Leon dan Kenji (Buku 1)
Chapter 8 Kiat Menahan Marah
Tok tok. Kuketuk pintu rumah Kenji yang sederhana. Terdengar suara langkah kaki menuju pintu. Pintu terbuka, dan terlihatlah si dungu, maksudku Kenji. Begitu melihatku, dia tersenyum lebar menyambut kedatanganku.
“Oh, kamu, ada apa? Bagaimana kamu tahu rumahku?” tanyanya dengan riang seolah-olah kemarin tak terjadi apa.apa.
“Eh, itu…” aku tidak bisa menjawab pertanyaannya.
“Sudahlah itu tak penting, silahkan masuk. Maaf ya kalau rumahku berantakan, hehehe. Aku hanya punya teh, silahkan duduk di kursi ini.”
Kenji berlalu ke dapur. Sambil menunggu Kenji, aku mengamati rumah mungilnya. Rumahnya hanya memiliki tiga ruangan, ruangan seluas 8 x 8 ini, dapur dan kamar mandi. Ruang tamu, kamar, dan ruang belajar menjadi satu. Meskipun sangat mungil, namun rumahnya rapi sekali. Dipojok ruangan terdapat empat lemari buku bersekat lima yang semuanya terisi penuh oleh buku-buku. Terdapat satu lemari pakaian berpintu dua yang kecil. Meja belajarnya bukan meja belajar yang berpasangan dengan kursi, melainkan meja duduk yang rendah. Tidak ada peralatan elektronik apapun kecuali lampu belajar, setrika, magic jar berukuran mungil, dan radio kecil. Tempat tidurnya hanya bealaskan tikar yang ditumpuk kasur busa berwarna biru yang terdapat banyak jahitan disana-sini. Lantainya masih berupa ubin, namun terlihat mengkilat, mungkin karena terlalu sering dibersihkan. Dan di ruang tamu ini hanya ada tiga kursi yang terbuat dari kayu dan sebuah meja bundar kecil. Ada empat jendela, di muka rumah dan di atas meja belajar Kenji. Benar-benar sederhana rumah ini, berarti Kenji anak kurang mampu? Dan terlebih lagi dia hidup sendiri? Tapi mengapa ia masih bisa tersenyum penuh dengan syukur begitu?
“Maaf kawan sudah menunggu lama, hehe, ini tehmu.” Kenji keluar dari dapur sembari membawakan satu gelas teh di atas baki.
“Terima kasih.” hanya itu yang terucap dari bibirku.
Sunyi sekali waktu itu, suasananya benar-benar awkward. Kaku. Aku bingung harus berkata apa, atau mungkin lebih tepatnya aku tidak berani mengeluarkan kata maaf kepadanya. Sedangkan Kenji, walaupun wajahnya tegar, tersirat sedikit ketakutannya yang mungkin disebabkan oleh penganiayaan kepada dirinya kemarin.
“Eee . . . kamu sudah tidak marah kan soal kemarin?” tanya Kenji dengan suara bergetar
“Tidak.” entah mengapa hanya ini yang keluar dari mulutku
“Jadi kamu cuma mampir,kan?”
“Ya.”
“Oh, hehe, baiklah kalau begitu.”
Sunyi menghampiri kami lagi.
***
Entah berapa lama kami berdiam diri seperti itu. Entah mengapa kami betah duduk di sana tanpa melakukan apapun dan tanpa berkata apapun. Kami hanya memandang ke sembarang arah sambil melirik satu sama lain. Aku yang pemberani ini ternyata tidak memiliki nyali untuk mengakui kesalahannya. Aku benar-benar malu, untungnya tertutupi oleh ekspresi wajahku yang senantiasa memasang wajah suram.
“Ee . . . apa kau tak merasa apa yang kita lakukan ini aneh?” Kenji membuka pembicaraan
“Ya.”
“Apa tidak sebaiknya kita lakukan sesuatu, seperti membaca, atau mendengarkan radio atau menggambar?”
“Terserah.”
“Ee . . aku mau ke kamar mandi dulu ya.” Kenji bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Kutengok jam yang melekat pada tangan kiriku. Sudah jam tiga, dan terdengar adzan. Sudah berapa lama aku tidak mendengarkan suara yang indah ini? Sudah berapa lama aku tidak menunaikan ibadah sholatku? Sudah berapa lama aku seperti ini?
“Brrr, airnya segar lo Napoleon, kamu tidak ambil air wudhu? Sudah Ashar lo.” Kenji memotong lamunanku.
“Ya.”
Aku bangkit dari tempat dudukku dan masuk kedalam kamar mandi. Namun apa yang kulakukan di kamar mandi hanyalah berdiam diri. Aku benar-benar malu terhadap diriku. Malu terhadap Kenji. Aku terlalu gengsi menghadapi kenyataan ini. Aku terlalu gengsi untuk menyadari kesalahanku.
Sekuat mungkin aku berusaha untuk menguatkan mentalku. Aku sudah berada disini, aku sudah memutuskan untuk meminta maaf, aku sudah memutuskan untuk mengakui kesalahanku. Lelaki sejati adalah lelaki yang mampu mengakui kesalahannya. Ya, sudah kubulatkan tekadku, kuukir di dalam hatiku agar tak mudah lenyap, aku akan minta maaf setelah aku selesai sholat.
***
Kenji tengah berada di dapur ketika aku selesai sholat. Begitu banyak bacaan sholat yang terlupa olehku karena lamanya aku tidak melakukan ini. Untunglah aku masih hapal gerakannya, jumlah rokaatnya, dan apa yang diucapkan ketika berganti gerakan. Karena Kenji belum kembali, aku kembali duduk di ruang tamu. Terdengar suara panci bergesekan dengan spatula. Terdengar pula suara orang bersiul-siul. Kenji sedang memasak. Ya, sekarang sore, pasti dia sangat lapar, begitu pula aku. Aku belum makan nasi sejak tadi pagi, walaupun biasanya aku memang tidak begitu teratur dalam mengatur pola makanku. Aku tidak begitu senang makan, dan mungkin itu membuatku terlihat sedikit kurus, meskipun bukan berarti aku lemah. Hal itu berbanding terbalik dengan tubuh kenji yang berisi. Padahal dia hanya orang yang sederhana, mengapa ia bisa labih gemuk daripada aku?
“Karena dia pandai bersyukur” jawab hatiku. Oh Tuhan, tampaknya aku mulai mendapatkan hidayahmu, tapi apakah aku sudah siap untuk berubah?
“Makanan siap, meskipun hanya telur mata sapi. Hehehe.” Kenji keluar dari dapur membawa sepiring telur. Dia melangkah menuju magic jarnya, dan bertanya padaku
“Mau nasi seberapa? Banyak atau sedikit?”
Aku terhentak mendengar pernyataan ini. Jadi Kenji memasak untukku?
“Bagaimana dengan kau?” tanyaku masih dengan perasaan shock.
“Ah sudahlah, aku bisa makan nanti malam. Sekarang sudah sore, kamu pasti lapar. Aku ambilkan nasi secukupnya saja ya, nanti kamu bisa kekenyangan dan tak bisa pulang, hehehe”
Meskipun dia bilang secukupnya, nasi yang dia ambilkan melebihi porsi makanku seperti biasanya. Aku semakin tak punya muka untuk bertatap muka dengan Kenji. Dia begitu baik terhadapku, meskipun aku pernah menyakitinya. Dia rela kelaparan asal temannya tidak kelaparan. Teman? Sejak kapan aku menjadi temannya?
“Maaf Kenji, aku tidak bisa menerima ini.” ini pertama kalinya aku memanggilnya Kenji.
“Ah, kamu tak suka telur ya, ya sudahlah ini akan kusimpan buat nanti makan malam.”
“Eh, sebentar kenji.”
“Apa? Kamu berubah pikiran?”
“Tidak, ee. . . sebenarnya tujuanku kemari, mau menanyakan, bagaimana kau bisa mengetahui rumahku?” sebenarnya bukan ini yang mau ku katakan, tapi entah mengapa ini yang keluar.
“Oh, maaf sebelumnya, kemarin malam aku membuntuti dirimu. Aku takut kalau terjadi apa-apa padamu. Kamu kan belum sehat betul.”
“Berarti kau mendengar aku memarahi adikku.”
“Ya, aku mendengar semua ucapanmu. Tenang saja Le, aku tidak mengetahui apa-apa tentang aib keluargamu. Aku tadi ke rumahmu untuk bertemu denganmu dan adikmu, tapi kamu belum pulang. Lalu aku bertemu adikmu. Begitu melihat orang sipit seperti aku, dia langsung menanyakan apakah aku yang kamu maksud. Aku mengiyakannya dan berusaha menghiburnya semampuku. Walaupun begini, aku ini pintar menghibur orang lho, haha.” cerita Kenji ditutup dengan tawa khasnya.
“Ee . . mengenai itu, aku mau minta maaf atas kejadian kemarin.” akhirnya keluar juga permintaan maafku dengan sangat terpatah-patah. Jika saja ada cermin di hadapanku, aku pasti bisa melihat mukaku memerah seperti tomat.
“Oh, tak apa kok, justru yang salah aku.” wajahnya menunjukkan keheranan atas penuturan maafku.
“Tidak, harusnya aku tidak sampai memukulmu, aku benar-benar minta maaf karena telah berbuat kasar kepadamu.”
“Tenang Napoleon, aku pemaaf kok.”
Aku memandangnya, melihat kedua matanya. Kenji tidak pandai berbohong, pasti ketahuan jika ia tidak benar-benar memaafkan aku. Namun, hanya ada ketulusan yang tersorot dari matanya.
“Oh iya, sampai sekarang aku belum tahu nama panggilanmu. Jadi, apa panggilan dari namamu yang terdiri dari tiga penguasa dunia itu?”
“Leon, panggil aku Leon.”
“Ah baiklah Leon, nama yang cocok sekali denganmu.” komentarnya dengan senyum yang tak pudar-pudar dari tadi.
“Bagaimana kau bisa tidak marah setelah mendapat perlakuan seperti itu dariku?”
Kenji tidak langsung menjawab pertanyaanku, melainkan berjalan menuju ke salah satu lemari bukunya. Dia mengambil salah satu buku dan membawa buku itu ke ruang tamu.
“Yang pertama jelas karena aku selalu ingat sama Allah. Mungkin alasan yang lain adalah ini.”
Kuambil buku itu, dan kubaca judulnya.
“Kiat Menahan Marah”.
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Karakter Lain (Terakhir)
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari episode ektra novel Leon dan Keji. Di sini, penulis akan bercerita tentang karakter lain yang belum dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Malik
Namanya penulis ambil dari musuh Yugi dari komik Yugioh (Marik jika dilihat dari animenya). Ia adalah kakak kelas Leon sekaligus mantan tetangganya. Ia juga bersekolah yang sama dengan Leon sejak SMP.
Malik adalah murid kesayangan guru dan idola banyak murid. Kemampuan otaknya yang cerdas, perilakunya yang santun, ditopang dengan paras yang rupawan membuatnya sering menjadi pusat perhatian.
Akan tetapi, Leon (dan Kenji) beranggapan bahwa semua itu hanyanya kamuflase semata. Di balik topeng ramahnya, Leon berasumsi bahwa Malik adalah orang yang licik dan egosentris. Mungkin Leon menganggap Malik seperti karakter Joker pada serial Batman.
Apakah dugaan Leon benar? Ataukah ternyata Malik memang benar-benar lain? Temukan jawabannya pada buku kedua Leon dan Kenji!
Para Kakak Pembimbing OSIS
Semua anggota OSIS yang penulis munculkan di novel ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Bahkan hingga namanya, walaupun tidak semua penulis ingat.
Dari semua anggota, yang paling menonjol adalah Aan yang pernah mengirim anggota gengnya untuk menghajar Leon karena sikapnya yang ngelamak. Ia juga tipikal orang pendendam dan suka tertawa di atas penderitaan orang-orang yang dibencinya.
Rudi dan Sinta
Keduanya adalah teman masa kecil Leon, yang satu teman SD dan yang satu lagi adalah teman bermain di masa kecilnya. Pertemuan tanpa sengaja mereka terjadi ketika Leon mengikuti kelas ektrakulikuler, di mana ia bertemu dengan Rudi, lantas bertemu dengan Sinta di kantin.
Keduanya memiliki peran besar bagi Leon untuk mengetahui bahwa dirinya secara perlahan bisa berdamai dengan masa lalu dan mencoba memperbaiki hubungan dengan teman-temannya di masa lalu, sesuatu yang dulu terhalang karena kekangan ayahnya.
Paman Anton
Dia adalah adik dari ayah Leon yang sukses bekerja sebagai pengusaha. Meskipun bersaudara, ia memiliki kepribadian yang berbeda 180 derajat. Paman Anton merupakan pribadi yang begitu hangat dan sangat menyayangi keluarga.
Istrinya telah meninggal karena kecelakaan, membuatnya menjadi single parent. Berstatus duda kaya tidak lantas membuatnya menikah lagi. Ia begitu mencintai istrinya sehingga mengurungkan niat untuk menikah lagi.
Sisi buruknya, ia jadi begitu memanjakan anaknya, Bondan, yang belum pernah penulis tampilkan di buku pertama. Pada akhirnya, Bondan menjadi begitu sombong dan gemar memandang rendah orang lain, termasuk kedua sepupunya, Leon dan Gisel.
Namanya sendiri dapat begitu saja, mungkin terinspirasi dari nama tetangga penulis.
Penutup
Bagaimakah kelanjutan kehidupan sekolah Leon? Apakah semuanya berjalan lancar tanpa masalah? Apakah Leon berhasil memecahkan surat misterius yang ia temukan beserta sebuah kotak yang terkunci dengan kombinasi lima angka?
Semua akan terjawab pada novel Leon dan Kenji Buku 2 yang akan rilis pada tanggal 3 Desember 2018. Stay tuned!
Kebayoran Lama, 19 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Perempuan Kelas Akselerasi
Setelah para laki-laki, kini tiba saatnya bagi penulis untuk mendeskripsikan para perempuan lain penghuni kelas akselerasi selain Sica, Sarah, dan Rika. Seperti biasa, penulis akan menjelaskan darimana inspirasi nama mereka beserta karakteristik yang melekat pada mereka.
Andrea Putri Sudarwono
Sama seperti Rika, Andrea atau Dea merupakan karakter baru yang tidak ada di konsep awalnya. Dulu, penulis membuat seorang karakter wanita tomboy yang sama sekali tidak betah berada di kelas akselerasi karena paksaan orangtuanya.
Setelah menghilangkan David, pada akhirnya penulis memutuskan untuk mengubahnya menjadi saudara kembar Andra yang bernama Andrea (dulu bernama Arin). Sifat-sifat pada penokohan yang dulu penulis hilangkan, kecuali sifat tomboynya yang dipertahankan.
Karakternya kurang lebih sama seperti saudaranya. Ia lebih sering bermain bersama teman laki-laki berkat pengaruh Andra, sehingga tidak memiliki teman wanita yang dekat. Dea jago bermain basket dan memainkan drum.
Aqilla Sagita Danastri
Selanjutnya adalah Gita, yang namanya penulis ambil dari penyanyi favorit penulis ketika masa sekolah, Gita Gutawa. Akan tetapi, Gita yang satu ini tidak pandai menyanyi. Ia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, mulai sketsa bangunan hingga sketsa wajah.
Tanpa disengaja, karakter ini mirip dengan karakter Gita yang bermain pada serial Cinta dan Rahasia yang diperankan oleh Taskya Namya, Kurang lebih, penulis membayangkan fisik Gita seperti dirinya.
Padahal, penulis menciptakan karakter Gita jauh sebelum serial tersebut tayang. Sungguh sebuah kebetulan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.
Gita adalah seorang perempuan hitam manis yang memiliki alis tebal dan cenderung mudah emosi, seperti yang ditunjukkan di awal cerita ketika ia melempar air ke wajah Leon. Akan tetapi, Gita adalah seseorang yang begitu peka terhadap sekitarnya.
Kepekaannya terbukti dengan beberapa kali bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Leon. Contohnya, ia tahu bahwa Leon menyukai Sica atau tahu kapan dirinya lebih baik diam ketika melihat suasana hati Leon sedang buruk.
Elvina Yurina Zefina
Yuri, mungkin dari namanya bisa ditebak, terinspirasi dari salah satu karakter Girls’ Generation yang bernama sama. Penulis ambil nama tersebut karena masih terdengar Indonesia.
Ia adalah seorang perempuan yang memiliki masalah krisis kepercayaan diri. Ekonominya pas-pasan karena ibunya adalah seorang single parent yang memiliki usaha katering. Yuri kewalahan menghadapi ritme pelajaran di kelas akselerasi.
Untungnya, Kenji berinisiatif untuk mengadakan kelas tambahan sepulang sekolah, sehingga Yuri mampu mengejar ketertinggalannya. Terlebih lagi, semenjak itu ia menjadi lebih percaya diri, setidaknya di hadapan teman-teman kelas akselerasi.
Maroon Malvinanita
Karakter ini penulis bentuk sebagai wadah akan kesukaan penulis terhadap bahasa. Nita, yang namanya muncul begitu saja, adalah perempuan yang memiliki kelebihan dalam dunia bahasa.
Bahasa yang disukai oleh Nita bukanlah bahasa sastra seperti yang disukai oleh Rika, melainkan bahasa yang digunakan sehari-hari. Ketika masuk kelas akselerasi, ia sudah menguasai bahasa Inggris, Jepang, dan Prancis. Ia mulai mempelajari bahasa lainnya seperti Mandarin dan Belanda.
Pada buku pertama, belum terlalu terlihat bagaimana karakter seorang Nita, selain keingintahuannya yang besar akan bahasa.
Verena Nur Izora
Nama Verena penulis dapatkan sewaktu pesiapan ujian nasional SMA, ketika seorang gadis menjadi sampul buku latihan menghadapi Unas. Karena suka namanya, penulis memutuskan untuk menggunakan namanya untuk novel penulis.
Verena, atau Rena, adalah satu-satunya wanita yang berkerudung di kelas akselerasi. Ia adalah satu-satunya teman yang satu SMP dengan Leon di kelas.
Ia adalah seorang perempuan yang baik, hanya saja terkadang tidak pandai membaca situasi. Rena juga bisa berubah menjadi galak apabila melihat sesuatu yang salah, seperti yang digambarkan pada chapter 40.
Virginia Vanya Valora
Namanya yang berinisial VVV bukan terinspirasi dari klub bola asal Belanda, VVV Venlo, melainkan dari teman kuliah penulis yang memiliki inisial yang sama.
Vanya atau kerap dipanggil Ve (penulis juga punya teman SMA yang panggilannya Ve) adalah seorang wanita yang paling gemuk di antara wanita-wanita lain yang cenderung bertubuh mungil.
Meskipun begitu, Ve merupakan anak yang berhati emas. Ia selalu mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak pernah menyimpan dendam. Baginya, berbuat baik adalah fokus hidupnya, sehingga cita-citanya adalah menjadi seorang guru di daerah terpencil.
Kebayoran Lama, 10 November 2018
Leon dan Kenji (Buku 1)
Tentang Para Laki-Laki Kelas Akselerasi
Selain Leon dan Kenji, terdapat empat laki-laki yang menghuni kelas akselerasi: Andra, Bejo, Juna, dan Pierre. Mereka berempat lebih sering berperan sebagai figuran, namun di beberapa bagian penulis tunjukkan karakteristik mereka.
Andra Putra Sudarwono
Dulu, pada konsep awalnya, si kembar Sudarwono bersaudara sama-sama laki-laki, Andra dan David. Tapi, sewaktu penulis meninjau ulang, ternyata komposisi laki-laki di kelas akselerasi ini terlalu banyak, sehingga penulis memutuskan untuk mengganti salah satunya dengan perempuan.
Inspirasi karakter ini datang dari Fred dan George Weasley dari novel Harry Potter. Penulis menyukai karakter mereka yang ceria, jahil, sering berbicara secara bergantian dengan saudaranya, dan selalu berpikiran positif.
Kurang lebih seperti itulah Andra (dan kini bersama Dea). Andra adalah laki-laki yang selalu nampak bersemangat. Ia selalu berusaha memberikan energi positifnya kepada semua orang.
Nama Andra sendiri (mungkin) penulis dapatkan dari band Andra and the Backbone. Penulis tidak terlalu ingat, namun untuk nama keluarganya, penulis pelesetkan dari nama stiker timnas Indonesia, Budi Sudarsono.
Andra juga tidak segan berkonfrontasi dengan orang-orang yang ia anggap merusak suasana kelas. Hal ini ia tunjukkan pada bagian-bagian awal, ketika ia menantang Leon untuk berkelahi karena dianggap mengacau.
Ia juga tipe orang yang supel. Bahkan hanya dalam hitungan hari, ia sudah bisa menjalin hubungan dengan kakak kelasnya. Tidak muncul rasa canggung ketika ia berbicara dengan orang lain karena kepercayaan dirinya yang tinggi.
Akan tetapi, ia juga seorang pendendam. Pengeroyokan yang terjadi pada Leon ketika MOS adalah rencananya. Untungnya, sifat pendendamnya diimbangi dengan sifat pemaafnya. Memang kontradiktif, namun begitulah Andra.
Andra memiliki kecerdasan yang lumayan. Sayang, kecerdasan yang dimilikinya tidak ia gunakan di kelas. Hal ini menyebabkan ia harus turun ke kelas reguler bersama saudarinya.
Achmad Khrisna Subejo
Kalau yang satu ini, penulis lupa darimana inspirasinya. Mungkin, karena nama Bejo bernuansa pedesaan. Untuk nama tengahnya, terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan.
Sang ketua kelas akselerasi yang sangat bertanggungjawab dan melaksanakan tugasnya dengan agak terlalu berlebihan. Mungkin mirip dengan karakter Tenya Iida pada anime Boku No Hero Academia, meskipun penulis membuat karakter ini sebelum menonton anime tersebut.
Bejo adalah tipikal anak yang ingin membuktikan bahwa dirinya, meskipun anak desa, bisa sama dengan anak-anak yang tinggal di kota (meskipun tempat ia sekolah tidak termasuk kota).
Ia memiliki harga diri yang tinggi, Pembangkangan Leon di awal masa sekolah merupakan buktinya. Bejo merasa harga dirinya terluka karena tidak dihargai oleh teman satu kelasnya. Hal ini membuat ia menyimpan dendam, dan Bejo bukan tipe pemaaf seperti Andra.
Meskipun begitu, Bejo adalah laki-laki yang gentle dan pemberani. Ia tak segan mengakui kesalahannya ketika ia telah sadar, seperti ketika ia bertengkar dengan Leon sewaktu lomba futsal antar kelas.
Arjuna Wahyunara
Namanya terinspirasi dari chef Juna. Akan tetapi, karakternya yang lambat merespon penulis dapatkan dari Goo Ji-soo, salah satu peserta acara reality show Girls’ Generation and the Dangerous Boys.
Juna adalah anak yang cerdas, namun susah berkomunikasi karena otaknya butuh waktu sekitar 5 detik untuk menangkap informasi yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi, ia memiliki daya ingat yang kuat ketika berhadapan dengan hal visual.
Apalagi, Juna adalah tipe orang yang pemalu dan minder, sehingga ia sangat jarang memulai percakapan dengan orang lain. Ia merasa dirinya akan membebani orang lain ketika ia berkomunikasi dengan mereka.
Untunglah Leon secara tidak sengaja berhasil menemukan metode untuk berinteraksi dengan Juna, sehingga mulai saat itu ia mulai bisa dekat dengan teman-teman yang lain, terutama Pierre.
Jean Xavier Pierre
Namanya memang norak, karena penulis masih duduk di bangku SMA ketika membuat nama ini. Namun penulis memutuskan untuk tidak mengubah namanya karena nama tersebut memiliki maknanya sendiri.
Pierre penulis dapatkan dari nama vokalis Simple Plan, Pierre Bouvier, yang penulis ketahui dari video klip When I’m Gone. Ternyata, setelah penulis tonton ulang video tersebut, terdapat nama Sarah. Mungkin justru dari inilah penulis mendapatkan ide nama Sarah.
Pierre merupakan tipe anak yang lebih senang berkutat dengan gawainya daripada dengan manusia. Dengan kacamatanya yang tebal, ia tak akan pernah merasa jemu mengutak-atik komputer maupun handphonenya.
Interaksinya dengan karakter utama hanya terjadi sekali ketika Leon membutuhkan saran untuk membeli handphone, sehingga karakteristik lainnya belum terlihat.
Kebayoran Lama, 5 November 2018
-
Permainan5 bulan ago
Koleksi Board Game #21: Century: Spice Road
-
Musik5 bulan ago
I AM: IVE
-
Anime & Komik5 bulan ago
Yu-Gi-Oh!: Komik, Duel Kartu, dan Nostalgianya
-
Non-Fiksi5 bulan ago
[REVIEW] Setelah Membaca Orang Makan Orang
-
Film & Serial4 bulan ago
[REVIEW] Setelah Menonton Deadpool & Wolverine
-
Tokoh & Sejarah5 bulan ago
Bagaimana Amerika Serikat Mendapatkan Wilayahnya (Bagian 1)
-
Olahraga5 bulan ago
Dua Drama di Dua Pertandingan Euro 2024 yang Membosankan
-
Film & Serial3 bulan ago
Gara-Gara Black Myth: Wukong, Saya Jadi Rewatch Kera Sakti
You must be logged in to post a comment Login