Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 18 Kompetisi untuk Harga Diri
Kelas akselerasi seringkali dianggap kelas yang dianggap minor dalam bidang olahraga karena kami hanyalah sekelompok kutu buku yang hanya menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar. Stereotip macam ini yang ingin dihilangkan oleh ketua kelas kami, Bejo, dalam menghadapi lomba peringatan kemerdekaan Indonesia. Hal ini ia sampaikan setelah rapat antar ketua kelas.
“Meskipun kita anak akselerasi yang dianggap lemah dalam olahraga, dalam kesempatan ini kita harus berusaha dan menunjukkan bahwa kita juga bisa berprestasi di bidang non akademik.” kata Bejo dengan semangat membara.
Meskipun ia nampak selalu memusuhiku, dalam melaksanakan tugas sebagai ketua kelas bisa dibilang Bejo sangat bisa diandalkan. Tidak pernah terlambat memberi informasi, menjadi perantara antara guru dan murid, serta tidak pernah menyerah memberikan motivasi untuk menyemangati dalam hal apapun adalah buktinya, walapun bagiku –dan mungkin sebagian teman lainnya– ia terlalu berlebihan dalam menjalani tanggungjawabnya.
“Tahun ini akan ada dua lomba, pertama lomba futsal untuk putra dan lomba basket untuk putri. Lomba akan diadakan pada tanggal 15 dan 16 Agustus, sehingga kita memiliki waktu persiapan sekitar dua minggu.” tambahnya lagi.
“Tapi Jo, bukannya kita sedang banyak-banyaknya tugas ya?” Ve memotong pembicaraan.
“Memang iya, tapi itu bukan penghalang kita untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mengukir prestasi di bidang olahraga. Even ini termasuk salah satunya, sebagai ajang pembuktian!” jawab Bejo tak mau kalah.
“Kalau yang cowok sih mungkin bisa futsal, tapi kalau yang cewek, siapa diantara kita yang bisa basket?” sekarang Sica yang bertanya.
“Dea bisa mengajar kalian, tenang saja. Betul kan De?”
“Aye aye kapten!” jawab salah satu dari si kembar tersebut. Nampaknya diantara para wanita, hanya Dea yang bersemangat mengikuti perlombaan.
“Nanti kalau kita kecapekan karena latihan, terus kapan belajarnya?” kini Rena yang mengutarakan ketidaksetujuannya.
“Untuk masalah itu, aku sudah berkonsultasi dengan Kenji, dan ia sudah menemukan jadwal yang sesuai dengan kita.”
Mendengar nama Kenji, berbagai suara ketidaksetujuan mulai sirna. Mungkin karena mereka paham Kenji hampir bisa menyelesaikan semua permasalahan yang ada, maka mereka segan ketika Bejo mengucapkan namanya. Bisa dibilang, itu merupakan strategi politis yang cerdik.
Kenji berdiri dari bangkunya, dan mulai membicarakan rencananya. Intinya, Kenji paham bahwa tidak mungkin kita latihan tiap sore karena kesibukan sekolah. Namun Kenji setuju, ajang perlombaan ini bisa membuktikan bahwa anak akselerasi bukan sekedar pelahap materi pelajaran. Ia menambahkan bahwa personil kelas tahun ini jauh lebih baik dari tahun kemarin, yang hanya memiliki tiga orang laki-laki di kelas. Ini merupakan kesempatan langkah untuk menunjukkan eksistensi anak akselerasi.
Lenyaplah sudah suara-suara keberatan yang tadi memenuhi langit-langit kelas.
***
Kelas kami terdiri dari enam laki-laki dan sembilan perempuan, dimana tiap lomba terdiri dari lima orang. Artinya, untuk futsal terdiri dari lima pemain inti dan hanya satu cadangan, sedangkan basket terdiri dari lima pemain inti dan empat pemain cadangan, atau bisa dianggap hanya tiga karena aku yakin Sarah tidak akan sudi untuk berpartisipasi. Tentu ini kondisi yang memberatkan, mengingat kelas lain terdiri dari sekitar 36 murid.
Jadwal yang dibuat Kenji menyesuaikan dengan jadwal kami, terutama anak-anak yang kursus sepulang sekolah. Setelah melakukan wawancara singkat, Kenji mengambil kesimpulan bahwa untuk perempuan akan dibagi menjadi dua kloter, kloter pertama latihan hari Senin dan Rabu dan kloter kedua hari Kamis dan Sabtu. Kloter pertama terdiri dari Rika, Gita, Sica dan Rena. Kloter kedua terdiri dari Yuri, Nita dan Ve. Dea sebagai kapten tim basket akan selalu datang latihan, karena ia hanya kursus di malam hari.
Untuk laki-laki lebih mudah untuk membuat jadwalnya. Kami latihan hampir setiap hari kecuali hari Senin, Rabu, dan Jum’at. Hari Minggu dipilih sebagai hari latihan bersama yang lebih bertujuan untuk meningkatkan stamina tubuh. Kami tidak harus terpatok dengan jadwal ini, sehingga kami bisa ikut latihan kapanpun. Aku merupakan salah satu anggota kelas yang memutuskan untuk ikut setiap latihan yang diselenggarakan.
Latihan dilakukan di lapangan dekat rumah Kenji. Untunglah Kenji sangat akrab dengan tetangganya, sehingga ijin penggunaan lapangan bisa dengan mudah didapat. Rumah Kenji sendiri dijadikan sebagai markas sementara kelas kami. Aku yang merasa memiliki kekuatan karena sering berkelahi memutuskan untuk berusaha semaksimal mungkin karena sepakat dengan visi yang dikejar oleh Bejo. Aku akan joging setiap pagi sebelum berangkat sekolah untuk menggenjot staminaku yang sebenarnya sudah sangat prima ini.
***
Awal bulan Agustus bertepatan dengan hari Minggu, sehingga kami bisa melakukan latihan bersama seperti yang direncanakan. Baru kali ini aku melihat teman-teman menggunakan pakaian bebas. Yang jelas, beberapa dari teman wanita terlihat lebih cantik dengan busana kasual, termasuk Sica.
Anak kelas kami bisa dibilang sangat menghargai waktu sehingga mereka sangat disiplin. Hal tersebut bisa dilihat hari ini, ketika sepakat latihan dimulai jam enam, maka mereka sudah datang setidaknya lima belas menit sebelumnya. Ada yang diantar, ada yang menggunakan kendaraan umum, ada yang membawa kendaraan sendiri. Kami berempat belas, karena Sarah terbukti tidak peduli dengan even ini, terlihat sangat bersemangat dalam mengikuti acara ini. Latihan kali ini dipimpin oleh Bejo sendiri.
Sekitar dua jam kami melakukan latihan-latihan fisik yang lumayan menguras bagi yang tidak pernah berolahraga. Kami semua beristirahat di lapangan karena matahari belum terlalu terik. Di saat kami beristirahat di lapangan inilah adikku, Gisel, datang menghampiri kami.
“Gisel, di sini.” justru Kenji yang menyapa adikku lebih dulu.
Gisel mendengar suara Kenji dan dengan tersenyum ia berlari ke arah kami. Semua mata memandang ke arahnya dan mungkin menganggap Gisel adalah adiknya Kenji.
“Kakak di mana kak?” tanya Gisel ketika sampai di hadapan Kenji.
“Itu, ada di sebelah kakak cantik disana.” jawab Kenji sambil menunjuk ke arahku.
Dengan reflek aku menoleh siapa yang ada di sebelahku karena tadi asal duduk saja. Ternyata Sica yang ada di sebelahku, tersenyum ketika aku menoleh ke arahnya.
“Itu adikmu Le?” tanya Sica seusai melepas senyumnya.
“Iya Sica, dia adikku.” jawabku datar, atau berusaha tetap datar.
“Kenalin dong ke kita.” pintanya.
“Kakak, Gisel bawain minum buat kakak.” kata Gisel setelah setengah berlari menuju ke arahku.
Terdengar gumamam yang menunjukkan kekaguman terhadap kebaikan Gisel terhadap kakaknya yang terkenal jahat ini. Aku pun tersipu malu dengan semua mata yang menatap kami berdua, namun aku tetap berusaha tersenyum ke Gisel sembari mengucapkan terima kasih. Lalu aku memintanya untuk memperkenalkan dirinya ke teman-teman.
“Halo kakak-kakak semua, namaku Gisella Margaret Spencer, usia sembilan tahun, cita-cita mau jadi guru.” Gisel memperkenalkan dirinya dengan kepolosannya yang khas.
“Gisel sekolah di mana?”
Pertanyaan itu diberikan oleh Gita, dan ia pun langsung terdiam, kebingungan bagaimana menjawabnya. Aku pun tidak tahu harus menjawab apa karena sibuk menahan emosi mendengar pertanyaan sensitif tersebut. Untunglah, Kenji dengan tanggap menjawab pertanyaan tersebut.
“Sebenarnya Gisel homescholling Git karena Gisel memiliki kecerdasan diatas teman-temannya.”
Teman-teman pun mengangguk-angguk, Gisel pun berhasil menghilangkan kebingungannya tadi. Jawaban yang sangat cerdas dari Kenji sekaligus jujur, karena memang Gisel belajar di rumah oleh dua guru privat, aku dan Kenji. Setelah itu, Gisel pun menjadi obyek teman-teman untuk bertanya ini dan itu. Aku hanya sibuk memperhatikan mereka, ketika Sica memulai percakapan denganku.
“Nampaknya kalian sangat akrab ya.”
“Begitukah? Syukurlah kalau begitu.”
“Senang ya punya saudara, aku anak tunggal sih, jadi kurang tahu rasanya punya saudara.”
“Kau boleh mengganggap Gisel sebagai adikmu, jika dirimu berkenan.”
“Ah, mana mau Gisel punya kakak jelek kayak aku, hahaha.”
Aku hanya tersenyum mendengar celetukan Sica. Rasanya tidak mungkin aku menjawabnya dengan “tidak Sica, kamu cantik, bahkan wanita tercantik yang pernah kutemui”. Kami berdua pun memutuskan untuk berdiam diri sembari melihat adikku menjadi pusat perhatian.
***
Latihan hari ini ditutup dengan pembahasan strategi yang nantinya akan digunakan ketika pertandingan. Rapat basket akan dipimpin oleh Dea, sedangkan untuk futsal dipimpin oleh Bejo. Karena matahari sudah semakin terik, kami bergeser ke rumah Kenji yang mungil. Disinilah untuk pertama kalinya teman-teman tahu latar belakang keluarga Kenji. Mengetahui kenyataan ini, aku akan berusaha agar teman-teman tidak pernah mampir ke rumahku agar mereka tidak bertanya tentang keluargaku.
“Kita hanya ada enam orang, sehingga kita tidak boleh terlalu menguras tenaga di awal pertandingan.” Bejo memulai pembicaraan strategi.
“Tapi Jo, model seperti aku ini mana bisa bermain dengan bagus.” Pierre yang bertubuh kurus mengajukan keberatan.
“Tidak masalah, kita akan menggunakan strategi counter attack yang cepat, dimana empat orang akan menjaga pertahanan dan satu orang menyiapkan serangan. Kita butuh orang tercepat, dan pilihan itu jatuh kepada Andra.”
“Aye aye kapten.” ujar Andra bersemangat.
“Dilihat dari hasil latihan pagi ini, mohon maaf, terlihat bahwa yang staminanya kurang adalah Pierre dan Kenji, jadi kemungkinan kalian akan bermain secara bergantian.”
“Santai saja Jo, aku sangat paham kok.” Kenji berusaha membuang rasa tidak enak yang dirasakan Bejo.
“Aku juga tidak masalah kok Jo, seandainya kita berjumlah lebih banyak, aku enggak bakalan deh ikut futsal-futsal gini.” Pierre menambahkan.
“Oke bagus, nanti dua pemain akan berperan sebagai center back, dan dua sisanya menjadi bek sayap. Aku rasa yang paling cocok dengan posisi tengah adalah aku dan Leon karena kami sama-sama bertubuh kuat. Sedangkan Juna, Kenji dan Pierre akan menjadi bek sayapnya yang bertugas membayang-bayangi lawan dan mempersempit ruang tembak lawan.”
Disini terlihat profesionalitas Bejo sebagai pemimpin. Meskipun secara personal ia kurang menyukaiku, ia sama sekali tidak memasukkan emosi tersebut dalam strateginya. Jika mengikuti emosi, tentu ia tidak akan mau berpasangan denganku menjaga gawang mini yang digunakan untuk lomba ini. Sifat ini membuatku sangat respek kepadanya. Semoga saja setelah kompetisi untuk harga diri ini berakhir, hubungan kami bisa membaik.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #22: Chinatown
-
Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Politik & Negara4 bulan ago
Peringatan Darurat: Apa Memang Sedarurat Itu Situasi Politik Saat Ini?
-
Non-Fiksi3 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
-
Olahraga5 bulan ago
Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1
-
Musik3 bulan ago
Menatap Era Baru Linkin Park Bersama Emily Armstrong
You must be logged in to post a comment Login