Connect with us

Pengalaman

Pengalaman Menjadi Tour Guide di Malang

Published

on

Pernah merantau ke Jakarta membuat Penulis memiliki banyak teman yang berasal dari sana. Tak sedikit dari mereka yang pernah mengutarakan keinginan mereka untuk berlibur ke Malang, yang tentu membuat Penulis merasa senang.

Pada akhirnya kesempatan untuk menjadi “tour guide” pun akhirnya kesampaian setelah mantan teman-teman sekantor membulatkan tekad untuk berlibur ke Malang, bukan hanya sekadar menjadi wacana.

Total ada empat orang yang akan berangkat dari Jakarta. Mereka adalah Naufal, Pandu, Dini, dan Tania. Pada tulisan kali ini, Penulis akan berbagi pengalamannya menjadi seorang “tour guide” untuk pertama kalinya.

Hari Kedatangan dan Hari Pertama

Kedatangan di Stasiun Malang

Rencana ini dimulai setelah lebaran, di mana Pandu dan Naufal sama-sama menghubungi Penulis dan mengatakan ingin main ke Malang. Lantas, mereka berdua saling menghubungi dan pada akhirnya akan ada 4 orang yang berangkat.

Setelah melewati berbagai diskusi, akhirnya diputuskan mereka akan liburan pada tanggal 13-17 Mei 2022. Mereka berempat akan berangkat dari Jakarta pada hari Jumat, 13 Mei 2022 malam, yang artinya akan sampai di Stasiun Malang pada Sabtu, 14 Mei 2022 pagi.

Penulis sempat salah melihat jam kedatangan mereka, di mana mengira kereta akan sampai pukul 8 pagi. Padahal, yang benar adalah jam 7 pagi. Untunglah Penulis sudah berangkat dari rumah lebih pagi, sehingga masih ada spare time dan bisa menjemput tepat waktu.

Setelah itu, kami berenam (beserta adik Penulis yang menyetir) berangkat ke rumah Penulis untuk istirahat sejenak sembari menunggu waktu check-in penginapan. Tentu di rumah ibu Penulis sudah menyiapkan sarapan untuk menjamu mereka.

Tragedi Masalah Penginapan

Penginapan yang Tidak Jadi

Selepas sarapan, istirahat, dan sedikit “ghibah”, kami pun segera berangkat ke penginapan yang berlokasi di Perumahan Ijen Nirwana. Berdasarkan foto dan deskripsi yang ada di aplikasi, penginapan tersebut berubah rumah yang memiliki tiga kamar.

(Yang menginap di penginapan ini hanya Naufal, Dini, dan Tania, sedangkan Pandu sudah memesan penginapan sendiri yang terletak di Jalan Semeru)

Hanya saja, setelah sampai di sana, ternyata tidak ada AC atau kipas angin di sana. Bagi (beberapa) teman-teman Penulis, tentu itu menjadi masalah yang besar. Apalagi, Malang sedang berada di suhu yang cukup panas.

Untuk itu, kami pun mulai mencari alternatif penginapan lain yang masih tersedia. Pencarian tersebut cukup sulit, mengingat saat itu memang sedang long weekend sehingga banyak yang berlibur. Untunglah, adik Penulis berhasil menemukan kamar kosong di Hotel Tychi yang dulunya bernama Hotel Kartika Graha.

Bakso Cak Man dan Lafayette

Di Lafayette

Sesampainya check-in dan bersih diri, kami pun langsung meluncur ke kuliner pertama yang harus dicoba ketika di Malang: Bakso. Pilihan kami jatuh di Bakso Cak Man yang terletak di dekat Rumah Sakit Lavalette.

Setelah itu, kami mampir ke Lafayette Coffee & Eatery. Respons mereka di kedua tempat tersebut kurang lebih sama: Murah dan Rasanya Enak. Jika dibandingkan dengan standar Jakarta, memang makanan di Malang masih relatif murah dan terjangkau.

Penulis dan adiknya tidak sampai malam mengantar mereka berkeliling karena kesehatan adik Penulis yang agak kurang fit. Akhirnya, pada sisa malam tersebut mereka berkeliling sendiri ke daerah Soekarno-Hatta dan menikmati street food yang ada di sana.

Hari Kedua

Berdasarkan agenda yang telah dibuat sebelumnya, hari kedua Penulis akan mengantar teman-temannya untuk pergi ke salah satu tempat wisata yang ada di Kota Batu. Di antara banyaknya pilihan, Jatim Park 3 menjadi tujuannya.

Berhubung adik Penulis sakit, maka perjalanan kali ini ditemani oleh adik Penulis yang pertama. Sekitar pukul 10 pagi, kami berdua menjemput teman-teman Penulis yang telah menanti di lobi hotel.

Masalah sudah muncul sejak awal karena dengan sembrononya Penulis lupa membawa STNK. Untungnya, tidak ada masalah yang terjadi gara-gara itu. Kami berenam pun masuk ke dalam Jatim Park 3 hanya beberapa menit setelah tempat itu buka.

Berhubung lagi musim liburan, jumlah pengunjung di sana pun cukup membeludak. Setelah berdiskusi, kami memilih untuk masuk ke The Legend Stars Park dan Dino Park. Dengan baik hati, tiket Penulis dan adiknya dibelikan oleh teman-teman.

The Legend Stars Park

Ceritanya di White House

Setelah beli susu Cimory, kami pun masuk ke The Legend Stars Park terlebih dahulu. Ternyata, tempat ini ala-ala Museum Madame Tussauds, di mana ada banyak figur penting yang dibuatkan patung lilinnya. Tentunya, kualitasnya tidak bisa dibandingkan.

Ada beberapa tema yang dimiliki oleh wahana ini, seperti Istana Presiden, kantor Presiden Amerika, beberapa tema negara seperti Korea dan Jepang, hingga tema yang general seperti olahraga dan film. Kesannya, tempat ini memang cukup campur aduk.

Ada beberapa memorabilia dari tokoh olahraga dan film terkenal, lengkap dengan tanda tangannya (entah asli atau tiruan). Ketika bertanya kepada salah satu staf di sana, ternyata beberapa barang yang ada di museum ini adalah koleksi pribadi dari pemilik Jatim Park 3.

Setelah puas berfoto di wahana ini (Naufal bahkan sampai menyewa kimono Jepang), kami melanjutkan wisata ke Dino Park. Sepengetahuan Penulis, ini adalah salah satu wahana yang kerap menjadi pembicaraan.

Dino Park

Wahana yang Sedikit Absurd

Sewaktu masuk ke dalam museum yang ada di dalam Dino Park, Penulis merasa masuk ke film Night at the Museum karena adanya fosil dinosaurus dengan skala 1:1. Tidak hanya satu, ada beberapa fosil dinosaurus yang cukup menarik untuk diamati.

Sayangnya, wahana Kereta 5 Zaman yang tampaknya menjadi salah satu ikon tempat tersebut sedang mengalami perbaikan, sehingga kami pun meneruskan perjalanan. Bisa dibilang, inti dari tempat ini adalah replika dinosaurus dengan beberapa tema, walau tidak terlalu banyak.

Ketika mencoba untuk memasuki wahana yang ramai antriannya seperti 3D Aquarium, ada perasaan menyesal karena pengalaman yang didapatkan tidak sebanding dengan lamanya waktu mengantre. Untuk itu, kami pun akhirnya menghindari wahana yang ramai lainnya.

Alhasil, kami pun hanya berjalan-jalan di sekitar taman dan mencoba beberapa wahana mainstream seperti yang ada di Jatim Park 1. Setelah merasa cukup lelah, kami pun keluar dari Dino Park dan beristirahat sejenak di luar.

Tragedi Bioskop 6D

Ada kejadian yang lucu ketika kami beristirahat di The Coffee Bean & Tea Leaf yang juga berlokasi di dalam Jatim Park 3. Waktu itu, Pandu ingin berkeliling sedikit dan mencoba beberapa mini wahana yang lain.

Rencanan awalnya, ia ingin mengunjungi Museum Musik. Namun, keinginan itu gagal terwujudkan karena tidak adanya penjaga walaupun ia sudah menunggu beberapa lama. Akhirnya, ia mengubah tujuan dengan mengunjungi Bioskop 6D.

Setelah selesai menonton di sana dan menghampiri kami, terlihat raut kusut di wajahnya. Ternyata, ia baru saja menyaksikan film paling buruk sepanjang hidupnya. Cerita dan animasi film di Bioskop 6D itu sungguh buruk. Kami pun hanya bisa tertawa mendengarnya.

Tragedi Mencari Tempat Makan

Niatnya Makan di Sini… (Suwatu)

Setelah seharian berkeliling Jatim Park 3, tentu perut kosong protes minta diisi. Destinasi utama kami adalah Kanvill Outdoor Grill & Coffee yang terletak di kecamatan Dau. Konsep grill di tempat outdoor jelas sangat menarik bagi teman-teman Penulis.

Sayangnya, setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang disertai macet, ternyata tempatnya sudah penuh. Kalau mau menunggu, butuh waktu sekitar 2-3 jam. Berhubung sudah malam, kami pun memutuskan untuk pindah tempat.

Pilihan selanjutnya adalah Tahu Campur Pak Kumis yang terletak di Jalan Dinoyo. Ketika sampai di lokasi, parkirannya sudah penuh. Penulis pun mulai merasa panik, apalagi beberapa teman sudah diserang oleh asam lambung.

Tempat makan yang muncul di pikiran Penulis adalah Rawon Nguling yang cukup legendaris. Apesnya lagi, tempat tutup tersebut tutup. Siapa yang menyangka kalau tempat makan sebesar itu malah harus tutup di saat banyak turis datang ke Malang.

…Akhirnya Makan di Kamar Hotel

Saking frustasinya, akhirnya kami memilih McDonalds atau KFC Sarinah saja. Masalahnya, begitu mau masuk ke tempat parkirnya, lagi-lagi parkirannya penuh! Sepanjang Penulis tinggal di Malang, rasanya baru kali ini Penulis ditolak masuk ketika mau masuk ke Sarinah.

Bingung, Penulis terpikirkan untuk makan di Ayam Bakar Mbak Sri yang dekat Mal Olympic Garden. Naasnya, Gedung Kartini yang biasanya dibuka untuk parkir malah tutup. Mau cari tempat parkir yang kosong, lokasinya cukup jauh dari tempat makan.

Kami coba pindah ke Rumah Makan Meneer yang ada di Jalan Semeru. Apesnya lagi, ternyata tempat makan itu tutup dan diganti dengan angkringan yang pilihan menunya tinggal sedikit. Coba geser ke Ayam Goreng Pemuda, katanya sudah penuh.

Alhasil, kami pun memutuskan untuk makan McDonalds yang ada di pertigaan Kayutangan. Karena tempatnya yang ramai, kami memutuskan untuk takeaway dan makan di hotel. Bahkan masih saja ada kejadian buruk, di mana pesanan Pandu tidak dibuatkan.

Tragedi 47 Botol Air Mineral Vit

Ilustrasi Botol Vit (Twitter)

Sebelum menikmati McD di hotel, ada satu peristiwa unik lagi ketika sedang menanti pesanan. Penulis bersama Naufal, Tania, dan Dini pergi berbelanja di Avia untuk membeli beberapa makanan dan minuman.

Ketika di kasir, cicicici yang berjaga di kasir terlihat sedang asyik mengobrol dengan temannya. Naufal sedikit menguping pembicaraan tersebut, dan katanya tema yang sedang diobrolkan adalah masalah guna-guna.

Setelah selesai membayar, Naufal memanggil Penulis karena di kuintasi tertulis ada 47 botol air mineral Vit. Padahal, Naufal hanya membeli 4 botol. Penulis pun menghampiri cici-cici tadi dan mengonfir masih hal ini.

Sambil minta maaf, cici-cici tersebut meminta maaf kepada kami dan mengembalikan uang yang sudah dibayarkan secara tunai. Sepintas kami mendengar, kalau kejadian ini semakin mempertegas kekhawatiran guna-guna yang ditakuti oleh cici-cici tersebut.

Hari kedua liburan teman-teman Penulis di Jakarta ini memang penuh dengan tragedi dan kejadian-kejadian unik.

Hari Ketiga

Di Latar Ijen

Di hari ketiga, Pandu sudah perjalanan balik ke Jakarta karena dia tidak mengambil cuti di hari Selasanya. Lantas, sisanya kembali berwisata kuliner sendirian di siangnya karena Penulis baru bisa ke Malang sore hari. Untungnya, tidak ada tragedi lagi yang menimpa mereka.

Penulis menyusul mereka bertiga di Latar Ijen dan nongkrong sebentar di sana. Setelah itu, kami nyemil sebentar di Bakso Bakar Pahlawan Trip yang rasanya sudah jauh berkurang drastis dibandingkan terakhir kali Penulis ke sana.

Terakhir, Penulis mengantar mereka untuk membeli oleh-oleh di daerah Sanan. Makanan yang dibeli pun seputar keripik-keripik yang sudah menjadi ciri khas. Setelah itu, Penulis kembali mengantar mereka ke hotel sekaligus berpamitan karena besok Penulis tidak bisa mengantar mereka ke bandara.

Penutup

Bisa dibilang, perasaan Penulis cukup campur aduk dengan pengalamannya menjadi tour guide untuk pertama kalinya. Senang karena ada teman yang jauh-jauh datang berlibur dari Jakarta, sedih karena merasa belum bisa memberikan “service” yang optimal.

Pengalaman pertama ini jelas sangat berharga untuk Penulis agar bisa menjadi tour guide yang lebih baik jika nanti ada teman-temannya yang lain memilih Malang sebagai destinasi liburannya.

Semoga saja teman-teman Penulis tidak kapok ke Malang hanya karena kekurangan Penulis sebagai tour guide.


Lawang, 26 Juni 2022, terinspirasi setelah menjadi tour guide untuk pertama kalinya

Pengalaman

Juni 2024 adalah Bulan Pertama Saya Menulis Tiap Hari Tanpa Putus

Published

on

By

Dalam tulisan “Ini adalah Tulisan Whathefan yang ke-1000,” Penulis telah berbagi bagaimana dirinya belakangan ini telah berusaha untuk menjaga konsistensi untuk bisa menulis satu tulisan setiap hari.

Pada tulisan yang tayang di tanggal 13 Juni 2024 tersebut, Penulis mengatakan bahwa dirinya telah menulis setiap hari tanpa putus sebanyak 19 hari. Alhamdulillah, rentetan tersebut bisa bertahan hingga hari dengan total 37 hari tanpa putus.

Lebih menariknya lagi, bulan Juni 2024 adalah pertama kalinya Penuils menulis setiap hari tanpa putus. Bulan Januari 2018 saat blog ini dimulai memang memiliki lebih dari 40 tulisan, tapi itu tak terhitung karena waktu itu Penulis memang punya beberapa stok tulisan.

Apa Saja yang Ditulis Selama Juni 2024?

Bulan Juni memiliki 30 hari, sehingga jumlah tulisan yang diproduksi pun 30 tulisan. Dalam sebulan, ada banyak tulisan yang Penulis buat dari berbagai topik. Yang jelas, biasanya di weekend Penulis akan membuat ulasan tentang buku yang telah dibaca dan melanjutkan seri board game-nya.

Selama bulan Juni, Penulis membuat ulasan lima buku, yakni A Happy Life, The Devotion of Mr. X, Contagious, Ali Sadikin, dan Hoegeng. Judul pertama dan ketiga sebenarnya sudah cukup lama Penulis baca, sehingga isinya sudah agak lupa. Kalau dua buku biografi yang ditamatkan tergolong baru.

Namun, yang paling spesial tentu novel The Devotion of Mr. X karya Keigo Hirashino. Dalam tulisan tersebut, Penulis telah membahas bagaimana novel detektif yang satu ini bisa menggiring pembacanya kepada satu kesimpulan, sebelum akhirnya di balik di akhir cerita. Novel ini sangat rekomendasi kalau suka cerita detektif.

Selain itu, Penulis juga melanjutkan board game-nya dari koleksi ke-16 hingga ke-19, yakni Bahamas, Unstable Unicorns, King of the Dice, dan Kingdomino. Seharusnya hari Minggu (30/6) kemarin giliran Modern Arts, tapi Penulis undur karena adanya kemenangan George Russel di GP Austria yang menarik.

Berbicara topik olahraga, Penulis hanya menulis dua artikel sepak bola dan tidak ada yang membahas Manchester United. Maklum, liga Eropa sedang masa rehat, dan Penulis juga entah mengapa tidak tertarik untuk mengikuti EURO 2024. Hingga hari ini, Penulis belum menonton satu pertandingan pun.

Penulis juga menulis dua artikel untuk rubrik Musik yang membahas dua grup dari genre yang berbeda, yakni Red Velvet dan Linkin Park. Penulis mencoba membuat format tier list melalui Linkin Park dan ternyata cukup menyenangkan. Mungkin, akan ada band atau musisi lain yang akan Penulis buatkan format tier list-nya.

Topik lain yang sering Penulis bahas adalah tentang Dragon Ball. Ada tiga tulisan di bulan Juni yang membahasnya, pertama tentang Future Trunks, Vegeta, dan alasan mengapa Penulis memutuskan untuk mengoleksi seri komik Dragon Ball Super. Sebenarnya, tulisan ketiga adalah alasan mengapa Penulis jadi sering menulis tentang Dragon Ball.

Penulis juga beberapa kali berbagi artikel produktivitas karena bisa menulis artikel setiap hari. Ada tiga artikel yang terkait dengan hal ini, yakni tentang Penulis yang memanfaatkan Notion dan dua artikel tentang membaca buku.

Topik-topik yang sedang panas juga Penulis bahas jika memang ada angle yang menarik, mulai dari isu dinasti politik yang memanas, bagi-bagi kursi di pemerintahan, pemain judi online yang diwacanakan mendapatkan bansos, hingga bocornya Pusat Data Nasional (PDN).

Selain yang sudah Penulis sebutkan di atas, Penulis membahas hal-hal yang sifatnya evergreen, yang biasanya Penulis gunakan sebagai pengingat untuk dirinya sendiri ketika di masa depan nanti sedang iseng-iseng membaca tulisannya sendiri.

Semoga Bukan Bulan Terakhir Bisa Menulis Tanpa Putus

Penulis tentu berharap kalau bulan Juni bukan bulan pertama dan terakhir di mana Penulis bisa menulis setiap hari di blog ini tanpa putus. Penulis berharap bisa menjaga konsistensi ini di bulan-bulan selanjutnya, karena Penulis juga pernah membahas betapa pentingnya untuk menjaga “rantai kebiasaan” jangan sampai putus.

Sejujurnya, Penulis sendiri heran mengapa dirinya yang dulu sangat mager untuk menulis bisa menjadi kembali termotivasi untuk terus menghasilkan tulisan di blog ini. Keberadaan Notion memang membantu, tapi bukan jadi motivasi utama.

Bisa jadi, salah satu yang menjadi motivasi Penulis untuk bisa rajin menulis adalah adanya apresiasi dari banyak pihak. Mungkin jumlahnya bisa dihitung dengan jari, tapi itu sudah cukup bagi Penulis. Penulis benar-benar berterima kasih kepada Pembaca yang sudah mengapresiasi blog ini.


Lawang, 1 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau bulan Juni kemarin dirinya berhasil menulis selama 30 hari tanpa putus

Continue Reading

Pengalaman

Ini adalah Tulisan Whathefan yang ke-1000

Published

on

By

Sejak Whathefan dibuat pada tanggal 2 Januari 2018, akhirnya sampai juga pada tulisan ke-1000. Butuh waktu kurang lebih 6,5 tahun untuk bisa mencapai milestone ini, atau jika dirinci setara dengan 2.354 hari.

Ketika awal membuat blog ini, target Penulis adalah memproduksi setidaknya 5 tulisan setiap minggunya, yang lantas Penulis tingkatkan menjadi 1 tulisan per hari. Namun, pada kenyataannya Penulis banyak bolongnya karena berbagai alasan, tapi yang paling utama tentu saja rasa malas.

Melihat jumlah hari yang telah blog ini lewati, artinya rata-rata Penulis membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari sekali untuk membuat artikel baru, atau jika mau dirinci lagi menjadi setiap 56,5 jam sekali. Apakah itu termasuk cukup produktif untuk seorang penulis, Penulis tidak tahu.

Apapun itu, Penulis tetap berusaha bangga dengan dirinya sendiri karena bisa memproduksi hingga 1.000 artikel. Tentu Penulis tidak akan berhenti menulis di sini dan semoga saja tulisan ke-2000 tidak membutuhkan waktu 6,5 tahun.

Jika Penulis bisa konsisten menulis seperti belakangan ini (sampai artikel ini, Penulis sudah streak sepanjang 19 hari), maka artikel ke-2000 akan tercapai pada tanggal 10 Maret 2027. Permasalahan utama Penulis untuk hal tersebut adalah masalah konsistensi.

Berusaha untuk Bisa Menulis Konsisten Setiap Hari

Dalam tabel distribusi per bulan di atas, bisa dilihat kalau jumlahnya naik turun secara signifikan. Bahkan, total dalam tahun pun trennya menurun terus. Membuat 100 artikel dalam satu tahun pun tak sanggup dalam dua tahun terakhir.

Karena hal tersebut, Penulis bisa dibilang sebagai penulis yang kurang konsisten. Ada saat-saat di mana Penulis seolah kehilangan semangat dan gairah untuk menulis terutama beberapa bulan ke belakang ini, yang sejatinya merupakan hobinya.

Bayangkan saja, jumlah artikel yang Penulis produksi dalam 19 hari terakhir lebih banyak dibandingkan periode November 2023 hingga Februari 2024 (empat bulan), di mana di periode tersebut Penulis hanya berhasil membuat 8 tulisan saja.

Pernah ada dalam satu bulan, Penulis hanya bisa menulis 2-3 artikel (seperti di awal tahun ini), bahkan sempat tidak menulis sama sekali (terjadi dua kali pada bulan Oktober 2020 dan Desember 2023).

Ketika direnungkan, tentu ada faktor-faktor lain yang membuat Penulis jadi tidak bersemangat menulis untuk blog ini. Namun, faktor utamanya tetap saja rasa malas dan kalah dari keinginan bermalas-malasan di atas kasur sambil main ponsel.

Menyadari hal ini, Penulis pun berusaha untuk mencari solusi bagaimana agar dirinya bisa tetap konsisten menulis. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan Notion yang telah Penulis bahas secara terpisah sebelumnya, yang terbukti sangat membantu Penulis.

Jika dikatakan terkadang ada buntu saat menulis, memang benar. Namun, ide terkadang memang harus dikejar, bukan ditunggu. Seringnya sepanjang pengalaman Penulis, selama dirinya berada di depan layar dan mulai mengetik, nanti jari-jari ini akan mengalir dengan sendirinya.

Apa Saja yang Telah Ditulis di Whathefan

Sesuai dengan tagline-nya, Penulis benar-benar menulis apapun yang sedang terpikirkan dan diinginkan. Apa yang Penulis suka, akan Penulis tulis. Alhasil, jumlah rubrik dari blog ini pun terus bertambah menyesuaikan dengan apa yang ingin Penulis tulis.

Penulis tak punya catatan pasti tentang “sejarah rubrik” di blog ini, tapi yang jelas dua rubrik terbaru di blog ini adalah Permainan dan Olahraga. Permainan Penulis buat karena sedang menekuni hobi baru di dunia board game, sedangkan olahrga karena Penulis merupakan penggemar sepak bola dan Formula 1.

Beberapa rubrik lain yang bukan rubrik “orisinal” adalah Musik, Produktivitas (yang merupakan sempalan dari Pengembangan Diri), dan Tentang Rasa. Buku pun dulu tidak Penulis pisah antara Fiksi dan Non-Fiksi.

Selama 6,5 tahun, tentu ada rubrik atau kategori yang paling sering Penulis isi. Yang paling banyak adalah kategori Buku (Fiksi dan Non-Fiksi) dengan 94 tulisan, disusul Film & Serial (86), Sosial Budaya (83), dan Pengembangan Diri (82).

Selain itu, Penulis juga berencana untuk menghilangkan kategori Karang Taruna karena sudah tidak pernah diisi lagi, mengingat Penulis sudah pensiun. Kemungkinan, Penulis akan menggabungkannya dengan rubrik Pengalaman saja.

Selain itu, selama beberapa tahun terakhir Penulis tidak pernah membuat karya sastra satu pun, baik itu novel, cerpen, maupun sajak. Entah mengapa Penulis menjadi seperti miskin imajinasi. Mungkin faktor usia membuat Penulis menjadi pribadi yang semakin realistis.

Apakah ke depannya Penulis akan menambah kategori baru? Bisa saja, jika ada hal baru yang ingin Penulis tulis. Mungkin Penulis akan banyak menulis tentang game, walau rasanya topik tersebut bisa dimasukkan ke dalam kategori Permainan.

Whathefan adalah Blog Gado-Gado yang Belum Profit

Banyak yang bilang blog yang baik adalah yang memiliki niche tertentu. Nah, kalau Whathefan kan beda karena gado-gado. Seninnya bisa membahas tentang politik, Selasanya nulis K-Pop, terus Rabunya nulis sepak bola. Benar-benar semau gue.

Sejak awal Penulis memang tidak menjadikan blog ini sebagai sumber pemasukan. Memang Penulis memasang AdSense, tapi tidak pernah dikelola dengan benar sehingga sampai hari ini pun uang AdSense-nya belum bisa dicairkan karena jumlahnya kecil sekali.

Padahal dalam setahun, biaya yang harus Penulis keluarkan untuk blog (biaya domain dan hosting) ini mencapai sekitar Rp900 ribu. Karena blog ini telah berusia 6 tahun, maka kurang lebih Penulis sudah mengeluarkan sekitar Rp5,4 juta.

Namun, Penulis sama sekali tidak pernah merasa rugi karena bagi Penulis hal tersebut merupakan sebuah investasi. Tanpa berniat sombong, salah satu faktor Penulis diterima di dua tempat kerja adalah karena kehadiran blog ini yang menjadi semacam portofolio Penulis.

Oleh karena itu, sebisa mungkin Penulis akan mempertahankan blog ini selama mungkin, bahkan kalau bisa sampai Penulis tidak mampu lagi menulis. Meskipun sering terhalang masalah inkonsistensi, Penulis akan terus berusaha untuk bisa menghasilkan tulisan di blog ini.


Lawang, 13 Juni 2024, terinspirasi setelah mencapai milestone 1.000 artikel di blog ini

Continue Reading

Pengalaman

Bagaimana Rasanya Berpuasa di Tanah Rantau?

Published

on

By

Tahun 2024 ini menjadi tahun keempat di mana Penulis (alhadulillah) bisa berpuasa di rumah. Sebelumnya pada rentang tahun 2019-2020, Penulis mengalami yang namanya berpuasa di tanah rantau, di mana untuk sahur dan buka puasa harus dilakukan sendirian.

Meskipun tergolong sebentar (karena hanya sekitar dua tahun), Penulis merasa kalau berpuasa di tanah rantau memiliki sensasinya sendiri. Yang biasanya kita dibangunkan dan makanan telah disiapkan oleh ibu, kini harus tergantung dengan diri sendiri.

Oleh karena itu, pada tulisan kali ini Penulis ingin berbagi sedikit mengenai bagaimana rasanya berpuasa di tanah rantau. Semoga saja tulisan ini bisa bermanfaat untuk sesama kaum muslimin yang baru merasakan bagaimana puasa di tanah rantau tahun ini.

Sahur di Tanah Rantau

Warteg Andalan (Google Maps)

Di sekitar kos Penulis di Jakarta, bisa dibilang ada berbagai jenis makanan yang dijual, mulai dari warteg hingga masakan padang. Hal ini memudahkan Penulis untuk mencari makan ketika jam sahur.

Yang menjadi andalan Penulis tentu saja warteg dengan lauk tempe orek ditambah sayur singkong. Menu yang murah meriah ini tentu menjadi berkah untuk anak rantau yang harus serba menghemat.

Namun, yang menjadi permasalahan utama ketika sahur sebenarnya bukan menu makanannya, melainkan rasa malas untuk keluar kos. Bangun dini hari untuk keluar kos terkadang terasa berat, walau tempat membeli makanannya sebenarnya sangat dekat.

Jika sudah mager tingkat maksimal, biasanya mi instan menjadi solusi utama, ditemani dengan secangkir teh panas yang dibuat menggunakan Heater. Solusi lainnya adalah memesan makanan secara online, yang secara biaya jelas lebih mahal.

Penulis bukan tipe orang yang bisa memasak dan kurang minat memelajarinya. Penulis baru mulai memasak kecil-kecilan ketika pandemi, di mana Penulis tidak bisa pulang ke Malang. Berbagai peralatan masak pun dibeli, mulai dari Magic Jar, panci, hingga saringan.

Yang dimasak pun hanya makanan instan yang tinggal digoreng, seperti nugget dan sosis. Kalau makanan organik, paling mentok ya tempe dan telur, yang sama-sama tinggal digoreng. Jangan harap ada sayur karena tidak ada satupun menu yang bisa Penulis masak.

Buka Puasa di Tanah Rantau

Dulu Hampir Buka Puasa Setiap Hari di Sini (Google Maps)

Untuk masalah buka puasa, Penulis merasa bersyukur karena mendapatkan “jatah” dari kantor. Ini terjadi di tahun 2019, karena di tahun 2020 pandemi COVID-19 terjadi sehingga Penulis harus buka puasa di kos.

Jatah menu buka puasa dari kantor bisa dibilang cukup bervariasi, karena setiap harinya akan mendapatkan menu yang berbeda. Biaya makan per karyawan pun bisa dipastikan lebih dari 15 ribu per kepala, karena makanan yang dihidangkan berasal dari walaraba populer.

Barulah ketika akhir pekan Penulis harus mencari menu buka puasa sendiri. Namun, Penulis jarang membeli makan sebelum jam buka. Biasanya, Penulis justru baru mencari makan selepas Isya karena biasanya tempat makan sudah mulai sepi pembeli.

Menu buka puasanya pun berkisar di tempat-tempat makan di sekitar kos. Namun, jika sedang senggang, maka Penulis akan berbuka puasa di mal untuk menikmati menu yang lebih lezat atau memesannya melalui layanan online jika sedang mager.

Ketika memesan makanan online, sesekali Penulis akan memesan dua porsi, di mana satunya diperuntukkan untuk abang yang mengantarkannya. Selain berbagi di bulan puasa, biasanya potongan di aplikasi baru bisa dipakai ketika mencapai nominal tertentu.

Selama merantau, Penulis bisa dibilang jarang mengikuti buka bersama (bukber), lha mong tiap hari memang bukber bareng teman-teman kantor. Ketika akhir pekan, tentu mereka lebih memilih berbuka bersama orang-orang rumah.

Penutup

Jika dibandingkan dengan puasa di tanah rantau, memang berpuasa di rumah terkesan lebih “membosankan” karena cukup monoton. Kalau tidak makan masakan ibu atau beli makanan di sekitar rumah. Kalau mau beda, paling menunggu momen bukber.

Namun, tentu Penulis tetap bersyukur bisa berpuasa di rumah bersama keluarga dan orang-orang yang dicintai. Ini bukan tentang apa yang dimakan, melainkan momen berharga yang dihabiskan dengan siapa.

Berpuasa di tanah rantau mengajari Penulis untuk bersyukur karena selama ini mendapatkan privilege sehingga bisa berpuasa dengan “mudah.” Semua sudah tersedia, kita tinggal makan saja tanpa perlu keluar rumah.

Suasana sahur dan buka bersama keluarga juga menjadi hal yang membuat kita baru merasa kehilangan ketika merantau sendirian. Meskipun ada teknologi video call, hal tersebut tidak akan bisa menggantikan pertemuan fisik.

Berada di tanah rantau membuat kita menyadari hal tersebut, yang mungkin selama ini terabaikan. Bisa berpuasa di rumah bersama keluarga rasanya jauh lebih menyenangkan, terutama setelah sempat berpuasa sendiri di tanah rantau.

Untuk para Pembaca yang baru berpuasa sendiri di tanah rantau, semangat! Puasa di tanah rantau itu seru kok, walaupun kita harus bisa melawan rasa malas untuk keluar rumah ataupun memasak sendiri.


Lawang, 12 Maret 2024, terinspirasi karena menyadari dirinya sudah empat tahun mendapatkan kesempatan untuk berpuasa di rumah

Foto Featured Image: Chatelaine

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan