Connect with us

Politik & Negara

Perang Diksi Tanpa Makna

Published

on

Mengamati perkembangan politik akhir-akhir ini membuat penulis merasa kecewa. Kedua kubu pengusung calon presiden saling melempar isu tentang diksi-diksi kurang penting yang tidak memiliki subtansi sama sekali.

Kata-kata apapun, jika bisa dimanfaatkan untuk menjatuhkan lawan, akan mereka goreng sedemikian rupa agar terekspos oleh media. Memotong sepenggal kalimat dari sebuah pidato bukan hal yang mengejutkan sekarang ini.

Jarang sekali penulis menemukan sebuah perang konsep yang berusaha untuk menawarkan program-program yang ditawarkan apabila mereka terpilih. Jika pun ada, masyarakat yang terlihat di media sosial juga terlihat enggan menggubris.

Mungkin keengganan tersebut yang dilihat media sebagai pasar, sehingga yang mereka expose adalah hal-hal berbau bombastis yang digemari mayoritas masyarakat.

Mungkin keengganan tersebut yang membuat kedua kubu memilih untuk berperang diksi yang sebenarnya tidak terlalu penting. Mereka melakukan serangan apabila kubu lawan membuat pernyataan yang mempunyai celah untuk dicela.

Artinya, jika ditarik secara garis besar, kitalah yang berperan untuk menentukan mana yang akan disorot. Kita, sebagai rakyat, yang memiliki kuasa untuk mengubah hal ini.

Photo by rawpixel on Unsplash

Caranya? Ya jangan gubris berita-berita minim konten yang tidak mendidik masyarakat untuk berpolitik secara sehat. Sebaliknya, kita sebarkan berita-berita tentang program-program yang ditawarkan oleh mereka, sehingga fokus mereka pun (mungkin) akan berubah,

Bukankah itu hal yang susah? Benar, bahkan hampir bisa dibilang mustahil. Mental masyarakat kita (atau bahkan masyarakat dunia?) sudah terpatri untuk menikmati bad news dibandingkan good news.

Akan tetapi, bukan berarti kita harus berdiam diri saja menyaksikan ini semua terjadi. Minimal, dimulai dari diri kita sendiri dan pengaruhi lingkungan sekitar kita. Ajak mereka untuk tidak mudah terpengaruh oleh berita media.

Anggap saja mereka yang masih berbuat hal-hal seperti itu sebagai bayangan di dinding. Ada gerakannya, tapi kita tidak bisa mendengar apa yang diucapkan karena mereka hanyalah sebuah bayangan.

Bayangan tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi suara. Tentu kita tidak ingin membuang waktu untuk berusaha mendengar bayangan bukan? Hal yang sama juga berlaku di dunia nyata, jangan buang waktu kita yang berharga untuk mendengar kalimat kosong.

Jika para elit politik benar-benar peduli terhadap rakyatnya, sudah seharusnya perang diksi tanpa makna ini diakhiri. Sudah saatnya masyarakat mendapatkan edukasi politik yang lebih mendidik daripada serangan kata-kata yang tak bermanfaat.

Sudah seharusnya kedua kubu menjabarkan program kerja mereka lima tahun ke depan apabila nanti terpilih.

 

 

Kebayoran Lama, 18 November 2018, terinspirasi dari pengamatan politik melalui Twitter akhir-akhir ini

Photo by Jonathan Sharp on Unsplash

Politik & Negara

Bagaimana Jokowi Mengalahkan Lawan-Lawannya Tanpa Berperang

Published

on

By

Sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang cukup panjang akhirnya selesai, di mana pada akhirnya gugatan yang diajukan oleh kubu 01 dan 03 ditolak semua. Dengan begitu, maka kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pun telah bisa dipastikan.

Tentu saja hasil sidang ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat sepanjang sejarah pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia, pihak kalah yang menggugat tak pernah menang. Prabowo pun pernah melakukan dan mengalaminya dua kali pada tahun 2014 dan 2019.

Namun, pada tulisan kali ini, Penulis tidak akan membahas mengenai hasil sidang tersebut. Penulis ingin membahas hal lain yang masih terkait, yakni tentang bagaimana selama beberapa tahun terakhir Presiden Jokowi bisa mengalahkan lawan-lawannya tanpa perlu “berperang.”

Merangkul Lawan untuk Masuk ke Pemerintahan

AHY dan Partai Demokrat Bergabung dengan Pemerintahan Jokowi (Viva)

Selama Jokowi menjabat sebagai presiden, setidaknya dalam kurun waktu lima tahun terakhir, beliau kerap “menakhlukkan” lawan-lawannya dengan mengajak mereka berkoalisi dan bergabung dengan pemerintahannya.

Contoh yang paling mudah tentu saja di tahun 2019, ketika Jokowi mengajak Prabowo untuk bergabung ke dalam kabinetnya sebagai Menteri Pertahanan. Partai yang Prabowo pimpin, Gerindra, tentu saja juga ikut bergabung setelah di periode pertama Jokowi menjadi oposisi.

Setelah Gerindra bergabung dengan pemerintahan, otomatis jumlah oposisi pun menjadi semakin tipis, mengingat sejak awal sudah cukup banyak partai yang berpihak kepada Jokowi. Praktis, hanya PKS dan Partai Demokrat saja yang memiliki jumlah kursi yang signifikan di parlemen untuk bisa menjadi oposisi.

Nama partai terakhir pun ujung-ujungnya berpindah haluan. Setelah sembilan tahun menjadi oposisi, Partai Demokrat resmi merapat di mana “putra mahkota” Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Setelah Prabowo dan Gibran terpilih, bau-bau lawan mereka di kancah pilpres kemarin untuk bergabung pun semakin tercium. Setelah beberapa waktu lalu dengan Partai Nasdem, baru-baru ini Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dipimpin Muhaimin Iskandar juga terlihat ada tanda-tanda akan bergabung dengan pemerintahan.

Meskipun Jokowi sudah tidak lagi menjadi peserta pilpres, gaya “merangkul lawan” sepertinya masih akan terjadi. Dengan gimmick “demi persatuan bangsa” dan sejenisnya, para tokoh politik kita akan dengan mudahnya berpindah haluan, tanpa rasa malu.

Jika dibandingkan dengan era kepresiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), batas antara pemerintahan dan oposisi pada masa itu benar-benar terlihat dan cukup seimbang. PDI Perjuangan sebagai motor oposisi pun terlihat sangat hebat dalam menjalankan perannya tersebut.

Kini, batas antara pemerintah dan oposisi semakin kabur, jika bukan hilang sama sekali. Bagaimana tidak, rasanya hampir semua partai (sejauh ini, selain PKS) akan menganggukkan kepala jika diajak bergabung ke dalam pemerintahan, meskipun sebelumnya menjadi lawan di pemilu.

Inilah cara Jokowi bisa mengalahkan lawan-lawannya tanpa berperang, dengan mengajak mereka bergabung dengan kubunya, entah iming-iming apa yang mereka bicarakan di belakang.

Politik Jawa ala Jokowi

Prabowo dan Gibran (Kompas)

Dalam buku Orang Makan Orang karya Seno Gumira Ajidarma pada halaman 82, disebutkan bahwa dalam politik Jawa, oposisi itu merupakan destabilisisasi, dan Jokowi tidak ingin ada oposisi karena menghindari “dua matahari” yang akan melemahkan daya kekuasaannya.

Mengingat Jokowi merupakan orang Jawa, tentu wajar-wajar saja jika ia menerapkan gaya politik Jawa dalam kepemimpinannya. Namun, apakah politik Jawa yang diterapkan oleh Jokowi benar-benar menyeluruh atau hanya cherry picking saja?

Penulis tidak mendalami apa itu politik Jawa, sehingga tulisan ini lebih bersifat ke penafsiran bebas sesuai pemahamannya. Pada sejarahnya, politik Jawa identik dengan sistem monarki, meingat ada banyak sekali jenis kerajaan yang pernah berdiri di pulau ini.

Kalau sistem monarki di mana titah raja bersifat absolut, wajar jika oposisi dianggap sebagai sesuatu yang bisa mengancam “stabilitas” kerajaan. Alhasil, membungkan lawan politik pun bisa dilancarkan dengan mudah demi menjaga “stabilitas” tersebut.

Nah, pertanyaannya sekarang, apakah sistem pemerintahan di Indonesia itu monarki atau demokrasi? Jika politik Jawa diterapkan dalam sistem demokrasi, menurut Penulis itu akan menjadi sesuatu yang tidak sehat dan bisa mengarahkan negara kita menjadi tirani.

Ketika periode kedua Presiden Jokowi berjalan, bisa dibilang ia selalu bisa memuluskan apapun yang diinginkan mengingat mayoritas kursi di DPR akan mendukungnya. Buktinya, ada banyak aturan atau keputusan yang bisa selesai dalam waktu kilat, jika memang dibutuhkan.

Menurut Penulis, contoh yang paling jelas terlihat adalah pengesahan undang-undang (UU) terkait Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan. Tanpa dijanjikan ketika pemilu, dalam waktu singkat UU tersebut disahkan dan harus dilanjutkan oleh presiden selanjutnya.

Jika memiliki oposisi yang kuat, mungkin saja keputusan untuk memindahkan IKN tersebut bisa terhambat, bahkan belum disahkan ketika Jokowi lengser pada tahun ini. Namun, karena begitu powerful, UU dan rencana yang harusnya membutuhkan waktu tersebut bisa ketok palu dengan cepat.

Dengan kata lain, gaya memimpin Jokowi yang “merangkul semuanya” bisa dibilang adalah upayanya untuk melemahkan oposisi, agar daya kuasanya tetap besar. Meskipun ia tak lagi memimpin selama lima tahun ke depan, Penulis rasa pengaruhnya masih akan tetap besar, apalagi dengan adanya anaknya di kursi wakil presiden.

Penutup

Pada tahun 2019 setelah masa pilpres, Penulis membuat prediksi bahwa salah satu alasan Prabowo mau menjadi menteri Jokowi adalah untuk “memuluskan” ambisinya menjadi presiden di tahun 2024.

Prediksi tersebut ternyata ada benarnya, di mana secara cukup mengejutkan ia mendapatkan support penuh dari Jokowi, bahkan hingga mendudukkan anaknya Gibran sebagai wakilnya untuk membantu mendongkrak suara Prabowo.

Terbukti, strategi tersebut berhasil dan Prabowo-Gibran berhasil terpilih dengan lebih dari 58% suara pemilih. Penulis tidak akan menilai apakah kemenangan itu berhasil didapatkan secara fair atau penuh kecurangan, itu Penulis kembalikan ke para Pembaca sekalian.

Yang jelas, jika mengikuti perkembangan politik akhir-akhir ini, tampaknya Jokowi, melalui Prabowo dan Gibran, akan tetap melakukan politik Jawanya dengan merangkul lawan-lawannya.

Jangan heran jika seorang Anies atau Ganjar pun tiba-tiba menjadi menterinya Prabowo nanti. Tak perlu heran, karena memang seperti itulah cara Jokowi berhasil mengalahkan lawan-lawannya tanpa perlu berperang.


Lawang, 24 April 2024, terinspirasi setelah membaca tulisan Seno Gumira Ajidarma dalam buku Orang Makan Orang

Foto Featured Image: Poros Jakarta

Continue Reading

Politik & Negara

Memahami Apa Itu Hilirisasi Secara Sederhana Melalui Tropico 6

Published

on

By

Saat ramai masa-masa kampanye kemarin, salah satu istilah yang paling sering muncul adalah hilirisasi. Meskipun semua pasangan calon (paslon) memasukkan hilirisasi ke dalam visi misi mereka, pasangan Prabowo-Gibran adalah yang paling sering menyuarakannya.

Berdasarkan debat calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres), hilirisasi kerap disebutkan sembari memberikan contoh keberhasilan yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo selama 10 tahun kepemimpinannya.

Hilirisasi tampaknya akan tetap menjadi salah satu program utama dalam lima tahun ke depan di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran. Bahkan, Gibran pernah menyebutkan kalau hilirisasi tidak hanya akan dilakukan di sektor tambang saja, tapi di sektor lain juga termasuk digital.

Meskipun kerap disebutkan, mungkin tidak semua orang benar-benar paham apa makna dari hilirisasi tersebut. Penulis pun harus melakukan riset untuk benar-benar memahaminya, karena ini salah satu proyek terbesar yang akan dilakukan.

Nah, ketika sedang bermain game Tropico 6, Penulis jadi tersadar kalau selama bermain, dirinya ternyata juga kerap melakukan hilirisasi untuk memajukan negara yang sedang dikembangkannya.

Penulis pun terbesit untuk melakukan semacam penjelasan sederhana mengenai hilirisasi menggunakan analogi Tropico 6 agar memudahkan kita memahaminya.

Sedikit tentang Tropico 6

Contoh Tampilan Game Tropico 6 (IGN)

Untuk yang asing dengan game ini, Tropico 6 adalah sebuah game dengan genre city building dan simulasi yang dikembangkan oleh Limbic Entertainment dan Realmforge Studios, serta dipublikasikan oleh Kalypso Media.

Di sini, kita akan menjadi El Presidente yang akan memimpin sebuah negara kecil yang terletak di Kepulauan Karibia. Kita akan mulai dari awal 1900-an dan akan terus berkembang hingga akhirnya menjadi sebuah negara modern.

Kita tidak hanya asal melakukan tata kota saja di sini, karena hampir semua unsur sebuah negara juga harus diatur di sini, mulai dari bagaimana mengatur perekonomian negara, memuaskan rakyat, menjalin relasi dengan negara lain, dan lain sebagainya.

Unsur ekonomi, atau bisnis, dalam game ini cukup kental karena jika ekonomi kita kuat, maka masalah lainnya bisa terselesaikan dengan mudah. Jika rakyat kita tidak puas dengan pelayanan kesehatan, maka kita tinggal membangun rumah sakit dengan kualitas terbaik.

Ada banyak cara untuk bisa mendatangkan uang ke dalam kas negara kita, tapi yang paling utama adalah ekspor sumber daya alam yang kita miliki, entah itu, tambang, hutan, maupun perkebunan. Nah, di sinilah Penulis belajar tentang hilirisasi di Tropico 6.

Hilirisasi di Tropico 6

Dilansir dari KBBI, hilirisasi adalah “proses, cara, perbuatan untuk melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang siap pakai.” Dengan kata lain, kita tidak hanya menjual bahan baku mentah, tapi dijual dalam bentuk jadi atau setengah jadi.

Di Tropico 6, awalnya kemampuan untuk melakukan hilirisasi ini sangat terbatas, karena kita memulai game ini dari era di mana belum banyak teknologi yang bisa digunakan. Namun, seiring berjalannya waktu, kita bisa melakukan hilirisasi hampir di semua aspek.

Tambang Besi

Tropico 6 memiliki banyak sekali jenis tambang yang tersimpan di dalam pulaunya, mulai dari emas, besi, nikel, batu bara, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Penulis akan menggunakan tambang besi dan batu bara sebagai contoh.

Saat dijual mentahan, hasil ekspor dari bahan baku ini bisa dibilang kecil, sehingga kurang berdampak signifikan terhadap perekonomian negara. Ketika era kita di dalam game sudah maju, maka kita mulai bisa membangun pabrik yang akan mengolah hasil tambang tersebut.

Pabrik Baja

Di sini, Penulis membangun pabrik baja yang membutuhkan bahan baku berupa besi dan batu bara. Dengan adanya pabrik ini, Penulis tidak lagi menjual besi dan batu bara secara mentah, melainkan dijual dalam bentuk baja yang harganya lebih mahal.

Namun, Penulis merasa harga jual baja masih kurang mahal karena terhitung masih sebagai benda setengah jadi. Untuk itu, Penulis membangun lagi sebuah pabrik senjata yang membutuhkan bahan baku baja dan nikel.

Pabrik Senjata

Alhasil, penjualan senjata menjadi salah satu komoditas yang menyumbang ekonomi terbesar bagi negara yang Penulis pimpin. Jika dibandingkan dengan menjual besi dan batu bara secara mentah, cuan yang didapatkan jauh berkali-kali lipat.

Namun, perlu diingat kalau hilirisasi tidak terbatas hanya dalam pertambangan. Hasil perkebunan pun juga bisa dihilirisasi. Contoh yang akan Penulis gunakan di sini adalah tembakau. Alih-alih dijual mentahan, Penulis membangun pabrik rokok, baru setelah itu diekspor.

Pabrik Rokok

Hampir semua sumber daya yang ada di Tropico 6 bisa dihilirisasi, seperti kayu yang bisa diolah menjadi kapal dan furnitur, kapas dan bulu domba bisa diolah menjadi pakaian, ikan bisa diolah menjadi makanan kaleng, dan masih banyak lagi lainnya.

Apa Manfaat Hilirisasi di Tropico 6?

Dengan melakukan hilirisasi seperti yang sudah Penulis jabarkan di atas, perekonomian Penulis pun menjadi banyak surplus. Abaikan angka minus pada gambar-gambar di atas, karena gambar tersebut diambil ketika Penulis melakukan kesalahan strategi.

Uang yang surplus tersebut Penulis gunakan untuk memenuhi segala kebutuhan rakyat, mulai dari rumah, kesehatan, makanan, tingkat keamanan, fasilitas hiburan, kebahagiaan, dan lainnya. Semua benar-benar dari rakyat untuk rakyat.

Memang harusnya seperti itulah hilirisasi yang harus kita lakukan.

Hilirisasi yang kita lakukan saat ini bisa dibilang masih perlu banyak perbaikan dari berbagai sektor. Ekonom Faisal Basri pernah menyebutkan kalau keuntungan dari hilirisasi ini lebih banyak dinikmati oleh pihak China, yang menjadi investor utama hilirisasi.

Tentu ini sangat berbeda dengan hilirisasi yang Penulis lakukan di Tropico 6, di mana Penulis membangun berbagai tambang dan pabrik menggunakan uang negara sendiri tanpa bantuan investor, dan keuntungannya pun dinikmati secara langsung oleh rakyat.

Di Tropico 6, kita juga bisa melihat dampak lingkungan dari tambang dan pabrik yang kita bangun. Untungnya, kita bisa membangun berbagai fasilitasi untuk menghilangkan dampak tersebut dan lingkungan kita tetap terjaga.

Sayangnya, hal tersebut belum terlihat dari hilirisasi yang kita lakukan. Dari banyak laporan di lapangan, ada banyak kerusakan lingkungan yang diakibatkan hilirisasi. Masyarakat sekitar pun jadi kesulitan untuk sekadar mendapatkan akses air dan udara bersih.

Sekali lagi, Penulis sangat setuju dengan konsep hilirisasi. Penulis yakin kita sebagai sebuah negara mampu untuk mengolah berbagai sumber daya yang ada di Indonesia. Sudah bukan zamannya kita menjual barang mentah, kita sanggup untuk menjual barang jadi.

Namun, dalam prosesnya pun harus benar-benar diperhatikan, jangan sampai ugal-ugalan dan terkesan menabrak sana-sini. Dampak lingkungan diperhatikan, keuntungan yang berpihak kepada rakyat harus diperhatikan, dan lain sebagainya.

Memang, dalam menjalankan negara sungguhan tidak semudah bermain Tropico 6. Hanya saja, pemimpin yang sudah dipilih oleh rakyat secara langsung harus bisa membuktikan kapasitasnya untuk mampu mengatasi hal-hal mendasar seperti ini.

Lantas, apakah Prabowo-Gibran yang sudah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mampu menyelesaikan masalah hilirisasi ini? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.


Lawang, 23 Maret 2024, terinspirasi saat sedang bermain Tropico 6

Foto Featured Image: Epic Games Store

Continue Reading

Politik & Negara

Menyorot Kebijakan Prabowo-Gibran: Dari Makan Siang Gratis hingga 300 Fakultas Kedokteran

Published

on

By

Meskipun pengumuman hasil pilpres 2024 masih belum keluar, tangan Penulis sudah gatal ingin menyoroti beberapa kebijakan yang dibuat oleh calon presiden terpilih (sementara) kita, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Ada banyak alasan mengapa Penulis ingin membahas program kerja mereka sekarang, tapi salah satunya adalah karena program unggulan mereka, makan siang dan susu gratis, sudah dibahas di rabat kabinet, sebelum pengumuman resmi keluar.

Oleh karena itu, Penulis pun berpikir untuk apa menunggu mereka dilantik untuk mengomentar program kerja mereka? Alhasil, jadilah tulisan ini sebagai bentuk kritik dan masukan Penulis untuk pemerintah yang akan datang, jika benar-benar terpilih.

Mengintip Apa Saja Program Kerja Prabowo Gibran

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Kompas)

Melalui tulisan “Mengamati Pilpres 2024 Bagian 2: Menyelami Paslon Lebih Dalam“, Penulis sudah mencantumkan visi misi berserta program kerja dari masing-masing paslon. Namun, Penulis ingin menyebutkan beberapa program kerjanya yang rasanya perlu kita catat.

Daftar di bawah ini Penulis lansir dari akun Instagram @ngomonginuang:

  • Makan siang gratis untuk anak sekolah, ibu hamil, dan santri
  • 19 juta lapangan pekerjaan
  • Menaikkan 8% gaji ASN (terutama guru dan nakes), TNI/Polri, dan pejabat
  • Mengembangkan Smart Farming
  • Program kredit untuk perusahaan startup
  • Melanjutkan program hilirisasi tambang dan digital
  • Menambah Fakultas Kedokteran menjadi 300 fakultas
  • Beasiswa 10 ribu pelajar Saintek ke luar negeri
  • Mendirikan Badan Penerimaan Negara
  • Meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB menjadi 23%
  • Membangun 3 juta rumah untuk homeless (1 juta di pedesaan, 1 juta di pesisir, 1 juta di perkotaan)
  • Dana desa ditingkatkan menjadi 5 miliar per desa per tahun

Yang namanya janji kampanye tentu selalu terdengar indah. Untuk realisasinya, biar waktu yang menjawab. Penulis tidak akan mengomentari semua janji di atas, hanya beberapa yang membuat Penulis sedikit mengkerutkan alis.

Selain beberapa daftar janji kampanye di atas, pasangan Prabowo-Gibran juga terkenal karena ingin melanjutkan apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah sebelumnya. Oleh karena itu, Penulis juga akan mengkritik beberapa program kerja yang akan dilanjutkan oleh mereka.

Makan Siang dan Susu Gratis

Makan Siang Gratis (RRI)

Ini adalah program kerja yang paling sering digaungkan oleh Prabowo-Gibran. Bahkan ketika debat capres terakhir, segala masalah yang ditanyakan kepada Prabowo selalu berputar di sekitar makan siang gratis.

Sejak awal, program kerja makan siang dan susu gratis ini sudah menjadi pro-kontra. Dengan anggaran jumbo mencapai 450 triliun per tahun, tentu ini akan memberatkan APBN kita. Saking beratnya, akan ada banyak subsidi + kenaikan pajak agar program tersebut bisa berjalan.

Kalau tidak percaya, bisa baca beberapa sumber berikut ini:

Memang, program makan siang dan susu gratis sudah diterapkan di banyak negara. Namun, perlu diingat kalau mayoritas dari negara-negara tersebut merupakan negara maju yang kondisi keuangannya telah stabil. Lha, kita, cari dana untuk membangun IKN saja sudah setengah mati.

Sama seperti pembangunan IKN, yang akan Penulis bahas lebih rinci setelah ini, Penulis merasa kalau pengadaan makan siang gratis bukan sesuatu yang urgent dan tidak menjadi solusi untuk banyak masalah yang diharapkan selesai dengan program ini.

Menurunkan harga bahan pokok sehingga bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dan menjaga stok barang agar selalu terjelas lebih urgent dibandingkan dengan program makan siang yang kesannya hanya memberi “ikan”.

Selain itu, skema yang jelas mengenai pelaksanaan program kerja ini juga masih belum jelas. Idealnya, program kerja yang ditawarkan kepada publik setidaknya harus sudah memiliki blueprint agar kita sebagai masyarakat bisa membayangkan pelaksanaannya.

Jika melihat track record dari Prabowo, Penulis jadi berprasangka kalau nantinya perusahaan yang akan diajak untuk melaksanakan program ini ya kroni-kroninya Prabowo (atau Gibran/Jokowi) semua.

Lihat saja PT TMI untuk pengadaan alutista dan PT Agrinas untuk food estate. Nepotisme seolah memang bukan hal yang tabu untuk capres-cawapres kita.

Catatan: Penulis sudah terbayang bagaimana bentuk pembelaan dari pendukung mereka, yang kurang lebih akan berbunyi, “Memang sengaja pakai rekanannya Prabowo-Gibran agar kontrolnya lebih mudah dan tidak dikorupsi.”

Melanjutkan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN)

Progres Pembangunan IKN (Bisnis)

Sejak awal, Penulis sudah merasa kontra dengan rencana Jokowi untuk membangun ibukota negara baru. Ide untuk memindahkan ibu kota memang bukan hal baru dan mungkin dibutuhkan, tapi menurut Penulis tidak untuk sekarang ketika kondisi keuangan negara belum benar-benar fit.

Ada yang menyebut kalau kawasan hutan yang dibabat di IKN adalah kawasan hutan industri, tapi jangan lupa ada laporan juga kalau habitat orang utan di sana tergusur secara paksa. Belum lagi adanya konflik agraria (lagi) dengan petani yang haknya belum terpenuhi karena lahannya dipakai untuk IKN.

Selain itu, alasan pemerataan yang selalu dikumandangkan juga tidak Penulis setujui. Ide dari kubu 01 yang ingin membangun 40 kota setara Jakarta lebih masuk sebagai solusi dibandingkan membangun satu kota baru yang hanya akan dihuni oleh 2 juta orang saja.

Selain itu, entah mengapa pemerintah kita seolah tidak belajar dari kegagalan negara-negara lain yang telah memindahkan ibukota mereka. Contoh paling dekat adalah Myanmar, yang memindahkan ibukota dari Rangoon ke Naypyidaw.

Alasannya sama, agar ibukota terletak lebih ke pusat untuk mendorong pemerataan ekonomi. Hasilnya, kota tersebut sepi dan nyaris terlihat seperti kota mati. Pembaca bisa menonton video ulasannya di bawah ini:

Dengan konsep keberlanjutan ditambah telah disahkan melalui undang-undang, Penulis yakin IKN akan menjadi salah satu prioritas Prabowo-Gibran. Uangnya dari mana? Entahlah, semoga saja kabar kalau ada banyak investor yang tertarik untuk membiayai IKN benar-benar terjadi.

Lantas, seandainya tidak dilanjutkan, jadi rugi dong karena sudah keluar banyak biaya? Betul, tapi menurut pendapat Penulis, sesuatu yang hasilnya tidak baik lebih baik dihentikan di tengah jalan daripada dilanjutkan. Semoga saja pendapat Penulis ini salah, dan IKN memang terbukti berhasil.

Hilirisasi Segala Macam

Hilirisasi Nikel (Trumecs)

Secara ide, Penulis sangat setuju dengan program hilirisasi. Tak heran jika ketiga pasang capres-cawapres kemarin sama-sama memasukkan hilirisasi ke dalam programnya. Namun, jika melihat yang sudah dikerjakan oleh pemerintah saat ini, rasanya terlalu ugal-ugalan dan hanya berorientasi pada uang.

Akibatnya, kerusakan alam dan dampak buruk bagi masyarakat seolah diabaikan begitu saja. Sudah ada banyak laporan dari berbagai lembaga mengenai kerusakan yang terjadi akibat hilirisasi yang ugal-ugalan ini.

Banyak masyarakat di sekitar area hilirisasi jadi harus hidup di lingkungan yang tidak sehat dan kesulitan untuk sekadar mendapatkan air bersih. Tidak percaya? Coba tonton salah satu contoh video dokumentasi dan twit di bawah ini:

Lebih parahnya lagi, menurut beberapa laporan termasuk dari ekonom Faisal Basri, sebenarnya keuntungan dari hilirisasi ini, terutama nikel, lebih dinikmati oleh pihak asing seperti China. Coba tonton video beliau di bawah ini:

Ke depannya, jika memang ingin melakukan hilirisasi, cobalah untuk memperhatikan aspek lain, jangan hanya fokus ke proses produksi hingga mengabaikan rakyatnya sendiri. Belum lagi jika nanti hilirisasi ugal-ugalannya membuat pasokan melebihi permintaan, sehingga harganya menjadi jatuh.

Gaji Pejabat Dinaikkan, Pajak Rakyat Juga Dinaikkan

Yakin, Mau Dinaikkan Gajinya? (RMOL)

Pada tulisan sebelumnya, Penulis sudah membandingkan bagaimana ketiga pasangan capres-cawapres menghadapi kasus korupsi di Indonesia. Tentu ada beberapa yang bagus dan perlu didukung, tetapi ada satu yang membuat Penulis merasa geleng-geleng kepala:

Naikkan Gaji Pejabat Negara

Entah apa yang membuat Prabowo begitu yakin kalau menaikkan gaji pejabat adalah solusi untuk memberantas korupsi yang seolah sudah mendarah daging di kita ini. Padahal, gaji dan harta para tersangka koruptor itu sudah di atas rata-rata UMR Indonesia.

Selain itu, Penulis juga masih geram dengan beberapa pernyataan Prabowo yang seolah menyepelekan kasus korupsi. Pada tahun 2019, ia pernah mengatakan kalau korupsinya tidak seberapa itu tidak apa-apa. Penulis masih ingat betul ucapan tersebut hingga hari ini.

Pendukungnya pun sama saja, yang meyakini kalau sudah kaya tidak mungkin korupsi. Padahal, seperti kata Ahok, orang kaya itu kalau korupsi lebih mengerikan karena yang diinginkan sangat mewah.

Program Kerja Lainnya

Apakah Realistis Membangun 300 Fakultas Kedokteran? (BIC)

Selain empat program utama yang sudah Penulis bahas di atas, ada beberapa program kerja lain yang ingin Penulis singgung. Pertama, adalah tentang rencana untuk membangun 300 Fakultas Kedokteran dengan tujuan untuk menambah jumlah tenaga medis di Indonesia yang masih defisit.

Jujur, bagi Penulis ide ini terlihat tidak realistis. Selain karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seberapa banyak orang tua calon mahasiswa yang mampu membayar biaya masuk FK yang terkenal sangat mahal itu? Kecuali ada beasiswa khusus, Penulis merasa program kerja ini terlalu mustahil untuk diwujudkan.

Kedua adalah dana desa 5 miliar untuk tiap desa per tahun, dari yang semula 1 miliar. Program kerja ini juga sempat disampaikan oleh pihak 01 ketika kampanye, dan itu tidak membuat Penulis menyetujui ide ini.

Seperti yang sudah Penulis singgung di atas, Penulis lebih suka program kerja yang memberi rakyat kail, bukan ikan, apalagi dengan jumlah yang fantastis. Selain itu, dengan semakin tinggi dana desa, Penulis khawatir peluang untuk mengorupsinya pun semakin besar, sehingga yang diterima oleh rakyat pun berkurang.

Oh, ada satu lagi yang baru muncul akhir-akhir ini, yakni keinginan Prabowo untuk mengubah singkong menjadi bioetanol. Apakah singkong di Food Estate yang akan digunakan? Ups, maaf Penulis lupa, kan singkong yang di sana sudah berubah menjadi jagung.

Selain itu, ada juga yang berpendapat kalau singkong sebenarnya tidak terlalu cocok untuk dijadikan bioetanol. Intinya bisa, tapi biayanya diperkirakan akan cukup mahal.

Penulis sebenarnya merasa heran karena program Food Estate jarang terdengar dari Prabowo-Gibran, baik ketika debat maupun selama masa kampanye. Bahkan, Food Estate tidak terlalu ditonjolkan dalam program kerja yang akan mereka kerjakan.

Padahal, jika memang berhasil, bukankah itu bisa menjadi portofolio untuk Prabowo? Atau, memang sebenarnya segagal itu Food Estate sehingga terkesan “disembunyikan”? Ah, jadi gatal rasanya tangan ini ingin menulis tentang Food Estate.


Lawang, 4 Maret 2024, terinspirasi setelah kaget ketika mendengar program makan gratis telah dibahas di rapat kabinet, meskipun pemenang pilpres belum diumumkan secara resmi

Foto Featured Image: BBC

Catatan: Sumber artikel sudah ada di dalam teks

Continue Reading

Facebook

Tag

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan