Penulis telah mengetahui novel The Little Prince karangan Antoine de Saint-Exupery ini sejak lama sebagai salah satu karya klasik asal Prancis yang terbit pada tahun 1940-an.
Ketika menemukan novel ini di Gramedia Pondok Indah Mall, penulis memutuskan untuk membelinya. Apalagi, bukunya tipis sehingga yakin dapat menghabiskannya dalam waktu beberapa jam.
Benar saja, penulis hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk mengandaskan novel ini. Dalam waktu yang singkat tersebut, penulis bisa menangkap sesuatu yang luar biasa dari novel ini.
Apa Isi Buku Ini?
Novel ini dimulai dari tokoh aku yang menceritakan bagaimana sudut pandang anak kecil di mata orang dewasa. Ketika usia enam tahun, ia membuat seekor ular yang memakan gajah. Namun para orang dewasa selalu melihatnya sebagai sebuah topi.
Dari kejadian tersebut, tokoh aku menyadari bahwa orang dewasa hanya bisa melihat hal realistis daripada hal yang berbau fantasi, sesuatu yang melekat pada anak.
Lantas, tokoh aku pun menjalani kehidupan dan berhasil menjadi seorang pilot. Suatu hari, ia terdampar di sebuah gurun pasir dengan stok air untuk delapan hari.
Secara mengejutkan, muncul seorang anak kecil yang menghampirinya. Ia dipanggil sebagai pangeran kecil. Ketika tokoh aku memperbaiki pesawatnya, sang pangeran kecil menceritakan tentang kehidupannya.
Pangeran kecil berasal dari sebuah planet kecil seukuran asteroid yang memiliki tiga gunung berapi dan beberapa tanaman, termasuk setangkai mawar yang cerewet. Sang pangeran menghabiskan waktunya untuk merawat planet kecilnya tersebut.
Suatu ketika, pangeran memutuskan untuk pergi dari planetnya untuk menjelajahi semesta. Ia berkunjung ke planet lain yang masing-masing dihuni oleh orang dewasa yang irasional dan berpikiran sempit.
(Pada bagian inilah sang penulis buku ini memberikan kritikan tajam terhadap berbagai elemen masyarakat)
Sebelum mencapai Bumi, sang pangeran sempat mampir ke enam planet. Di planet pertama, ia bertemu dengan seorang raja yang tak memiliki satu pun rakyat.
Di planet kedua ia bertemu dengan pria narsis yang selalu mendambakan pujian walaupun ia tinggal sendirian. Di planet ketiga ia bertemu dengan seorang pemabuk yang gemar minum demi melupakan perasaan bersalahnya karena telah mabuk (brilliant!).
Di planet keempat ia bertemu dengan seorang pebisnis yang terus bekerja tanpa tahu untuk apa ia bekerja. Bagaimana tidak, ia menghitung jumlah bintang di langit dan mengklaim sebagai miliknya (materialisme!).
Di planet kelima ia bertemu dengan seorang lamplighter yang bertugas untuk mematikan dan menyalakan lampu. Padahal, satu hari di sana hanya berlangsung selama satu menit, sehingga ia terlihat membabi buta mengikuti perintah begitu saja.
Di planet keenam, ia bertemu dengan seorang ahli geografi tua yang sejatinya belum pernah pergi ke mana pun! Orang inilah yang merekomendasikan pangeran kecil untuk berkunjung ke sebuah planet bernama Bumi.
Di Bumi, pangeran kecil mendarat di gurun pasir dan bertemu dengan sejumlah spesies yang hidup di sana. Ia juga melakukan perjalanan ke sana ke mari dan mengalami petualangan yang berarti untuk hidupnya.
Setelah bercerita tentang petualangannya, kita akan kembali ke tokoh aku di hari kedelapan. Untunglah, mereka menemukan sumur sehingga bisa bertahan hidup lebih lama.
Pesawat tokoh aku telah berhasil diperbaiki, namun pangeran kecil ingin kembali ke planetnya. Maka, kedua tokoh ini pun harus berpisah dengan diiringi kesedihan.
Setelah Membaca The Little Prince
Jika dilihat sekilas, novel ini memang seolah ditujukan untuk anak-anak. Apalagi, di dalamnya penuh dengan ilustrasi gambar. Padahal jika dicerna dengan baik, novel ini menyasar pembaca dewasa.
Menurut tokoh aku, karakterisitik yang diceritakan oleh pangeran kecil dimiliki oleh hampir semua orang dewasa di dunia ini. Hal tersebut ada benarnya, bahkan masih relevan untuk saat sekarang.
Ada yang berambisi menjadi raja walau tak ada yang mengakui, ada yang narsis luar biasa, ada yang terjebak dalam lingkaran setan, ada yang sangat matre, ada yang hanya menjadi robot dengan mematuhi perintah, dan lain sebagainya.
Bentuk kritikan implisit yang ada di novel ini patut dijadikan bahan renungan untuk kita yang sudah dewasa. Buku ini seolah menjadi oase ketika kita menghadapi rutinitas yang membosankan.
Karena terjebak oleh realita dan tuntutan hidup di dunia modern, kita banyak melupakan hal penting lainnya. Kita hanya mengejar materi seolah itulah yang paling penting di dunia ini.
Ketika berada di Bumi, pangeran kecil bertemu dengan seekor rubah. Rubah tersebut berkata kepada sang pangeran:
Hal-hal penting hanya dapat dilihat dengan hati, bukan mata.
Buku ini penulis rekomendasikan untuk semua kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gaya bahasanya yang renyah menjadi daya tarik tersendiri.
Kekurangan buku ini mungkin adalah tingkat ketipisan novelnya sehingga kurang memuaskan. Selain itu, akhir dari novel ini juga diserahkan kepada pembaca.
Nilainya: 4.2/5.0
Kebayoran Lama, 27 Oktober 2019, terinspirasi setelah menamatkan buku The Little Prince karya Antoine de Saint-Exupery