Connect with us

Pengembangan Diri

Apakah Saya Manipulatif?

Published

on

ma·nip·u·la·tive/məˈnipyəˌlādiv/

adjective: characterized by unscrupulous control of a situation or person.

Dari seorang kawan, Penulis baru menyadari kalau dirinya (bisa jadi) memiliki beberapa ciri-ciri sifat manipulatif. Ketika melakukan kontemplasi, memang rasanya ada dan Penulis bertekad untuk mengubah sifat buruk itu.

Sama seperti artikel Apakah Saya Toxic?, tulisan ini mengajak Penulis (dan Pembaca) untuk melihat ke dalam, apakah benar kita memiliki sifat manipulatif dengan mempelajari pengertian dan apa saja ciri-cirinya.

Harapannya dengan membuat tulisan seperti ini, Penulis jadi bisa mengubah sifat-sifat buruknya yang memiliki keterkaitan dengan sifat manipulatif dan tidak merugikan orang lain lagi.

Apa Itu Sifat Manipulatif?

Ingin Mengendalikan Orang Lain (Money)

Sesuai dengan namanya, manipulatif memiliki makna bagaimana kita memanipulasi orang lain agar ia atau mereka bertindak sesuai keinginan kita. Ini menjadi salah satu teknik psikologis yang sering digunakan oleh orang untuk berbagai kepentingan.

Orang dengan sifat manipulatif akan menyerang sisi emosional dan mental orang yang ingin mereka manipulasi. Membuat orang lain merasa bersalah, merasa takut, membuat orang lain tidak bisa membedakan benar salah, hanyalah beberapa caranya.

Seringnya, sifat ini digunakan untuk mendapatkan keuntungan tertentu atau minimal sesuatu yang ia inginkan. Ini bisa dimulai dari yang sepele seperti mendapatkan perhatian hingga meraup keuntungan berupa harta.

Bisa jadi, kita tak sadar kalau pernah bersikap manipulatif kepada orang lain. Banyak yang mengira (termasuk Penulis) menganggap itu adalah hal yang biasa dalam sebuah hubungan. Untuk itu, penting untuk mengetahui apa saja ciri-ciri dari sifat manipulatif.

Apa Ciri-Ciri Sifat Manipulatif?

Gemar Menanamkan Rasa Bersalah ke Orang Lain (The Second Angle)

Penulis membaca beberapa sumber (bisa dibaca di bawah) untuk mengetahui apa saja ciri yang dimiliki oleh seseorang dengan sifat manipulatif. Berikut adalah beberapa rangkumannya:

  • Membuat orang lain merasa bersalah, dengan berbagai cara. Bisa dibilang ini adalah ciri yang paling sering dilakukan oleh seorang manipiulator untuk menghindari tanggung jawab. Mengacak-acak perasaan kita akan dilakukan oleh mereka. Bahkan, tak jarang mereka menuntut maaf.
  • Berbuat baik (secara tidak ikhlas) dan sering mengungkitnya, di mana kita akan dibuat untuk terus mengingat-ingat kebaikannya. Akibatnya, kita dilanda perasaan bersalah karena tidak mampu menghargai kebaikan yang telah mereka lakukan kepada kita.
  • Membuat kita merasa bingung, karena dengan begitu kita akan menjadi sulit untuk membuat keputusan. Situasi ini akan disukai oleh para manipulator, karena dengan begitu urusan mengendalikan kita akan menjadi lebih mudah.
  • Dramatis, di mana ciri ini terlihat dari perkataan yang ia lontarkan terdengar berlebihan. Hal ini bisa menimbulkan perasaan bersalah bagi korban, apalagi jika menggunakan senjata berupa tangisan.
  • Membuat kita bergantung pada mereka, karena dengan mereka bergantung pada mereka, mereka seolah memiliki kontrol kepada kita. Untuk tingkat yang parah, si manipulatif akan membuat suasana yang menekan si korban agar bergantung padanya.
  • Membuat kita merasa tidak berguna, sekali lagi agar kita menjadi bergantung pada mereka. Mereka seolah-olah dengan sengaja ingin kita percaya kalau kita ini lemah dan butuh mereka. Ada penanaman doktrin kalau kita tidak bisa apa-apa tanpa mereka.
  • Menuntut pembuktian rasa sayang, di mana ini bisa menimbulkan perasaan bersalah jika tidak bisa membuktikannya dengan cara yang mereka inginkan.
  • Mengontrol keputusan, seolah-olah kita tidak boleh mandiri menentukan hal-hal yang sebenarnya bisa diputuskan sendiri. Bahkan, tak jarang kita dibuat merasa tidak enak jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.
  • Memanfaatkan kelemahan kita, sehingga orang terdekat kita pun bisa jadi seorang manipulator yang handal. Misal mereka tahu kita mudah merasa bersalah, mereka akan semakin gencar untuk membuat kita merasa bersalah.
  • Pandai memutarbalikkan fakta, bahkan tak ragu untuk menggunakan kebohongan asal tujuan mereka tercapai. Cara untuk membalikkan keadaan dan membuat kita merasa bersalah adalah hal yang mudah untuk mereka.

Apakah Saya Memiliki Sifat Manipulatif?

Bertanya Kepada Diri Sendiri, Apakah Saya Manipulatif? (The Economic Times)

Penulis tidak pernah merasa kalau dirinya memiliki sifat manipulatif dalam dirinya. Hanya saja, setelah membaca beberapa sumber, Penulis jadi menyadari ada beberapa ciri seorang manipulatif yang dimilikinya.

Bahkan, mungkin hampir semuanya.

Setidaknya yang Penulis tahu pasti, ada orang-orang dekat Penulis yang merasa kalau dirinya sering merasa bersalah dan itu diakibatkan dari tindakan yang Penulis lakukan kepada mereka. Penulis tidak menyadari telah melakukan hal ini dan benar-benar merasa menyesal.

Terkadang jika sedang emosi, Penulis akan mengungkit kebaikan yang sudah dilakukan. Walau menyesal setelah emosi mereda, tetap saja Penulis telah melakukannya. Penulis juga terkadang bereaksi berlebihan dan dramatis jika sedang bertengkar dengan seseorang.

Penulis suka jika ada orang yang meminta bantuan ke Penulis, tapi bukan berarti Penulis berharap mereka akan selalu bergantung kepada Penulis. Kadang Penulis juga terlalu ikut campur jika ada orang lain yang ingin membuat keputusan, tapi tidak pernah memaksanya.

Untuk masalah menuntut pembuktian perasaan sayang, mungkin Penulis tidak pernah memintanya secara gamblang. Hanya saja, Penulis merasa selama ini dirinya kerap meminta untuk mendapatkan perhatian, kepedulian, ada ketika butuh, dan lain sebagainya.

Selain itu, ciri-ciri lain sepertinya tidak Penulis miliki. Penulis tidak pernah berniat jahat ingin membuat orang merasa dirinya tidak berguna atau memanfaatkan kelemahan mereka.

Penulis bisa berkata kalau dirinya tidak melakukan semua hal di atas secara sengaja. Penulis hanya tidak menyadari kalau sikapnya (terutama ke orang-orang dekat) begitu buruk, sehingga wajar jika ada yang berpendapat kalau Penulis memiliki sifat manipulatif.

Penulis jadi banyak belajar dari hal ini, dan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak melakukannya lagi.

Penutup

Cara menghadapi seorang manipulator adalah dengan menyadari berbagai teknik manipulasinya. Kita harus bisa memosisikan diri secara objektif tanpa terpengaruh mereka agar bisa berpikir secara jernih.

Jika kita merasa ada manipulator di sekitar kita dan merasa tidak mampu mengalahkan mereka, ada baiknya kita menghindari orang tersebut. Rasanya, tidak ada yang mau dekat-dekat dengan seorang manipulator.

Dengan mengetahui ciri-cirinya di atas, kita pun bisa menghindari jebakan-jebakan yang mereka buat. Lantas, kita pun dapat menjalani hidup dengan lebih tenang tanpa terbebani rasa bersalah yang mereka ciptakan.

Kalau Pembaca merasa memiliki beberapa ciri seorang manipulator di atas, coba lakukan refleksi diri seperti yang Penulis lakukan. Rasanya tidak ada orang yang suka dirinya dimanipulasi, bahkan orang terdekat sekalipun.


Lawang, 15 April 2022, terinspirasi setelah mendapatkan masukan dari seorang kawan

Foto: VOI.id

Sumber Artikel:

Produktivitas

Cara Saya Hilangkan Kebiasaan Buruk Dikit-Dikit Cek HP

Published

on

By

Ketika sedang suwung atau menganggur, apa yang akan Pembaca lakukan pertama kali? Kalau Penulis, satu hal yang sangat mungkin dilakukan adalah mengecek ponselnya, entah untuk mengecek pesan WhatsApp yang masuk ataupun scrolling media sosial.

Parahnya lagi, Penulis kerap berganti-ganti platform ketika sudah cek HP. Bosan buka Instagram, pindah ke X. Bosan di X, pindah ke YouTube. Bosan di YouTube, pindah ke Pinterest. Begitu terus hingga screentime ponsel Penulis menjadi berjam-jam.

Penulis sebenarnya menyadari kalau sedikit-sedikit mengecek ponsel merupakan kebiasaan yang buruk karena seolah-olah otak ini tidak boleh diberi jeda sedikit pun dari konsumsi-konsumsi konten. Otak (dan organ tubuh lainnya) ini seolah tidak boleh istirahat.

Padahal, jeda sejenak dari segala kegiatan dan konsumsi konten bagus untuk otak. Membiarkan pikiran mengembara atau merenung terkadang menjadi sesuatu yang kita butuhkan di tengah berbagai tuntutan hidup.

Oleh karena itu, Penulis pun berusaha mengurangi ketergantungan dirinya yang sedikit-sedikit mengecek ponsel. Awalnya memang sangat sulit karena sudah menjadi kebiasaan, tapi lama-kelamaan Penulis mulai terbiasa untuk menjauhinya dan menggantinya dengan aktivitas lain.

Pada tulisan kali ini, Penulis ingin berbagi pengalaman dirinya berusaha mengurangi kebiasaan buruk ini untuk bisa meningkatkan produktivitas dirinya. Penulis tidak membuat daftarnya berdasarkan riset mendalam, hanya dari pengalaman pribadinya saja.

1. Memberikan Batasan ke Aplikasi

Aplikasi Rekomendasi Penulis (Opal)

Hampir semua media sosial menghadirkan konten tak terbatas yang bertujuan untuk membuat kita betah berlama-lama di platform mereka. Akibatnya, kita suka lupa waktu jika sudah bermain media sosial, terutama jika sedang mengonsumsi konten-konten video pendek.

Penulis termasuk yang kesulitan untuk mengerem kebiasaan buruk ini, sehingga membutuhkan bantuan aplikasi. Untungnya, hampir di semua ponsel pintar saat ini telah memiliki fitur untuk membatasi penggunaan aplikasi dalam jangka waktu panjang.

Namun, Penulis merasa aplikasi bawaan tersebut kurang ketat karena bisa kita ubah dengan mudah. Oleh karena itu, Penulis memutuskan untuk menggunakan aplikasi yang lebih ketat seperti AppBlock dan Opal. Jika batas durasinya sudah lewat, maka Oval tersebut akan otomatis memblokir aplikasi tersebut.

Di ponsel, Penulis memberi batasan penggunaan semua media sosial 1,5 jam per hari, mulai dari YouTube, Instagram, X, TikTok, hingga Threads. Durasi 1,5 jam bukan untuk per aplikasi, tapi kombinasi dari semuanya.

2. Menjauhkan Ponsel dari Jangkauan

Cara pertama yang sering Penulis lakukan adalah menjauhkan ponsel sejauh mungkin dari jangkauannya. Biasanya ini Penulis terapkan ketika kerja, di mana Penulis meletakkan ponselnya di tempat yang tidak kelihatan hingga lupa di mana menaruhnya.

Cara ini cukup efektif jika Penulis ingin mengurangi distraksi ketika jam kerja, apalagi Penulis work from home. Penulis harus bisa mendisiplinkan diri sendiri karena tidak ada orang lain yang mengawasi. Alhasil, screentime Penulis terutama di jam kerja (9-6) bisa berkurang drastis.

Tidak hanya itu, kita juga bisa mematikan notifikasi ponsel dengan mengubahnya ke Mode Hening atau mengaktifkan fitur Do Not Disturb. Dengan begitu, suara-suara notifikasi yang seolah tak ada habisnya itu bisa diredam dan tidak membuat kita merasa penasaran lagi.

3. Install WhatsApp atau Aplikasi Chat di PC/Laptop

Install Aplikasi WhatsApp Dekstop (CNET)

Salah satu alasan mengapa Penulis suka mengecek ponselnya adalah karena ingin memeriksa apakah ada pesan WhatsApp yang masuk. Oleh karena itu, Penulis memilih untuk meng-install aplikasi WhatsApp versi PC, sehingga dirinya tak perlu lagi mengecek ponsel.

Kebetulan, di tempat kerja Penulis WhatsApp menjadi media utama untuk berkomunikasi, sehingga tidak mungkin Penulis tidak memeriksa WhatsApp. Bahkan, Penulis menggunakan layar kedua menggunakan tablet untuk selalu menampilkan WhatsApp, karena Penulis juga punya kebiasaan buruk sedikit-sedikit cek WhatsApp.

Tidak hanya WhatsApp, semua aplikasi chat yang Penulis gunakan juga Penulis install di PC, mulai dari Skype hingga Discord. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan urgent untuk mengecek ponsel di jam kerja.

4. Jangan Gunakan Ponsel Sebagai Alarm Pagi

Selain godaan di kala menganggur dan di jam kerja, salah satu godaan terbesar untuk mengecek ponsel adalah di pagi hari. Penulis punya kebiasaan buruk setelah mematikan alarm, Penulis akan membuka aplikasi media sosial sebentar.

Oleh karena itu, Penulis menyarankan untuk menggunakan alarm konvensional di pagi hari, bukan alarm yang ada di ponsel. Kalau perlu, jauhkan juga ponsel dari jangkauan sebelum tidur.

Selain itu, tentukan jam berapa ponsel boleh mulai dicek, misalnya pukul tujuh pagi setelah rutinitas pagi telah selesai dituntaskan. Namun, jika boleh jujur, di antara semua poin yang ada di artikel ini, poin inilah yang sampai sekarang masih Penulis sulit terapkan.

5. Sibukkan Diri dengan Kegiatan Bermanfaat

Baca Buku Favoritmu (Adil via Pexels)

Salah satu pemicu kita kerap mengecek ponsel adalah karena suwung atau sedang menganggur, seperti yang sudah Penulis singgung di atas. Oleh karena itu, kita harus kreatif mengisi waktu kosong kita dengan aktivitas lain.

Melakukan hobi adalah salah satu cara yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang. Kalau Penulis, biasanya akan membaca buku atau menulis artikel. Kedua aktivitas ini lumayan ampuh bagi Penulis untuk tidak mengecek ponsel.

Di malam hari setelah jam kerja, biasanya Penulis menyempatkan diri untuk menemani ibu menonton televisi. Meskipun bukan kegiatan yang produktif, setidaknya menemani ibu menjadi aktivitas yang bermanfaat sekaligus melepas penat setelah seharian bekerja.

***

Berselancar di media sosial untuk mencari hiburan bukan hal yang salah. Yang salah adalah jika dilakukan secara berlebihan hingga lupa waktu. Waktu yang kita miliki di dunia ini terbatas, sehingga sayang jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Penulis merasa bahwa dirinya sudah terlalu attach dengan ponsel, sehingga muncul kebiasaan sedikit-sedikit ingin mengecek ponsel. Menyadari kekurangan ini, Penulis pun berusaha untuk melakukan tips-tips yang telah disebutkan di atas.

Semoga saja tulisan ini bisa membantu Pembaca yang juga mengalami kesulitan seperti Penulis.


Lawang, 22 Juli 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau dirinya kerap kali mengecek HP-nya setiap tidak ada aktivitas

Foto Featured Image: Kerde Severin

Continue Reading

Pengembangan Diri

Bagaimana Caranya agar Semangat Membaca Buku?

Published

on

By

Entah saja kapan Penulis membuat persona dirinya sebagai seorang pembaca buku. Mungkin sejak kuliah, ketika dirinya mulai membeli buku-buku sendiri. Ketika sekolah, Penulis memang sudah membaca buku, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak.

Hingga hari ini, persona kutu buku masih melekat pada diri Penulis. Selain karena sering membuat artikel ulasan buku yang sudah selesai dibaca, Penulis memang sering terlihat bersemangat jika topik obrolan bersama teman-teman sudah membahas tentang buku.

Salah satu pertanyaan yang sering diberikan kepada Penulis adalah bagaimana caranya agar suka membaca? Tentu ini pertanyaan yang cukup tricky, karena kebiasaan membaca Penulis sudah dari kecil. Pengaruh ayah yang juga suka membaca bisa menjadi privilige untuk Penulis.

Namun, jika dipikir-pikir lagi, sebenarnya ada beberapa cara yang berhasil setidaknya pada diri Penulis. Meskipun suka membaca, ada kalanya Penulis merasa sangat malas untuk membuka buku. Entah ada berapa buku yang akhirnya menumpuk dan tidak pernah dibaca.

Tips #1: Pilih Topik Buku yang Digemari

Photo by Min An

Tips pertama dan yang paling basic adalah memilih buku sesuai dengan topik yang digemari. Kalau sukanya fiksi, ya jangan memaksakan diri untuk membaca buku ekonomi. Yang ada malah merasa mual karena tidak paham sama sekali apa isinya.

Penulis sendiri biasanya punya stok untuk beberapa genre yang diminati, karena kebetulan dirinya punya banyak topik bacaan yang digemari. Jadi, Penulis bisa memilih genre bacaannya sesuai dengan mood-nya saat itu.

Saat ini saja, ada sekitar 12 buku yang Penulis baca bersamaan dari berbagai genre, mulai dari fiksi, sejarah, pengembangan diri, dan lain sebagainya. Penulis tinggal memilih mana yang mau dibaca hari ini, benar-benar tergantung mood-nya.

Tips #2: Pilih Buku yang Ringan-Ringan Dulu Saja

Photo by Karolina Kaboompics

Selain topik, pemilihan bobot buku juga bisa menentukan semangat kita dalam membaca. Kalau belum terbiasa membaca, tips kedua, usahakan untuk memilih buku yang ringan-ringan dulu saja, baik dari segi ketebalan halaman maupun bahasa yang dimiliki.

Kalau mau memulai baca novel, bisa coba baca novel-novel ringan seperti karya Tere Liye atau Andrea Hirata. Jangan langsung baca novelnya Leila S. Chudori, nanti shock karena ceritanya yang berat dan dark.

Kalau misal mau membaca buku non-fiksi seperti sejarah, bisa mulai baca buku yang kecil atau tipis dulu. Misal mau baca tentang Perang Dunia II, ya jangan langsung baca buku Perang Eropa-nya P. K. Ojong yang tebal-tebal dan ada sampai tiga jilid.

Tips #3: Mulai dari Sedikit Dulu Saja

Photo by Enzo Muñoz

Tips ketiga, mulai dari sedikit dulu saja. Satu hari satu halaman pun tidak masalah, asal konsisten setiap hari. Nanti setelah semakin terbiasa, jumlah halaman atau durasi membaca dalam sehari bisa bertambah secara bertahap.

Agar bisa lebih konsisten, ada baiknya kalau kita memiliki time block untuk menentukan kapan kita membaca. Bisa setelah bangun, istirahat makan siang, atau menjelang tidur. Pilih waktu terbaik dari rutinitas harian kita.

Kebiasaan mikro seperti ini dibahas dalam buku Atomic Habits karya James Clear. Tidak apa-apa sedikit, yang penting rutin. Agar bisa dirutinkan, letakkan buku yang ingin dibaca di tempat yang mudah terlihat, jangan ditaruh di rak buku atau tempat tak terlihat lainnya.

Tips #4: Jangan Paksakan Diri untuk Menghabiskan Buku

Photo by Karolina Kaboompics

Terkadang, ada saja buku yang memang seolah ditakdirkan untuk tidak ditamatkan, dan hal itu sama sekali tidak masalah. Tips keempat, jangan pernah memaksakan diri untuk menghabiskan buku.

Mungkin setelah membaca seperempat atau setengah buku, ternyata isinya kurang cocok dengan kita. Tidak menamatkan buku yang sudah dimulai bukanlah sebuah dosa. Daripada dipaksa menyelesaikan tapi isinya tidak masuk, ya untuk apa.

Penulis mungkin punya puluhan buku yang bernasib seperti itu, ditutup sebelum halaman terakhir selesai dibaca. Mungkin suatu saat akan coba dibaca lagi, tapi tidak sekarang. Apalagi, masih ada banyak buku lain yang lebih menarik untuk ditamatkan.

Tips #5: Pinjam, Jangan Beli

Photo by Ivo Rainha

Tips keempat yang bisa digunakan untuk berhemat adalah jangan membeli buku. Lho, kok gitu? Karena dengan perasaan memiliki buku tersebut, kita jadi cenderung berpikir, “Halah, dibaca nanti saja kalau sudah senggang.” Akhirnya, malah tidak tersentuh sama sekali.

Kalau belum terbiasa membaca, Penulis menyarankan lebih baik meminjam saja, entah ke teman ataupun perpustakaan. Penulis sendiri sering meminjamkan buku-bukunya ke siapapun yang ingin membaca.

Dengan meminjam, kita jadi memiliki semacam deadline kapan buku tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan adanya deadline, kita pun jadi lebih termotivasi untuk segera memulai membaca dan menghabiskannya (opsional)

Tips #6: Baca dengan Suasana Nyaman

Photo by cottonbro studio

Tips kelima yang sering Penulis lakukan kepada dirinya sendiri adalah membuat suasana membaca menjadi senyaman mungkin. Kalau membacanya pewe, maka kita pun akan betah melakukannya dalam jangka waktu yang panjang, asal jangan malah ketiduran!

Kalau Penulis, seringnya membaca di atas kasur dengan lampu baca dan aroma terapi yang menyala. Alternatif tempat lain untuk membaca adalah duduk di teras, mengingat di teras rumah Penulis ada banyak tanaman sehingga suasananya menjadi sejuk.

Selain itu, mendengarkan lagu ketika membaca juga bisa menambah kenyamanan dalam membaca. Playlist lagu-lagu klasik atau lo-fi sangat cocok sebagai teman membaca. Sebaiknya jangan mendengarkan lagu yang memiliki lirik, khawatirnya jadi susah fokus.

Tips #7: Jauhkan Smartphone

Photo by özgür

Seperti yang sudah pada tulisan sebelumnya, Penulis memanfaatkan buku untuk menjauhkan dirinya dari media sosial. Percayalah, salah satu faktor yang membuat Penulis malas membaca buku adalah karena adanya distraksi dari smartphone-nya.

Oleh karena itu, tips terakhir, jauhkan smartphone ketika ingin membaca. Ketika membaca di kamar, Penulis biasanya menyalakan mode senyapnya dan meletakkannya di meja kerja. Kalau membaca di teras, ya smartphone-nya ditinggal saja di kamar.

Buku bisa menjadi subtitusi yang menarik dari smartphone ketika kita butuh mengisi waktu luang. Bahkan, belakangan Penulis lebih sering membawa buku ke kamar mandi ketika ada panggilan alam dibandingkan membawa smartphone.

Lantas, bagaimana jika kita membaca buku lewat aplikasi di smartphone. Nah, kebetulan Penulis merupakan pembaca konvensional yang tidak suka membaca buku digital. Kalau lebih suka membaca di smartphone, ya yang kuat saja menahan godaan untuk membuka apliaksi lain.

Penutup

Kurang lebih seperti itulah tips agar semangat membaca yang telah Penulis terapkan sendiri dalam kehidupannya. Mungkin tidak semua tips cocok untuk Pembaca sekalian, tidak apa- Pilih saja tips yang cocok dengan gaya hidup Pembaca.

Yang jelas, membaca buku hingga saat ini tetap menjadi media favorit Penulis entah untuk hiburan maupun mendapatkan ilmu, meskipun sekarang ada banyak konten di media sosial maupun YouTube yang bisa menghadirkan hal tersebut.

Semoga tips di atas bisa menjadi penyemangat kita untuk bisa lebih banyak membaca buku, ya!


Lawang, 25 Juni 2024, terinspirasi setelah menulis artikel Saya Membaca Buku untuk Mengurangi Candu Media Sosial kemarin

Foto Featured Image: Pixabay

Continue Reading

Produktivitas

Saya Membaca Buku untuk Mengurangi Candu Media Sosial

Published

on

By

Sejak kecil, Penulis sudah gemar membaca walau jenisnya baru sebatas komik dan ensiklopedia anak. Semakin dewasa, variasi bacaan Penulis pun bertambah, seperti novel, sejarah, pengembangan diri, biografi, hingga filsafat.

Namun, ada masa ketika Penulis benar-benar tidak membaca sama sekali. Hobi yang dulu sangat menyenangkan menjadi menjemukan dan terasa berat. Buku-buku yang sudah beli ditumpuk begitu saja, bahkan beberapa masih dibungkus plastik.

Ketika direnungkan, mungkin salah satu penyebabnya adalah Penulis terlalu banyak mengonsumsi konten pendek di media sosial. Konten pendek yang muncul tanpa batas tersebut seolah “menjebak” Penulis untuk tidak mengonsumsi konten panjang.

Bagaimana Konten Pendek Membuat Kita Malas Mengonsumsi Konten Panjang

Konten Pendek Media Sosial Membuat Kita Lupa Waktu (Photo by Andrea Piacquadio)

Dalam tulisan Alasan Kenapa “Mindless Scrolling” adalah Pelarian yang Buruk, Penulis sudah pernah berpendapat kalau salah satu bahaya dari konten-konten pendek di media sosial adalah membuat kita tidak tahu kapan harus berhenti.

Berbeda dengan menonton video panjang di YouTube di mana kita bisa menentukan konten mana yang ingin kita tonton, konten pendek di TikTok, Reels, maupun Shorts selalu menghadirkan konten baru yang tidak kita rencanakan untuk kita tonton. Semua berdasarkan algoritma.

Adanya unsur “kejutan” membuat kita mendapatkan dopamin dari sana, sehingga di dalam otak seolah ada mindset untuk terus mencari konten yang akan memberikan kita kebahagiaan. Masalahnya, ini bisa berlangsung selama berjam-jam tanpa disadari.

Penulis sendiri merasa kalau dirinya bisa terjebak berjam-jam jika sudah melakukan scrolling-scrolling di media sosial. Yang rencananya cuma 5 menit bisa bertambah hingga 2 jam. Tentu ini sangat berpengaruh kepada produktivitas sehari-hari.

Permasalahan lain adalah karena otak terbiasa dengan konten pendek yang menyajikan info secara cepat dan singkat, kita jadi tidak terbiasa (baca: malas) untuk mengonsumsi konten yang lebih panjang dan lengkap.

Konten panjang yang Penulis maksud di sini bisa berbentuk buku, jurnal, film, dokumenter, serial, dan lain sebagainya. Konten panjang membutuhkan “dedikasi” kita untuk menghabiskan beberapa jam (bahkan hari) yang kita miliki untuk menyelesaikannya.

Di sisi lain, konten pendek akan langsung habis secara instan dalam hitungan detik atau menit. Dalam sekejap, kita bisa mendapatkan sesuatu entah itu ilmu ataupun hiburan. Dalam beberapa jam, entah berapa info yang masuk ke dalam otak kita, walau kebanyakan akan langsung terlupakan.

Konten panjang memiliki batas yang jelas kapan dia akan selesai. Konten pendek memang cuma berdurasi beberapa detik/menit, tapi konten-konten selanjutnya akan terus bermunculan tanpa habis. Inilah yang berbahaya dari mengonsumsi konten pendek di media sosial.

Mungkin akan ada yang berargumen kalau konten pendek seperti itu akan sangat berguna untuk menghemat waktu, Itu ada benarnya, tapi terkadang kita membutuhkan informasi yang lebih lengkap, bukan yang sepotong-sepotong.

Menurut Penulis, netizen kita sering ribut di internet juga salah satunya adalah kebiasaan ini. Kita jadi merasa paling tahu hanya bermodalkan konten-konten pendek. Padahal, kebijaksanaan tertinggi menurut Socrates adalah mengetahui kalau kita ini tidak tahu apa-apa.

Bagaimana Buku Bisa Menjadi Penyelamat Penulis

Membaca Sebagai Sarana untuk Mengurangi Candu Media Sosial (Photo by Monstera Production)

Biasanya, ketika mulai menyadari bahwa dirinya sudah terlalu banyak mengonsumsi konten pendek di media sosial, Penulis akan melakukan detox untuk sementara waktu. Tidak sampai tidak mengecek media sosialnya, tapi cukup mengurangi durasinya per hari.

Untuk itu, Penulis menggunakan berbagai aplikasi yang bisa melimitasi penggunaan media sosial. Ini tentu harus diiringi oleh niat yang kuat, karena godaan untuk mengubah limitasinya sangat besar dan mudah dilakukan.

Penulis benar-benar berusaha untuk mematuhi batasan penggunaan media sosial di gawainya, walau terkadang masih indisipliner. Harusnya, kalau memang sudah limit, ya sudah, jangan diubah batas durasinya, jangan dibuka aplikasi pembatasnya untuk menghapus limit yang sudah dibuat.

Ketika tidak bisa mengecek media sosial (yang sudah menjadi kebiasaan), tentu kita butuh aktivitas lain untuk mengalihkan fokus kita. Jelas setiap orang memiliki preferensi aktivitasnya masing-masing, tapi kalau Penulis pribadi memilih media buku, “kawan lama” yang sudah menjadi hobi Penulis sejak lama.

Untuk bisa membangkitkan minat bacanya kembali, Penulis memutuskan untuk membaca buku yang benar-benar menarik minatnya, bisa buku lama maupun buku baru. Contoh buku yang berhasil membuat Penulis bersemangat membaca adalah Keajaiban Toko Kelontong Namiya.

Tidak hanya karya fiksi, Penulis juga memilih buku non-fiksi dengan topik yang menarik minatnya. Contoh, Penulis suka sejarah, maka Penulis membeli buku sejarah. Buku sejarah yang sedang dibaca saat ini adalah Sejarah Prancis dan Memahami Jepang.

Bahkan, Penulis juga mulai membeli komik lagi seperti ketika masih muda dulu. Contoh, Penulis telah membeli semua komik Dragon Ball Super dari volume 1 sampai 19. Jika sukanya baca komik, ya tidak apa. Aktivitas membaca tidak selalu dikonotasikan belajar, karena membaca juga bisa menjadi sarana hiburan.

Penulis bukan tipe pembaca yang harus menghabiskan satu buku dulu baru berpindah ke buku lain. Saat ini saja, ada belasan buku dengan berbagai genre/topik yang sedang Penulis baca secara bersamaan. Penulis tinggal memilih mau membaca yang mana hari ini, tergantung mood-nya.

Inilah mengapa buku bisa menjadi penyelamat Penulis dari kecanduan konten pendek di media sosial: Penulis bisa bebas memilih buku apa yang akan dibaca. Hal ini tidak kita dapatkan dari TikTok, Reels, dan Shorts yang menghadirkan konten sesuai dengan algoritma mereka.

Membaca juga menjadi pilihan Penulis karena dirinya memang tidak terlalu suka aktivitas menonton film atau serial. Apalagi, Penulis punya kebiasaan buruk ketika sudah menonton serial yang menarik: tidak bisa berhenti menonton semua episodenya sampau tamat.

Ini terjadi ketika Penulis mulai menonton serial How I Met Your Mother. Bahkan, final season-nya Penulis tamatkan dalam semalam. Karena alasan inilah Penulis menghindari menonton serial, karena percuma jika kecanduan kita di media sosial malah berpindah ke serial.

Kalaupun menonton konten di YouTube, jangan membuka Shorts. Penulis menonton YouTube di TV agar akses ke Shorts menjadi lebih sulit. Alhasil, Penulis pun hanya bisa memilih konten-konten yang berdurasi panjang, entah yang berbobot ataupun yang ringan.

Penutup

Penulis merasa terlalu banyak mengonsumsi konten pendek di media sosial tidak baik untuk dirinya, terutama karena mengganggu produktivitasnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang Penulis lakukan, mulai dari membatasi durasi media sosial hingga menghabiskan waktunya lebih banyak untuk membaca.

Membaca buku fisik, setidaknya bagi Penulis, merupakan aktivitas yang bisa membantu Penulis menjauhi media sosial. Penulis bisa memilih buku mana yang akan Penulis baca, tidak seperti konten pendek di media sosial yang tidak bisa kita atur.

Penulis menyadari kalau membaca buku bukan aktivitas favorit banyak orang. Oleh karena itu, mungkin di tulisan berikutnya Penulis akan mencoba berbagai tips agar minat baca itu bisa tumbuh, terutama untuk Pembaca yang juga merasa butuh “lari” dari kecanduan konten-konten pendek di media sosial.


Lawang, 24 Juni 2024, terinspirasi setelah menyadari kalau dirinya mulai bersemangat untuk banyak membaca lagi

Foto Featured Image: Monstera Production

Continue Reading

Fanandi's Choice

Copyright © 2018 Whathefan