Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 26 Dua Foto dengan Makna Tersirat
“Wahai pangeran kegelapan, aku ingin memberi laporan untuk Anda.”
Ketika waktu istirahat, entah kenapa si unik Rika datang ke bangkuku dan seperti biasa, seenaknya sendiri memasukkan diriku ke dalam alam khayalnya.
“Hei Rika, kenapa aku selalu kau panggil dengan pangeran kegelapan?” tanyaku kepadanya, mencoba keluar dari imajinasinya.
“Bukankah engkau sendiri yang membuat nama tersebut, lalu mengapa engkau bertanya kepadaku yang rakyat jelata ini?”
Aku seperti mengalami dejavu. Adegan ini sepertinya pernah kualami, walaupun kejadian sebelumnya aku lah yang menghampiri Rika. Aku yang sedang pusing dengan berbagai peristiwa yang terjadi kemarin memutuskan untuk segera mengakhiri permainan ini.
“Hentikan Rika, kau membuatku sebal.”
“Ih, Leon enggak asyik ah, enggak bisa diajak berfantasi.”
“Coba sebutkan, satu orang yang mau diajak berfantasi olehmu.”
“Ada kok, Kenji.”
Ya, aku tidak heran jika Kenji meladeni Rika karena sifatnya yang selalu menghargai orang lain. Mungkin bisa saja Kenji adalah satu-satunya manusia di muka bumi yang tahan menghadapi segala keanehan pada Rika, jika itu bisa disebut sebagai keanehan. Dengan menghela nafas, aku berusaha untuk sabar menghadapinya.
“Jadi, apa yang ingin kau laporkan?”
“Hehehe, dulu aku pernah cerita kan, kalau aku mendapatkan inspirasi cerita dari hubunganmu dengan Kenji.”
Aku lupa.
“Nah, ini kemarin sudah selesai setelah sempat berhenti karena UAS. Aku sih berharap kamu mau baca dan kasih tanggapan. Nanti baca berdua sama Kenji ya.”
Bukan tentang pangeran kegelapan kan? Tanyaku dalam hati, malu ingin bertanya secara langsung. Biarlah kubaca nanti, toh nanti aku akan tau sendiri setelah selesai membacanya. Maka dari itu, kuterima naskah dari Rika. Semoga saja segala hal yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini bisa teralihkan dengan tulisan karya anak yang selalu berimajinasi ini.
***
“Jadi, Rika meminta kita membaca novelnya? Tentu saja dengan senang hati akan kubaca.” kata Kenji di rumahku sepulang sekolah. Karena UAS baru saja berakhir, kami sedikit mengurangi intensitas belajar bersama di kelas, dan kembali mengajar Gisel seperti dulu lagi.
“Baiklah, silahkan baca duluan.” kataku sembari menyodorkan naskah yang diberikan kepada Rika tadi.
“Hmm, ‘Sepasang Kaus Kaki’? Judul yang menarik dan sedikit imut menurutku, cocok dengan Rika, hahaha.”
“Apa kau juga membaca novel?”
“Ah, aku membaca semua yang bisa dibaca Le, bahkan kandungan bahan yang terdapat di kotak kemasan pun aku baca, hahaha.”
“Ini kakak berdua ngobrol terus kapan ngajari Giselnya?” protes Gisel karena kami terus berbicara.
Dengan tertawa, Kenji mengalihkan fokusnya ke Gisel. Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal foto yang kutemukan kemarin, tapi aku rasa lebih baik jika aku bertanya setelah Gisel selesai belajar.
***
Setelah Gisel merasa lelah dan kembali ke kamarnya untuk istirahat, aku memberikan foto tersebut kepada Kenji.
“Kenji, ini ibumu bukan?”
Kenji mengambil foto tersebut dan nampak terkejut. Ia sama sekali tidak bisa berbohong, sehingga aku tau bahwa ia benar-benar terkejut, bukan hanya sekedar reaksi yang dibuat-buat.
“Benar Le, ini ibuku, berarti ibu kita, saling kenal begitu?” tanya Kenji.
“Justru aku ingin menanyakan hal tersebut.”
“Hmmm, menarik sekali, aku tidak menemukan satupun foto ibumu di album keluargaku Le. Apakah ada foto lain?”
“Setelah menemukan foto tersebut, aku mencoba untuk mencari foto-foto lainnya, tapi hasilnya nihil.”
“Mungkin ada di tempat lain Le, nanti aku juga akan mencari lagi di rumahku.”
Aku melihat Kenji nampak bahagia melihat foto tersebut. Apa gerangan yang membuatnya seperti itu?
“Tentu saja aku senang Le, karena ternyata ibu kita bersahabat. Seandainya saja mereka berdua masih hidup, pasti…” Kenji tidak melanjutkan kalimatnya dan aku pun tidak tertarik untuk mengorek lebih dalam.
“Ada tujuh orang di sana, apakah kau kenal dengan yang lainnya?” tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Aku rasa tidak Le, aku merasa belum pernah bertemu mereka. Akan tetapi, entah mengapa rasanya aku familier dengan yang ini.” jawabnya sambil menunjuk seorang laki-laki yang berambut keriting.
“Di mana kira-kira?”
“Entahlah Le, aku tidak bisa memastikan. Omong-omong, kenapa nampaknya kamu sangat tertarik dengan foto ini?”
“Karena ada foto ibumu.”
“Bukan, aku merasa ada sesuatu yang lebih besar dari itu.”
“Aku tidak merasa begitu.”
“Kamu merasakan sesuatu kan Le setelah melihat foto ini.” kata Kenji, lebih ke pernyataan daripada pertanyaan.
Sebenarnya iya, aku memiliki firasat foto ini menyimpan sesuatu yang besar. Hanya saja, aku belum tahu hal apa itu. Bisa saja firasatku salah, meskipun selama ini firasatku seringkali benar. Mungkin karena tempaan hidup yang begitu berat, membuat instingku terasah.
“Apa kamu tau di mana ibumu kuliah?” tanya Kenji, setelah aku hanya diam selama beberapa menit.
“Entahlah, aku tidak pernah menanyakannya kepada ibuku.”
“Jika benar ini foto teman kuliah, kemungkinan ibumu juga berkuliah di tempat ibuku berkuliah Le.” kata Kenji ditambah dengan menyebutkan nama universitasnya.
Lalu, tiba-tiba aku teringat kejadian yang membuatku penasaran kemarin.
“Kenji, kemarin aku melihat dirimu terlihat terkejut ketika mengambil salah satu foto dari albummu. Foto apa itu?”
Kenji nampak terlihat sedikit terkejut mendengar pertanyaanku, mungkin tidak menyangka aku benar-benar memikirkan tentang ekspresinya kemarin. Ia menimbang-nimbang jawaban, mungkin tahu percuma saja jika ia ingin mengarang jawaban, aku akan segera mengetahuinya.
“Aku mengambil foto ibuku Le.” jawabnya tenang.
“Lalu mengapa kau tegang?”
“Kamu salah lihat sepertinya Le, bukan tegang melainkan terkejut. Beda lo, hehehe.”
“Itu tidak penting, yang penting mengapa kau seperti itu.”
Kenji terlihat menarik nafas dalam-dalam, seolah menjawab pertanyaanku adalah sesuatu yang menambah beban hidupnya. Ia menerawang ke langit-langit dengan tersenyum, entah itu untuk menutupi perasaannya atau bukan.
“Aku menemukan catatan kecil di balik foto tersebut. Silahkan dilihat sendiri, karena kebetulan aku sedang membawanya.”
Kenji membuka ranselnya dan mengambil satu lembar foto. Aku balik halamannya, dan terlihat tulisan tangan dengan warna tinta yang sudah memudar.
“Kebenaran apa?” tanyaku sambil mengembalikan foto tersebut.
“Aku juga belum tahu Le, hanya saja, aku terkejut ibuku menulis sesuatu seperti ini.”
“Melawan rezim mungkin? Kau tau sejarah bangsa kita.”
“Bisa jadi, mungkin ini hanya pergerakan mahasiswa untuk menuntut presiden kala itu untuk mundur.”
“Aku masih belum menangkap bagian mana yang membuatmu terkejut.”
“Aku tidak pernah bertemu ibuku Le, dan selama ini aku menganggap ibuku adalah sosok yang lemah lembut. Tidak kusangka ibuku bisa menulis kata-kata penyemangat seperti ini.”
Aku membaca kembali tulisan yang tertulis di lembar foto tersebut. Ada tanggal yang tertera di sana.
“Apa kau lahir di tanggal ini?”
“Bukan Le, aku lahir tahun 1995. Aku juga bingung apa makna dari tanggal tersebut.”
“Mungkin kah, pesan ini disampaikan kepada orang-orang yang ada di foto ini pada tanggal tersebut?” tanyaku dengan menunjuk foto milikku yang berisi tujuh orang tersebut.
“Semua kemungkinan bisa saja terjadi Le, tapi tidak ada data yang mendukung hal tersebut. Menarik kesimpulan tanpa data adalah kesalahan besar, seperti kata Sherlock Holmes.”
“Baiklah, mungkin kita saja yang terlalu berlebihan memikirkan foto-foto ini.”
“Benar Le, hahaha. Padahal ada pilihan yang lebih sederhana daripada berasumsi ini itu.”
Aku kembali menatap kedua foto tersebut. Entah ada misteri apa di baliknya, namun aku berharap dua foto ini hanyalah foto biasa tanpa ada makna yang tersirat.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #22: Chinatown
-
Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Politik & Negara4 bulan ago
Peringatan Darurat: Apa Memang Sedarurat Itu Situasi Politik Saat Ini?
-
Non-Fiksi3 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
-
Olahraga5 bulan ago
Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1
-
Musik3 bulan ago
Menatap Era Baru Linkin Park Bersama Emily Armstrong
You must be logged in to post a comment Login