Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 14 Leon dan Sica, Babak Pertama
“Omong-omong, bagaimana kau bisa seringkali membaca pikiran orang?” tanyaku suatu hari ketika aku dan Kenji berada di kelas ketika jam istirahat.
“Mungkin karena aku hobi baca novel detektif, aku jadi banyak belajar bagaimana menganalisa sesuatu, termasuk membaca pikiran orang.” jawabnya dengan tenang.
Aku berusaha terlihat tetap dingin mendengar jawabannya, meskipun dalam hatiku terbesit rasa kagum akan analisanya -banyak analisanya- yang terlihat begitu mudah, namun kita tidak akan tahu hingga ia memberitahu kita.
“Bisa jadi, mungkin suatu saat aku akan meminjam bukumu. Rasanya menyenangkan jika kita bisa menganalisa orang.”
“Tentu Le, pinjam saja. Aku merekomendasikan Sherlock Holmes untukmu, kamu pasti terkagum-kagum dengan kemampuan deduksinya.”
“Aku meragukan itu.” jawabku mengakhiri percakapan.
Hanya Kenji yang rutin mengunjungi bangkuku, sehingga seringkali aku hanya mengobrol berdua dengannya ketika istirahat. Aku tidak terlalu suka keluar kelas, apalagi ke kantin karena keramaiannya. Aku terbiasa hidup soliter, sehingga merasa tidak nyaman dengan kerumunan. Lagipula, aku jarang sekali merasa lapar dan kuat menahannya berjam-jam, sehingga pergi ke kantin tidak kumasukkan ke dalam to-do-list–ku.
Kenji memutuskan untuk ke kantin sebentar untuk membeli makanan ringan. Setelah aku menolak ajakannya, ia mengajak Pierre untuk menemaninya. Aku pun kembali ke bangkuku sendiri, menanti jam istirahat selesai.
Belum ada satu menit aku duduk, Gita dan Sica tampak masuk ke dalam kelas, lalu duduk di kursinya masing-masing. Apa aku perlu kembali berusaha untuk berinteraksi dengan semua teman satu kelas? Jika iya, maka aku perlu mengajak bicara Sica, karena kami belum pernah sekali pun berbincang-bincang. Namun bagaimana cara memulai percakapan? Ia duduk di belakang Pierre, lumayan jauh duduknya dari tempatku. Tidak mungkin aku tiba-tiba berteriak memanggil namanya dari belakang.
Lalu datanglah inspirasi tersebut. Papan tulis masih penuh dengan materi pelajaran sebelumnya, kenapa aku tidak ambil inisiatif untuk menghapusnya? Setelah selesai, aku bisa mengajak bicara Sica dan itu akan terlihat natural sekali. Maka majulah diriku ke depan kelas.
Setelah selesai, aku berbalik, dan untuk kedua kalinya dalam hidupku, aku merasa jantungku berdetak kencang. Sekali, namun cukup untuk membuat sesak dada. Lihatlah, dengan duduk diam sambil membaca buku pelajaran, ia terlihat begitu anggun. Karena dulu masih diliputi kabut kegelapan, aku tidak menyadari bahwa aku memiliki teman sekelas secantik ini. Senyumannya pada tempo hari membuatku lupa bahwa ia pernah membentakku dan berjanji untuk balas dendam kepadanya. Meskipun pada awalnya membenci itu, sekarang aku merasa kagum akan keberaniannya.
Baru saja aku akan mengeluarkan suara, terdengar tanda istirahat berakhir. Aku mengurungkan niatku untuk berbicara dan berjalan lurus kembali ke bangkuku.
***
Mata pelajaran setalah istirahat adalah bahasa Inggris. Oleh guru kami, Mam Sur, diperintahkan untuk membuat dialog percakapan dalam bahasa Inggris. Satu kelompok dua atau tiga orang karena jumlah anak kelas kami ganjil. Tapi kelompoknya diacak, terserah Mam Sur mau memasangkan siapa dengan siapa.
“Mam! Saya sama Andrea ya mam! Kan kami anak kembar!” sahut Andra ketika Mam akan mengumumkan siapa – siapa saja yang akan berpasangan.
“No, it`s forbidden.”
Mereka berdua memasang wajah kecewa.
“Okay kids, I will call your name and your partner.”
Aku berharap bisa berpasangan dengan Kenji, karena aku belum merasa dekat dengan yang lain sehingga khawatir akan membuat masalah dengan mereka.
“Kenji dengan Vanya.”
Harapan pertamaku hilang, mungkin aku memang ditakdirkan untuk belajar bergaul dengan yang lain.
“Subejo dengan Sarah.”
Antara anak desa dan kota pikirku.
“Alexander dengan Jessica.”
Hening, atau setidaknya aku merasa hening. Entahlah, mungkin sudah takdir aku harus berinteraksi dengan Sica, setelah tadi terpotong oleh bel.
“Allright children, sekarang duduk dengan kelompok kalian masing-masing, dan buat percakapan sesuai dengan tema pelajaran hari ini dan buatlah semenarik mungkin. Come on go go go.”
Sementara yang lain mulai berpindah dari kursinya, aku hanya duduk di kursiku, tak mampu bergerak. Jessica melihat ke arahku. Melihat aku diam, ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju diriku. Diambilnya kursi Juna yang sudah ditinggalkan pemiliknya, lalu ia meletakkan kursi tersebut di sebelahku.
“Hi Leon good morning.” sapanya penuh semangat, membuatku semakin susah mengontrol emosi.
“Good morning too.” jawabku dengan berusaha keras menjaga image sebagai Leon yang dingin.
“Baru kali ini ya kita bicara seperti ini, hehe.”
“Iya.”
“Oh tidak, kita pernah bicara di hari pertama kita. Tapi sepertinya itu bukan percakapan, melainkan pertengkaran, hehehe.” katanya manis.
“Iya, maaf.”
“Aku juga minta maaf, yang penting kan sekarang kamu sudah berubah. Terus Leon, kita mau buat percakapan tentang apa ini?”
“Terserah kamu aja.” otakku yang jenius tidak bisa bekerja seperti biasa.
“Emmm, menurutku gimana kalau tentang pergi ke konser? Jadi ceritanya aku mau pergi ke konser untuk menyanyi, kamu jadi fansku.”
Oke, mulai sekarang aku menjadi fansmu.
“Terus Le, kamu ketemu aku gitu di jalan. Kamu tanya-tanyain aku, minta tanda tangan, minta foto bareng, pasti seru kan! Gimana, kamu setuju?”
“Aku setuju saja.”
“Jangan gitu ta Le, kok kayaknya kamu enggak seneng, apa diganti aja ya?”
“Jangan!” tanpa kusadari, aku berteriak seperti itu. “Itu sudah bagus, aku setuju.” kataku dengan ditambahi senyum yang memaksa, sampai Sica terlihat heran melihat pola aneh pada bibirku yang seperti itu.
“Emm, ya sudah kalau begitu. Ayo kita buat yang terbaik!”
***
“Time`s up! Now who want go first?”Mam Sur bertepuk tangan agar anak-anak diam.
“Tidak ada? Kalau begitu Mam yang nunjuk. Yang maju pertama Kenji and Vanya.”
Cerita mereka berdua cukup unik. Kenji jadi seorang penyapu jalan, dan Ve jadi bosnya. Bos tersebut sangat terkesima dengan kerja si penyapu jalan karena ia sangat rajin dan tak pernah mengeluh. Oleh karena itu Kenji diangkat menjadi manager perusahaannya. Tidak kusangka, seorang Kenji dapat berakting sedemikian baik. Aku mengira, anak yang tak pandai berbohong seperti dirinya tidak akan pandai bermain peran.
“Next, Alexander and Jessica.”
Meskipun aku tidak memiliki rasa takut, drama seperti ini lumayan membuatku grogi. Aku yang sering membanggakan diri sebagai sosok yang pemberani ini ternyata bisa merasakan ketegangan. Memang, aku terlalu tinggi menilai diriku sendiri selama ini.
“Ayo Leon, kita berusaha semaksimal mungkin ya.”ajak Sica dengan menarik diriku dari kursiku.”
Mungkin ini yang dinamakan takdir, inilah percakapan yang telah terhenti karena dering bel.
***
Cerita kami diawali dengan narasi yang dibacakan oleh Jessica.
“Hello my friends, good morning. Before the story begins, please let me introduce ourselves first. My name is Jessica Christiani and my partner is Alexander Napoleon Caesar.”
Terdengar tepuk tangan yang meriah dari teman-teman, terutama dari Kenji.
“Pada suatu hari, Jessica atau saya, akan melakukan show di sebuah kota. Pada saat ketika saya sedang jalan-jalan di sekitar area konser, tiba-tiba saya bertabrakan dengan sesorang yang ternyata penggemar berat saya” semua ini diucapkan menggunakan bahasa Inggris.
Kulawan getaran jantungku yang dahsyat untuk memberikan yang terbaik untuk Sica, dan untuk nilaiku sendiri tentunya. Adegan pertama, Sica sedang berjalan dengan memegang handphone di tangannya. Langsung terbesit pikiranku untuk meminta nomernya, namun aku lupa bahwa aku tidak mempunyai handphone. Kuurungkan niat ini, dan memulai peranku sebagai fans berat dari Jessica.
“Ow, I`m sorry, are you okay?” tanyaku setelah bertabrakan dengan Sica.
“No no I`m fine thank you.” jawabnya dengan membersihkan debu di roknya.
“Bukannya kamu Jessica, penyanyi yang terkenal di seluruh dunia dan albumnya terjual ratusan juta?” tanyaku dengan ditambahi improvisasi yang berlebihan sehingga Jessica menahan tawanya, namun dalam sekejap ia bisa mengendalikan dirinya kembali.
“Yeah, you’re right, I’m Jessica.”
“I’m your big fans!” jawabku dengam begitu antusias, entah mengapa. Kulirik semua teman-temanku, semua orang menunjukkan keheranan. Jantungku makin cepat berdetak.
“Ah, really? Why?” tanya Jessica memutus lirikanku ke teman-teman.
“Karena kau mempunyai suara yang amat sangat merdu, karena kau sangat cantik dan karena kau adalah perempuan terbaik yang pernah aku kenal.” jawabku begitu saja tanpa mengingat-ingat teks yang sudah kami susun berdua.
“Maksudku, penyanyi wanita terbaik.” tambahku buru-buru, takut menimbulkan kecurigaan pada teman-teman yang lain.
“Ah, I see.” jawab Jessica dengan nada terkejut namun ia berusaha menguasai dirinya.
“Bisa aku minta tanda tanganmu?” aku menyodorkan buku yang aku bawa tadi.
“Okay.” ia mengambil buku dari tanganku dan menandatanganinya satu halaman penuh. Mungkin ia benar-benar terobsesi jadi penyanyi.
“Thank you, bisakah aku mengambil foto kita berdua.?”
“Of course.”
Bodohnya aku! Aku tidak punya handphone, bagaimana aku bisa berakting minta foto tanpa kamera? Kenapa aku lupa sama sekali tentang hal ini? Karena saking senangnya atas apa yang menimpaku hari ini?
“I’m sorry Jessica, kameraku tertinggal.” improvisasiku untuk mengatasi masalah ini.
“Don’t worry, kita bisa foto dengan handphoneku.”
Jessica mengangkat handphonenya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sejenak aku bisa merasakan rambutnya yang halus menempel di pipiku.
“Hey, please smile.” kata Sica padaku, mengerti bahwa wajahku terlihat sedikit tegang.
“Oh, okay.” akupun tersenyum samar, susah sekali memasang senyum di wajah ini.
“That’s it, you can take my phone. I’m sorry, tetapi aku harus segera ke konser, apakah kau datang?”
“Yeah, of course.”
“Then, see you later.”
Berakhirlah sudah dialog kami. Teman-teman kami sampai memberikan standing ovation kepada kami diiringi dengan siulan dan ketukan meja. Kami berdua kembali ke tempat duduk kami. Jessica memasang wajah puas atas penampilannya tadi. Logatnya bagus sekali, seperti benar-benar orang Inggris.
“Pronounciation-mu bagus sekali Sica.”pujiku kepadanya
“Thank you, hehe. Kamu juga lumayan kok, lancar pula.”
“Tapi aku grogi setengah mati.”
“Iya, kelihatan kok. Tak kusangka Leon yang angkuh di hari pertama itu bisa segrogi itu.”
“Tapi kamu bagus kok Leon aktingnya, seneng deh bisa satu kelompok sama kamu.”
Babak pertama, Leon dan Jessica, happy ending.
***
Diantara penampilan anak-anak yang lain, ada dua yang menarik perhatian. Pertama, tentu sang ratu fantasi, Rika, bersama pasangan dramanya, Nita. Ia membuat cerita yang benar-benar membutuhkan imajinasi untuk memahaminya. Ceritanya, dua orang remaja biasa tiba-tiba mendapatkan kekuatan super dari minuman yang mereka minum. Sayangnya salah satu dari mereka, Rika, menggunakannya untuk tujuan yang tidak benar sehingga Nita harus membuatnya sadar. Setelah “pertarungan” singkat, Rika kehilangan kekuatannya dan sadar bahwa apa yang ia lakukan selama ini salah.
Yang kedua, yang membuat satu kelas geram, adalah kelompok Sarah dan Bejo. Aku tidak tahu siapa yan menulis ceritanya, tapi pada drama mereka sangat jelas Sarah berperan sebagai orang kaya dan Bejo sebagai pengemis. Sarah mengeluarkan berbagai hinaan, dalam bahasa Inggris, kepada Bejo. Kata-kata seperti miskin, pemalas, bau dan lain-lain mengalir dari bibirnya yang tipisi itu. Tidak banyak Bejo berkata-kata, dan drama itu berakhir begitu saja ketika Sarah meninggalkan Bejo. Tidak ada yang memberi tepuk tangan, bahkan Mam Sur pun geleng-geleng kepala. Sungguh angkuh orang Jakarta ini, meskipun aku yakin tidak semua orang Jakarta seperti Sarah.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
-
Permainan4 bulan ago
Koleksi Board Game #22: Chinatown
-
Fiksi4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Politik & Negara4 bulan ago
Peringatan Darurat: Apa Memang Sedarurat Itu Situasi Politik Saat Ini?
-
Non-Fiksi3 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Ngomongin Uang
-
Olahraga5 bulan ago
Kemenangan Perdana yang Awkward Bagi Oscar Piastri di Formula 1
-
Musik3 bulan ago
Menatap Era Baru Linkin Park Bersama Emily Armstrong
You must be logged in to post a comment Login