjalan ke arahku.
“Kenapa? Kamu cemburu nak? Oh saya tahu, kamu pacarnya ya? Ah maafkan saya kalau begitu karena sudah berbuat lancang.” katanya sambil menyeringai bagai Hyena.
Aku hanya menatap dingin ke arahnya. Mungkin ia sedikit terkejut karena intimidasinya tidak berpengaruh padaku. Jadi, ia hanya mendengus kesal, dan keluar kamar.
“Terima kasih Le, jika bukan karena kondisiku, pasti sudah kutampar dokter itu.” kata Sica kepadaku.
“Sama-sama Sica.”
Kami tidak lama di rumah sakit. Setelah urusan administrasi untuk operasi selesai, kami berpamitan kepada Sica dan mamanya. Aku memandang sejenak Sica sebelum beranjak dengan tatapan ‘apakah kamu butuh ditemani’? Namun ia hanya balas memandang ‘aku baik-baik saja, tinggalkan aku, terima kasih untuk semuanya’. Maka aku pun meninggalkannya dengan berat hati, bahkan langkahku pun menjadi berat, seolah mengisyaratkan agar aku tetap disini. Akhirnya aku pun kembali ke ranjang Sica untuk mengeluarkan unek-unek di kepalaku.
“Aku ingin di sini Sica, aku ingin menemanimu, aku ingin duduk di sisimu.”
“Aku pun ingin kamu temani Le, namun kamu harus menemani Gisel. Datanglah setiap hari, tapi jangan sampai kamu melupakan Gisel. Toh sekarang ada mamaku yang menjagaku.”
Maka akupun melangkah keluar, lalu terdengar Sica berbisik lirik, lebih ditujukan kepada dirinya sendiri.
“Terima kasih, Alexander Napoleon Caesar.”
***
Satu minggu setelah operasi, Jessica Christiani, wanita yang aku cintai, meninggal dunia di ruang sakura itu.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #22: Chinatown
-
Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Politik & Negara4 bulan ago
Peringatan Darurat: Apa Memang Sedarurat Itu Situasi Politik Saat Ini?
-
Non-Fiksi3 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
-
Olahraga5 bulan ago
Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1
-
Musik3 bulan ago
Menatap Era Baru Linkin Park Bersama Emily Armstrong
You must be logged in to post a comment Login